• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARTIS DAN FENOMENA incumbent WAKIL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ARTIS DAN FENOMENA incumbent WAKIL"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

ARTIS DAN FENOMENA WAKIL Andi Syafrani*

Artikel ini dimuat hari ini, Jumat, 9 Mei 2008 di Harian Sindo jaringan wilayah Jawa Barat dan lokal lainnya.

Terpilihnya Rano Karno dan Dede Yusuf sebagai wakil kepala daerah masing-masing di Kabupaten Tangerang (20/1/2008) dan Jawa Barat (13/4/2008) di pembukaan tahun ini menimbulkan arus politik magis yang luar biasa buat para politisi dan juga artis lainnya untuk terjun ke dunia politik. Saat ini, paling tidak ada dua artis lagi yang terwartakan tersedot dalam arus pendongkrakkan popularitas calon kepala daerah yaitu Saiful Jamil dan Helmi Yahya. Saiful Jamil dicalonkan sebagai calon wakil Bupati Serang, sedangkan Helmi Yahya ingin mudik mengabdi ke kampung halamannya dengan mengambil formulir pendaftaran sebagai calon wakil gubernur Sumatera Selatan (8/5/08). Semua artis tersebut hadir di panggung politik sebagai second layer, sebagai pelapis popularitas calon utama, bukan sebagai kepala daerah.

Fenomena ini tentu saja perlu dicermati lebih serius dalam diskursus pemilihan pejabat publik, terlebih khusus buat para konsultan politik yang sedang berjamuran saat ini untuk menentukan strategi politik sang klien dalam memilih-milih pasangan politiknya atau memilih kliennya sendiri.

Supremasi Popularitas

Menjamur dan kencangnya libido politisi bergandengan dengan artis atau lebih umum artis menjadi politisi tentunya tak dapat dipisahkan dengan proses demokrasi langsung yang masih seumur jagung di nusantara. Proses pemilihan langsung menyaratkan para politisi memiliki popularitas yang sangat tinggi.

Dalam ranah kajian voting behavior, popularitas adalah key success factor yang tak dapat ditawar-tawar buat seorang politisi untuk merintis jalan menuju kekuasaan. Tiga ranah, mengadopsi

pendekatan psikologis dan edukasi, harus dilalui oleh seorang kandidat jika ingin terpilih dalam satu ajang pemilihan langsung.

Pertama, ranah kognisi. Pemilih harus diisi dengan aspek pengenalan mereka terhadap calon, baik dalam level yang minimalis maupun ke tingkat paling tinggi seperti kenal secara langsung lewat tatap muka. Ranah inilah yang paling menentukan sebelum kalkulasi-kalkulasi politik kekuasaan dilakukan. Popularitas adalah modal dasar bagi seoarang kandidat untuk terpilih (elektabilitas). Elektabilitas menjadi ruang hampa seiring dengan kosongnya ruang pengetahuan (pengenalan) publik terhadap calon.

Setelah itu, langkah-langkah elektabilitas bisa mulai diproses di ranah afeksi. Yaitu dengan ‘membius’ publik dengan janji dan arti penting kehadiran calon dalam konteks pemilihan yang sedang

(2)

kedikenalan lebih dominan ketimbang proses pendidikan publik terhadap apa yang akan dibawa dan dilakukan oleh caloan jika terpilih.

Di akhir proses ini tentunya diharapkan akan muncul sikap tegas berdimensi psikomotorik, yaitu pencoblosan calon di ruang bilik pemilih oleh pemilih. Pergumulan untuk sampai pada posisi akhir tersebut tentunya, sekali lagi, tak akan terealisasi jika sang calon tidak populer.

Dalam konteks inilah kehadiran artis menjadi sangat signifikan. Artis adalah sosok figur publik yang pasti telah dikenal lewat media-media massa. Popularitas adalah sesuatu yang sudah given dalam diri seorang artis. Kegilaan publik dan media terhadap infotainment di Indonesia misalnya, menjadikan popularitas seorang artis dapat diraih dalam hitungan hari.

Menyadari arti penting popularitas itulah, para politisi berlomba merayu selebriti sebagai votegetter seperti dalam kasus Dede Yusuf atau sebagai stabilisator suara dalam kasus Rano Karno. Di sini terlihat jelas, kehadiran selebriti masih sebagai yang “diajak”, sebagai (calon) wakil. Bukan sebagai calon utama yang determinan.

Artis Indonesia tampaknya masih menjadi penghias politik seperti masa lalu. Hanya saja memang sudah naik kelas, menjadi calon wakil. Meski demikian tetap saja kehadiran mereka di panggung politik belum menjadi pemain politik sesungguhnya seperti kasus Arnold Swarzeneger yang menjadi tokoh utama pusaran arus politik di California atau bahkan sekelas Ronald Reagend yang pernah menjadi tokoh nomor satu Amerika Serikat.

Menjadi wakil kepala daerah dalam perundang-undangan kita adalah menjadi pejabat tanpa kuasa. Ia tak lebih sebagai pembantu kepala daerah dalam mengurusi kegiatan instansi vertikal daerah (pasal 26(1)(b)) UU. 32/2004). Posisinya hanya “pelengkap”, kecuali kepala daerah berhalangan baik secara tetap atau temporal.

Dalam perspektif ini, nyali politik selebriti masih berada di posisi nadir. Menjadi politisi bagi seorang intertainer tampaknya belum menjadi pilihan profesi, padahal toh bagi artis menjajaki nasib dalam pertaruhan politik memiliki resiko yang paling minimalis.

Resiko Profesi

Artis sebagai profesi tampaknya merupakan pekerjaan unik yang inheren seumur hidup dalam sosok kepribadian selebriti. Tak ada kata mantan buat profesi ini. Paling tidak itulah yang dapat kita lihat dalam konstruksi media tentang figur selebriti. Meski sudah tua dan tidak produktif, artis tetaplah seorang artis dengan atribut selebriti yang melekat tanpa batas waktu.

(3)

Dengan demikian, godaan untuk menjadi politisi bagi artis dapat menjadi fenomena yang akan terus menggelitik dan menggairahkan buat mereka. Pilihan ini adalah pilihan tak beresiko. Selama media dan publik kita masih dikonstruksi untuk memandang artis sebagai profesi tak berbatas, selama itulah pilihan menjadi politisi menjadi sesuatu yang amusing. Politik menjadi transposisi arena intertaiment dengan lakon dan drama yang menjadikan publik sebagai pertaruhan yang lebih serius, bukan hanya seperti penonoton layar kaca.

Akan tetapi akankah artis hanya menjadi penghias panggung politik, tidak menjadi pelaku politik sesungguhnya dengan serius menceburkan diri menjadi politisi sebagai kader partai dan kemudian melangkah lebih serius menjadi orang nomor satu, bukan nomor dua?

Dengan pilihan resiko minimal yang akan diderita artis yang kalah dalam pertarungan politik, sudah semestinya para selebriti yang memiliki idealisme politik mencemplungkan dirinya lebih dalam ke dunia politik. Posisi wakil bukanlah posisi menguntungkan buat kandidat populer.

Hal ini misalnya terlihat dengan sangat jelas dalam pemilihan pasangan HADE di Jawa Barat yang lebih menonjolkan popularitas calon wakil ketimbang cagubnya. Asosiasi masyarakat Jawa Barat lebih memandang dan berekspektasi Dede Yusuf sebagai Gubernur ketimbang wakil. Padahal realitasnya Dede Yusuf hanya akan sebagai pendamping yang tidak berkuasa berdasarkan UU.

Modal popularitas yang melebihi politisi berlatarbelakang non-artis, harusnya menjadi nilai bargain yang sangat kuat untuk melangkah menjadi politisi par excelent bagi para artis idealis, bukan sekadar membuntut menjadi penggembira politik bagi politisi yang sudah mapan. Konsultan politik tentunya akan bisa membantu mewujudkan ambisi idealis selebriti ini dengan berbagai taktik dan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan selama periode Juli hingga Desember 2014, jumlah kematian pasien Ruang Perawatan Intensif berdasarkan kriteria

hasil penelitian yang dilakukan di ruang KIA/KB di Puskesmas Rawat Inap Panjang Bandar Lampung menyatakan bahwa sebanyak 143 responden (76,1%) yang berpendapat

Membuat sistem informasi manajemen yang memiliki fitur report management untuk melakukan pengawasan manajemen keuangan yang meliputi buku besar, hutang dan piutang,

Hasil kajian menunjukkan bahawa pengundi muda kelompok pertama iaitu seramai 14 orang menolak atau tidak bersetuju bahawa tajuk kecil dalam iklan yang ditunjukkan kepada

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pelabuhan Utama (international) Pantoloan Pelabuhan Pengumpul (nasional) Luwuk Pagimana Bunta Tangkiang Banggai Kolonodale Leok Tolitoli

Hasil penelitian menunjukan bahwa Terdapat perbedaan hasil belajar yang positif dan signifikan antara siswa yang menggunakan model pembelajaran Konvensional dengan

Selama ini sudah ada metode untuk membantu pengguna dalam mengingat akun dan password yang biasa dikenal dengan cookies.. Akan tetapi metode ini memiliki Kelemahan