• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Kelahiran NU banat (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Kelahiran NU banat (2)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Kelahiran NU

Nahdlatul Ulama’, disingkat NU, artinya kebangkitan ulama’. Sebuah organisasi yang didirikan oleh para ulama’ pada tanggal 31 Januari 1926/ 26 Rajab 1344 H di Surabaya.

Latar belakang berdirinya NU berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Pada tahun 1924, Syarif Husein, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham Sunni ditaklukkan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Tersebarlah berita penguasa baru itu akan melarang semua bentuk amaliah keagamaan ala kaum Sunni, yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun di Tanah Arab, dan akan menggantinya dengan model Wahabi. Pengamalan agama dengan dengan system bermadzhab, tawasul, ziarah kubur, maulid Nabi dan lain sebagainya, akan segera dilarang.

Tidak hanya itu, Raja Ibnu Saud juga ingin melebarkan pengaruh kekuasaannya ke seluruh dunia Islam. Dengan dalih demi kejayaan Islam, ia berencana meneruskan kekhilafan Islam yang terputus di Turki pasca runtuhnya daulah Utsmaniyyah. Untuk itu dia berencana menggelar Muktamar Khilafah di Kota Suci Makkah, sebagai penerua Khilafah yang terputus itu.

Seluruh negara Islam di dunia akan diundang untuk menghadiri muktamar tersebut, termasuk Indonesia. Awalnya, utusan yang direkomendasikan adalah HOS Cokroaminoto (SI), KH. Mas Mansur (Muhammadiyah) dan KH. Abdul Wahab Chasbullah (pesantren). Namun, rupanya ada permainan licik diantara kelompok yang

mengusung para calon utusan Indonesia. Dengan alas an Kiai Wahab tidak mewakili organisasi resmi, maka namanya dicoret dari daftar calon utusan.

Peristiwa itu menyadarkan para ulama’ pengasuh pesantren akan pentingnya sebuah organisasi. Sekaligus menyisahkan sakit hati yang mendalam, karena tidak ada lagi yang bisa dititipi sikap keberatan akan rencana Raja Ibnu Saud yang akan mengubah model beragama di Makkah. Para ulama’ pesantren sangat tidak bisa menerima kebijakan raja yang anti kebebasan bermadzhab, anti mauled Nabi, anti ziarah makam dan lain sebagainya. Bahkan santer terdengar berita makam Nabi Muhammad SAW pun berencana digusur.

(2)

pemikiran mereka yang meminta umat Islam melepaskan diri dari system bermadzhab.

Disamping itu, karena ide pembaruan dilakukan dengan cara melecehkan, merendahkan dan membodoh-bodohkan, maka para ulama’ pesantren menolaknya. Bagi mereka, pembaruan tetap dibutuhkan, namun tidak dengan meninggalkan khazanah keilmuan yang sudah ada dan masih relevan. Karena latar belakang yang mendesak itulah akhirnya Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’ didirikan.

Pendiri resminya adalah Hadratus Syeikh KH. M. Hasyim Asyari, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

Sedangkan yang bertindak sebagai arsitek dan motor penggerak adalah KH. Abdul Wahab Chasbullah, pengasuh Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas, Jombang. Kiai Wahab adalah salah seorang murid utama Kiai Hasyim. Ia lincah, energik dan banyak akal.

Susunan pengurus PBNU yang pertama (1926) : Syuriah:

Rais Akbar : KH. M. Hasyim Asy’ari (Jombang)

Wakil rais Akbar : KH. Dahlan Ahyad, Kebondalem (Surabaya) Katib Awal : KH. Abdul Wahab Chasbullah (Jombang)

Katib Tsani : KH. Abdul Chalim (Cirebon) A’wan : KH. Mas Alwi Abdul Aziz (Surabaya) : KH. Ridwan Abdullah (Surabaya)

: KH. Said (Surabaya)

: KH. Bisri Syansuri (Jombang) : KH. Abdullah Ubaid (Surabaya) : KH. Nahrowi (Malang)

: KH. Amin (Surabaya) : KH. Masykuri (Lasem) : KH. Nahrowi (Surabaya)

Mustasyar : KH. R. Asnawi (Kudus) : KH. Ridwan (Semarang)

: KH. Mas Nawawi, Sidogiri (Pasuruan) : KH. Doro Muntoho (Bangkalan)

: Syeikh Ahmad Ghonaim al-Misri (Mesir) : KH. R. Hambali (Kudus)

Tanfidziyyah:

Ketua : H. Hasan Gipo (Surabaya)

Penulis : M. Sidiq Sugeng Judodiwirjo (Pemalang) Bendahara : H. Burhan (Gresik)

Pembantu : H. Soleh Sjamil (Surabaya) : H. Ichsan (Surabaya)

(3)

: H. Ahzab (Surabaya) : H. Nawawi (Surabaya) : H. Dachlan (Surabaya) : H. Mangun (Surabaya)

Organisasi Nahdltul Ulama’ didirikan dengan tujuan untuk melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan menganut salah satu dari empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali).

Bahkan dalam Anggaran Dasar yang pertama (1927) dinyatakan bahwa organisasi tersebut bertujuan untuk memperkuat kesetiaan kaum muslimin pada salah satu madzhab empat.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kala itu antara lain : 1. Memperkuatpersatuan ulama’ yang masih setia kepada madzhab. 2. Memberikkan bimbingan tentang jenis-jenis kitab yang diajarkan pada

lembaga-lembaga pendidikan Islam.

3. Penyebaran ajaran Islam yang sesuai dengan tuntunan madzhab empat.

4. Memperluas jumlah madrasah dan memperbaiki organisasinya. 5. Membantu pembangunan masjid-masjid, langgar dan pondok

pesantren.

6. Membantu anak-anak yatim piatu dan fakir miskin.

Dalam pasal 3 Statuten Perkumpulan NU (1933) disebutkan: “Mengadakan perhubungan diantara ulama’-ulama’ yang

bermadzhab, memeriksa kitab-kitab apakah itu dari kitab Ahlussunnah

Waljama’ah atau kitab-kiitab ahli bid’ah, menyiarkan agama Islam dengan cara apa saja yang halal; berikhtiar memperbanyak madrasah, masjid, surau dan pondok pesantren, begitu juga dengan hal ikhwalnya anak yatim dan orang-orang fakir miskin, serta mendirikan baddan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan, yang tidak dilarang oleh syara’ agama Islam”.

B. Perjalanan Nahdlatul Ulama’ 1) 1926 – 1942

(4)

(Sarekat Islam). Pertemuan menyepakati berdirinya Majlis Islam A’la Indonesia, disingkat MIAI.

Selain KH. Abdul Wahab Chasbullah dan KH. Dahlan Ahyad yang tercatat sebagai salah seorang pendiri MIAI, dalam perjalanan selanjutnya KH. A. Wachid Hasyim terpilih sebagai Ketua Dewan MIAI – jabatan tertinggi yang ada dalam organisasi itu. Ketika putera Hadratus Syeikh KH. M Hasyim Asy’ari itu mengundurkan diri, posisinya digantikan oleh KH. M. Dahlan, yang juga tokoh NU. Selain mereka, terdapat juga nama KH. Zainul Arifin, yang menjabat Ketua Komisi Pemberantas Penghinaan Islam dan KH. Machfudz Siddiq dalam Komisi Luar Negeri MIAI. Peranan para tokoh NU sangat dominan dalam menentukan perjalanan MIAI.

Namun ketika Jepang datang (Maret 1942), semua organisasii social kemasyarakatan dan organisasi politik di Indonesia dibekukan. Termasuk NU dan MIAI. Bahkan Rais Akbar NU KH. M. Hasyim Asy’ari dan Ketua Umum PBNU KH. Machfudz Siddiq ditahan oleh Jepang.

2) 1942 – 1945

Ketika ormas-ormas dibekukan oleh Dai Nippon, perjuangan para kiai NU difokuskan melalui jalur diplomasi. Tahun 1942, K.H. A.Wachid

Hasyim dan beberapa kiai masuk sebagai anggota Chuo Sangi-In(parleman Jepang).

Lewat parlemen itu pula KH. A. Wachid Hasyim meminta agar pemerintahan balatentara Jepang mengijinkan NU dan

Muhammadiyah diaktifkan kembali. Pada bulan September 1943, pemerintaan itu baru dikabulkan. NU dan Muhammadiyah bisa beraktivitas kembali seperti di masa penjajahan Belanda.

Perjuangan diplomasi terus ditingkatkan. Pada akhir Oktober 1943, atas prakarsa NU dan Muhammadiyah pula,didirikan wadah

perjuangan baru bagi umat Islam bernama Majelis Syuro Muslimin Indonesia, disingkat Masyumi, dengan KH. A. Wachid Hasyim Asy’ari sebagaian pimpinan tertinggi. Sedangkan K.H.A.Wachid Hasyim duduk sebagai wakilnya. Masyumi adalah kelanjutan dari MIA yang dibubarkan oleh balatentara Jepang.

Ketika pemerintahan balatentara Jepang meminta para pemuda Islam Indonesia bergabung menjadi prajurit pembantu tentara

(5)

kemiliteran oleh para komandan PETA dengan pengawasan prajurit Jepang. Bertindak sebagai Panglima Tertinggi Hizbullah adalah KH. Zainul Arifin dari NU.

Sejak itu pesantren-pesantren berubah menjadi markas pelatihan Hizbullah. Para santri menjadi prajurit dan para Gus (putra kiai) menjadi komandannya. Sedangkan para kiai sebagai penasehat spiritual sekaligus penentu kebijakannya.

Sementara di bidang politik, selain aktif dalam pucuk pimpinan masyumi, KH. A. Wahid Hasyim juga duduk sebagai Pimpinan Tertinggi Shumubu (Departemen Agama), menggantikan KH. M. hasyim Asy’ari yang berhalangan untuk berkantor di Jakarta. 3) 1945 – 1952

Ketika Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dibentuk pada 29 April 1945, KH. A. Wahid Hasyim duduk sebagai salah satu anggotanya. Begitu juga dengan KH. A. Wahab Chasbullah, KH. Masjkur dan KH. Zainul Arifin. KH. A. Wahid Hasyim bergabung sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ia juga tercatat sebagai salah seorang perumus dasar Negara dan turut serta sebagai penanda tangan Piagam Jakarta,

bersama delapan orang lainnya.

Disaat belanda datang lagi dengan membonceng tentara sekutu sambil mengultimatum agar pejuang Indonesia menyerah, NU mengeluarkan Fatwa Jihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa yang dikenal dengan Resolusi Jihad Nahdlatul Ulama’ itu mampu membakar semangat perjuangan kaum muslimin. Mereka tidak gentar menghadapi kematian karena perang tersebut dihukumi Perang Sabil (perang agama).

Setelah Indonesia merdeka, banyak tokoh NU menduduki jabatan penting dalam pemerintahan.

a. Dalam Kabinet Presidensil (2 September 1945), KH. A. Wahid Hasyim duduk sebagai Menteri Negara.

b. Dalam Kabinet Syahrir III (2 Oktober 1946), KH. Fathur Rahman Kafrawi duduk sebagai Menteri Agama dan KH. A. Wahid Hasyim sebagai salah seorang Menteri Negara.

c. Dalam Kabinet Amir Syarifuddin II (1947), KH. Masjkur sebagai Menteri Agama.

d. Dalam Kabinet Hatta I, Kabinet Hatta II dan Kabinet Susanto (1948-1949), KH. Masjkur Sebagai menteri Agama.

e. Dalam Kabinet RIS (20 Desember 1949 – 3 April 1952), KH. A. Wahid Hasyim Sebagai Menteri Agama.

(6)

Nasional Imdonesia(TNI).banyak tokoh NU yang telah lama aktif dalam Hizbullah bergabung ke dalam TNI.mereka turut memper kuat barisan angkatan perang yang baru lahir itu

4) 1952 - 1973

Lewat Muktamar NU ke-19 di Palembang pada 1952, NU menjadi partai politik sendiri, setelah sekian lama bergabung dalam Masyumi kekuatan NU yang sebelumnya tidak diperhitungkan, ternyata muncul kekuatan yang sangat besar. Dalam pemilu pertama 1955, partai NU menduduki peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi

Banyak tokoh NU menduduki posisi penting dalam pemerintahan, a. DalamKabinet Ali Sastroamijoyo I, KH. Zainul Arifin sebagai Wakil

Perdana Menteri, KH. Masjkur sebagai Menteri Agama dan Muhammad Hanafiah sebagai Menteri Agraria.

b. Dalam Kabinet Burhanuddin Harahap, Sunaryo, SH menjadi Menteri Dalam Negeri dan KH. M. Ilyas sebagai Menteri Agama.

c. Dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo II, Dr. KH. Idham Chalid sebagai Wakil Perdana Menteri, Sunaryo, SH sebagai Menteri Dalam Negeri, Mr Burhanuddin sebagai Menteri Perekonomian, Kh. Fattah yasin sebagai Menteri Sosial dan KH. Ilyas sebagai menteri Agama.

d. Dalam Kabinet Karya, Dr. KH. Idham Chalid sebagai Wakil Perdana Menteri, Prof. Drs. Sunarjo sebagai menteri Perekonomian yang

kemudian digantikan oleh Drs. Rahmat Mulyomiseno, KH. M. Ilyas sebagai Menteri Agama dan Sunaryo, Sh sebagai Menteri Agraria. e. Dalam Kabinet Kerja, KH. A. Wahib Wahab sebagai Menteri Agama

kemudian digantikan oleh KH. Saifuddin Zuhri, KH. Fattah Yasin sebagai Menteri Penghubung Alim Ulama’ dan H. M. Hasan sebagai Menteri PPP.

f. Dalam Kabinet Dwikora, Dr. KH. Idham Chalid sebagai Menko Kesra, KH. Saifuddin Zuhri sebagai Menteri Agama, KH. Fattah Yasin sebagai Menteri Penghubung Alim Ulama’ yan kemudian digantikan oleh KH. M. Ilyas dan H. Aminuddin Aziz sebagai Menteri Negara. g. Dalam Kabinet Ampera, Dr. KH. Idham Chalid sebagai Menko Kesra

dan KH. Saifuddin Zuhri sebagai Menteri Agama.

h. Dalam Kabinet Pembangunan I, KH. M. Dahlan sebagai Menteri Agama dan Dr. KH. Idham Chalid sebagai Menko Kesra.

Selain berkiprah dalam pemerintahan, pada masa ini banyak juga tokoh NU yang menduduki posisi pimpiman dalam Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara. Mereka adalah:

a) KH.Zainul Arifin, menjadi Ketua DPR-GR (1962 – 1963). b) HM.Subchan ZE, Wakil Ketua MPRS (1966 - 1971). c) KH. A. Syaichu, Ketua DPR-GR (1966 - 1971).

(7)

Di samping banyak tokoh NU menempati posisi strategis dalam Kabinet, Lembaga Tinggi Negara, banyak juga yang diangkat Duta Besar RI di luar Negeri.

5) 1973 – 1984

Sejak Tahun 1973, Pemerintah Orde Baru ‘menerbitkan’ partai-partai peserta pemilu. Dari 10 peserta pemilu 1971, disederhanakan menjadi dua partai: partai-partai yang berazas nasionalis dileburkanke dalam partai Demokrasi Indonesia (PDI), sedangkan partai-partai yang berazas islami dileburkan ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai NU tidak diakui lagi, dan diharuskan melebur kedalam PPP. Sedangkan Golongan Karya (Golkar), tidak diakui sebagai partai lagi,tapi diperbolhkan sebagai salah satu peserta pemilu.

Pada masa ini tokoh NU ‘dibersihkan’ dari pemerintahan. Bahkan Menteri Agama yang sejak awal langganan tetap NU pun diberikan orang lain. Para tokoh NU juga dikikis habis dari berbagai jabatan di pemerintahan. Hanya dua orang yang diberi posisi penting, yaitu KH. Masjkur sebagai Wakil Ketua MPR-DPR RI (1977 - 1983) dan KH. Idham Chalid sebagai Dewan Pertimbangan Agung (1977 - 1982).

Dalam kancah politik maupun pemerintahan, para tokoh NU benar-benar dipinggirkano oleh pemerintah Orde Baru yang didukung penuh oleh TNI dan POLRI. Dalam dua kali pemilu (1977 dan 1982) banyak tokoh NU masuk penjara dengan aneka macam tuduhan.Sebagai dampak langsung dari sifat represif pemerintah kala itu, banayak Cabang NU besrta Badan Otonmnya di daerah tidak aktif. Pengurusnya ketakutan.

6) 1984 – 1998

Lewat Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984, NU memasuki babak baru. Setelah malang melintang dalam dunia politik praktis selama 32 tahun, akhirnya NU kembali ke jati dirinya seperti saat didirikan pada tahun 1926. Preristiwa itu dikenal dengan istilah kembali ke Khittah 1962. NU telah lepas dari politik praktis dan kembali ke jam’iyah diniyah (organisasi keagamaan) yang mengurusi dakwah dan keagamaan.

(8)

besar-besaran itu, PPP benar-benar gembos. Perolehan suaranya merosot tajam.

Sementara itu NU mulai sibuk kembali membenahi sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakitnya yang telah lama terabaikan.

Pengajian-pengajian mulai masuk ke unit-unit

pemerintahan.Hubungan ke pemerintah yang telah sekian lama

terputus dirajut kembali sedikit demi sedikit. Satui persatu Cabang dan ranting yang mati dihidupkan kembali.Di sisi lain, nama NU semakin dikenal di luar Negeri. Beberapa kali Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid mendapat penghargaan. Bahkan untuk pertama kalinya Ketua Umun PBNU terpilih sebagai salah satu presiden Agama-agama di dunia(WRCP).

7) 1998 – 2004

Ketika terjadi euphoria pasca jatuhnya Presiden Soeharto dan

terbukanya Orde Reformasi dalam dunia politik (1998), NU kembali masuk kembali ke dalam kancah politik praktis. PBNU memfasilitasi berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada 23 Juli 1998. Mau tak mau partai baru ini menyeret NU ke dalam permainan politik lagi. Untuk pertama kalinya, Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), terpilih sebagai Presiden Replubik Indonesia

keempat, 1999. Mau tak mau naiknya Gus Dur sebagai presiden membawa dampak psikologis bagi NU. Euforia kemenangan masuk ke berbagai lini. Banyak tokoh NU yang semula terpinggirkan kembali masuk ke pemerintahan. Namun ketika Gus Dur dijatuhkan lewat impeachment DPR pada 2003, dampaknya juga sangat dirasakan oleh NU dan PKB. Posisi NU terasa goyang dimana-mana. Meski Wakil Presiden dijabat oleh Hamzah Haz yang juga orang NU, namun tetap tidak banyak memberikan perubahan. Posisi itu semakin diperburuk dengan gonjang ganjing dalam tubuh PKB. Bahkan partai itu terbelah menjadi dua.

8) 2004 – sekarang

Lewat muktamarnya yang ke-31 di Donohudon, Solo pada 2004, Nu meneguhkan kembali jati dirinya untuk keluar dari politik praktis dan kembali ke jalan Khittah sebagaimana yang pernah diputuskan dalam muktamar ke-27 di Situbondo pada 1984. Perjuangan Nu lebih difokuskan pada peningkatan kualitas pendidikan, ekonomi dan dakwah. Sementara dalam politik praktis NU menjaga jarak yang sama terhadap semua partai politik.

(9)

kurang dari PCI Amerika, Australia, Inggris, Jepang, Saudi Arabia, Sudan, Mesir dan lain sebagainya telah didirikan. Sedikit demi sedikit para mahasiswa NU dikirim untuk belajar ke luar negeri, dengan biaya ataupun fasilitas dari PBNU.

(10)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Dari materi-materi yang sudah disampaikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) Didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar, Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis), Jumlah warga Nahdlatul Ulama atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah dan pada

umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU. B. Saran

Perlu adanya bimbingan khusus untuk masyarakat pada umunya dan pelajar maupun mahasiswa pada khususnya untuk lebih

mempelajari seluk beluk mauapun sejaran tentang Nahdlatul Ulama (NU). Selain itu, peran tokoh masyarakat yang mendukung untuk lebih meningkatkan NU di mata masyarakat.

C. Harapan

(11)

referensi :

http://www.masbied.com/2012/03/26/nahdhatul-ulama-latar-belakang-dan-sejarah-berdirinya-nahdhatul-ulama-nu/

http://serbasejarah.wordpress.com/2009/05/31/kilas-sejarah-seputar-pendirian-nu/

http://artikelkomplit2011.blogspot.com/2012/02/sejarah-nu.html

http://ppssnh.malang.pesantren.web.id/cgi-bin/content.cgi/artikel/sejarah_nahdlatul_ulama.single?seemore=y

http://mbahduan.blogspot.com/2012/03/makalah-sejarah-nu.html

PENDAHULUAN

Nahdlatul ulama atau yang disingkat NU ini dikenal oleh masyarakat merupakan organisasi keagamaan yang khususnya agama islam merupakan organisasi yang rahmatalil alamin serta dianggap sebagai pedoman bagi semua masyarakat Indonesia pada umumnya khususnya di desa gandamekar, namun didesa gandamekar NU merupakan

organisasi secara cultural, kenapa demikian karena semua amaliah dan cara peribadahan masyarakat gandamekar hampir semuanya

berpaegang teguh pada paham ahlusunah wal jamaah namun permasalahannya mereka tidak tahu mengenaiapa itu NU yang sebenarnya sehingga keyakinan mereka dapat berubah apabila ada golongan lain yang menghampiri masyarakat gandamekar,

namun demikian semuanya dapat diatasi karena desa gandamekar mulai terbentuk kepengurusa ranting hasil dari konfercab NU di cikeris, sehingga oleh pengurus masyarakat dapat dipantau dan dapat diberi pemahaman Ahlussunah Waljamaah yang di motori NU, karena kenapa Bayak paham yang menggemborkan ahlusunah tetapi amaliah nya menjauhi ahlussunah yang di motori oleh NU itu sendiri sehingga perlu kerja ekstra kepengurusan NU didesa gandamekar itu supaya

mendoktrin masyarakatnya supaya kembali menjalankan faham ahlussunah wal jamaah yang sebenarnya serta istiqomah kepada ajaran yang dahulu para orang tua kita membentuknya.

Di makalah ini akan di bahas tuntas permasalahan Nu di desa

gandamekar yaitu lingkungan saya sendiri tentang perkembangan NU di desa gandamekar serta amaliahnya sehari-hari tentang warga NU di desa gandamekar.

BAB II

NAHDLATUL ULAMA DAN PERANGKAT ORGANISASI NU

1. I. Latar Belakang Lahirnya Nahdlatul Ulama Nahdlatul Ulama berdiri di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 yang dipelopori oleh K.H. Hasyim Asyari bersama dengan ulama-ulama lain yang berpaham Ahlusunnah Waljama’ah. NU merupakan muara dari berbagai kegiatan yang sebelumnya telah dilakukan oleh para pendiri Jam’iyah ini dan upaya pelembagaan tradisi keagamaan yang telah lama mengakar dikalangan umat Islam Indonesia.

Jauh sebelum lahir sebagai organisasi, NU telah ada dalam bentuk Jama’ah yang diikat oleh kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang mempunyai ciri Aswaja. Sehingga munculnya NU sebagai organisasi merupakan penegasan formal dari apa yang sebenarnya sudah ada sebelumnya. Pendirian organisasi NU tidak lepas dari adanya

kekhawatiran akan hilangnya tradisi dan ajaran Islam yang telah kuat mengakar di tengah masyarakat muslim Indonesia, sebagai akibat dari munculnya gerakan yang mengatasnamakan dirinya sebagai gerakan pemurnian dan pembaharuan Islam.

Masuknya paham-paham tersebut ke Indonesia bermula ketika umat Islam Indonesia mulai banyak yang menunaikan ibadah haji ke tanah suci sejak dibukanya terusan Suez tahun 1869. Bersama dengan itu, di Timur Tengah sedang berkembang paham Wahabiyah yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab dan pemikiran Pan Islamisme yang dipelopori oleh Jamaluddin Al Afghani yang dilanjutkan oleh

(12)

terpengaruh. Namun demikian tidak semua kalangan menerima paham pemurnian dan pembaharuan Islam secara bulat-bulat. Sekelompok ulama pesantren yang pernah juga menunaikan ibadah haji

berpendapat bahwa penegakan ajaran Islam secara murni tidak berarti harus ada perombakan secara total terhadap adat istiadat atau tradisi umat Islam Indonesia yang sudah terbangun kokoh. Paham baru tersebut bisa saja diselaraskan secara luwes dan fleksibel dengan nilai, tradisi dan ajaran Islam yang telah ada dikalangan masyarakat.

Para ulama mengamati upaya pemurnian dan pembaharuan ajaran Islam itu dengan penuh waspada, bahkan kadang muncul kecemasan diantara mereka, sebab tidak mustahil jika hal itu dilakukan secara frontal dan radikal akan mengguncang masyarakat. Terlebih lagi ternyata upaya itu mulai mengarah pada pendobrakan tradisi keilmuan yang selama ini yang dianut oleh para ulama pesantren. Perkembangan inilah yang dinilai sebagai ancaman terhadap kelestrian paham

Ahlusunnah Waljama’ah yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Oleh karena itu, mereka berupaya membendung derasnya arus gerakan tersebut dengan mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama. Disamping alasan keagamaan, pembentukan NU juga tidak lepas dari alasan politis, yakni pemupukan semangat nasionalisme di tengah bangsa yang sedang ditekan oleh kaum penjajah Belanda. Sejarah membuktikan bahwa perlawanan terhadap kekuasaan kolonial Belanda tidak hanya mambawa dampak yang bersifat politis tetapi juga

kegamaan. Oleh karena itu muncul perlawanan yang dipimpin oleh para ulama seperti munculnya pangeran Diponegoro yang berperang melawan penjajah Hindia Belanda pada tahun 1925-1930, Tuanku Imam Bonjol yang menggelorakan perang Paderi pada tahun 1821-1837 dan masih banyak lagi gerakan yang muncul dari kalangan ulama. Ketika pola perlawanan terhadap penjajah Hindia Belanda pada abad XX bergeser dari perjuangan lokal menjadi pergerakan nasional, para ulama tidak mau ketinggalan. Sepuluh tahun sebelum NU berdiri, KH. Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air), suatu gerakan yang berusaha menumbuhkan rasa nasionalisme melalui pendidikan. Organisasi ini merupakan bentuk nyata dari forum diskusi Taswirul Afkar (Konsepsi Pendidikan) yang sebenarnya merupakan upaya untuk mengantisipasi perkembangan paham pemurnian dan pembaruan Islam yang bisa membahayakan keberadaan paham Ahlusunnah Waljama’ah. Dalam perkembangannya

NahdlatulWathan menjelma menjadi dapur pemikir lahirnya NU

(Zubaidi dkk. 2003: 2). Berdirinya NU di Kudus dapat dikatakan bersamaan dengan berdirinya NU ditingkat nasional pada tahun 1926. hal ini tidak lepas dari peranan salah satu tokoh pendiri NU ditingkat nasional yang berasal dari Kudus yaitu K.H Raden Asnawi.

1. II. Perangkat Organisasi NU Perangkat organisasi NU terdiri dari:

A. Lembaga

Lembaga adalah perangkat organisasi NU yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lembaga dalam organisasi NU ada 14, yaitu:

1. Lembaga Dakwah NU disingkat LDNU, bertugas

melaksanakan kebijakan NU dibidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlusunnah Waljama’ah.

2. Lembaga Pendidikan Ma’arif NU disingkat LP. Ma’arif NU, bertugas melaksanakan kebijakan NU dibidang pendidikan dan pengajaran formal.

3. Rabithah Ma’ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan NU dibidang pengembangan pondok pesantren.

4. Lembaga Perekonomian NU disingkat LPNU bertugas

melaksanakan kebijakan NU dibidang pengembangan ekonomi warga NU.

5. Lembaga Pengembangan Pertanian NU disingkat LP2NU, bertugas melaksanakan kebijakan NU dibidang pengembangan pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi kalautan.

(13)

7. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia disingkat LAKPESDAM, bertugas melaksanakan kebijakan NU dibidang pengkajian dan pengembangan sumberdaya manusia.

8. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum disingkat

LPBHNU, bertugas melaksanakan penyuluhan dan pemberian bantuan hukum.

9. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan kebijakan NU dibidang pengembangan seni budaya.

10. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah NU disingkat

LAZISNU, bertugas menghimpun, mengelola dan membagikan zakat, infaq dan shadaqah.

11. Lembaga Wakaf dan Pertanahan NU disingkat LWPNU, bertugas mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta benda wakaf lainnya milik NU.

12. Lembaga Bahzul Masail disingkat LBM, bertugas membahas dan memecahkan masalah-masalah yang tematik dan aktual yang

memerlukan kepastian hukum.

13. Lembaga Ta’mir Masjid Indonesia disingkat LTMI, bertugas melaksanakan kebijakan NU dibidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid.

14. Lembaga Pelayanan Kesehatan NU disingkat LPKNU, bertugas melaksanakan kebijakan NU dibidang kesehatan.

B. Lajnah

Lajnah adalah perangkat organisasi NU untuk melaksanakan program NU yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah dalam NU terdiri dari:

1. Lajnah Falakiyah, bertugas mengurus masalah hisab dan ru’yah serta pengembangan ilmu falak.

2. Lajnah Ta’lif Wan Nasyr, bertugas mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab atau buku serta media iformasi menurut faham Ahlusunnah Waljama’ah.

c. Badan Otonom.

Badan otonom NU adalah perangkat organisasi NU yang berfungsi melaksanakan kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.

Dalam organisasi NU terdiri dari 10 badan otonom:

1. Jam’iyah Ahli Thariqoh Al Mu’tabaroh An Bahdliyyah, adalah badan otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU pada pengikut tharekat yang Mu’tabaroh dilingkungan NU serta membina dan mengembangkan seni hadrah.

2. Jam’iyyah Qurra wal Huffazh adalah badan otonom yang berfungsi melaksanakan kebijakan NU pada kelompok Qori/Qoriah dan Hafizh/Hafizhah di lingkungan NU.

3. Muslimat NU adalah badan otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU pada anggota perempuan NU. 4. Fatayat NU adalah badan otonom yang berfungsi membantu

melaksanakan kebijakan NU pada anggota perempuan muda NU.

5. Gerakan Pemuda Ansor disingkat GP Ansor adalah badan otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU pada anggota pemuda NU.

6. Ikatan Pelajar NU disingkat IPNU adalah badan otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU pada pelajar laki-laki dan santri laki-laki.

7. Ikatan Pelajar Putri NU disingkat IPPNU adalah badan otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU pada pelajar perempuan dan santri perempuan.

(14)

9. Sarikat Buruh Muslim Indonesia disingkat SARBUMUSI adalah badan otonom yang berfungsi melaksanakan kebijakan NU dibidang kesejahteraan dan pengembangan

ketenagakerjaan.

10. Pagar Nusa adalah badan otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan NU pada pengembangan seni bela diri.

BAB III

NAHDLATUL ULAMA DI DESA GANDAMEKAR DAN PERKEMBANGANNYA

I. Pandangan masyarakat desa gandamekar tentang NU Masyarakat desa pada umumnya hampir 100 % berfaham ahlussunah wal jama’ah ( Aswaja ) karena mereka yakin satu-satunya organisasi keagamaan yang mereka anggap akan membawa keselamatan dunia dan akhirat yaitu yang berfaham aswaja yang dimotori Nahdlatul ulama ( NU ), namun demikian masyarakat desa tidak mengetahui secara keseluruhan apa itu NU yang sebenarnya, dan mereka mengetahui NU dari ketururunannya atau secara cultural, namun secara amaliah dan peribadahan justru mereka mengunakan NU secara baik dan benar, akan tetapi kelemahannya apabila ada golongan lain yang masuk kepada mereka tetapi ke NUan nya lemah mereka

seringkali mengikuti ajaran tersebut, berbeda dengan yang ke NUanya kental dari keturunannya mereka sangat tidak mudah terpengaruh oleh ajaran yang baru, untuk itu di desa gandamekar perlu adanya perhatian khusus dari NU structural untuk memberikan pemahaman apa itu NU yang sebenarnya supaya mereka lebih bagus dalam menghadapi tantangan jaman yang kian hari kian banyak godaannya.

Dengan diberi pengertian dan arahan secara dasar melalui rutinan dan pada hari besar islam, maka insya alloh masyarakat akan paham tentang NU yang sebenarnya, di desa gandamekar terbagi dalam 4 kampung yaitu kampung ciserang yaitu inti dari pusat desa, karena kantor kepala desanya ada di kampung ciserang yang berbatasan dengan desa cibogogirang, berikutnya yaitu kampung babakan sawah wetan yaitu babakan sawah yang disebut dareah masjid al-mirak, selanjutnya babakan sawah tengah yang terkenal dengan kampong

gujrud, yang terakhir yaitu kampong saya sendiri yaitu kampong babakan sawah kulon yang disebut kampong babakan sawah pusat. Namun demikian dikampung babakan sawah pusat ini ada 2 pengajian anak-anak mulai dari MI, SD, MTs, SMP,MA, Dan SMK, Yaitu pengajian disebelah selatan majlis taklim Raudatissholihah, dan di sebelah barat yaitu majlis ta’lim Miftahussa’adah, dahulunya ada banyak yang membuka pengajian namun dari tahun ke tahun mulai berkurang santrinya sehingga berkat ke tidak sabaran sang Ustad pengajian itu pun bubar, mudah-mudahan pengajian yang 2 ini bertahan hingga akhir jaman dan terus menyebarkan paham

ahlussunah wal jam’aah, tidak diragukan lagi pimpinan majlis ta’lim raudatussholehah AL-Ustad Nana, S.Ag ini adalah alumni pondok pesantren di bandung dan lulusan Institut Agama Islam Negeri ( IAIN ) Sunan Gunung Djati Sekarang UIN, dan yang satunya lagi yaitu ustd Iing Solihin alumni pondok pesantren Salafussholeh Purwakarta dan sekarang belajar di STAI-NU Purwakarta, dan mengajar di MTs. Ma’arif 1 Plered di bawah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU ( LP.MA’ARIF NU ) PC. Purwakarta.

Notabenya dari NU maka yang diajarkan atau yang diterapkan

pengajaran kepada santri yang sebagai generasi masa depan tiada lain yaitu Ahlussunah Wal Jama’ah dan Ke-NU-an, mudah-mudahan NU di lingkungan gandamekar dapat berkembang dan semakin kuat tidak ada hambatan atau tekanan dari pihak luar, bila mana ada pihak luar menyebarkan ajaran keagamaan luar dari NU kami sebagai Guru Ngaji yang bergabung Dengan FSGN ( Forum Silatirahmi Guru Ngaji ) akan mengusir orang yang menyebarkan agama atau paham selain NU. II. Organisasi

Karena NU Keberadaanya sangat penting sekali untuk menjaga dan untuk mengidupkan aswaja maka desa gandamekar perlu adanya kepengurusan yang bagus, perwakilan dari desa gandamekar dalam konfercab ke VII dicikeris kec. Bojong maka NU di desa ganda mekar mempuyai NU secara Setruktural, dan NU secara setruktural mulai mengetahui NU Setruktural dari mulai kepengurusan Cabang ( PC.) dan kepengurusan MWC ( Majlis Wakil Cabang ) serta kepengurusan desanya di sebur pengurus Ranting.

(15)

Hasil konfercab di cikeris dapat disimpulkan pengurus cabang yaitu KH. Adang Badrudin sebagai Rois Suriyah serta KH. John Dien, Th, SH,M.Pd dan ketua PCNU kabupaten Purwakarta Yaitu Drs. H.Natsir Sa’ady yang dahulu ketua Kandepag Purwakarta.

II.2 Kepengurusan Majlis Wakil Cabang ( MWC ) Plered

Yang saya ketahui pengurus MWC Kec. Plered yang alamat kantornya di Gg. Coklat Warung Kandang Plered, Ketua MWC sekarang Yaitu H. Dadang Zaenal Muttaqien, S.Ag, yang kepala KUA Kec. Tegalwaru serta sebagai Pengurus LP. Ma’arif NU PC.Purwakarta, dan

mempunyai Lembaga pendidikan di daerah plered yang tujuannya untuk memghidupkan Aswaja dan Ke-NU-an beliau mendirikan Madrasah Tsanawiyah ( MTs ) Ma’arif 1 Plered sekaligus sebagai kepala Madrasahnya, sekertarisnya Asep Saepuloh, S.Ag,M.Si II.3 Kepengurusan Ranting Desa Gandamekar

Pengurus ranting NU desa gandamekar merupakan suatu tokoh di desa gandamekar yang sangat religius beliau lahir di Kp. Rawa Gede Desa Rawasari Kec.Plered Putra H. Ali Nawawi Bin KH. Dumyati Bin KH. Fattah beliau bernama H. Syariful Kudus beliau merupakan NU Tulen karna dari keturunan yang sangat faham tentang NU itu sendiri

sehingga beliau berani membela dan mewakafkan dirinya untuk NU, Beliau sempat menjadi Anggota BPD ( Badan permusywatan Desa ). Kepengurusan NU didesa mulai dibentuk sejak tahun 2004 secar setruktural atas mandat dari pengurus Majlis Cabang ( MWC ) Kec. Plered, pengurus NU didesa gandamekar sering kali memberikan ijin ( Rekomendasi ) untuk pembangunan masjid serta perayaan hari besar Islam diantaranya maulid nabi Bersar Muhammad SAW, isra mi’raj Bersar Muhammad SAW, tahun baru Hijriyah, dll.

III. Perkembangan NU Didesa Gandamekar

NU didesa gandamekar sekarang ini sudah dikatagorikan sudah berkembang dalam segi Setrukturalnya namun belum mempunyai banom pengurus ranting diantaranya GP. Ansor dan IPNU, IPPNU mudah mudah-mudahan untuk kedepannya NU di desa gandamekar pemudanya mulai mengenal GP. Ansor serta IPNU,IPPNU supanya sejak dini anak-anak di desa gandamekar sudah paham apa itu NU dan di NU Itu mempunyai banom, sehingga hidup mereka mulai

mempunyai arah dan pembinaan.

Dengan demikian WARGA masyarakat dapat mengamalkan aswaja, cara perpikirnya berpikir aswaja, pandangan politiknya berpandangan aswaja, serta sikap masyarakatnya kuat pada aswaja dan menjalankan dan tidak dapat terpengaruh oleh ajaran baru yang tujuannya untuk membumi hanguskan aswaja.

III.1 Sikap kemasyarakatan Warga NU Desa

Sikap masyarakat warga NU terhadap NU sangat antusias dan mereka bangga dengan dirinya karena dari mulai lahir serta dewasa berada dalam zona NU, dan mereka berkeyakinan dengan mereka NU akan membawanya selamat di dunia dan akhirat, masyarakat NU didesa gandamekar mulai tahu apa itu NU yang sebenarnya dan mereka dapatkan dari pengajian rutinan bagi bapak-bapak dan ibu-ibu serta anak-anak mendapatkan penjelasan NU dari pendidikan Formal berbasis aswajayang berada di sebelah timur desa yaitu MTs. Ma’arif 1 Plered dan MI. yang kepala sekolahnya merangkap mengajar di MTs Ma’arif itu sendiri sehingga dapat memberikan pemahaman kepada anak-anak desa gandamekar supaya tidak ada alasan untuk tidak mengetahui, menjalankan faham ahlussunah wal jama’ah yang dimotori oleh NU itu sendiri.

III.2 Perilaku Dan Keperibadian Waga NU Desa

Perilaku Dan Keperibadian Waga NU Desa meliputi Ukhuwah islamiyah mereka, sikap politik warga nu desa, dan pengamalan Aswaja oleh masyarakat desa gandamekar, sehingga dengan demikian NU di desa gandamekar berkembang dan dapat kemajuan yang signifikan.

III.2.1 Ukhuwah

(16)

Sering sekali mengadakan rutinan sehingga tali persaudaraan sesama tetangga sangat terjaga, setiap sore apalagi bulan suci ramadhan acara ngabuburit di rumah warga sampai dengan buka bersama itu terjadi. III.2.2 Pandangan Politik

Pandangan politik wargan NU desa gandamekar tidak sama ratanya atau tidak kompak yang mereka pikirkan asal partai tersebut islam apalagi islammnya berfaham Ahlussunah wal jamaa’ah maka mereka akan memilihnya, hasil pemilihan umum tahun 2009 sebagian besar warga NU desa gandamekar memilih partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) Serta Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ) karena mereka mengganggap partai tersebutlah yang mempunyai faham sawaja dank ke NU-an apalagi kalau sekarang masih ada partai NU maka mereka warga NU akan memilihnya.

III.2.3 Pengamalan Aswaja

Warga NU masyarakat Desa Gandamekar hampirsemua kampung melaksanakan aswajanya baik dalam cara peribadahannya, sikapnya ( Tingkah lakunya ) diataranya dari mulai dalam kandungan ibu sebelum lahir bayi sering diadakan syukuran bulanannya sampai bayi itu lahir mereka mengadakan syukuran dengan merhabaan, pada peribadahan nya solat mereka cendung melaksanakan apa yang harus dilaksanakan sebagai warga NU diantaranya kalu solat subuh itu memakai kunut serta pada setiap solat pardu mereka tidak langsung pulang melainkan wiridan sampai selesai, mereka pun tidak mau ketinggalan apabila sudah datangnya perayaan maulid nabi besar Muhammad SAW Dan isra Mi’raj nabi besar Muhammad SAW mereka selalu memeriahkannya, baik dari kalangan pemuda sampai dengan orang tua atau bahkan sampaui anak-anak sekalipun, disetiap masjid, tempat pengajian dan pemuda desa gandamekar.

Pada hari jum’at sebelum masyarakat bagi kaum laki-laki selalu mengadakan jumsih ( jum’at bersih-bersih) diataranya membersihkan jalan, makam, serta tempat ibadah, pada pelaksanaan jum’atan warga NU desa gandamekar melakukan peribadahan sesuai yang diajarkan faham ahlussunah wal jama’ah, dan setelah selesai jumatan tidak dulu pulang melainkan wiridan sampai pembacaan ila hilas, dan setelah pulang kerumahnya mereka mengadakan ziarah kubur pada makam-makam keluarganya yang telah meninggal mendahului mereka.

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan

Nahdlatul Ulama merupakan organisasi sosial keagamaan yang didirikan di Surabaya oleh para tokoh yang berhaluan Ahlusunnah Waljama’ah, diantara para pendirinya adalah K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan K.H.R. Asnawi dari Kudus yang merupakan tokoh pendiri NU di Kudus. Penyebaran Ahlusunnah Waljama’ah bertujuan untuk mengembangkan perjuangan dalam peningkatan ibadah, pendidikan, ekonomi, sosial , NU di Purwakarta sudah terbentuk bahkan sudah mempunyai kepengurusan MWC di tingkat kecamatan dan bahkan sebagian pengurus ranting sudah ada termasuk kepengurusan di Desa Gandamekar tempat saya bertempat tinggal apalagi terbentuknya FSGN semakin menguatkan dan memperkokoh pemahaman masyarakat desa tentang aswaja dan Ke-NU-an, di desa gandamekar masyarakatnya sudah mengenal NU tapi secara cultural akan tetapi dari tahun ketahun mengalami kemajuan ditambah dengan ustad yang ada di desa tersebut notabenya dari NU dan bahkan mengenyam pendidikanya di STAI-NU Purwakarta sehingga warga desa ganda mekar akan tahu makna NU yang

sebenarnya dan dan pengamalan Aswaja di desa gandamekar tersebut. Share this article :

Share on FBTweetShare on G+Submit to Digg

http://kliksolihin.blogspot.co.id/2012/08/makalah-ke-nu-1.html

LATAR BELAKANG MASALAH

Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat

(17)

menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya

Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai

kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU.

Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari Latar Belakang yang dipaparkan di atas maka bisa ditarik rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Sejarah dari NU ? 2. Bagaimana paham keagamaan NU ? 3. Apa Basis pendukung NU ?

4. Bagaimana Dinamika NU ?

5. Apa Lembaga yang ada pada NU ? 6. Apa Badan Otonom yang ada pada NU ? C. TUJUAN

Dari Rumusan Masalah yang dijelaskan diatas maka dapat ditarik tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana Sejarah dari NU. 2. Untuk mengetahui bagaimana paham keagamaan NU. 3. Untuk mengetahui apa Basis pendukung NU.

4. Untuk mengetahui bagaimana Dinamika NU.

(18)

BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH

K

alangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk

memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Sementara itu, keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan.

Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak

pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.

Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut.

Didorong oleh minatnya yang gigih untuk

menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.

(19)

menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.

Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk

mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

PAHAM KEAGAMAAN

Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur'an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Sementara dalam

bidang tasawuf, mengembangkan metode Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

C. BASIS PENDUKUNG

Jumlah warga Nahdlatul Ulama (NU) atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang

merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU. Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi. Warga NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Jika selama ini basis NU lebih kuat di sektor pertanian di pedesaan, maka saat ini, pada sektor perburuhan di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini.

(20)

Prinsip-prinsip dasar yang dicanangkan Nahdlatul Ulama (NU) telah diterjemahkan dalam perilaku kongkrit. NU banyak mengambil kepeloporan dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi ini hidup secara dinamis dan responsif terhadap perkembangan zaman. Prestasi NU antara lain:

1. Menghidupkan kembali gerakan pribumisasi Islam, sebagaimana diwariskan oleh para walisongo dan pendahulunya.

2. Mempelopori perjuangan kebebasan bermadzhab di Mekah, sehingga umat Islam sedunia bisa menjalankan ibadah sesuai dengan madzhab masing-masing.

3. Mempelopori berdirinya Majlis Islami A'la Indonesia (MIAI) tahun 1937, yang kemudian ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia berparlemen.

4. Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945. 5. Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil

menempati urutan ketiga dalam peroleh suara secara nasional.

6. Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang diikuti oleh perwakilan dari 37 negara.

7. Memperlopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di Indonesia sepanjang dekade 90-an.

Tujuan Organisasi

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Usaha Organisasi

1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.

2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.

3. Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan. 4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk

menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.

5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Struktur

1. Pengurus Besar (tingkat Pusat) 2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)

3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) 4. Majelis Wakil Cabang (tingkat Kecamatan) 5. Pengurus Ranting (tingkat Desa/Kelurahan)

Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:

1. Mustasyar (Penasehat) 2. Syuriah (Pimpinan Tertinggi) 3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk tingkat Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari: 1. Syuriaah (Pimpinan tertinggi)

2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

LEMBAGA

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lembaga ini meliputi:

.

1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Program pokok:

(21)

Penyebarluasan ajaran Islam yang selaras dengan semangat ahlussunah waljama'ah

Penggalangan kegiatan social kemasyarakatan. Jaringan Organisasi:

28 Wilayah 328 Cabang

.

2. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU) Program Pokok:

Pengkajian kependidikan

Peningkatan kualitas tenaga pendidik

Pengembangan pendidikan berbasis masyarakat

Pengembangan kurikulum pendidikan yang dapat memadukan ketinggian ilmu pengetahuan dan keluhuran budi pekerti Pengembangan jaringan kerja yang terkait dengan dunia pendidikan

44 Universitas dan 23 Akademi/Sekolah Tinggi

.

3. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama ( LPKNU ) Program Pokok:

Pengkajian masalah kesehatan

Pendidikan dan pembinaan pelayanan kesehatan

Penggalangan dana bagi para korban bencana alam dan kesehatan Pengembangan lembaga penanggulangan krisis kesehatan.

Jaringan Organisasi: 27 Wilayah

100 lebih Cabang

4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Program pokok:

. Pengkajian ekonomi

Pemetaan potensi ekonomi warga NU Pemberdayaan ekonomi masyarakat

5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU) Program pokok:

Pengkajian masalah pertanian Pengembangan sumber daya hayati Pembinaan dan advokasi pertanian Pemberdayaan ekonomi petani Jaringan organisasi:

19 Wilayah 140 Cabang

.

6. Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Program pokok:

Pengkajian kepesantrenan

Pengembangan kualitas pendidikan pesantren Pengembangan peran social pesantren

Pemberdayaan ekonomi pesantren

7. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) Program pokok:

Pengkajian sosial keagamaan

Pengembangan wawasan keluarga sejahtera Pelayanan kesehatan masyarakat

Advokasi kependudukan dan lingkungan hidup Jaringan organisasi:

22 Wilayah 50 lebih Cabang

(22)

. Pengembangan kualitas manajemen rumah ibadah Pengembangan aktifitas keagamaan masjid Peningkatan fungsi social masjid

Jaringan organisasi:

16 Wilayah (tingkat propinsi)

.

9. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM)

Program pokok:

Pengkajian sosial, ekonomi, budaya, dan keagamaan Pengembangan kreatifitas dan produktifitas masyarakat Pendidikan dan pembinaan perencanaan strategis Pengembangan program pembangunan sektoral Jaringan organisasi:

16 Wilayah 60 lebih Cabang

10. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) Program pokok:

Pengkajian hukum dan perundang-undangan Pendidikan kepengacaraan

Advokasi dan penyuluhan hukum Kampanye penegakan hukum dan HAM Jaringan organisasi:

1 Wilayah 7 Cabang

11. Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU) Program pokok:

Pengkajian masalah-masalah actual kemasyarakatan Perumusan dan penyebarluasan fatwa hukum (Islam) Pengembangan standarisasi kitab-kitab fikih

Jaringan organisasi: 31 Wilayah

339 Cabang

Selain 12 Lembaga, 4 Lajnah, dan 9 Badan Otonom, khusus di tingkat pusat, NU juga memiliki Centre for Strategic Policy Studies

(CSPS) yang bertugas mengkaji masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan strategis pemerintah.

BADAN OTONOM

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Badan Otonom ini meliputi:

1. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah Program pokok:

Pengkajian ketarekatan dan keagamaan

Pengembangan ajaran tarekat mu'tabarah di lingkungan NU Pembinaan praktek tarekat bagi warga NU

Jaringan organisasi: 15 Wilayah

200 Cabang 2. Muslimat NU

Program pokok:

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian Pengkajian keperempuanan dan kemasyarakatan Pengembangan SDM kaum perempuan

Pengembangan pendidikan kejuruan

Pengembangan usaha social dan advokasi perempuan Jaringan organisasi:

31 Wilayah 339 Cabang

2.650 Anak Cabang (setingkat MWC) Jaringan usaha:

49 Rumah Sakit, Poliklinik dan Rumah Bersalin 8.522 TK dan TPQ

247 Koperasi (koperasi An Nisa)

Puluhan panti yatim piatu, panti balita, asrama putri, dan Balai Latihan Kerja

(23)

3. Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Program pokok:

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian Pengembangan wawasan kebangsaan

Pengembangan SDM di bidang ekonomi, politik, IPTEK, social budaya, dan hukum

Pengembangan jaringan kerja nasional dan internasional Jaringan organisasi:

30 Wilayah 337 Cabang Jaringan usaha:

INKOWINA (Induk Koperasi Wira Usaha Nasional) 4. Fatayat NU

Program pokok:

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian Kajian kepemudaan dan keperempuanan

Pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat

Penanggulangan krisis social, terutama menyangkut perbaikan kualitas generasi muda

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian Pengkajian social kemasyarakatan

Pengembangan kreatifitas pelajar

Penggalangan dana beasiswa bagi pelajar kurang mampu Pendidikan dan pembinaan remaja penyandang masalah social

Jaringan organisasi:

Pengkaderan dan pengembangan keorganisasian

Pengkajian social keagamaan serta masalah remaja dan kepelajaran Pendidikan dan pelayanan kesehatan remaja

Pengembangan pendidikan bagi pelajar putus sekolah Jaringan organisasi:

26 Wilayah 7. bang

7. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)

Pemetaan dan pengembangan potensi kader terdidik NU Optimalisasi peran dan mobilitas social warga NU Pengkajian masalah-masalah keindonesiaan

Pengembangan jaringan kerja nasional dan internasional Jaringan organisasi:

5 Wilayah 17 Cabang

8. Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS Pagar Nusa) Program pokok:

Pendidikan bela diri pencak silat.

Pembinaan dan pengembangan tenaga keamanan di lingkungan NU. Pengembangan kerja social kemanusiaan

Jaringan organisasi: 15 Wilayah

110 Cabang

9. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH) Program pokok:

Pengkajian dan pengembangan seni baca Al-Qur'an. Pendidikan dan pembinaan qira'atul Qur'an.

Pengembangan SDM di bidang tahfidzul Qur'an. Penyelenggaraan MTQ.

Jaringan organisasi: 27 Wilayah

(24)

BAB III

KESIMPULAN

Dari materi-materi yang sudah disampaikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) Didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar, Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah Wal Jama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis), Jumlah warga Nahdlatul Ulama atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi

karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah dan pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.

DAFTAR PUSTAKA

→ Fahrudin, Fuad, Agama dan Pendidikan Demokrasi Pengalaman

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, Pustaka Alvabet Jakarta. 2009

Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009

→ http//id.wikipedia.org/wiki/nahdatul ulama → http://www.nu.or.id/page/id/home.html

→ Al Barry, Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Arkola. Surabaya, 1994

(25)

http://ikhsansindu.blogspot.co.id/2012/04/makalah-sejarah-dan-perkembangan.html

Latar Belakang

Membahas tentang Nahdlatul Ulama (NU) seakan tidak pernah habis-habisnya, hal ini dikarenakan NU merupakan sebuah organisasi fenomenal, organisasi Islam yang menyita perhatian dari semua kalangan, baik luar maupun dalam negeri. NU didalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. NU dapat memainkan peran fleksibelitas saat bersikap, mampu bermain dengan irama yang indah tanpa terjerumus kedalam sebuah komitmen permanen yang mengakibatkan terbatasinya aktifitas pergerakkannya.

NU merupakan organisasi yang sangat sulit untuk ditebak baik oleh lawan maupun lawan, kadang terlihat sangat mesra dengan pemerintah seperti kita lihat pada masa orde baru, namun sebaliknya terkadang sangat jauh bahkan mengambil peran sebagai oposisi. Maka dari itu, NU susah untuk dijerat, dijepit ataupun digencet pada saat terdesak.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja hal yang melatarbelakangi terbentuknya NU? 2. Bagaimana sejarah lahirnya NU?

3. Seperti apa profil NU? C. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui hal apa saja yang melatarbelakangi terbentuknya NU.

2. Mahasiswa dapat mengetahui sejarah lahirnya NU. 3. Mahasiswa dapat mengeahui profil singkat NU.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Berdirinya NU

Keterbelakangan mental maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat ekspansi Belanda maupun akibat kungkungan tradisi, telah

menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul pada tahun 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar kemana-mana setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon momentum kebangkitan nasional dengan membentuk organisasi pergerakan di dirintis bersama oleh KH. Wahab Chasbullah dan Mas Mansur, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Menurut para pengamat setidaknya ada 3 faktor yang mendorong terbentuknya NU, yaitu :

(26)

dari diskusi KH. Wahab Chasbullah dan Kiai Abdul Halim (Cirebon) sehari sebelum berdirinya NU. Kiai Abdul Halim menanyakan kepada KH. Wahab Chasbullah mengenai pembentukan organisasi ini, “Apakah mengandung tujuan untuk menuntut kemerdekaan?”. Jawab KH. Wahab, “tentu, itu syarat nomor satu. Ummat Islam menuju ke jalan itu (kemerdekaan). Ummat Islam tidak akan leluasa, sebelum Negara kita merdeka”. Dialog tersebut

menunjukkan bahwa pendirian NU juga karena ada dorongan kuat untuk mencapai kemerdekaan.

3. Untuk mempertahankan faham Ahlussunnah wal Jama’ah. Seperti kita ketahui, pada 1920-an Arab sukses dikuasai oleh rezim Sa’ud yang berpaham wahabi. Sementara di Turki bangkit gerakan nasionalisme yang kemudian meruntuhkan Khalifah Usmaniyah. Penghapusan kekhalifahan di Turki dan jatuhnya Hijaz ke tangan Ibn Sa’ud yang menganut Wahabiyah pada tahun 1924 memicu konflik terbuka dalam masyarakat Muslim Indonesia. Kemenangan rezim Sa’ud di Arab ini dipandang membahayakan eksistensi faham ahlussunnah yang pro tradisi dan telah berlangsung lama di Timur Tengah. Sedangkan kita tahu bahwa gerakan wahabi memiliki jargon untuk purifikasi ajaran Islam dan anti-tradisi. Wahabi merupakan aliran keagamaan yang menentang banyak hal dan ikhwal praktik keagamaan yang dianggap penuh bid’ah, takhayul, khurafat dan syirik, termasuk penggunaan madzhab yang tidak ada dalam Al Qur’an dan Hadits.

NU merupakan sebuah wadah perjuangan para pemimpin Islam tradisional yang bertujuan untuk membela kedudukan ulama dan otonomi pesantren. NU merupakan suatu reaksi defensif terhadap berbagai aktifitas yang dilakukan kelompok reformis. Penolakan kaum ulama salaf terhadap keputusan kaum reformis karena sebagian kaum reformis menyambut baik pembersihan dalam kebiasaan ibadah agama di Arab Saudi telah

menyebabkan kaum tradisionalis menjadi terpojok dan terpaksa

memperjuangkan kepentingan mereka dengan cara mereka sendiri, dengan membentuk sebuah komite untuk mewakili mereka di hadapan raja Ibn Sa’ud.

B. Sejarah Lahirnya Nahdlatul Ulama

Jauh sebelum NU berdiri sudah terjalin komunikasi yang intens antara para kyai pesantren. Hal ini dapat dipahami karena kebanyakan Kiai pesantren memiliki poros/ kiblat keilmuan yang sama yaitu poros Bangkalan (KH.

Kholil), poros Tebu Ireng (KH. Hasyim Asy’ari) dan poros Mekkah (Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh Mahfudh al Tarmasi dan lain sebagainya). Tradisi silaturahmi para Kiai ini membentuk semacam jaringan yang memudahkan setiap agenda pertemuan, termasuk terbentuknya NU. Selain itu

pembentukan NU juga merupakan akumulasi persoalan yang telah

mengendap sekian lama baik dalam ranah ke-Islaman atau ke-Indonesiaan. Dibentuknya NU utamanya lebih merupakan reaksi atas wahabisme di Timur Tengah, bukan reaksi atas ormas yang telah ada seperti Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, dll. Walaupun diakui atau tidak pada beberapa aspek banyak kesamaan faham antara wahabi dan ormas-ormas tersebut. Tetapi bukan berarti ormas-ormas itu sama sekali tidak memiliki pengaruh atas lahirnya NU.

Sejarah mencatat sering kali terjadi debat terbuka yang sengit dan penuh fanatisme antara KH. Ahmad Dahlan, KH. Mas Mansur (Muhammadiyah), Syaikh Ahmad Surkati (Al Irsyad), Ahmad Hasan (Persis) yang mewakili kubu pembaharu, puritan, anti-tradisi melawan KH. Wahab Chasbullah, KH. R. Asnawi dan KH. M. Dahlan dari Kertosono yang mewakili kaum tradisionalis dan pro-tradisi. Perdebatan berlangsung lama dan melelahkan walaupun hanya dalam taraf fiqh furu’ (cabang) seperti tahlil, talqin mayit, bacaan ushalli, doa qunut dan persoalan “remeh” lainnya. Akan tetapi hingga saat ini pun masih bisa kita rasakan bekas perdebatan tersebut. Sekarang menjadi jelas bahwa walaupun pembentukan NU bukan atas reaksi utama terhadap eksistensi ormas pembaharu Islam di tanah air tetapi keberadaan ormas-ormas tersebut tetap memberi andil atas terbentuknya NU, bahkan terhadap perjalanan NU sekarang.

NU merupakan Jamiyah Diniyah Islamiyah yang didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kertopaten, Surabaya. Pada waktu itu berkumpul di kediaman KH. Abdul Wahab Chasbullah para ulama

terkemuka. Pertemuan ini awalnya bertujuan membahas dan menunjuk apa yang selanjutnya dinamakan Komite Hijaz. Komite yang diutus untuk

(27)

potensi dan peran Ulama dan Kyai pesantren agar wilayah kerja

keulamaannya meluas, tidak melulu terbatas pada persoalan kepesantrenan atau kegiatan ritual keagamaan, tetapi juga untuk lebih peka terhadap masalah sosial, ekonomi, politik dan urusan kemasyarakatan pada umumnya.

Pada saat itu, kerajaan Saudi mengundang perwakilan umat Islam seluruh dunia untuk hadir dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam

Internasional) dimana kongres tersebut bertujuan untuk mensepakati penggunaan paham wahabi yang puritan dan anti tradisi tersebut.

Perwakilan dari Indonesia sendiri diputuskan melalui Kongres Al Islam yang digelar di Yogyakarta tahun 1925 dimana perwakilan berbagai ormas dan tokoh agama Islam hadir. Saat itu KH. Wahab Chasbullah berbeda

pandangan dengan perwakilan yang lain sehingga beliau dikeluarkan dari anggota.

Agar terus bisa memperjuangkan faham Ahlussunnah wal Jama’ah maka dibentuklah Komite Hijaz untuk menyampaikan aspirasi dengan menghadap Raja Saudi. Intinya adalah agar kerajaan Saudi tetap menghormati

kebebasan bermadzhab, praktik keagamaan serta memelihara dan

meramaikan tempat bersejarah umat Islam. Adapun tokoh-tokoh yang hadir dalam pembentukan Komite Hijaz antara lain :

1. KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng-Jombang) 2. KH. Bisri Syamsuri (Denanyar, Jombang) 3. KH. Asnawi (Kudus)

4. KH. Nawawi (Pasuruhan) 5. KH. Ridwan (Semarang) 6. KH. Ma’sum (Lasem-Rembang) 7. KH. Nahrawi (Malang)

8. H. Ndoro Muntaha (Menantu KH. Kholil Bangkalan-Madura) 9. KH. Abdul Hamid (Sedayu-Gresik)

10. KH. Abdul Halim (Cirebon)

11. KH. Ridwan Abdullah, KH. Mas Alwi, KH. Abdullah Ubaid, KH. Wahab Chasbullah (Surabaya)

12. Syaikh Ahmad Ghana’im (Mesir)

Dalam cuplikan pidato pembentukan NU, yang kemudian menjadi

“Muqaddimah Qanun Asasi NU”, KH. Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa “…

Pendirian jam’iyyah Nahdlatul Ulama atau NU adalah mutlak diperlukan untuk memperkuat basis solidaritas sesama ummat Islam guna memerangi keangkaramurkaan”. Sebuah syair pun dikutip Hadratus Syaikh (sebutan untuk KH Hasyim Asy’ari) yang menunjukkan signifikansi sebuah Jam’iyyah, yaitu:

“… Berhimpunlah anak-anakku bila genting datang melanda Jangan bercerai berai, sendiri-sendiri

Cawan-cawan enggan pecah bila bersama Bila bercerai, satu-satu pecah berderai…”

Komite Hijaz yang akhirnya diutus menghadap Raja Saudi adalah KH. Wahab Chasbullah dan Syaikh Ahmad Ghana’im, dua tahun setelah NU berdiri. Pada tanggal 5 September 1929, para fungsionaris NU mengajukan surat

permohonan legalisasi organisasi kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Lima bulan kemudian, tepatnya 6 Februari 1930 permohonan tersebut dikabulkan dan NU resmi berbadan hukum. Sejak saat itu organisasi itu terus berkembang dan menjadi ormas terbesar di negeri ini. Nahdhatul Ulama (NU) menetapkan dirinya menjadi pengawas tradisi dengan

mempertahankan ajaran keempat madzhab, meskipun pada kenyataannya madzhab Syafi’iah yang dianut oleh kebanyakan umat Islam.

Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Tanpa mengecilkan peran Kyai lain, harus diakui tokoh yang bisa dikatakan paling banyak berkeringat dalam pendirian NU adalah KH. Wahab

(28)

Sebelumnya KH. Wahab Chasbullah juga pernah mengusulkan agar dibentuk sejenis “organisasi perkumpulan para ulama” tetapi usulan tersebut ditolak oleh KH. Hasyim Asy’ari karena dirasa belum cukup alasan pembentukannya. Baru pada 31 Januari 1926 itulah KH. Hasyim Asy’ari merestui berdirinya NU karena dipandang telah cukup alasan, bahkan beliau sendiri yang menjadi Rais Akbar-nya setelah beliau mendapat petunjuk melalui gurunya KH. Khalil (Bangkalan-Madura).

C. Profil Nahdlatul Ulama 1. Paham

Sumber pemikiran NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqh lebih cenderung mengikuti mazhab Imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

2. Struktur Kepengurusan NU a. PBNU (Pusat).

b. PWNU (Propinsi), terdapat 33 Wilayah.

c. PCNU (Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk

kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan 15 Cabang Istimewa. d. MWCNU (Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis Wakil Cabang.

e. PRNU (Desa/Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting. Daftar nama pengurus besar NU

No Rais Aam Syuriyah Ketua Umum Tanfidziyah Awal Akhir 1 K.H. Mohammad Hasyim Asy'arie

K.H. Hasan Gipo 1926

1947

2 K.H. Abdul Wahab Chasbullah 1947

1952

3 K.H. Idham Chalid 1952

1971

4 K.H. Bisri Syansuri 1972

1980

5 K.H. Muhammad Ali Maksum 1980

1984

6 K.H. Achmad Muhammad Hasan Siddiq K.H. Abdurrahman Wahid

1984 1991

7 K.H. Ali Yafie (pjs) 1991

1992

8 K.H. Mohammad Ilyas Ruhiat 1992

1999

9 KH Mohammad Ahmad Sahal Mahfudz K.H. Hasyim Muzadi

1999 2010

10 Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A. 2010

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 31 dan Tabel 32 memperlihatkan bahwa presentase harga yang diterima petani lebih besar pada penjualan cengkeh dalam bentuk kering karena harga beli pedagang pengumpul

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, penulis pernah menjadi asisten dosen untuk beberapa praktikum yaitu praktikum Silvikultur dan praktikum Hasil Hutan Non

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek dari perlakuan awal pembekuan, variasi suhu dan waktu penggorengan vakum pada kualitas keripik nangka yang

Sinergi pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang tepat sasaran dan rasionalisasi berbagai anggaran untuk dapat disalurakan sebagai bantuan bagi masyarakat di

Berdasarkan hasil analisis statistik data jumlah ES sekunder yang dilakukan (Tabel 6) menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi 2,4- d pada berbagai genotipe terhadap

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa: Terdapat tanggap pertumbuhan dan hasil kacang tanah ( Arachis Hypogeae L) berdasarkan variasi pola

Observasi dilaksanakan secara langsung di SMK Diponegoro Depok Yogyakartauntuk berinteraksi dengan kegiatan dan peristiwa alami yang terjadi di SMK Diponegoro Depok

seluruh wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang mencakup Kecamatan Jagakarsa, Kecamatan Pasar Minggu, Kecamatan Cilandak, Kecamatan Pesanggrahan,