• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI Kecerdasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI Kecerdasan"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tidak setiap remaja beruntung dalam menapaki hidupnya. Beberapa remaja Hindu yang ada di kota Mataram dihadapkan pada pilihan bahwa remaja harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu alasan, seperti menjadi yatim piatu, tidak memiliki sanak keluarga yang mau atau mampu mengasuh, dan terlantar. Hal ini mengakibatkan kebutuhan psikologis remaja menjadi kurang dapat terpenuhi dengan baik, terutama jika tidak adanya orang yang dapat dijadikan panutan atau untuk diajak berbagi, bertukar pikiran dalam menyelesaikan masalah. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa fungsi keluarga adalah memberikan rasa aman, nyaman dan kasih sayang, maka dalam masa perkembangan ini remaja sungguhsungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut dari keluarganya, terutama orangtua yang dianggap sebagai contoh untuk membantunya dalam mengatasi masa-masa sulit yang mungkin muncul dalam masa perkembangan tersebut.

(2)

Kehidupan remaja tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan yang ada dalam setiap tahap perkembangannya. Permasalahan yang ada tersebut dapat bersumber dari berbagai macam faktor seperti dari dalam diri sendiri, keluarga, teman sepergaulan atau lingkungan sosial. Masalah-masalah yang dihadapi memberikan suatu bentuk ujian bagi para remaja agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar mereka. Hal ini dikarenakan oleh berbagai macam pertimbangan pada masa remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Menurut periode perkembangan manusia, masa remaja merupakan periode yang akan dilalui sebelum memasuki periode masa dewasa. Dalam masa remaja, individu memasuki tahapan masa remaja awal terlebih dahulu. Masa remaja awal menurut Hurlock (1994) berada pada rentang usia 13 hingga 16 atau 17 tahun, sedangkan Monks (2006) menyatakan bahwa masa remaja awal berusia 12-15 tahun. Pada masa ini kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya (Ali & Asrori, 2011). Cara-cara yang kurang wajar tersebut dapat terjadi seperti misalnya perilaku yang lebih agresif, memberontak, menunjukkan kemarahan dengan emosi yang meledak-ledak (Ali & Asrori, 2011).

Semua permasalahan remaja yang terjadi baik yang mengalami permasalahan berat, sedang dan ringan ataupun yang berperilaku benar, sedang dan paling benar mulia) bersumber pada pikiran, pikiran menentukan kata serta pikiran dan kata-kata akan menentukan perbuatan/perilaku. Demikianlah secara umum munculnya proses perilaku. Walaupun dalam kehidupan sehari-hari tidaklah selalu konsisten seperti itu. Ada pula pikiran yang tidak diwujudkan dalam kata-kata, ada juga pikiran dan kata-kata tidak diwujudkan dalam perilaku Orang yang berpendidikan dan beragama hendaknya selalu menguatkan pikiran (daya nalar / wiweka) karena kebenaran konsep pikiran akan menentukan kebenaran kata- kata, dan kebenaran kata-kata akan menentukan kebenaran perbuatan. Kalau ketiga hal itu bisa konsisten maka dialah orang utama, inilah konsep ajaran Tri Kaya Parisudha, yaitu : tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan. Menurut Bhagawan Dwija (2009) ada 10 (sepuluh) larangan Tri Kaya Parisudha yaitu:

(3)

1) Tidak iri kepada milik orang lain (tan adengkya ri drwianing len)

2) Percaya kepada hukum karma phala (mamituhwa ri hananing karma phala) 3) Kasih sayang kepada semua mahluk (asih ring sarwa sattwa)

Wacika Parisudha:

4)Jangan berbicara kasar (ujar apergas)

5)Jangan berbohong atau membual (tan ujar ahala) 6) Jangan mempitnah (tan ujar pisuna)

7)tidak mengingkari janji (satya wacana)

Kayika Parisudha:

8) Jangan menyakiti semua mahluk (ahimsa) 9) Jangan mencuri (tan mamandung)

10)Jangan berzina (tan paradara).

Masa remaja merupakan masa yang sangat riskan dengan permasalahan-permasalahan yang muncul, baik permasalahan-permasalahan yang muncul dari dalam maupun dari luar. Di lain sisi remaja mau tidak mau harus berhadapan dengan permasalahan bagaimana mewujudkan cita-citanya untuk menghadapi masa depan. Pola-pola kehidupan yang berada di sekitarnya juga merupakan tantangan yang harus dihadapi. Oleh karena itu, remaja di tuntut untuk bisa menyelesaikan tantangan atau masalah ini dengan mandiri. Kemandirian merupakan hal yang mutlak untuk dimiliki oleh remaja kuhususnya remaja Hindu yang ada di Kota Mataram. Orang yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi tentu saja akan memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Selain itu ia juga cenderung bersifat kritis terhadap hal-hal yang muncul dihadapannya. Selama masa remaja, tuntutan terhadap kemandirian ini sangat besar dan jika tidak direspon secara tepat bisa saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis sang remaja di masa mendatang. Sudah cukup lama dirasakan adanya ketidakseimbangan antara perkembangan intelektual dan emosional remaja.

(4)

sering terjadi pada kehidupan remaja Hindu yang ada di Kota Mataram adalah tawuran/ perkelahian, Remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan ditengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat. Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengangeng/kelompoknya. Selain itu, balapan liar remaja sekarang ini lebih menuruti ego-nya dari pada keselamatan dirinya, sekarang ini banyak dijumpai remaja muda sekolah dari SMP sampai SMA melakukan kegiatan balapan liar sepeda motor, kegiatan ini bisa dibilang sebagai hobby oleh mereka, penuh tantangan dan sportifitas yang mereka rasakan. Tidak jarang dari kegiatan yang mereka lakukan ini berawal dari rasa iseng atau persaingan untuk memperoleh sesuatu hal, mengadu kecepatan motor yang dimilikinya, berebut pacar atau uang yang dipertaruhkan sebagai tujuan dari kegiatan lomba liar ini. Usia muda yang belum sampai berpikir dua kali akan sebab dan akibatnya jika terjadi pada diri mereka, Kehamilan pada remaja yang juga bisa disebabkan adanya situs porno yang menjadikan banyak remaja hamil di luar nikah. Segi fisik, para remaja sekarang juga cukup terpelihara dengan baik sehingga mempunyai ukuran tubuh yang sudah tampak dewasa, tetapi mempuyai emosi yang masih seperti remaja kecil. Terhadap kondisi remaja yang demikian, banyak orang tua yang tidak berdaya berhadapan dengan masalah membesarkan dan mendewasakan remaja-remaja di dalam masyarakat yang berkembang begitu cepat, yang berbeda secara radikal dengan dunia di masa remaja mereka dulu.

(5)

belajar yang kurang baik tidak tahan lama dan baru belajar setelah menjelang ujian, membolos, menyontek, dan mencari bocoran soal ujian. Problem remaja tersebut merupakan perilaku reaktif, semakin meresahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang diperkirakan akan semakin kompleks dan penuh tantangan.

Tantangan kompleksitas masa depan memberikan dua alternatif, yaitu pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin. Pilihan yang akan dilakukan tentunya pada alternatif kedua, yaitu mempersiapkan diri sebaik mungkin. Pentingnya usaha mempersiapkan diri bagi masa depan remaja, karena remaja sedang mencari jati diri, mereka juga berada pada tahap perkembangan yang sangat potensial. Melihat potensi remaja, menjadi penting dan sangat menguntungkan jika usaha pengembangannya difokuskan pada hal-hal positif pada remaja daripada menyoroti sisi negatifnya. Usaha mempersipkan remaja menghadapi masa depan yang serba kompleks, salah satunya dengan mengembangkan kemandirian. Pada umumnya semua orang tua menginginkan remaja-remaja untuk lebih bersikap mandiri, memiliki tanggung jawab pada diri sendiri dan tidak tergantung pada orang lain dalam bekerja dan bertingkah laku.

Pengembangan kemandirian menjadi sangat penting karena dewasa ini semakin terlihat gejala-gejala negatif seperti yang dipaparkan oleh Karta Dinata (dalam Ali dan Asrori, 2004) antara lain, ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan karena niat sendiri yang ikhlas, perilaku seperti ini akan mengarah kepada perilaku formalistik dan ritualistik serta tidak konsisten. Kedua, sikap tidak peduli terhadap lingkungan gejala perilaku impulsif yang menunjukkan bahwa kemandirian remaja masih rendah. Ketiga, sikap hidup konformistik dengan mengorbankan prinsip, gejala mitos bahwa segala sesuatunya bisa diatur yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, merupakan petunjuk ketidak jujuran berpikir dan bertindak serta kemandirian yang masih rendah. Gejalagejala tersebut merupakan sebagian kendala utama dalam mempersiapkan individu-individu yang mampu yang mampu mengarungi kehidupan masa mendatang yang semakin kompleks dan penuh tantangan. Oleh sebab itu, perkembangan remaja perlu diikhtiarkan secara serius, sistematis, dan terprogram.

(6)

individu sudah mencapai tingkat kematangan baik secara kognitif maupun emosi, sehingga muncul keinginan dalam diri remaja untuk mandiri dan lepas dari orang tua. Hal ini senada dengan pendapat Mussen dkk (dalam Sunarno, 1991) mengungkapkan bahwa tugas utama yang harus diselesaikan oleh remaja adalah mandiri dan lepas dari keterikatan orang tua dan keluarga. Menurut Erikson, kemandirian akan mempengaruhi pembentukan identitas remaja (dalam Thomas dalam Suparmi dan Sumijati, 2005). Pencapaian identitas dimungkinkan hanya apabila pada diri remaja terdapat perasaan bahwa dia dapat dan mampu mengatur hidupnya sendiri. Bahwa orang yang mandiri akan memperlihatkan perilaku yang eksploratif, mampu mengambil keputusan, percaya diri, dan kreatif. Selain itu juga mampu bertindak kritis, tidak takut berbuat sesuatu, mempunyai kepuasan dalam melakukan aktifitasnya, percaya diri, dan mampu menerima realitas (Cronbach dalam Suparmi dan Sumijati, 2005) serta dapat memanipulasi lingkungan, mampu berinteraksi dengan teman sebaya, percaya diri, terarah pada tujuan, dan mampu mengendalikan diri (Johnson dan Medinnus dalam Suparmi dan Sumijati, 2005). Schaefer dan Millman (dalam Suparmi dan Sumijati, 2005) berpendapat bahwa tidak adanya kemandirian pada remaja akan menghasilkan berbagai macam problem perilaku, misalnya rendahnya harga diri, pemalu, tidak punya motivasi sekolah, kebiasaan belajar yang jelek, perasaan tidak aman, kecemasan, dan lain sebagainya.

(7)

meningkatkan kesejahteraan psikologis dan penyesuaian diri dengan memberikan rasa memiliki, memperjelas identitas diri, menambah harga diri serta mengurangi stres, meningkat-kan dan memelihara kesehatan fisik serta pengelolaan terhadap stress & tekanan. Dukungan sosial menjadi hal yang diduga dapat mempengaruhi kemandirian. Orang yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi maka akan banyak mendapatkan dukungan emosional, penghargaan, instrumental,dan informatif dari keluarga, teman dan lingkungan. Apabila dukungan emosional tinggi, individu akan merasa mendapatkan dorongan yang tinggi dari anggota keluarga. Apabila penghargaan untuk individu tersebut besar, maka akan meningkatkan kepercayaan diri. Apabila individu memperoleh dukungan instrumental, akan merasa dirinya mendapat fasilitas yang memadai dari keluarga. Apabila individu memperoleh dukungan informatif yang banyak, akan inidvidu itu merasa memperoleh perhatian dan pngetahuan. Hal tersebut berdampak pada kemandirianindividu seseorang.

Selain dukungan sosial, kecerdasan emosi juga memberikan peran terhadap terbentuknya sikap mandiri. Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Kecerdasan emosi merupakan proses pribadi yang terus berusaha mencapai tingkatan emosi yang sehat intrafisik dan intrapersonal. Remaja yang matang secara emosional pasti memiliki kematangan dalam kemandiriannya, terlihat dengan kepentingan dengan orang lain, mampu mengekspresiakn emosi degan spontan. Individu yang cerdas secara emosi dapat menentukan dengan tepat kapan dan sejauh mana perlu terlibat dalam masalah sosial, serta dapat turut serta memberikan jalan keluar atau solusi yang diperlukan. kecerdasan emosi dapat mengkondisikan individu merasa bebas mengekpresikan emosi secara tepat, bertindak lugas, spontan, memiliki rasa humor, dan mampu mengatasi stres (Garlow; Logo, dan Haryono dalam Muawana 2012).

Selain dukungan sosial dan kecerdasan emosional, efikasi diri (self-efficacy)

(8)

self-efficacy yang tinggi akan memperlihatkan sikap yang lebih gigih, tidak cemas dan tidak mengalami tekanan dalam menghadapi suatu hal. Efikasi-diri diperlukan remaja untuk menghadapi tantangan, seperti misalnya menyelesiakan tugas di perguruan tinggi, pekerjaan, meniti karir, maupun menemukan, dan membina hubungan yang baik dengan pasangan hidup. Remaja yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dari satu masalah ke masalah yang lainnya akan memperoleh rasa puas dan memperteguh keyakinan diri untuk menghadapi dan menyelesaikan pemasalahan-permasalahan yang akan dihadapi kemudian.Pengalaman sukses dari satu masalah ke masalah yang lainnya akan mentranformasi efikasi diri pada tugas khusus pada tugas lebih umum.Berarti semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki, semakin besar kesempatan yang dimiliki untuk berhasil dan mandiri.

Dari pemaparan permasalahan di atas dapat di ketahui bahwa tingkat kemandirian yang dimiliki oleh setiap remaja yang khususnya beragama Hindu di kota Mataram masih banyak memiliki kekurangan. Itu dapat dilihat dengan masih banyaknya terjadi perkelahian antar geng, perjudian, nikah di bawah umur, bolos sekolah, yang semata-mata hanya memperlihatkan ego dan gengsi dari masing-masing remaja tanpa memperhatikan sebab dan akibatnya. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui ada atau tidaknya Hubungan antara dukungan sosial, kecerdasan emosional dan efikasi diri dengan kemandirian pada remaja Hindu di Kota mataram.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran (deskrifsi) dari dukungan sosial, kecerdasan emosional, dan efikasi diri dengan kemandirian pada remaja Hindu di Kota Mataram ?

2. Adakah hubungan langsung yang signifikan antara dukungan sosial dengan kemandirian pada remaja Hindu di Kota Mataram ?

3. Adakah hubungan langsung yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kemandirian pada remaja Hindu di Kota Mataram ?

(9)

5. Adakah hubungan langsung yang signifikan antara dukungan sosial dengan efikasi diri remaja Hindu di Kota Mataram ?

6. Adakah hubungan langsung yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan efikasi diri remaja Hindu di Kota Mataram ?

7. Adakah hubungan yang simultan dan signifikan antara dukungan sosial, dan kecerdasan emosional dengan kemandirian pada remaja Hindu di kota Mataram ? 8. Adakah hubungan yang simultan dan antara dukungan sosial dan kecerdasan

emosional dengan efikasi diri pada remaja Hindu di Kota Mataram ?

9. Adakah hubungan yang simultan dan signifikan antara dukungan sosial, kecerdasan emosional, dan efikasi diri dengan kemandirian pada remaja Hindu di kota Mataram ?

10. Adakah hubungan yang tidak langsung dan signifikan antara dukungan sosial dengan kemandirian melalui efikasi diri pada remaja Hindu di Kota Mataram ? 11. Adakah hubungan yang tidak langsung dan signifikan antara kecerdasan

emosional dengan kemandirian melalui efikasi diri pada remaja Hindu di Kota Mataram ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini :

1. Untuk mengetahui gambaran (deskrifsi) dari dukungan sosial, kecerdasan emosional, dan efikasi diri dengan kemandirian pada remaja Hindu di Kota Mataram.

2. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan langsung yang signifikan antara dukungan sosial dengan kemandirian pada remaja Hindu di Kota Mataram.

3. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan langsung yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan kemandirian pada remaja Hindu di Kota Mataram. 4. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan langsung yang signifikan antara

efikasi diri dengan kemandirian pada remaja Hindu di Kota Mataram.

5. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan langsung yang signifikan antara dukungan sosial dengan efikasi diri remaja Hindu di Kota Mataram.

(10)

7. Untuk mengetahui Ada atau tidaknya hubungan yang simultan dan signifikan antara dukungan sosial, dan kecerdasan emosional dengan kemandirian pada remaja Hindu di kota Mataram

8. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan yang simultan dan signifikan antara dukungan sosial, kecerdasan emosional, dengan efikasi diri pada remaja Hindu di Kota Mataram.

9. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan yang simultan dan signifikan antara dukungan sosial, kecerdasan emosional, dan efikasi diri dengan kemandirian pada remaja Hindu di kota Mataram.

10. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan yang tidak langsung dan signifikan antara dukungan sosial dengan kemandirian melalui efikasi diri pada remaja Hindu di Kota Mataram.

11. Untuk mengetahui ada atau tidak hubungan yang tidak langsung dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan kemandirian melalui efikasi diri pada remaja Hindu di Kota Mataram.

1.4 Manfaat Penelitian A. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi para tokoh/pemuka agama Hindu termasuk orang tua dalam upaya memberikan pengetahuan yang lebih baik bagi para remaja atau siswa tentang pemahaman Dukungan sosial, kecerdasan emosional, dan efikasi diri demi membentuk kemandirian yang matang pada remaja-remaja Hindu yang ada di kota Mataram.

B. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat berkontribusi positif terhadap kehidupan masyarakat kota Mataram khususnya para remaja Hindu di Kota mataram demi mencapai tingkat kematangan baik secara kognitif maupun emosi, sehingga muncul keinginan dalam diri remaja untuk mandiri.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(11)

variabel independen yang diteliti yaitu a) dukungan sosial, b) kecerdasan emosional. Dan c) efikasi diri.

b. Tempat penelitian di kota Mataram ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat.

(12)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITAN

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian yang dilakukan Fitria Sedjati dengan judul “ Hubungan Antara Efikasi Diri Dan Dukungan Sosial Dengan Kebermaknaan Hidup Pada enderita Tuberkulosis Paru Di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Yogyakarta”. Hasil menunjukkan : (1) ada hubungan yang sangat signifikan antara efikasi diri dan dukungan sosial dengan kebermaknaan hidup dengan R = 0,702 dengan p = 0,000 (p<0,01), (2) ada hubungan positif yang sangat signifikan antara efikasi diri terhadap kebermaknaan hidup dengan nilai r = 0606 dan p = 0,000 (p<0,01), (3) ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial terhadap kebermaknaan hidup dengan nilai r= 0,310 dan p=0,025 (p<0,05).

Dalam penelitian yang dilakukan Ni Made Wahyu Indrariyani Artha (2013) dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Self Efficacy dalam Pemecahan Masalah Penyesuaian Diri Remaja Awal”. Hasil menunjukkan : Berdasarkan hasil analisa regresi ganda diperoleh nilai koefisien korelasi R = 0,772, F regresi = 93,211, p = 0,000, yang berarti ada hubungan antara kecerdasan emosi dan self efficacy dalam pemecahan masalah penyesuaian diri remaja awal. Sumbangan efektif kecerdasan emosi dan self efficacy terhadap penyesuaian diri sebesar 59,70%. Hasil analisis korelasi kecerdasan emosi dan self efficacy dengan penyesuaian diri masing-masing sebesar 0,632 dan 0,715 dengan p = 0,000, yang berarti ada hubungan positif yang kuat antara kecerdasan emosi dan self efficacy

dengan pemecahan masalah penyesuaian diri remaja awal.

(13)

ganda menghasilkan koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,695 dengan taraf signifikansi 0,000 (p < 0,01). Efektifitas regresi efikasi diri dan dukungan sosial secara bersama-sama ditunjukkan oleh angka 0,483. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam penelitian ini efikasi diri dan dukungan sosial mempengaruhi penyesuaian diri remaja sebesar 48,3 %.

Penelitian yang dilakukan Kasiati M. As’ad Djalali Diah Sofiah (2014) dengan judul “Pola Asuh Orangtua Demokratis, Efikasi-Diri Dan Kreativitas Remaja “. Hasil menunjukkan : Hasil uji simultan R = 0,384, F = 10,349, p = 0,000 (p < 0,01). Variabel pola asuh orangtua demokratis dan efikasi-diri secara simultan dan sangat signifikan memprediksi kreativitas. R2 = 0,147 menunjukkan 14,7% proporsi

variasi kreativitas dapat dijelaskan melalui pola asuh orangtua demokratis dan efikasi-diri, sisanya sebesar 85,3% dijelaskan faktor lain yang tidak dianalisis. Konstanta 146,671 adalah skor kreativitas jika tidak ada pola asuh orangtua demokratis dan efikasi-diri. Hasil uji parsial pola asuh orangtua demokratis t = 0,420, p = 0,675 (p > 0,05). Variabel pola asuh orangtua demokratis secara tersendiri tidak berhubungan dengan kreativitas. Hasil uji parsial efikasi-diri t = 4,534, p = 0,000 (p < 0,01). Variabel efikasi-diri secara tersendiri berhubungan positif dan sangat signifikan dengan kreativitas.

Penelitian yang dilakuakan Nobelina Adicondro & Alfi Purnamasari (2011 ) dengan judul “ Efikasi Diri, Dukungan Sosial Keluarga Dan Elfregulated Learning

Pada Siswa Kelas VIII “. Hasil menunjukkan : (1) Ada hubungan positif yang sangat signifikanantara efikasi diri dan dukungan sosial keluarga dengan self regulatedlearning (r=0,837, p=0,000) (2). Ada hubungan positif yang sangatsignifikan antara efikasi diri dengan self regulated learning (r = 0,836p=0,000). (3). Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungansocial keluarga dengan self regulated learning (r = 0,418 p=0,002).

(14)

dan semakin rendah dukungan sosial keluarga maka semakin rendah self efficacy

remaja. Remaja dalam penelitian ini mempunyai dukungan sosial keluarga yang tinggi dan self efficacy yang sedang. Sumbangan efektif dukungan sosial keluarga terhadap self efficacy pada remaja sebesar 23,5%. Berarti masih terdapat 76,5% faktor-faktor lain yang mempengaruhi self efficacy pada remaja, yaitu keberhasilan remaja dalam menyelesaikan tugas sebelumnya (mastery experiences), pengalaman sukses orang lain sebagai model (vicarious experiences), serta kondisi psikologis dan emosional dari remaja.

2.2 Konsep

2.2.1 Konsep Dukungan Sosial a. Pengertian dukungan sosial

Pierce (dalam Kail and Cavanaug, 2000) mendefinisikan dukungan sosial sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan. Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihah penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.

(15)

dari hubungan interpersonal yang akan melindungi individu dari konsekuensi stres. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat individu merasa dicintai, dihargai dan menjadi bagian dari kelompok. Senada dengan pendapat diatas, beberapa ahli Cobb, 1976; Gentry and Kobasa, 1984; Wallston, Alagna and Devellis, 1983; Wills, 1984 : dalam Sarafino, 1998) menyatakan bahwa individu yang memperoleh dukungan sosial akan meyakini individu dicintai, dirawat, dihargai, berharga dan merupakan bagian dari lingkungan sosialnya. Menurut Schwarzer and Leppin, 1990 dalam Smet, 1994; dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan oleh orang lain kepada individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yangh berasal dari orang yang memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa infomasi, tingkah laku tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

b. Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial

Menurut stanley (2007), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.

2. Kebutuhan sosial

Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.

(16)

Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung mencari dukungan sosial dari orang- orang sekitar sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

c. Klasifikasi dukungan sosial

Menurut Cohen & Syme (1985), mengklasifikasikan dukungan sosial dalam 4 kategori yaitu :

1. Dukungan informasi, yaitu memberikan penjelasan tentang situasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi individu. Dukungan ini, meliputi memberikan nasehat, petunjuk, masukan atau penjelasan bagaimana seseorang bersikap.

2. Dukungan emosional, yang meliputi ekspresi empati misalnya mendengarkan, bersikap terbuka, menunjukkan sikap percaya terhadap apa yang dikeluhkan, mau memahami, ekspresi kasih sayang dan perhatian. Dukungan emosional akan membuat si penerima merasa berharga, nyaman, aman, terjamin, dan disayangi. 3. Dukungan instrumental adalah bantuan yang diberikan secara langsung, bersifat

fasilitas atau materi misalnya menyediakan fasilitas yang diperlukan, meminjamkan uang, memberikan makanan, permainan atau bantuan yang lain. 4. Dukungan appraisal atau penilaian, dukungan ini bisa terbentuk penilaian yang

positif, penguatan (pembenaran) untuk melakukan sesuatu, umpan balik atau menunjukkan perbandingan sosial yang membuka wawasan seseorang yang sedang dalam keadaan stres.

Menurut Sheridan & Radmacher (1992)

Pendapat Sheridan & Radmacher (1992) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang melibatkan aspek- aspek informasi, perhatian emosi, penilaian dan bantuan instrumental. Ciri- ciri setiap aspek tersebut oleh Smet (1994) dan Taylor (1995), dijelaskan sebagai berikut ;

(17)

2. Perhatian emosi berupa kehangatan, kepedulian dan dapat empati yang meyakinkan korban, bahwa dirinya diperhatiakan orang lain.

3. Penilaian berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan terhadap gagasan atau perasaan individu lain.

4. Bantuan instrumental berupa dukungan materi seperti benda atau barang yang dibutuhkan oleh korban dan bantuan finansial untuk biaya pengobatan, pemulihan maupun biaya hidup sehari- hari selama korban belum dapat menolong dirinya sendiri.

Menurut Wangmuba (2009)

Dukungan sosial mencakup dukungan informasi berupa saran nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan, kepedulian dan empati, dukungan instrumental berupa bantuan meteri atau finansial dan penilaian berupa penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain.

Menurut House dalam Depkes (2002)

Menurut House dalam Depkes (2002) yang dikutip oleh Ninuk (2007;29), dukungan sosial diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu ;

1. Dukungan emosional

Dukungan ungkapan empati, kepedulian, dan perhatikan terhadap orang bersangkutan.

2. Dukungan penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat atau penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan perasaan individu dan perbandingan positif orang dengan orang lain misalnyaorang itu kurang mampu atau lebih buruk keadaannya atau menambah harga diri.

3. Dukungan instrumental

Mencakup bantuan langsung misalnya dengan memberi pinjaman uang kepada orang yang membutuhkan atau menolong dengan memberi pekerjaan pada orang yang tidak punya pekerjaan.

4. Dukungan informatif

Mencakup pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi serta petunjuk.

(18)

1. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dianggap dapat dikontrol.

2. Dukungan informasional (informational support)

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan, petunjuk, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

3. Dukungan emosional (emotional support)

Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu mendampingi, adanya suasanya kehangatan, dan rasa diperhatikan akan membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol. 4. Dukungan pada harga diri (esteem support)

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu dan perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.

5. Dukungan dari kelompok sosial (network support)

Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas sosial dengan kelompok. Dengan begitu individu akan memiliki perasaan senasib.

d.Cakupan dukungan sosial

Menurut Saranson (1983) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), dukungan sosial itu selalu mencakup 2 hal yaitu ;

(19)

Merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).

2. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima

Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas). e.Sumber- sumber dukungan sosial

Menurut Rook dan Dootey (1985) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), ada 2 sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.

1. Dukungan sosial artifisial

Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

2. Dukungan sosial natural

Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupanya secara spontan dengan orang- orang yang berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, isteri, suami dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non- formal.

Sumber dukungan sosial yang bersifat natural berbeda dengan sumber dukungan sosial yang bersifat artifisial dalam sejumlah hal. Perbedaan tersebut terletak dalam hal sebagai berikut ;

1. Keberadaan sumber dukungan sosial natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.

2. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki kesesuaian dengan norma yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.

3. Sumber dukungan sosial yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama.

4. Sumber dukungan sosial yang natural memiliki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang- barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan penyampaian salam.

(20)

1. Dukungan sosial utama bersumber dari keluarga

Mereka adalah orang- orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai sumber dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan utama bagi individu, seperti membangkitkanpersaan memiliki antara sesama anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan memberikanrasa aman bagi anggota-anggotanya.

Menurut Argyle (dalam Veiel & Baumann,1992), bila individu dihadapkan pada suatu stresor maka hubungan intim yang muncul karena adanya sistem keluarga dapat menghambat, mengurangi, bahkan mencegah timbulnya efek negatif stresor karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek buffering (penangkal) terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini dimungkinkan karena keluarga selalu siap dan bersedia untuk membantu individu ketika dibutuhkan serta hubungan antar anggota keluarga memunculkan perasaan dicintai dan mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orang- orang yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam kehidupan.

2. Dukungan sosial dapat bersumber dari sahabat atau teman.

(21)

3. Dukungan sosial dari masyarakat, misalkan yang peduli terhadap korban kekerasan.

Dukungan ini mewakili anggota masyarakat pada umumnya, yang dikenal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dilakukan secara profesional sesuai dengan kompetensi yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hal ini berkaitan dengan faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas dukungan sosial yaitu pemberi dukungan sosial. Dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dan berkaitan dengan kesinambungan dukungan yang diberikan, yang akan mempengaruhi keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan.

Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan sosial ada kaitannya dengan pengaruh-pengaruh positif bagi seseorang yang mempunyai sumber- sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu yang memiliki hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh dibandingkan dengan individu yang terisolasi

f. Komponen- komponen dalam dukungan sosial

Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial dapat dibagi ke dalam berbagai komponen yang berbeda- beda. Misalnya menurut Weiss Cutrona dkk (994;371) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), mengemukakan adanya 6 komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The social provision scale” ,dimana masing- masing komponen dapat berdiri sendiri- sendiri, namun satu sama lain saling berhubungan. Adapun komponen- komponen tersebut adalah ;

1. Kerekatan emosional (Emotional Attachment)

Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan dan rasa aman. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial semacam ini yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak saudara yang akrab dan memiliki hubungan yang harmonis.

(22)

Merupakan perasaan menjadi bagian dari keluarga, tempat seseorang berada dan tempat saling berbagi minat dan aktivitas. Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan memiliki suatu keluarga yang memungkinkanya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan. Sumber dukungan semacam ini memungkinkan mendapat rasa aman, nyaman serta memiliki dan dimilki dalam kelompok.

3. Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth)

Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang dalam keluarga. Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber dukungan semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi atau perusahaan atau organisasi dimana seseorang bekerja.

4. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable alliance)

Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat mengharapkan keluarga untuk membantu semua keadaan. Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika sseorang membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini pada umunya berasal dari keluarga.

5. Bimbingan (Guidance)

Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja ataupun hubungan sosial yang dapat memungkinkan seseorang mendapat informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mangatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis dukungan sosial ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong dalam masyarakat, dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.

6. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan yang dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan. Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak- anaknya) dan pasangan hidup.

(23)

Seseorang yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai kecenderungan lebih sedikit untuk stres dibandingkan seseorang yang hubungannya jauh dengan keluarga (Stanley, 2007).

Heller dkk (1986) mengemukakan ada 2 komponen dukungan sosial, yaitu; 1. Penilaian yang mempertinggi penghargaan

Komponen penilaian yang mempertinggi penghargaan mengacu pada penilaian seseorang terhadap pandangan orang lain kepada dirinya. Seseorang menilai seksama evaluasi seseorang terhadap dirinya dan percaya dirinya berharga bagi orang lain. Tindakan orang lain yang menyokong harga diri seseorang, semangat juang dan kehidupan yang baik.

2. Transaksi interpersonal yang berhubungan dengan kecemasan

Komponen transaksi interpersonal yang berhubungan dengan kecemasan mengacu pada adanya seseorang yang memberikan bantuan ketika ada masalah. Seseorang memberikan bantuan untuk memecahkan masalah dengan menyediakan informasi untuk menjelaskan situasi yang berhubungan dengan kecemasan. Bantuan ini berupa dukungan emosional, kognitif yang distruktur ulang dan bantuan instrumental.

g. Bentuk dukungan sosial

Menurut Kaplan and Saddock (1998), adapun bentuk dukungan sosial adalah sebagai berikut ;

1. Tindakan atau perbuatan

Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh orang disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan masyarakat.

2. Aktivitas religius atau fisik

Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya semakin tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk mendekatkan diri pada Tuhan .

3. Interaksi atau bertukar pendapat

Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien dengan orang- orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan berinteraksi dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan oleh orang di sekitarnya.

h. Dampak dukungan sosial

(24)

dukungan sosial maka seseorang akan merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dengan pemberian dukungan sosial yang bermakna maka seseorang akan mengatasi rasa cemasnya terhadap pembedahan yang akan dijalaninya (Suhita, 2005).

Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis kepada individu dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan. Lieberman (1992) mengemukakan bahwa secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan kecemasan. Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan orang lain dapat memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian tersebut dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya kecemasan.

Dukungan sosial juga dapat mengubah hubungan antara respon individu pada kejadian yang dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan itu sendiri mempengaruhi strategi untuk mengatasi kecemasan dan dengan begitu memodifikasi hubungan antara kejadian yang menimbulkan kecemasan dan efeknya. Pada derajat dimana kejadian yang menimbulkan kecemasan mengganggu kepercayaan diri dan dukungan sosial dapat memodifikasi efek itu.

Sheridan and Radmacher (1992), Rutter, dkk. (1993), Sarafino (1998) serta Taylor (1999); mengemukakan 2 model untuk menjelaskan bagaimana dukungan sosial dapat mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan, yaitu;

1. Model efek langsung

Model ini melibatkan jaringan sosial yang besar dan memiliki efek positif pada kesejahteraan. Model ini berfokus pada hubungan dan jaringan sosial dasar. Model ini juga dideskripsikan sebagai instruktur dari dukungan sosial yang meliputi faktor status perkawinan, keanggotaan dalam suatu kelompok, peran sosial dan keikutsertaan dalam kegiatan keagamaan.

2. Model buffering

(25)

disebabkan oleh hal- hal tersebut. Model ini berfokus pada fungsi dukungan sosial yang melibatkan kualitas hubungan sosial yang ada.

Dukungan sosial ternyata tidak hanya memberikan efek positif dalam mempengaruhi kejadian dari efek kecemasan. Dalam Sarafino (1998) disebutkan beberapa contoh efek negatif yang timbul dari dukungan sosial, antara lain ;

1. Dukungan yang tersedia tidak dianggap sebagai sesuatu yang membantu. Hal ini dapat terjadi karena dukungan yang diberikan tidak cukup, individu merasa tidak perlu dibantu atau terlalu khawatir secara emosional sehingga tidak memperhatikan dukungan yang diberikan.

2. Dukungan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan individu. 3. Sumber dukungan memberikan contoh buruk pada individu seperti melakukan

atau menyarankan perilaku tidak sehat.

4. Terlalu menjaga atau tidak mendukung individu dalam melakukan sesuatu yang diinginkannya. Keadaan ini dapat mengganggu program rehabilitasi yang seharusnya dilakukan oleh individu dan menyebabkan individu menjadi tergantung pada orang lain.

i.Dimensi dukungan sosial

Menurut Jacobson (1986), dukungan sosial meliputi 3 hal, diantaranya ;

1. Emotional support, meliputi ; perasaan nyaman, dihargai, dicintai dan diperhatikan.

2. Cognitive support, meliputi ; informasi, pengetahuan dan nasehat.

3. Material support, misalnya ; bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi masalah.

2.2.2 Konsep Kecerdasan Emosional a.Pengertian Kecerdasan

(26)

kecerdasan sebagai sikap intelektual mencakup kecepatan memberikan jawaban, penyeleasaian, dan kemampuan menyelesaikan masalah. David Wescler juga memberi pengertian kecerdasan sebagai suatu kapasitas umum dari individu untuk bertindak, berpikir rasional dan berinteraksi dengan lingkungan secara efektif (Syaiful Sagala, 2010: 82).Sehingga dapat diartikan pula bahwa kecerdasan atau Intelligensi adalah kemampuan untuk menguasai kemampuan tertentu.

b.Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan antara lain : 1.Pembawaan

Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita. Orang itu ada yang pintar dan ada yang kurang pintar. Meskipun menerima latihan dan pelajaran yang sama, perbedaanperbedaan itu masih tetap ada.

2. Kematangan

Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Organ baik fisik maupun psikis dapat dikatakan matang apabila dapat menjalankan fungsinya masing-masing.

3. Pembentukan

Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan. Dapat dibedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar). 4. Minat dan pembawaan yang khas

Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring motivasi). Dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan dalam dunia luar itu, lama kelamaan timbullah minat terhadap sesuatu. Minat itulah yangmendorong seseorang untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.

5. Kebebasan

(27)

bebas pula memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan inteligensi (Dalyono, 2009: 188-189).

c.Karakteristik Umum dalam Inteligensi atau Kecerdasan antara lain: 1.Kemampuan untuk belajar dan mengambil manfaat dari pengalaman; 2. Kemampuan untuk belajar atau menalar secara abstrak;

3.Kemampuan untuk beradaptasi terhadap hal-hal yang timbul dari perubahan dan ketidakpastian lingkungan;

4.Kemampuan untuk memotivasi diri guna menyelesaikan secara tepat tugas-tugas yang perlu diselesaikan.

Menurut pandangan para ahli dapat disimpulkan bahwa kecerdasan atau Inteligensi adalah kemampuan untuk menguasai kemampuan tertentu. Inteligensi atau kecerdasan adalah suatu kekuatan atau kemampuan untuk melakukan sesuatu.

d.Pengertian Emosi

(28)

dengan pikiran dan perasaan yang meliputi rasa senang, cinta, terharu, sedih, marah, cemburu, cemas, takut, panik dan sebagainya.

e.Pengertian Kecerdasan Emosi

Davies (Casmini, 2007: 17) menjelaskan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dirinya sendiri dan orang lain, membedakan satu emosi dengan lainnya dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun proses berpikir dan berperilaku seseorang. Daniel Goleman (Hariwijaya, 2005: 7) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosi adalah :

1.Kemampuan seseorang untuk mengenali emosi pribadinya sehingga tahu kelebihan dan kekurangnnya;

2.Kemampuan sesorang untuk mengelola emosi tersebut;

3.Kemampuan seseorang untuk memotivasi dan memberikan dorongan untuk maju kepada diri sendiri;

4.Kemampuan seseorang untuk mengenal emosi dan kepribadian orang lain; 5.Kemampuan seseorang untuk membina hubungan dengan pihak lain secara baik. Jika kita memang mampu memahami dan melaksanakan kelima wilayah utama kecerdasan emosi tersebut, maka semua perjalanan bisnis atau karier apapun yang kita lakukan akan lebih berpeluang berjalan mulus. John Mayer (Lawrence E. Shapiro, 1997: 5) untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.

Kualitas-kualitas tersebut anatara lain adalah : a. Empati;

b. Mengungkapkan dan memahami perasaan; c. Mengendalikan amarah;

d. Kemandirian;

e. Kemampuan menyesuaikan diri; f. Disukai;

g. Kemampuan memecahkan masalah antarpribadi; h. Ketekunan;

(29)

Kesimpulan yang dapat diperoleh mengenai pengertian kecerdasan emosi adalah jenis kecerdasan yang fokusnya memahami, mengenali, merasakan, mengelola dan memimpin perasaan sendiri dan orang lain serta mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadi dan sosial. Kecerdasan dalam memahami, mengenali, meningkatkan, mengelola dan memimpin motivasi diri sendiri dan orang lain serta mengaplikasikannya dalam kehidupan pribadi dan sosial.

Kecerdasan dalam memahami, mengenali, meningkatkan, mengelola dan memimpin motivasi diri sendiri dan orang lain untuk mengoptimalkan fungsi energi, informasi, hubungan dan pengaruh bagi pencapaian-pencapaian tujuan yang dikehendaki dan ditetapkan.

f.Aspek-aspek Kecerdasan Emosi

Daniel Goleman (2005: 58-59) Aspek-aspek Kecerdasan Emosi menurut Salovey yang menempatkan kecerdasan pribadi Gardner yang mencetuskan aspek-aspek kecerdasan emosi sebagai berikut :

1. Mengenali emosi diri

Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Aspek mengenali emosi diri terjadi dari: kesadaran diri, penilaian diri, dan pe rcaya diri. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosi, para ahli psikologi menyebutkan bahwa kesadaran diri merupakan kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.

2. Mengelola emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan inividu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu.

3. Memotivasi diri sendiri

Dalam mengerjakan sesuatu, memotivasi diri sendiri adalah salah satu kunci keberhasilan.Mampu menata emosi guna mencapai tujuan yang diinginkan.Kendali diri secara emosi, menahan diri terhadap kepuasan dan megendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan di segala bidang.

4. Mengenali emosi orang lain

(30)

dengan ikut merasakan apa yang dialami oleh orang lain. Menurut Goleman (2005: 59) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi dan mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan oleh orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

5. Membina hubungan dengan orang lain

Kemampuan membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Keterampilan ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi. Orang yang dapat membina hubungan dengan orang lain akan sukses dalam bidang apa pun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.

Menurut Goleman (2005: 274) ada tujuh unsur kemampuan anak yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi adalah

 Keyakinan

Perasaan kendali dan penguasaan seseorang terhadap tubuh, perilaku, dan dunia; perasaan anak bahwa ia lebih cenderung berhasil daripada tidak dalam apa yang dikerjakannya,dan

bahwa orang-orang dewasa akan bersedia menolong.  b. Rasa ingin tahu

Perasaan bahwa menyelidiki sesuatu itu bersifat positif dan menimbulkan kesenangan.

 Niat

Hasrat dan kemapuan untuk berhasil, dan untuk bertindak berdasarkan niat itu dengan tekun, ini berkaitan dengan perasaan terampil, perasaan efektif.

 Kendali diri

Kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan tindakandengan pola yang sesuai dengan usia; suatu rasa kendali batiniah.

 Keterkaitan

(31)

 Kecakapan berkomunikasi

Keyakinan dan kemampuan verbal untuk bertukar gagasan,perasaan dan konsep dengan orang lain. Ini ada kaitannya dengan rasa percaya pada orang lain dan kenikmatan terlibat

dengan orang lain, termasuk orang dewasa  Koperatif

Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain, termasuk orang dewasa.

Apabila unsur-unsur di atas dapat terpenuhi dengan baik, akan mempermudah remaja untuk mencapai keberhasilan dalam menguasai, mengelola emosi dan memotivasi diri yang berkaitan erat dengan kecerdasan emosi.

g.Faktor-faktor kecerdasan Emosi

Kecerdasan emosi juga akan dipengaruhioleh beberapa faktor penting penunjangnya. Menurut Goleman (Casmini, 2007: 23-24) ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kecerdasan emosi antara lain :

1.Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri seseorang. Setiap manusia akan memiliki otak emosional yang di dalamnya terdapat sistem saraf pengatur emosi atau lebih dikenal dengan otak emosional. Otak emosional meliputi keadaan amigdala, neokorteks, sistem limbik, lobus prefrontal dan keadaan lain yang lebih kompleks dalam otak emosional.

2.Faktor eksternal adalah faktor pengaruh yang berasal dari luar diri seseorang. Faktor eksternal kecerdasan emosi adalah faktor yang datang dari luar dan mempengaruhi perubahan sikap. Pengaruh tersebut dapat berupa perorangan atau secara kelompok. Perorangan mempengaruhi kelompok atau kelompok mempengaruhi perorangan. Hal ini lebih memicu pada lingkungan. Seseorang akan memiliki kecerdasan emosi yang berbeda-beda. Ada yang rendah, sedang maupun tinggi.

Dapsari (Casmini, 2007: 24) megemukakan ciri-ciri kecerdasan emosi yang tinggi antara lain :

1. Optimal dan selalu berpikir positif

(32)

2. Terampil dalam membina emosi

Terampil di dalam mengenali kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi dan kesadaran emosi terhadap orang lain.

3. Optimal pada kecakapan kecerdasan emosi meliputi : intensionalitas, kreativitas, ketangguhan, hubungan antar pribadi, ketidakpuasan konstruktif

4. Optimal pada emosi belas kasihan atau empati, intuisi, kepercayaaan, daya pribadi, dan integritas.

5. Optimal pada kesehatan secara umumkualitas hidup dan kinerja yang optimal.

h.Kategori kecerdasan emosi

Kecerdasan emosi seseorang dapat pula dikategorikan seperti halnya kecerdasan inteligensi.Tetapi kategori tersebut hanya dapat diketahui setelah seseorang melakukan tes kecerdasan emosi. Dalam penelitian ini juga akan diketahui anak yang memiliki kecerdasan emosi tinggi, rendah maupun sedang. Hal tersebut dapat dilihat setelah anak melakukan tes kecerdasan emosi. Kategorisasi kecerdasan emosi akan diketahui pada skor tertentu, tergantung pada jenis kecerdasan emosinya. Adapun ciri-ciri seseorang dikatakan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi apabila ia secara sosial mantap, mudah bergaul dan jenaka. Tidak mudah takutatau gelisah, mampu menyesuaikan diri dengan beban stres.Memiliki kemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang-orang atau permasalahan, untuk mengambil tanggung jawab dan memiliki pandangan moral. Kehidupan emosional mereka kaya, tetapi wajar, memiliki rasa nyaman terhadap diri sendiri, orang lain serta lingkungannya (Goleman, 2005: 60-61).

(33)

2.2.3 Konsep Efikasi Diri

Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowwledge yang paling berpengaruh dalam kehudupan maanusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi.

a. Pengertian Efikasi Diri

Bandura adalah tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (self-efficacy). Ia mendefenisikan bahwa efikasi dirii adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Sementara itu, Baron dan Byrne (1991) mendefenisikanan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura dan Woods menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi.

Meskipun Bandura menganggap bahwa efikasi diri terjadi pada suatu kemampuan fenomena situasi khusus, para peneliti yang lain telah membedakan efikasi diri khusus dari efikasi diri secara umum atau generalized self-efficacy.efikasi diri secara umum menggambarkan suatu penilaian dari seberapa baik seseorang dapat melakukan suatu perbuatan pada situasi yang beraneka ragam.

Efikasi diri secara umum berhubungan dengan dengan harga diri atau self-esteem karena keduanya merupakan aspek dari penilaian dari yang berkaitan dengan kesuksesan atau kegagalan seseorang sebagai seorang manusia.50 Meskipun

(34)

Bandura (1997) mengatakan bahwa efikasi diri pada dasarnya adalah hasil proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau penghargaan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Menurut dia, efikasi diri tidak berkaitann dengan kecakapan yang dimiliki, tapi berkaitan dengan keyakinan individu mengenai hal apa yang dapat dilakukan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa pun besarnya. Efikasi diri menekannkan pada komponen keyakinan diri yang dimiliki seseorang dalam menghadapi situasi yang akan datang yang mengandung kekaburan, tidak dapat diramalkan, dan sering penuh dengan tekanan. Meskipun efikasi diri memiliki suatu pengaruh sebab-musabab yang besar pada tindakan kita, efikasi diri berkombinasi dengan lingkungan, perilaku sebelumnya, dan variabel-variabel personal lainnya, terutama harapan terhadap hasil untuk menghasilkan perilaku. Efikasi diri akan mempengaruhi beberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang. Gist dan Mitchell mengatakan bahwa efikasi diri dapat membawa pada perilaku yang berbeda di antatara individu dengan kemampuan yang sama kaena efikasi diri memengaruhi pilihan, tujuan, pengatasan masalah, dan kegigihan dalam berusaha (Judge dan Erez, 2001).

Seseorang dengan efikasi diri percaya bahwa mereka mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan seseorang dengan efikasi diri rendah menganggap dirinya pada dasarnya tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada disekitarnya. Dalam situasi yang sulit, orang dengan efikasi yang rendah cenderung mudah menyerah. Sementara dengan orang dengan efikasi diri yang tinggi akan berusaha lebih keras untuk mengatasi tantangan yang ada. 51 Hal senada juga di ungkapkan oleh Gist, yang menunjukkan bukti bahwa

perasaan efikasi diri memainkan satu peran penting dalam mengatasi memotivasi pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan yang menantang dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan tertentu.

(35)

kuat mendorong para pekerja untuk tetap tenang dan mencari solusi daripada merenung ketidakmampuannya. Usaha dan kegigihan menghasilkan prestasi.

Judge dkk, menganggap bahwa efikasi diri ini adalah indikator positif dari core self-evaluation untuk melakukan evaluasi diri yang berguna untuk memahami diri (Judge dan Bono,2001). Efikasi diri merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau sel-knowledge yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia sehari-hari karena efikasi diri yang dimiliki ikut memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, termasuk di dalamnya perkiraan terhadap tantangan yang akan dihadapi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri secara umum keyakinan seseorang mengenai kemampuannya dalam mengatasi beraneka ragam situasi yang muncul dalam hidupnya. Efikasi diri tidak berkaitan dengan kecakapan yang ia miliki seberapa aspek dari kognisi dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, perilaku satu individu akan berbeda dengan individu yang lain.

b. Perkembangan Efikasi Diri

Efikasi diri merupakan unsur kepribadian yang berkembang melalui pengamatan-pengamatan individu terhadap akibat-akibat tindakannya dalam situasi tertentu. Persepsi sesorang mengenai dirinyanya dibentuk selama hidupnya melalui reward

dan punishment dari orang-orang disekitarnya. Unsur penguat (reward dan

punishment) lama-kelamaan dihayati sehingga terbentuk pengertian dan keyakinan mengenai kemampuan diri. Bandura (1997) mengatakan bahwa persepsi terhadap efikasi diri setiap individu berkembang dari pencapaian secara berangsur-angsur akan kemampuan dan pengalaman tertentu secara terus-menerus. Kemampuan memersepsikan secara kognitif terhadap kemampuan yang dimiliki memunculkan keyakinan atau kemantapan diri yang akan digunakan sebagai landasan bagi individu untuk berusaha semaksimal mungkin mencapai target yang telah ditetapkan.

Menurut Bandura (1997) efikasi diri dapat ditumbuhkan dan dipelajari melalui empat sumber informasi utama. Beriku ini adalah empat unsur-unsur informasi tersebut.

1.Pengalaman keberhasilan (mastery experience)

(36)

individu, sedangkan pengalaman kegagalan akan menurunkannya. Setelah efikasi diri yang kuat berkembang melalui serangkaian keberhasilan, dampak negatif dari kegagalan-kegagalan yang umum akan terkurangi. Bahkan kemudian kegagalan diatasi dengan usaha-usaha tertentu yang dapat memperkuat motivasi diri apabila seseorang menemukan lewat pengalaman bahwa hambatan tersulit pun dapat di atasi melalui usaha yang terus-menerus.

2. Pengalaman orang lain (vicarious experience)

Pengamatan terhadap keberhasilan orang lain dengan kemampuan yang sebanding dalam mengerjakan suatu tugas akan meningkatkan efikasi diri individu dalam mengerjakan tugas yang sama. Begitu pula sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan menurunkan penilaian individu mengenai kemampuannya dan individu akan mengurangi usaha yang akan dilakukan.

3. Persuasi verbal (verbal persuasion)

Pada persuasi verbal, individu diarahkan dengan saran, nasihat, dan bimbingan sehingga dapat meningkatkan keyakinannya tentang kemampuan-kemampuan yang dimiliki yang dapat membantu mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal cenderung akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan. Menurut Bandura (1997), pengaruh persuasi verbal tidaklah terlalu besar karena tidak memberikan suatu pengalaman yang dapat langsung dialami atau diamati individu. Dalam kondisi yang menekan dan kegagalan terus-menerus, pengaruh sugesti akan cepat lenyap jika mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan.

4. Kondisi fisiologis (psysiological state)

Individu akan mendasarkan informasi mengenai kondisi fisiologis mereka untuk menilai kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang menekan dipandang individu sebagai suatu tanda ketidakmampuan karena hal itu dapat melemahkan perfomansi kerja individu.

c. Aspek-Apek Efikasi Diri

(37)

1. Dimensi tingak level (level)

dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan meliputi tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang di rasakannya.

2. Dimensi kekuatan (strength)

Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tiggi level taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.

3. Dimensi generalisasi (geneality)

Dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkain aktivitas dan situasi yang bervariasi.

2.2.4 Konsep Kemandirian

Para ahli psikologi menggunakan dua istilah yang berkaitan dengan kemandirian yaitu independence dan autonomy (Steinberg, dalam Hendriyani 2005). Seiring dengan pertambahan usia seseorang maka terjadilah perubahan pada tugas perkembangannya. Begitu pula perubahan dalam penggunaan istilah-istilah yang menunjukan kemandirian. Istilah independence dan autonomy sering dipertukarkan (interchangeable) sesuai dengan penggunaan konsep kedua istilah tersebut (Steinberg, 1993). Istilah tersebut memiliki arti yang sama yakni kemandirian, tetapi secara konseptual kedua istilah tersebut berbeda.

(38)

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa independence menunjukan pada kapasitas seseorang untuk memperlakukan dirinya sendiri. Seseorang yang sudah memiliki independence akan mampu melakukan sendiri aktivitas dalam kehidupan tanpa adanya pengaruh pengawasan orang lain terutama orang tua. Misalnya, ketika anak hendak pergi ke sekolah, ia akan memakai baju seragam sekolah dengan sendirinya tanpa harus dibantu orang tua untuk memakaikannya. Kemandirian yang mengarah pada konsep independece ini merupakan bagian dari perkembangan autonomy selama masa remaja, namun autonomy mencakup dimensi yang lebih luas lagi yaitu dimensi emosional, behavioral dan nilai (Steinberg, 1993).

Ryan & Lynch (Hendriyani, 2005) berpendapat bahwa “autonomy is an ability to regulate one’s behavior, to select and guide one’s decision and action, without undue control from parent or dependence on parent”. Kemandirian adalah kemampuan dalam mengatur tingkah laku, menyeleksi dan membimbing keputusan dan perilakunya tersebut tanpa ada paksaan serta pengontrolan dari orang tua atau pengawasaan orang tua. Kemampuan tersebut berarti individu mampu mengelola potensi yang dimilikinya dan siap menerima konsekuensi dari keputusan yang diambil. Dinyatakan pula oleh Kartadinata (Hendriyani, 2005) bahwa kemandirian sebagai kekuatan motivasional dalam diri individu untuk mengambil keputusan dan menerima tanggung jawab atas konsekuensi keputusan itu. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Siahaan (Ningsih, 2005) yang menjelaskan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri atau menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya, agar tidak tergantung pada orang lain, baik dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhannya, maupun dalam mengatasi kesulitan dan tantangan yang dihadapinya serta bertanggung jawab dan berdiri sendiri. Dikemukakan pula oleh Conell (Hendriyani, 2005) bahwa “autonomy is experience of choice in the intuition, maintenance and regulation of behaviour and the experience of connectedness between one’s action and personal goa ls and values”.

(39)

kemandirian, yaitu mencakup kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. Konsep yang diberikan oleh Lerner ini hampir senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (Budiman, 2006) bahwa kemandirian ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Dengan kata lain kemandirian tersebut merupakan kemampuan dalam mengelola diri sehigga ia mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki dalam berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dinyatakan pula oleh Steinberg (1993) bahwa kemandirian adalah kemampuan individu dalam mengelola dirinya sendiri. Individu yang mandiri menurut Steinberg adalah individu yang mampu mengelola dirinya sendiri. Steinberg (1993) mengemukakan ada tiga aspek kemandirian yaitu :

1. Emotional autonomy, mengacu kepada tidak melihat orang dewasa sebagai orang yang serba tahu, tidak bergantung pada orang dewasa, individuated dengan pertimbangan sendiri

2. Behavioral autonomy, perubahan kedekatan emosional; yakni mampu membuat keputusan berdasarkan pertimbangan sendiri, mencapai keputusan yang bebas, berfikir semakin abstrak

3. Value autonomy, ditandai dengan mengemukakan pendapat benar-salah, penting dan tidak penting, keyakinan pada prinsip ideologi, keyakinan pada nilai-nilai sendiri. Konsep kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep Steinberg (1993) yang dalam tulisannya menggunakan istilah autonomy. Menurutnya individu mandiri adalah individu yang mampu mengelola dirinya sendiri (self governing person).

Gambar

Gambar   2.1  Kerangka  Pikir  Hubungan  antara  dukungan  sosial,  kecerdasan
Tabel 3.3 Koefisien Korelasi (r) Kecerdasan emosional
tabel. Untuk uji validitas angket Efikasi Diri disajikan pada tabel 3.4
Tabel 3.5 Koefisien Korelasi (r) Kemandirian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2004, tahun 2005, dan tahun 2006 arus kas mengalami penurunan, hal ini berarti perusahaan tidak stabil dalam

Cara mengajukan banding yaitu dengan membuat surat permohonan banding ke Pengadilan Pajak, dengan syarat-syarat banding diajukan dengan surat permohonan dalam

Setelah itu digambarkan dengan skala biasa w (%) sebagai absis dan  d sebagai ordinat sehingga akan diperoleh Lengkung Kompaksi. Dari puncak Lengkung Kompaksi ditarik garis

Membuat laporan portofolio dalam berbagai bentuk seperti tulisan, foto dan gambar yang mendeskripsikan pengetahuan sumber daya dan proses produksi pembuatan karya dan

Proses pengadaan untuk pekerjaan tersebut akan dilaksanakan dengan. Pengadaan Langsung sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 70

Tujuan utama yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah mendapatkan gambar desain 3D dan prototype suvenir tempat kartu nama dengan memanfaatkan kolaborasi

ukuran panjang dan lebar lapangan. Pada cara 1, siswa menentukan ukuran panjang 750 meter dan ukuran lebar 500 meter. Siswa menuliskan ukuran panjang dan lebar 750 meter

Maka penting sekali dilakukan penelitian tentang Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Nyeri Pada Pergelangan Tangan Pada Tenaga Kerja Di PT.Ulam Tiba