Implementasi Membangun Indonesia Dari Desa
(Dosen: Prof. Gunawan Sumodiningrat, Ph.D.)TUGAS KELOMPOK PEREKONOMIAN INDONESIA
Oleh:
1. Diana Anggarini 15/377286/EK/20258 2. Dinda Rosiana Hadi 15/377287/EK/20259 3. Lafran Fairuz 15/377303/EK/20275 4. Pramudita Nurmalasari 15/377312/EK/20284 5. Prastiwi Ika Ramdhani 15/377313/EK/20285 6. Rahmat Nurkahfi Pratama 15/377314/EK/20286
7. Richie 15/377316/EK/20288
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
i KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-Nya Kami sebagai penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul,
“IMPLEMENTASI MEMBANGUN INDONESIA DARI DESA”.
Walaupun terdapat beberapa hambatan selama penulisan paper ini seperti masih kurangnya pengetahuan dan kurangnya informasi, tetapi penulis tetap berusaha untuk menyelesaikan paper ini dengan baik.
Dalam penulisan paper ini, terdapat beberapa pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan masukan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Gunawan Sumodiningrat, Ph.D. selaku dosen Perekonomian Indonesia,
2. Herdiana selaku asisten dosen Perekonomian Indonesia, 3. Perangkat Desa Nglanggeran,
4. Penduduk Desa Nglanggeran,
5. Rekan-rekan mahasiswa kelas Perekonomian Indonesia Tahun Ajaran 2016/2017
Penulis berharap semoga paper ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Apabila ada kesalahan dan kritik penulis mohon maaf dan terimakasih atas saran yang diberikan.
Yogyakarta, 7 Oktober 2016
ii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 2
1.3Tujuan Penulisan ... 2
BAB II LANDASAN TEORI ... 3
2.1Ekonomi ... 3
2.2Perekonomian Indonesia ... 3
2.3Membangun Indonesia Dari Desa ... 5
2.4Profil Desa Nglanggeran ... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 9
3.1Metode Pengambilan Data ... 9
3.2Batasan Penelitian ... 9
BAB IV PEMBAHASAN ... 10
4.1Pelaksanaan Pembangunan Desa ... 10
4.2Optimalisasi Potensi Desa ... 12
BAB V PENUTUP ... 17
5.1Kesimpulan ... 17
5.2Saran ... 17
DAFTAR PUSTAKA ... 19
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia sejatinya telah dilaksanakan sejak
kemerdekaan hingga sekarang demi menciptakan kesejahteraan umum bagi
seluruh masyarakat Indonesia. Pembangunan pun dapat dikatakan berhasil apabila
terjadi peningkatan produksi, pendapatan, maupun tabungan dari masyarakat.
Namun, yang terjadi adalah pembangunan yang selama ini dilakukan di Indonesia
belum merata. Masih banyak daerah di Indonesia belum mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pendidikan secara layak ataupun belum mendapatkan infratruktur
yang memadai. Seperti contohnya dalam masalah infrastuktur, kerap adanya
pemberitaan mengenai anak sekolah yang masih harus jalan ke sekolah dengan
jalanan yang rusak, melalui jembatan yang roboh, bahkan harus bersusah payah
menyebramgi sungai yang aliran airnya deras, karena mereka belum merasakan
infratruktur dari pemerintah di daerahnya.
Angka pertumbuhan di Indonesia per September 2015 pun hanya sebesar
4,93%, jauh dari harapan Indonesia untuk menjadi negara maju yang
membutuhkan minimal pertumbuhan sebesar 7% (KPPIP, 2016). Membangun
Indonesia memanglah tidak mudah, sehingga dalam menciptakan pembangunan
yang menghasilkan pertumbuhan Indonesia harus melibatkan semua pihak
termasuk masyarakat. Pemerintah diharapkan untuk tidak bergerak secara
mandiri, tetapi masyarakat Indonesia pun harus senantiasa sadar untuk
membangun Indonesia demi mencapai kesejahteraan juga melibatkan masyarakat.
Pembangunan harus dilaksanakan melalui konsep pemberdayaan (empowerment)
yaitu menekankan pada lapisan masyarakat yang produktif. Pemberdayaan
masyarakat tentunya harus dimulai dari desa, yaitu bagaimana menggerakkan
masyarakat dan perangat desa untuk bersama-sama sejalan menciptakan ekonomi
Indonesia yang lebih baik. Hal itu dengan kata lain, pertumbuhan harus dimulai
2 Indonesia menjadi masyarakat desa yang berdaya dan ikut menyumbang
pembangunan di Indonesia. Jika hal tersebut terlaksana secara menyeluruh, maka
tidak ada lagi kata kesenjangan Si Miskin dan Si Kaya, karena setiap individu,
kelompok, maupun desa telah mampu berproduksi dan menghasilkan
pendapatannya sendiri.
Oleh karenanya, untuk mengetahui pelaksanaan pembangunan dari desa,
penulis memilih Desa Nglanggeran daerah Gunungkidul sebagai contoh desa yang
telah melaukan pembangunan dan pemberdayaan terhadap masyakarakatnya.
Melalui makalah ini penulis mencoba menjelaskan secara menyeluruh mengenai
Desa Nglanggeran yang berupaya untuk turut berkontribusi dalam menciptakan
pembangunan di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pelakasanaan pembangunan desa yang terdapat di Desa
Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul?
1.2.2 Bagaimana optimalisasi potensi desa yang terdapat di Desa
Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui upaya pelaksanaan pembangunan desa di Desa
Nglanggeran, Gunungkidul,
1.3.2 Untuk mengetahui cara optimalisasi potensi desa yang terdapat di
3 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ekonomi
Ekonomi adalah cara masyarakat dalam mengatur sumber daya yang
terbatas (scarce) karena tidak semuanya bisa diproduksi sendiri. Sumber daya ini
dialokasikan kepada semua rumah tangga yang ada untuk digunakan dalam
rangka melakukan produksi, konsumsi dan distribusi. Dalam sebuah
perekonomian, pemerintah memegang peran untuk membuat peraturan agar
semua sumber daya yang ada teralokasikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi eksploitasi atau pemanfaatan yang
sewenang-wenang dan besar-besaran.
Ekonomi terjadi ketika pihak yang melakukan produksi dapat berkonsumsi
dan sebaliknya. Ketika terjadi kegiatan jual dan beli menandakan telah
tercapainya suatu keadaan equilibrium dimana permintaan akan suatu barang
dapat dipenuhi, atau demand sama dengan supply. Jika digambarkan dalam grafik
titik perpotongan antara garis permintaan dan penawaran merupakan titik
keseimbangan, dan dapat dilihat harga keseimbangan dan jumlah keseimbangan.
2.2 Perekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia merupakan sebuah peristiwa mengenai ekonomi
negara Indonesia. Perekonomian Indonesia telah mengalami bermacam-macam
perubahan struktur dikarenakan adanya berbagai permasalahan. Jika dilihat dari
4 perekonomian Indonesia selalu berubah menyesuaikan dengan negara penjajah.
Bahkan setelah terlepas dari penjajahan, Indonesia perlu beberapa kali mengubah
sistem perekonomian demi mempertahankan stabilitas ekonomi (sustainability).
Pada awal kemerdekaan tercatat Indonesia mengalami pertumbuhan
ekonomi yang cukup baik, disebabkan masih membaranya semangat merebut
kemerdekaan dari penjajah. Rakyat masih semangat dalam membuktikan kepada
dunia bahwa Indnesia layak dan mampu berdiri sendiri. Namun karena semua
orang berusaha untuk menjadi penguasa dan terjadi perpecahan antar partai
politik, menyebabkan kondisi politik menjadi tidak stabil. Hal ini berdampak pada
kehancuran perekonomian. Inflasi yang tinggi karena jumlah uang beredar yang
meningkat (dengan tiga mata uang berbeda), defisit anggaran, bahkan konfrontasi
dengan Malaysia. Kejadian di orde lama (1950-1966) ini membuat pemerintah
bekerja keras untuk keluar dari keterpurukan ekonomi. Mulai dari kebijakan
pemotongan nilai uang sampai rancangan pembangunan lima tahun.
Kebijakan-kebijakan ini mengalami kegagalan, salah satunya disebabkan oleh kondisi
perekonomian dunia yang sedang buruk.
Selanjutnya Indonesia memasuki masa pemerntahan Orde Baru
(1966-1998). Fokus pemerintah tertuju pada pengendalian inflasi tinggi dari pemerintah
sebelumnya. Pada awal orde baru sampai dengan tahun 90-an, Indonesia
mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Terbukti dengan kondisi ekonomi
membaik pasca inflasi tinggi. Namun pada 1997 Indonesia kembali tersandung
krisis yang berujung pada runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Pemerintahan
seletah orde baru disebut Reformasi, yang masih berjalan sampai sekarang. Fokus
pemerintah tertuju pada peningkatan pendapatan per kapita, pengendalian inflasi
dan perekonomian di skala mikro.
Secara umum kebijakan pemerintah yang telah dilakukan dikelompokkan
menjadi: pemulihan dan rehabilitasi (1966-1970) dilakukan untuk mengendalikan
inflasi, pertumbuhan pesat pendapatan perkapita (1971-1981) dari meningkatnya
harga beras dan minyak bumi, penyesuaian pada penurunan drastis harga minyak
5 pembangunan demi terwujudnya kesejahteraan yang merata terus menerus
dilakukan dan semakin difokuskan pada unit pemerintahan terkecil yaitu desa.
2.3 Membangun Indonesia Dari Desa
Membangun Indonesia dari desa dilakukan dengan memberdayakan
sumber daya yang ada di desa. Membangun merupakan suatu proses perubahan
struktural menuju kebahagiaan, diukur dengan pendapatan perkapita (kuantitatif)
dan tingkat pengetahuan (kualitatif). Sedangkan pemberdayaan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia berarti kekuatan, upaya dan kemampuan nuntuk
bertindak. Indonesia yang terdiri dari banyak sekali desa, maka dari itu dengan
memberdayakan masyarakat desa diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
Indonesia secara utuh dan merata.
Dalam ketentuan umum UU nomor 32 tahun 20041 tentang pemerintah
daerah menyatakan bahwa desa atau yag disebut nama lain merupakan kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Menurut UU no 6 tahun 2014 tentang desa, desa
adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut
desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memilki batas wilayah yang
berwewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasar prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara kesatuan
Republik Indonesia.
Desa akan terbentuk harus memiliki unsur-unsur desa yang nantinya akan
menjadi kompenen penunjang kelangsungan hidup desa tersebut. Unsur-unsur
desa menurut Bintarto dalam bukunya Pengantar Geografi Desa (1969) adalah
sebagai berikut,
1
Sumodiningrat, G. (2016). Membangun Indonesia dari Desa. Dalam Membangun
6 a. Daerah, wilayah pedesaan pasti memiliki wilayah sendiri dengan
berbagai aspeknya seperti lokasi, luas, bentuk lahan, keadaan tanah,
dan keadaan tata air, dll.
b. Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran, dan
mata pencaharian penduduk.
c. Tata kehidupan, sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat,
norma-norma yang berlaku di daerah tersebut, pola pengaturan sistem
pergaulan warga masyarakat dan pola-pola budaya daerah lainnya.
Dengan adanya kompenen penunjang pembangunan desa seperti
daerahnya, penduduknya, dan tata kehidupannya akan membuat sinergisitas dalam
pembangunan ekonomi desa. Dalam hal ini, unsur desa harus ikut diberdayakan
pula atau dengan kata lain semua unsur desa ikut terlibat dalam membangun desa.
Cara pemberdayaan seperti ini dapat ditempuh dengan melakukan cara-cara
seperti memberikan modal usaha kepada masyarakat, meningkatkan kualitas
sumber daya manusia terutama di daerah pedesaan, meningkatkan kemampuan
pemasaran untuk hasil-hasil produksi desa, meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi melalui penerapan teknologi yang sesuai dengan skala usaha, dan
penerapan sistem informasi yang baik dan dapat diakses dengan mudah
Kegiatan pemberdayaan dilakukan melalui 3 konsep yaitu:
1. One Person One Product (OPOP) atau satu orang satu produk
Konsep dimana setiap orang harus memiliki produk yang dapat
dipertukarkan secara ekonomi sehingga menghasilkan pendapatan. Hal
ini dilakukan untuk menyadarkan bahwa setiap manusia harus
membangun jiwa dan raganya sendiri. Semua orang yang telah
berproduksi diharapkan mendapatkan keuntungan dari kegiatan
tukar-menukar barang, keuntungan ini dapat ditabung untuk digunakan di
amsa yang akan dating. OPOP dilakukan karena pembangunan dimulai
dari manusia sebelum diteruskan kepada pembangunan infrastruktur.
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam pembangunan,
diharapkan dengan adanya konsep ini semua orang akan menyadari
7 ekonomi harus dimulai ada suatu tempat, dan akan lebih baik jika
tempat itu adalah diri mereka masing-masing.
2. One Village One Product (OVOP) atau satu desa satu produk.
Ketika semua orang sudah memiliki 1 produk, kemudian diperkuat
dengan pembentukan OVOP. Diharapkan muncul 1 produk unggulan
dari setiap desa yang benar-benar menggunakan sumber daya yang
ada, sehingga menonjolkan ciri khas dari desa tersebut. Upaya
revitalisasi akan lebih mudah dilakukan dengan konsep ini karena
skalanya tidak terlalu luas, pelatihan dan pengawasan yang dilakukan
juga lebih efektif. Produk-produk ini diharapkan memiliki 3
karakteristik: local yet global yaitu barang hasil produksi memiliki ciri
khas desa produsen dan juga diminati masyarakat luas sesehingga
dapat diekspor, mandiri kreatif inovatif yaitu hasil produksi
benar-benar produk unggulan yang dalam pengembangannya mendapat
bantuan dari pemerintah, dan capacity building yaitu pengembangan
produk menyesuaikan perkembangan zaman, tekologi, trend dan
permintaan. Produk yang dipilih tidak sekedar produk unggulan, tapi
harus memiliki nilai jual tinggi sehingga dapat menghidupi masyarakat
dalam jangka panjang dan berkelanjutan.
3. One Village One Coopertation (OVOC) atau satu desa satu usaha
OVOC erat hubungannya dengan Badan Usaha Milik Desa
(BUMDes) dan Badan Usaha Milik Petani (BUMP). Setelah
munculnya satu produk unggulan, perlu ada 1 institusi yang mengelola
secara profesional. Bentuk badan usaha yang dipilih adalah koperasi,
karena koperasi menggunakan struktur organisasi profesional yang
juga mencari keuntungan bagi semua anggotanya. OVOC merupakan
bentuk revitalisasi desa dimana semua hasil produksi diberi wadah
untuk diperjual belikan, yatu pasar. Pembangunan infrastruktur pasar
8 berbelanja di pasar modern, tetapi juga menengok hasil produksi dari
desa.
Dengan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan, diharapkan bisa terlihat
sebuah potensi desa dimana potensi desa baik fisik maupun non-fisik dapat
dikembangkan sehingga dapat memberikan pengaruh pada desa itu sendiri dan
juga merambat ke desa-desa lain sampai menuju kota-kota lain di seluruh
Indonesia.
2.4 Profil Desa Nglanggeran
Desa Nglanggeran secara administratif berada di Kecamatan Patuk,
Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi D.I. Yogyakarta, mempunyai luas wilayah
762.7909 hektar, dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Desa Ngoro-Ngoro
b. Sebelah Selatan : Desa Putat
c. Sebelah Barat : Desa Salam
d. Sebelah Timur : Desa Nglegi
Letak kawasan Nglanggeran dari pusat pemerintahan Desa Nglanggeran
(Handoko, 2010) berada pada jarak kurang lebih 5 km, sedangkan dari Ibukota
Kabupaten kurang lebih 22 km, dan jarak dari Ibukota Provinsi sekitar kurang
lebih 23 km. Secara geografis Desa Nglanggeran berada pada posisi UTM zone
49 tepatnya 451.207 mT 445.215 mT 9.133.409 mU 9.131.055 mU dengan
ketinggian tanah dari permukaan air Laut antara 200-700 mdpl. Kondisi topografi
Kawasan Nglanggeran cukup beragam, yakni terdiri dari dataran rendah, tinggi,
dan pantai. Secara topografi dan kaitannya dengan pengembangan kecamatan di
Gunung Kidul yang terbagi menjadi 3 zona (Zona Batur Agung, Zona Ledok
Wonosari-Tinggian Panggung, dan Zona Pegunungan Seribu). Kawasan
Nglanggeran merupakan bagian dari Zona Batur Agung yang berada di bagian
utara Kabupaten Gunung Kidul. Zona Batur Agung sendiri merupakan
pegunungan blok patahan yang tersusun oleh batuan sediment vulkanik berumur
oligo-miosen-miosen tengah. Elevasi di zona ini 200-800 mdpl, dengan
kemiringan lereng rata-rata 200-350. Pengembangannya diarahkan sebagai
9 lahan kering dan lahan basah serta kawasan perbatasan. Luas Zona Batur Agung
adalah 42.283 ha meliputi Kecamatan Patuk, Kecamatan Nglipar, Kecamatan
Ngawen, Kecamatan Semin, Kecamatan Ponjong bagian utara, dan Kecamatan
Gedangsari bagian utara.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Pengambilan Data
Dalam paper ini, Kami meggunakan metode naratif dengan mengambil
beberapa data sekunder tak langsung. Maksudnya adalah data yang diperoleh
bukan merupakan data primer atau data asli melainkan data tersebut sudah berada
dalam satu sistem yang sudah diolah oleh sistem yang ada serta Kami
memperoleh datanya dari sebuah website. Sehingga terdapat beberapa data yang
diambil dari website desa, dimana Kami selaku penulis mengambil subjek
penelitian yaitu Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul,
Daerah Istimewa Yogyakarta.
3.2 Batasan Penelitian
Kami membatasi pembahasan untuk paper ini pada kegiatan pembangunan
desa yang mulai dari alasan, cara dan juga perbandingan teori dengan realita yang
10 BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pelaksanaan Pembangunan Desa
Dengan perubahan yang telah terjadi terhadap sistem pemerintahan dimana
daerah pemerintahan paling kecil beralih ke desa membuat desa sebagai sebuah
badan yang dapat mengatur dan memiliki otonomi sendiri. Pemerintahan desa
yang sebelumnya hanya sebatas penghubung antar warga di desa dengan
pemerintah yang berada di atas sekarang beralih menjadi badan yang mengelola
dan memberdayakan sendiri segala sesuatu potensi dan sumber daya yang ada di
desa. Pemerintah desa diharapkan dapat mengembangkan potensinya
masing-masing mulai dari potensi kebudayaan, pariwisata, kerajinan dan potensi-potensi
lainnya. Pemerintah pusat pun juga mendukung dan memfasilitasi program
tersebut dengan memberikan suntikan dana yang tidak sedikit.
Selain dengan suntikan dana untuk setiap desa, pemerintah juga
menyediakan Sistem Informasi Desa yang sering disingkat SID. Inisiatif
penerapan SID sendiri telah berjalan dan berkembang sejak tahun 2009 dan pada
tahun 2013 SID telah diuji cobakan dan diterapkan di lebih dari 209 desa yang
tersebar di 5 provinsi yang sebagian besar berada di provinsi DIY. SID sendiri
pada awalnya dibuat untuk membantu pemerintahan desa dalam mengelola data
kependudukan dan untuk menganalisis potensi sumber daya lokal. SID juga telah
diuji dalam penggunaan Analisis Kemiskinan Partisipatif (AKP). Namun seiring
berjalannya waktu penggunaan SID menjadi berubah menjadi pendukung di
bidang bidang lain seperti pertanian, kebencanaan, pelayanan publik dan
pemasaran produk desa. Salah satu desa yang telah menerapkan hal tersebut
adalah desa Ngelanggeran di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul. Desa
Ngelanggeran memanfaatkan SID menjadi salah satu tempat promosi dan
pemesaran tempat wisata yang ada di Desa Ngelanggeran. Desa Ngelanggeran
sendiri memang memiliki potensi dalam hal pariwisata seperti situs Gunung Api
Purba yang memang sudah terkenal. Hal ini lah yang dimanfaatkan oleh
11 serba digital yang dimana informasi dapat dengan mudah menyebar dan
didapatkan melalui internet dan sebagainya. Selain tempat wisata yang
dipromosikan lewat SID, Desa Ngelanggeran juga memasarkan produk-produk
produksi desa di SID yang kemudian dijual juga secara fisik lewat toko dan
minimarket desa.
Desa Ngelanggeran juga rutin memperbarui informasi pada halaman SID
mereka dengan kegiatan dan acara yang ada di desa. dengan begitu para warga
dapat berpartisipasi dan bisa lebih tahu mengenai apa saja yang sedang berjalan
atau sudah terjadi di desanya sendiri. Berbeda dengan 10 atau 20 tahun lalu
dimana pemerintah desa untuk mesosialisasikan kegiatan-kegiatan desa
mengalami hambatan karena memang pada saat itu tidak ada media yang
mendukung sehingga proses pun memakan banyak waktu. Namun sekarang
dengan adanya SID yang dapat diakses dengan mudah oleh seluruh warga desa
memberikan kemudahan bagi pemerintah desa dalam menyebarkan informasi dan
sosialisasi. SID juga menyediakan pelayanan kependudukan seperti pembuatan
KTP, KK, dan surat-surat penting lainnya. Dari aspek ekonomis dengan adanya
SID dapat memberikan keuntungan ekonomis dimana proses-proses yang kurang
penting dapat dipangkas sehingga cost yang dikeluarkan juga dapat diminimalisir.
Tidak lupa, sebuah SID yang baik adalah SID yang dapat dimanfaatkan
dan dapat digunakan para warga desa dengan baik karena memang tujuan utama
dari SID sendiri adalah untuk kebaikan warga desa sendiri. Oleh karena itu
Pemerintah Desa Ngelanggeran rutin memberikan sosialisasi dan pelatihan dalam
pemanfaatan SID bagi warga khususnya perwakilan dusun agar SID dapat lebih
dimanfaatkan oleh warga. Pemerintah Desa Ngelanggeran juga berharap dengan
sosialisasi dan pelatihan tersebut terjadi interaksi antar dusun dan membuka
peluang untuk pengembangan lebih lanjut SID Desa Ngelanggeran sesuai
kebutuhan para warganya. Di program sosialisasi dan pelatihan tersebut warga
juga dapat memberikan saran terhadap SID yang sudah ada. Desa Ngelanggeran
juga memiliki tim pengembangan SID yang bertugas untuk mengembangkan dan
mengelola sistem yang secara rutin diperbaiki menjadi lebih baik. Tim tersebut
12 memperbarui hal-hal lainnya yang ada di SID Desa Ngelanggeran. Hal ini
merupakan awal yang baik karena SID yang ada dapat dimanfaatkan dengan baik
untuk segala macam bentuk kebutuhan desa sehingga kedepanya dapat
dikembangkan lagi mungkin menjadi website desa yang lebih interaktif dan lebih
lengkap.
Selain memberikan maanfaat bagi internal desa, SID juga dapat
memberikan informasi desa kepada pihak eksternal yang berkepentingan. Dengan
adanya SID, pihak dari luar dapat melihat secara langsung dan tanpa memakan
waktu dan biaya yang banyak tentang informasi desa. Dengan begitu pihak luar
dapat lebih mudah menilai potensi dari desa tersebut yang kemudian dapat
memberikan infomasi tentang program potensi pengembangan-pengembangan
seperti pengembangan tempat pariwisata dan produk-produk desa. Pemerintah
Desa juga harus ingat bahwa pemerintah pusat bukanlah sumber dana
satu-satunya yang ada karena pihak swasta pun juga merupakan pihak yang berpotensi
untuk mendukung pengembangan desa. Pemerintah Desa tidak dapat menunggu
pemerintah pusat untuk mengucurkan dana begitu saja karena hal tersebut akan
memakan waktu lama sehingga menghambat pertumbuhan desa. oleh karena itu
pemerintah desa sebaiknya dapat lebih aktif dalam berkerjasama dengan pihak
swasta dalam pengembangan desa. Dengan adanya SID ini hal tersebut menjadi
lebih mudah, kembali lagi kepada pihak desa untuk dapat memanfaatkan
kesempatan tersebut.
4.2 Optimalisasi Potensi Desa
Menurut UU no. 32 Tahun 20042 tentang Pemerintah Daerah menyatakan,
desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut sebagai desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul
dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
negara kesatuan Republik Indonesia.
2
Sumodiningrat, G. (2016). Membangun Indonesia dari Desa. Dalam Membangun
13 Membangun masyarakat desa yang mandiri secara ekonomi merupakan
langkah awal untuk membangun perekonomian Indonesia. Desa merupakan unit
pemerintahan terkecil, unit pengambilan keputusan terkecil (Sumodiningrat,
2016). Membangun yang dimaksud bukan hanya membangun fasilitas fisik desa
tetapi membangun sumber daya manusia yang ada di desa melalui pemberdayaan
baik dari segi ekonomi maupun sosial. Salah satu konsep pemberdayaan
masyarakat dari segi ekonomi yang perlu ditekankan adalah kesadaran untuk
melakukan produksi sendiri agar tercipta kemandirian ekonomi. Kesadaran
melakukan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri merupakan
langkah awal untuk membangun masyarakat Indonesia yang lebih produktif.
Konsep One Person One Product (OPOP) yang digagas oleh Prof. Dr.
Gunawan Sumodiningrat, M.Ec., Ph.D. (Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada), dkk menjelaskan tentang perlunya kesadaran
masyarakat untuk berproduksi dan berkonsumsi sendiri, siapa yang menghasilkan
merupakan yang menikmati (cateris paribus) agar tercapai kesejahteraan
masyarakat secara umum. Konsep One Person One Product ini akan mendorong
lahirnya One Village One Product (OVOP) dimana setiap desa setidaknya
memiliki satu produk yang dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan
masyarakat desa. Konsep OPOP dan OVOP ini diterapkan di beberapa wilayah di
Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Kabupaten Kulon Progo dan beberapa desa
di Kabupaten Gunung Kidul.
Desa Nglangeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, memiliki
sumber daya alam yang potensial. Desa Nglanggeran memiliki topologi yang
beragam mulai dari dataran rendah, dataran tinggi, dan pantai yang kemudian
menjadikannya sebagai basis pariwisata. Dari Sistem Informasi Desa Nglanggeran
diketahui bahwa pada tahun 2006-2016, total penduduknya berjumlah 2590 jiwa
yang terdiri dari enam dusun di desa Nglanggeran yakni Doga, Gunung Butak,
Karangsari, Nglanggeran, Nglanggeran Kulon, dan Nglanggeran Wetan dengan
jumlah populasi laki-laki sebesar 49,23% dan perempuan sebesar 48,61%. Jika
ditinjau dari mata pencaharian penduduk Desa Nglanggeran, sebagian besar
14 32,01%. Melihat potensi yang dimiliki, penduduk Desa Nglanggeran dapat
menciptakan beberapa inovasi untuk memberikan nilai tambah dari produk
pertanian atau perkebunan miliknya. Seperti dengan memanfaatkan pertanian atau
perkebunan kakao yang dimiliki sebagai penunjang sektor pariwisata melalui
program wisata edukasi yang dikembangkan oleh pengelola wisata Desa
Nglanggeran dan memproses hasil pertanian atau perkebunan menjadi produk
olahan akhir yang siap untuk dikonsumsi langsung oleh para konsumen.
Sebagai daerah penghasil coklat terbesar di Kabupaten Gunung Kidul,
Desa Nglanggeran berupaya melakukan pengembangan potensi yang dimiliki
melalui beberapa pelatihan dan pembinaan untuk dapat mengolah kembali coklat
tersebut menjadi produk dengan nilai ekonomis yang lebih tinggi. Salah satu
upaya Desa Nglanggeran untuk mengembangkan potensi coklat atau kakao yang
dimiliki adalah dengan mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh UPT
BPPTK LIPI bekerjasama dengan Bank Indonesia dan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kab. Gunung Kidul dengan tajuk kegiatan “Program Pengembangan Klaster Kakao di Desa Nglanggeran, Patuk, Gunung Kidul” yang diselenggarakan
pada bulan Desember tahun 2014 silam. Kegiatan tersebut lebih menekankan
bagaimana masyarakat dapat mengolah coklat agar memiliki nilai yang lebih
ekonomis serta bagaimana cara memasarkannya. Beberapa produk yang lahir dari
adanya upaya pengolahan hasil pertanian atau perkebunan desa antara lain seperti
dodol kakao, aneka chocomix yang dikemas dalam beberapa ukuran dan
perpaduan rasa, cookies, permen coklat, keripik pisang dan singkong, serta
beberapa minuman dari tanaman obat keluarga seperti temulawak.
Produk dodol kakao yang dikembangkan oleh Desa Nglanggeran pada
awalnya memiliki daya tahan yang kurang lama sehingga daya saing dodol kakao
dipasaran terhitung kurang kompetitif. Selain itu, produk dodol kakao ini pada
awalnya juga belum tersertifikasi. Akan tetapi, setelah melalui beberapa
pembinaan dan pemberdayaan yang antara lain diselenggarakan oleh LIPI, dodol
kakao mengalami transformasi. Produk dodol kakao saat ini memiliki daya tahan
lebih lama dan telah tersertifikasi BPOM dan telah memiliki izin produk PIRT
15 Desa Nglanggeran dan dipasarkan melalui Nglanggeran Mart yang merupakan
pusat oleh-oleh yang dibangun oleh pengelola produk dan wisata Desa
Nglanggeran.
Untuk dapat membuat dodol kakao ini diperlukan 250 gram kakao (baik
yang masih basah atau baru dipetik maupun yang sudah dikeringkan), 1 kg gula
pasir, santan dari 2 butir kelapa, 0,5 kg gula pasir dan garam. Cara pembuatanya
dengan memasukkan masing-masing bahan diatas secara bertahap mulai dari
kakao masak hingga mendidih kemudian baru ditambahkan gula pasir, setelah
mendidih lalu ditambah santan dan garam dan ditunggu hingga mendidih terakhir
baru ditambahkan tepung beras dan diaduk hingga mengental dan matang. Proses
pembuatan dodol kakao ini dapat memakan waktu sekitar 2 jam sehingga
diperlukan kesabaran dalam proses pembuatannya. Pada dasarnya, baik kakao
merah maupun kakao hijau dapat digunakan sebagai bahan baku dodol. Akan
tetapi, kakao yang memiliki biji besar berwarna ungu kehitam-hitaman akan
menghasilkan kualitas dodol yang lebih baik. Dengan biaya Rp 36.000, 7 sampai
10 pack dodol dapat dihasilkan. Harga tiap pack dodol kakao adalah Rp 10.000.
Chocomix Purba Rasa juga menjadi salah satu produk olahan kakao
unggulan Desa Nglanggeran. Chocomix ini dikemas dalam beberapa ukuran. Ada
yang dikemas dalam box atau kotak kecil yang berisi 5 sachet, ada pula yang
dikemas dalam satu paket plastik berisi 10 sachet. Harga untuk paket dengan isi 5
sachet yaitu Rp 22.000,00 dan untuk 10 sachet seharga Rp 35.000,00
Gapoktan Desa Nglanggeran juga memproduksi permen coklat, keripik
pisang, keripik singkong (salah, harusnya keripik daun ketela), keripik daun
bayam, keripik sukun dan minuman olahan dari tanaman obat keluarga seperti
temulawak sebagai bentuk upaya diversifikasi produk dari toko oleh-oleh yang
didirikan oleh pengelola serta bentuk upaya untuk memanfaatkan sumber daya
alam yang potensial secara maksimal untuk kepentingan bersama.
Selain produk makanan, Desa Nglanggeran juga mengembangkan produk
kerajinan tangan seperti topeng, patung, mainan anak, rak kecil, dan lain
16 300.000,00. Dalam pembuatan kerajinan ini melibatkan banyak penduduk Desa
Nglanggeran karena banyaknya volume produksi. Selain melibatkan penduduk
Desa Nglanggeran, pembuatan topeng ini juga melibatkan para wisatawan yang
mengambil paket home stay di Desa Nglanggeran. Para wisatawan dapat
melakukan berbagai kegiatan, (salah satunya dengan melihat maupun
berpartisipasi dalam proses pembuatan kerajinan) ketika mengambil paket untuk
tinggal beberapa hari di Desa Nglanggeran. Produk kerjainan ini kemudian
dipasarkan melalui Nglanggeran Mart dan menyasar para wisatawan sebagai
konsumen utamanya.
Metode pemasaran produk yang dilakukan oleh pengelola adalah dengan
melalui Nglanggeran Mart yang menjual oleh-oleh khas Nglanggeran. Strategi
untuk manarik perhatian pembeli dilakukan dengan memasang iklan di media
informasi seperti melalui televisi dan melalui Sistem Informasi Desa
Nglanggeran.
Adanya upaya mewujudkan kemandirian ekonomi yang berbasis pada
pengelolaan potensi yang dimiliki oleh desa dapat memperbaiki kesejahteraan dan
taraf hidup masyarakat desa yang merupakan garis terdepat dari kemajuan
ekonomi bangsa. Pemberdayaan masyarakat desa yang terus-menerus dilakukan
dikemudian hari akan dapat mengatasi tiga masalah utama perekonomian, yaitu
pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan sosial.
Pengimplementasian konsep One Person One Product, One Village One
Product, dan One Village One Coorperation disetiap desa di Indonesia dapat
menyeimbangkan jumlah supply dan demand yang ada dipasar. Hal ini karena,
pada dasarnya apa yang kita konsumsi harusnya kita hasilkan sendiri sehingga
tidak ada over demand melebihi supply yang kemudian akan menyebabkan
17 BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pembangunan desa yang terdapat di Desa Nglanggeran, Kabupaten
Gunung Kidul ini menggunakan Sistem Informasi Desa (SID) yang pada awalnya
bertujuan membantu pemerintahan desa dalam mengelola data kependudukan dan
melakukan analisis sumber daya lokal. SID sendiri juga digunakan untuk
menghitung Angka Kemiskinan Partisipatif. Sekarang ini, SID membantu semua
warga desa dalam masalah kependudukan yang dahulunya sangat susah dan
berputar-putar. Akan tetapi, SID ini digunakan dengan cara melakukan pelatihan
kepada setiap perwakilan dusun yang nantinya kemungkinan akan bisa
mengembangkan sistem tersebut.
Sistem Informasi Desa yang baik adalah SID yang dapat bermanfaat bagi
warga desa dan dapat mendukung kegiatan warga, serta dapat diakses dengan
mudah baik oleh warga desa maupun masyarakat luar. Desa Nglanggeran
memiliki potensi yang cukup banyak dan beragam. Misalnya saja potensi wisata
Gunung Nglanggeran, Embung Nglanggeran, dan kebun buah Nglanggeran.
Kebun buah Nglanggeran menghasilkan kakao yang nantinya diolah oleh
masyarakat setempat menjadi berbagai olahan produk kakao yang memiliki nilai
ekonomis tinggi seperti dodol kakao, chocomix, dan masih banyak lagi. Baik
masyarakat jogja maupun luar jogja sudah tidak asing dengan Nglanggeran dan
potensinya. SID juga berperan dalam hal memasarkan wisata dan produk-produk
unggulan Nglanggeran. Jadi, sebagai ‘muka’ desa, SID yang baik akan
menciptakan image desa yang baik pula.
5.2 Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang paper di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dengan data yang
18 Kami sebagai penulis sangat meminta komentar baik berupa kritik atau
saran terhadap penulisan paper ini. Dengan tujuan agar dapat membangun
19 DAFTAR PUSTAKA
Handoko, S. (2010, April 16). Gambaran Umum Desa Nglanggeran. Diambil
kembali dari Kawasan Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran:
https://kalisongku.wordpress.com/2010/04/16/gambaran-umum-desa-nglanggeran/. diakses 7 Oktober 2016. 23:45.
(n.d.). Retrieved Oktober 2016
Hill, H. (2004). The Indonesian Economy. In H. Hill, The Indonesian Economy.
The University of Cambrigde.
Mankiw, N. (2010). Principles of Economics 6th Edition. Cengage Learning.
Membangun Indonesia Dari Desa. (2016). Gejayan, Yogyakarta: Media
20 LAMPIRAN
Peta Wilayah Desa Nglanggeran Tahun 2007
21 Diagram Lingkaran Mengenai Jenis Pekerjaan Warga Desa Nglanggeran
22 Salah Satu Produk Desa Nglanggeran (CHOCOMIX)