• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Konsumtif dan Subjecti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Perilaku Konsumtif dan Subjecti"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERILAKU KONSUMTIF DENGAN

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF (SUBJECTIVE WELL-BEING)

PADA KOMUNITAS MOTOR

Dosen Pengampu: Dr. Nida Hasanati, M.Si

DISUSUN OLEH

KHOLIF ARIMINDANI

201410230311197

Kelas D

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan proposal penelitian ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga proposal ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam bidang psikologi sosial.

Harapan saya semoga proposal ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi proposal ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Proposal ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan proposal ini.

Malang, 15 Desember 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

ABSTRACT...iv

BAB I...1

PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3 Tujuan Penelitian...3

1.4 Manfaat Penelitian...3

1.4.1 Manfaat Teoritis...3

1.4.2 Manfaat Praktis...3

BAB II...5

KAJIAN TEORITIK...5

2.1 Subjective Well-Being...5

2.1.1 Pengertian Subjective Well- Being...5

2.1.2 Komponen Subjective Well-Being...6

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being...7

2.2 Perilaku Konsumtif...8

2.2.1 Pengertian Perilaku Konsumtif...8

2.2.2 Aspek-Aspek Perilaku Konsumtif...9

2.2.3 Indikator Perilaku Konsumtif...9

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif...10

2.3 Hubungan antara Perilaku Konsumtif dan Subjective Well-Being...13

2.4 Hipotesis...13

BAB III...14

METODE PENELITIAN...14

3.1 Rancangan Penelitian...14

3.2 Variabel Penelitian...14

(4)

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian...15

3.5 Instrumen Penelitian...16

3.6 Prosedur Penelitian...17

3.7 Validitas dan Reliabilitas...18

3.7.1 Validitas...18

3.7.2 Reliabilitas...18

3.8 Metode Analisa Data...19

3.8.1 Metode Deskriptif...19

3.8.2 Metode Korelasional...19

(5)

ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KONSUMTIF DENGAN KESEJAHTERAAN SUBJECTIVE (SUBJECTIVE WELL-BEING) PADA

KOMUNITAS MOTOR

Kholif Arimindani

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Email : ully.ngoph@gmail.com

Subjective well-being seseorang berasal dari persepsinya terhadap pengalaman yang telah didapatkannya. Seseorang yang memiliki SWB tinggi mampu untuk menerima apa yang telah didapatkannya namun seseorang yang memiliki SWB rendah. Ia akan berusaha untuk terus mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya dan tidak pernah puas dengan apa yang telah dimilikinya saat ini. Perilaku ini disebut sebagai perilaku konsumtif. Perilaku tersebut banyak dilakukan oleh para anggota komunitas motor, dimana mereka membeli sesuatu barang atau aksesoris motor berdasarkan trend, nilai harga, brand atau status sosial. Perilaku konsumtif dan SWB adalah hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan jenis data interval. Data penelitian ini diperoleh dengan skala perilaku konsumtif dan SWB. Subjek dalam penelitian ini sebanyak 60 responden dari komunitas motor di Malang. Penentuan sampel menggunakan quota sampling dan teknik analisis dengan product moment dibantu dengan program software SPSS

for windows 20.00.

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah subjective well-being atau kesejahteraan subjektif berawal dari penelitian para psikolog yang mempelajari kepribadian orang yang bahagia dan tidak bahagia. Salah satu teori yang memberikan kontribusi adalah teori psikologi humanistik yang merangsang minat positif terhadap kesejahteraan. Dalam hal ini, para peneliti cenderung menyusun subjective well-being berdasarkan nilai pada dua variable utama yaitu kebahagiaan dan kepuasan hidup (Comptom, 2005) dalam Rohmawati (2012).

Subjective well-being merupakan penilaian seseorang tentang kebahagiaan dan kepuasan hidupnya. Sebagai tambahan, orang lain juga menilai orang-orang itu merasa lebih bahagia dan lebih puas. Subjective well-being mengacu pada bagaimana orang menilai kehidupan mereka yang meliputi kepuasan hidup, kepuasan perkawinan, kurangnya rasa depresi, kegelisahan, suasana hati dan emosi. Subjective well-being atau kesejahteraan subjektif sangatlah penting dalam diri individu karena merupakan salah satu ukuran kualitas hidup individu dan masyarakat. Dengan subjective well-being dapat diketahui bagaimana orang berpikir dan merasakan tentang kehidupan yang telah mereka jalani.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Ariati (2010) di dapatkan hasil bahwa tidak adanya hubungan yang positif antara kepuasan kerja dan

subjective well-being. Penelitian lainnya dilakukan oleh Husna (2012) ditemukan hasil bahwa ada hubungan yang positif diantara kekuatan karakter dengan

subjective well-being. Penelitian yang dilakukan pada remaja mendapatkan hasil bahwa ada hubungan yang positif yang signifikan antara dukungan sosial dan

subjective well being pada remaja. Dengan dukungan sosial temen sebagai sumber dukungan sosial yang paling berpengaruh (Fajarwati, 2014).

(7)

memiliki kendaraan roda dua yang bagus dan memiliki cc yang besar, bisa saja orang tersebut merasa belum bahagia dan puas dengan apa yang sudah dimilikinya, dia masih ingin memiliki kendaraan yang lebih bagus dengan cc motor yang lebih besar lagi, ingin melakukan modifikasi dan sebagainya, tetapi bisa jadi seseorang yang memiliki kendaraan roda dua seperti motor bebek atau

matic biasa dengan cc yang tidak terlalu besar tetapi dia sangat mencintai kendaraannya dan dia merasa bahagia dan puas dengan apa yang telah dimilikinya itu.

Di zaman yang disebut sebagai zaman modern ini, memaksa setiap orang untuk terus bergerak mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi. Terkadang perubahan yang telalu cepat menuntut setiap individu untuk mengikutinya dan tak jarang mengarahkan pada perilaku konsumtif yang tidak puas dengan apa yang telah dimilikinya saat ini.

Lina dan Rasyid (1997) dalam Imawati (2013) menyatakan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku membeli yang sudah tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang rasional. Konsumtif juga dapat dikatakan sebagai perilaku yang boros. Perilaku konsumtif adalah fenomena masyarakat saat ini dimana mereka dalam mengkonsumsi suatu barang, tidak lagi untuk memenuhi kebutuhannya melainkan untuk pemenuhan kepuasan. Seperti yang terjadi pada komunitas motor dimana mereka mementingkan keinginannya, lifestyle dan status sosial dirinya.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan Ratner dan Kahn (2002) ditunjukan pula dalam penelitian Ningrum (2011) yang menyatakan bahwa kadang-kadang konsumen remaja membeli sesuatu bukan karena kebutuhan tapi karena pendapat orang lain sangat penting bagi dirinya dan ia ingin tampil menarik seperti teman-temannya. Sehingga ada hubungan positif antara perilaku konsumtif dan konformitas pada remaja. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Ramadhan (2012) ditemukan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gaya hidup konsumtif dengan harga diri.

(8)

Merujuk pada suatu perilaku yang orientasinya untuk menarik perhatian atau penghargaan dari pihak lain. Gaya hidup dan kepemilikan barang-barang mewah untuk saat ini sudah merupakan bentuk pengaktualisasian diri agar dianggap dapat meningkatkan status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat. Begitu pula seperti yang terjadi pada komunitas motor. Terdapat beberapa anggotanya yang tidak segan untuk memodifikasi motornya, mengganti sparepart asli dengan variasi, merubah rangka asli motor, serta tak jarang juga menambahkan stiker-stiker pada motornya agar terlihat lebih menarik. Kepemilikan barang mewah seperti motor sport dan motor gede merupakan bentuk pengaktualisasian diri dari beberapa anggota komunitas motor.

Melalui tulisan ini, penulis menuangkannya dalam kajian penelitian yang berjudul “Hubungan Perilaku Konsumtif dengan Kesejahteraan Subjektif (Subjective Well-Being) pada Komunitas Motor”

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan hal yang ingin diungkap adalah hubungan perilaku konsumtif dengan kesejahteraan subjektif (subjective well-being) pada komunitas motor.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku konsumtif dengan kesejahteraan subjektif (Subjective well-being) pada komunitas motor.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Bagi pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan mampu untuk memberikan informasi, wacana baru dan mengembangkan ilmu yang berhubungan dengan judul penelitain ini, khususnya bagi ilmu psikologi pada bidang ilmu psikologi sosial. Selain itu penelitian ini diharapkan memberikan gambaran hubungan perilaku konsumtif dengan kesejahteraan subjektif

(subjective well-being) pada komunitas motor ke masyarakat luar. 1.4.2 Manfaat Praktis

(9)

komunitas motor sehingga mampu untuk mengantisipasi dan mengurangi tingkat konsumsi barang-barang yang bukan kebutuhan.

(10)

BAB II

KAJIAN TEORITIK

2.1 Subjective Well-Being

2.1.1 Pengertian Subjective Well- Being

Subjective well-being merupakan penilaian seseorang terhadap kehidupannya yang meliputi kepuasan hidup, emosi yang menyenangkan, kepuasan dalam hal kerja, kesehatan, merasa berharga atau berarti dan kurangnya emosi yang tidak menyenangkan (Diener & Scollon, 2003) dalam Rohmawati (2012). Menurut Diener dalam Rohmawati (2012). Subjective well-being

merupakan penilaian yang positif dan perasaan yang baik “dengan demikian seseorang dikatakan memiliki subjective well-being yang tinggi jika ia mengalami kepuasan hidup dan merasa bahagia yang sering dan jarang mengalami pengalaman emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan (Diener, Suh & Oishi, 1997) dalam Rohmawati (2012).

Terdapat pengertian lain dari subjective well-being yaitu evaluasi individu terhadap kehidupannya, yang menjadi variable seperti kepuasan hidup (life satisfaction), sedikitnya depresi dan kecemasan, serta emosi dan suasana hati yang positif. Evaluasi tersebut bersifat kognitif dan afektif. Evaluasi yang bersifat kognitif meliputi bagaimana seseorang merasakan kepuasan dalam hidupnya. Evaluasi yang bersifat afektif meliputi seberapa sering seseorang merasakan emosi positif dan emosi negatif.

Dari beberapa pengertian tentang subjective well-being di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa subjective well-being merupakan penilaian seseorang terhadap kehidupannya yang meliputi kepuasan diri (ekonomi, pekerjaan dan hubungan sosial), emosi yang menyenangkan dan kurangnya emosi yang tidak menyenangkan.

Menurut Diener dalam Sholihah (2014) terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam subjective well-being yaitu:

(11)

Menurut pendekatan teori bottom up, kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dialami seseorang tergantung pada banyaknya peristiwa bahagia yang dialami oleh orang tersebut. Kesejahteraan subjektif adalah penjumlahan dari pengalaman-pengalaman positif yang terjadi dalam kehidupan seseorang (Compton dalam Sholihah, 2014).

2.

Top Down Theories

Menurut pendekatan teori top down, kesejahteraan subjektif berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk mengevaluasi dan menginterpretasi suatu peristiwa atau pengalaman dalam sudut pandang yang positif (Compton dalam Sholihah, 2014). Dalam pendekatan top down, kepribadian diperkirakan memberi pengaruh pada cara seseorang bertingkah laku terhadap suatu kejadian.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan teori bottom up

beranggapan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan hasil penjumlahan dari peristiwa-peristiwa positif yang dialami oleh seseorang. Sedangkan pendekatan teori top down beranggapan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan hasil interpretasi seseorang terhadap pengalaman atau peristiwa yang dialaminya dalam sudut pandang positif.

2.1.2 Komponen Subjective Well-Being

Terdapat dua komponen dasar subjective Well-Being yaitu: Kepuasan Hidup (Life Satisfaction) dan Kebahagiaan (Happiness), kemudian happiness

terbagi lagi menjadi dua yaitu afeksi positif dan afek negatif (Diener, Suh & Oishi, 1997) dalam Rohmawati (2012).

1. Life Satisfaction merupakan sisi kognitif dari subjective well-being. Life Satisfaction adalah suatu penilaian reflektif, suatu penilaian dalam diri seseorang, bagaimana sesuatu yang baik berjalan dan terjadi terhadap dirinya. Satisfaction dapat diungkap melalui keputusan hidup secara global, maupun kepuasan dalam domain-domain yang spesifik.

2. Happiness

(12)

Menurut Diener & Christie (2003) dalam Rohmawati (2012). afeksi merupakan evaluasi individu mengenai kejadian yang dialami dalam hidupnya. Evaluasi terhadap afeksi ini terdiri dari gambaran emosi dan suasana hati. Afeksi positif adalah emosi positif atau emosi yang merefleksikan kehidupan. Menurut Seligman (2005) dalam Rohmawati (2012). Emosi positif dapat pula dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu emosi positif akan masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Emosi positif mengenai masa depan mencakup optimisme, harapan, keyakinan dan kepercayaan. Emosi positif masa sekarang mencakup kegembiraan, ketenangan, keriangan, semangat yang meluap-luap dan

flow. Emosi positif tentang masa lalu adalah kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggan dan kedamaian.

B. Afek Negatif

Afek negatif termasuk suasana hati yang tidak menyenangkan serta merefleksikan respon-respon negatif yang dialami oleh individu terhadap hidup mereka, kesehatan, peristiwa-peristiwa yang terjadi dan lingkungan mereka (Diener, 2005) dalam Rohmawati (2012). Afek negatif merupakan kombinasi dari dorongan dan hal-hal yang tidak, dan terdiri dari emosi-emosi seperti kecemasan, kemarahan dan ketakutan malu, bersalah, sedih (Diener, Suh & Oishi, 1997) dalam Rohmawati (2012).

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective Well-Being

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being yaitu :

1. Harga diri positif menurut Campbell dalam Rohmawati (2012). akan menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan menolong individu untuk mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal yang baik dan menciptakan kepribadian yang sehat

(13)

Kontrol diri ini akan mengaktifkan proses emosi, motivasi, perilaku dan aktifitas fisik.

3. Ekstraversi individu dengan kepribadian ekstravert akan tertarik pada hal-hal yang terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian Diener dkk (1999) dalam Rohmawati (2012) mendapatkan bahwa kepribadian ekstavert secara signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan individual. Orang-orang dengan kepribadian ekstravert biasanya memiliki teman dan relasi sosial yang lebih banyak, mereka pun memiliki sensitivitas yang lebih besar mengenai penghargaan positif pada orang lain (Compton, 2005) dalam Rohmawati (2012).

4. Optimis secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dalam cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya, sehingga memiiki impian dan harapan yang positif tentang masa depan.

5. Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan keintiman emosional. Hubungan yang didalamnya ada dukungan dan keintiman akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik. 6. Memiliki arti dan tujuan dalam hidup dalam beberapa kajian, arti dan tujuan

hidup sering dikaitkan dengan konsep religiusitas. Penelitian melaporkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan religi yang besar, memiliki kesejahteraan psikologis yang besar.

2.2

Perilaku Konsumtif

2.2.1 Pengertian Perilaku Konsumtif

(14)

hanya semata-mata untuk membeli dan mencoba produk, walau sebenarnya tidak memerlukan produk tersebut meskipun dipengaruhi orang lain maupun tidak dipengaruhi orang lain. Secara pragmatis perilaku konsumtif dapat diartikan sebagai suatu tindakan memakai produk yang tidak tuntas. Artinya belum habis sebuah produk dipakai, seseorang telah menggunakan produk jenis sama dari merek lainnya. Atau dapat disebutkan, membeli barang karena adanya hadiah yang ditawarkan atau membeli suat produk karena banyak orang yang memakai barang tersebut.

Rasyid (2009) dalam Gumulya (2013) menyatakan bahwa perilaku konsumtif adalah tindakan sebagai konsumen dalam mendapat, mengunakan dan mengambil keputusan dalam memilih suatu barang yang belum menjadi kebutuhannya serta bukan menjadi prioritas utama, hanya karena ingin mengikuti mode, mencoba produk baru, hanya untuk memperoleh pengakuan sosial dengan dominasi faktor emosi.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumtif adalah pembelian atau pemakaian suatu barang yang tidak benar-benar dibutuhkan sehingga cenderung berlebihan dan pemakaiannya yang tidak tuntas. Perilaku ini dilakukan hanya mementingkan faktor keinginan dan didominasi oleh faktor emosi.

2.2.2 Aspek-Aspek Perilaku Konsumtif

Menurut Rasyid (dalam Gumulya, 2013) perilaku konsumtif memiliki beberapa aspek dasar, yaitu:

a. Keinginan mengkonsumsi secara berlebihan. Keinginan ini dapat menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya.

b. Perilaku tersebut dilakukan bertujuan untuk mencapai kepuasan semata.

c. Kebutuhan yang ingin dipenuhi bukan kebutuhan utama melainkan hanya sekedar mengikuti trend, ingin mencoba produk baru, ingin memperoleh pengakuan sosial tanpa memperdulikan apakah memang dibutuhkan atau tidak.

2.2.3 Indikator Perilaku Konsumtif

(15)

perilaku konsumtif adalah membeli barang tanpa pertimbangan rasional atau bukan atas dasar kebutuhan pokok. Sumartono (2002) dalam Hotpascaman (2010) mengungkapkan bahwa secara operasional, indikator perilaku konsumtif, yaitu:

a. Membeli produk karena iming-iming hadiah. b. Membeli produk karena kemasannya menarik.

c. Membeli produk demi menjaga penampilan diri dan gengsi.

d. Membeli produk atas pertimbangan harga bukan atas dasar manfaat atau kegunaannya.

e. Membeli produk hanya sekedar menjaga simbol status.

f. Memakai sebuah produk karena unsur konformitas terhadap model yang mengiklankan produk.

g. Munculnya penilaian bahwa membeli produk dengan harga mahal akan menimbulkan rasa percaya diri.

h. Mencoba lebih dari dua produk sejenis (merek berbeda).

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Perilaku konsumtif juga perlu ditelusuri melalui pemahaman mengenai perilaku konsumen. Perilaku konsumen dalam membeli barang dipengaruhi oleh banyak faktor yang pada intinya dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal (Ningsih, 2013) dalam Pamudji (2014), yaitu:

1. Faktor Eksternal a. Kebudayaan

Budaya dapat didefinisikan sebagai hasil kreatifitas manusia dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

b. Kelas Sosial

Perilaku konsumtif antar kelas sosial satu dengan yang lain akan berbeda, Pengelompokkan masyarakat dibuat berdasarkan kriteria kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan ilmu pengetahuan. Unsur pokok dalam pembagian kelas dari masyarakat adalah kedudukan (status) dan peranan. Kriterianya sebagai berikut:

 Kelas sosial golongan atas memiliki kecenderungan membeli

(16)

konsumsinya, barang-barang yang dibeli cenderung untuk dapat menjadi warisan dalam keluarganya.

 Kelas sosial menengah cenderung membeli barang untuk

menampakkan kekayaannya, membeli barang dengan jumlah yang banyak dan kualitasnya cukup memadai. Mereka berkeinginan membeli barang yang mahal dengan sistem kredit, misalnya membeli kendaraan, rumah mewah dan perabotan rumah tangga.

 Kelas sosial golongan rendah cenderung membeli barang dengan

mementingkan kuantitas daripada kualitasnya. Pada umunya mereka membeli barang untuk kebutuhan sehari-hari, memanfaatkan penjualan barang-barang yang di obral atau penjualan dengan harga promosi.

c. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah kelompok yang pandangan atau nilai yang dianut anggotannya digunakan individu sebagai dasar bagi perilakunya, atau kelompok yang digunakan individu sebagai acuan berperilaku dalam situasi spesifik. Sebuah kelompok referensi bagi seseorang adalah kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.

d. Keluarga

Keluarga sebagai bagaian dari faktor eksternal mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan perilaku anggotanya, termasuk dalam pembentukan keyakinan dan berfungsi langsung dalam menetapkan keputusan konsumen.

e. Demografi

Demografi digunakan untuk menggambarkan populasi dalam istilah ukuran, struktur dan distribusi yang mempengaruhi perilaku konsumen serta keinginan konsumen akan jasa dan produk tertentu.

2. Faktor Internal a. Motif dan Motivasi

(17)

menggerakkan konsumen agar mampu mencapai tujuan motifnya tersebut. Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri.

b. Harga Diri

Harga diri berpengaruh pada perilaku membeli, semakin tinggi harga diri seseorang maka akan semankin tinggi pula keinginannya untuk menunjukkan status. Keinginan untuk menunjukan status mendorong seseorang melakukan perilaku membeli yang diusahakan untuk mencapai konsep diri yang dimilikinya.

c. Pengamatan Proses Belajar

Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan perilaku akibat pengalaman sebelumnya. Perilaku konsumen dapat dipelajari karena sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajar konsumen. Dimana hal itu akan menentukan tindakan dan pengambilan keputusan dalam membeli d. Kepribadian

Kepribadian dapat didefinisaikan sebagai suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada pada individu yang sangat menentukan perilakunya. Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan keputusan

e. Konsep Diri

Konsep diri didefinisikan sebagai cara kita melihat diri sendiri dan dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa yang kita pikirkan. Para ahli psikologi membedakan konsep diri yang nyata dan konsep diri yang ideal. Konsep diri yang nyata ialah bagaimana kita melihat diri dengan sebenarnya. Sedangkan konsep diri ideal adalah bagaimana diri kita yang kita inginkan

f. Sikap dan Keyakinan

Sikap sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespons dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang diberikan. Sikap sangat mempengaruhi keyakinan, begitu pula sebaliknya, keyakinan menentukan sikap.

g. Gaya Hidup

(18)

hidupnya, yang meliputi aktivitas, minat, kesukaan atau ketidaksukaan, sikap, konsumsi, dan harapan.

2.3 Hubungan antara Perilaku Konsumtif dan Subjective Well-Being Subjective well-being (kesejahteraan sosial) adalah persepsi setiap individu yang berasal dari pengalaman yang telah di alaminya, dapat di interpretasikan secara positif maupun negatif. Setiap individu memiliki subjective well-being

yang berbeda beda. Sebuah masalah atau pengalaman yang sama akan memiliki nilai yang berbeda-beda dari setiap individu, tergantung dari sudut pandang mana yang digunakan. Berbagai macam cara digunakan setiap individu dalam mencapai kepuasan dan kebahagiaanya. Seperti yang terjadi pada anggota komunitas motor dimana mereka melakukan berbagai macam cara dengan hobinya untuk mencapai kepuasan dan rasa bahagia. Sehingga dalam melakukan pemenuhan rasa puas dan bahagia para anggota motor lebih cenderung melakukan perilaku konsumtif. Berdasarkan hasil observasi peneliti banyak anggota motor yang melakukan tindakan perubahan pada kendaraan roda dua miliknya, seperti menambahkan stiker pada motor, mengganti sparepart asli dengan aksesoris dan melakukan perubahan bentuk motor sesuai dengan yang diinginkan dan lain sebagainya. Hal inilah yang mendasari terbentuknya sebuah perilaku konsumtif. Tindakan yang dilakukan semata-mata untuk mendapatkan kepuasan, status, dan merasa berbeda dari yang lainnya. Keadaan lingkungan yang mendukung, adanya teman dalam melakukan hal yang sama, adanya rasa ingin menonjol diantara yang lainnya dan pencarian jati diri di dalam kendaraan yang digunakan serta pembentukan ciri khas dirinya semakin menguatkan tindakan yang mereka lakukan. Tindakan ini sebagian dari aspek perilaku konsumtif yang dilakukan para anggota komunitas motor. Dimana mereka membeli suatu barang yang mementingkan keinginan dari pada kebutuhan.

2.4 Hipotesis

(19)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yaitu metode yang menekankan data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. (Azwar, 2014).

Rancangan penelitian yang digunakan adalah desain korelatif deskriptif. Menurut Polit dan Hungler (1999) dalam Ramadhan (2012) bahwa penelitian menggunakan desain korelatif deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya. Pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan antara perilaku konsumtif dengan

subjective well-being (kesejahteraan subjektif) 3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga memperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono dalam Gumulya, 2013).

Ada berbagai jenis penelitian dan dalam penelitian ini menggunakan variabel dependen (variabel bebas) dan variabel independen (variabel terikat).

a. Variabel dari penelitian ini adalah variabel independent atau variabel bebas dengan simbol X. Variabel bebas dari penelitian ini adalah “Perilaku Konsumtif”. Variabel independen disebut juga sebagai variabel stimulus, prediktor, antecendent. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono dalam Gumulya, 2013).

(20)

dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono dalam Gumulya, 2013).

3.3 Definisi Operasional

Pengertian definisi operasional adalah uraian tentang batasan tentang apa yang di ukur oleh variabel yang bersangkutan (Azwar, 2014). Definisi operasional dari penelitian ini adalah:

a. Perilaku konsumtif

Perilaku konsumtif atau perilaku boros adalah sebuah fenomena dimana seseorang membeli sesuatu bukan berdasarkan kebutuhan namun keinginan dan tidak memiliki prioritas dan tidak rasional tertentu terhadap barang-barang yang di beli. Dimana konsumen lebih tertarik terhadap produk yang memiliki tampilan menarik, memiliki diskon, mendapatkan hadiah, tindakan konformitas, mencoba merek terbaru, gengsi, dan status sosial.

b. Subjective well-being

Subjective well-being (kesejahteraan subjektif) adalah sebuah hasil dari pengalaman dan persepsi seseorang terhadap kejadian yang dialaminya yang kemudian di interpretasikan dalam hal yang positif atau pun negatif. Komponen dari kesejahteraan subjektif terbagi menjadi tiga yaitu kepuasan hidup, afeksi positif dan afek negatif. Seseorang dengan kesejahteraan subjektif tinggi akan merasa lebih bahagia, menikmati hidup dan mensyukuri apa yang telah dimiliki dan di capai. Sedangkan yang memiliki kesejahteraan subjektif rendah akan lebih merasa kecewa, merasa tidak berarti dan tidak mampu berkembang.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono dalam Gumulya, 2013). Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel yang baik adalah sampel yang anggota-angotanya mencerminkan sifat dan ciri-ciri yang terdapat pada populasi (Winarsunu, 2007).

(21)

pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non probabiliti sampling dengan quota sampling. Quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel

c. Motor sudah dimodifikasi atau di tambah aksesoris

Maka, sampel yang terlibat di dalam penelitian ini adalah 60 orang anggota komunitas motor.

3.5 Instrumen Penelitian

Tujuan pembuatan alat pengumpulan data adalah untuk menjamin bukti validitas dan reliabititas yang dapat di gunakan dalam mengevaluasi hasil penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang digunakan pada perilaku konsumtif dan subjective well-being.

Dalam kuesioner perilaku konsumtif dan subjective well-being, skala ukur yang digunakan untuk mengukur tiap-tiapdimensi adalah skala likert.

(22)

membeli

Blue Print skala yang digunakan untuk mengukur subjective well being

dengan menggunakan skala milik Handoyo (2014) dengan 36 aitem pertanyaan

Aspek Distribusi Pertanyaan Jumlah

Aitem Favourable Aitem Unfavourable

Afeksi Positif 1, 2, 13, 14, 25, 26 7, 8, 19, 20, 31, 32 12 Afek Negatif 9, 10, 21, 22, 33, 34 3, 4, 15, 16, 27, 28 12 Kepuasan Hidup 5, 6, 17, 18, 29, 30 11, 12, 23, 24, 35, 36 12

Jumlah 18 18 36

Kriteria penilaiannya bergerak dari angka 1 – 4 dan bentuk pernyataan-pernyataan yang terdiri atas 2 macam pernyataan-pernyataan yang Favourable (mendukung) dan pernyataan yang Unfavourable (tidak mendukung).

3.6 Prosedur Penelitian

(23)

3.7 Validitas dan Reliabilitas 3.7.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai vadilitas tinggi. Sebuah instrumen dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat tes tersebut menjalankan fungsi ukurannya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah (Azwar, 1997).

Pengujian validitas atau keakuratan butir dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik berupa korelasi product moment dari Karl Person. Adapun rumus korelasi product moment Person sebagai berikut:

Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi product momen

∑X : Jumlah skor tiap-tiap item ∑Y : Jumlah skor total item

∑XY : Jumlah hasil kali variabel x dan y ∑X2 : Jumlah kuadrat skor tiap-tiap aitem

∑Y2 : Jumlah kuadrat skor total aitem

N : Jumlah subyek yang diselidiki

Validitas skala perilaku konsumtif yang dilakukan oleh Ningrum (2011) ditemukan bahwa dari 51 aitem yang valid memiliki rentang rit minimal 0.318

(pada aitem 17) dan maksimal 0.768 (pada aitem 33). Selanjutnya validitas skala

subjective well being dari Handoyo (2014) ditemukan bahwa dari 34 aitem yang valid indeks validitas berada pada rentang 0.340 sampai 0.638

3.7.2 Reliabilitas

(24)

keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. (Azwar, 1997).

Pada skala perilaku konsumtif milik Ningrum (2011) ditemukan bahwa koefisien reliabilitasnya adalah 0.954 sedangkan pada subjective well being milik Handoyo (2014) ditemukan bahwa indek reliabilitasnya adalah 0.92

3.8 Metode Analisa Data

Dalam analisa data ini menggunakana jenis data interval. Menurut Winarsunu (2007) berpendapat bahwa pada data interval kita mengahadapi angka skala yang batas variasi nilai satu dengan yang lainnya sudah jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.

3.8.1 Metode Deskriptif

Setelah data diperoleh dan terkumpul maka data selanjutnya akan dianalisis dengan metode statistik yang berupa angka-angka dan juga menggunakan SPSS 20.00

3.8.2 Metode Korelasional

Metode analisis data yang akan digunakan adalah korelasi Product moment karena penelitian ini menguji hubungan antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen (Nayana, 2013).

(25)

Ariati, Jati. (2010). Subjective Well Being (Kesejahteraan Subjektif) dan Kepuasan Kerja pada Staf Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Vol. 8, No. 2.

Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar ________. (2014). Metode Penelitian. Yogyakrta: Pustaka Pelajar

Fajarwati, Desi Indah. 2014. Hubungan Dukungan Sosial dan Subjective Well Being pada Remaja SMP N 7 Yogyakarta. Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta.

Gumulya, Jessica., Mariyana Widiastuti. (2013). Pengaruh Konsep Diri Terhadap Perilaku Konsumtif Mahasiswa Universitas Esa Unggul. Jurnal Psikologi Vol. 11, No 1

Harli, Felicia.C., Nanik Linawati., Gesti Memarista. (2015). Pengaruh Financial Literacy dan Faktor Sosiodemografi terhadap Perilaku Konsumtif. Jurnal FINESTA Vol. 03, No. 1. 58-62

Handoyo, Retno. (2014). Hubungan Forgiveness dengan Subjective Well-Being pada Wanita yang telah Menikah Usia Dewasa Madya. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang: tidak diterbitkan.

Husna, Sabiqotul. (2012). Hubungan Kekuatan Karakter dengan Subjective Well-Being pada Penduduk Dewasa Muda Asli Yogyakarta. Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Hotpascaman, S. (2010). Hubungan antara Perilaku Konsumtif dengan Konformitas pada Remaja. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Imawati, I., Susilaningsih, Ivada E. (2013). Pengaruh Financial Literacy terhadap Perilaku Konsumtif Remaja pada Program IPS SMA Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Jupe UNS Vol 2, No.1. 48-58

Ningrum, Ulfa Yunita. (2011). Perilaku Konsumtif terhadap produk pakaian distro ditinjau dari konformitas pada siswi SMK Abdi Negara Muntilan.

Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

(26)

Pamudji, Noveda Amelia. 2014. Subjective Well-Being dan Happiness. Jurnal Psikologi Positif Universitas Muhammadiyah Malang.

Ramadhan, Achmad Syaiful. (2012). Hubungan Gaya Hidup Konsumtif dengan Harga Diri Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas “x”. Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan Program Sarjana Keperawatan Depok.

Ratner RK., Khan BE. (2002). The Impact of Private versus Public Consumption on Variety-Seeking Behavior. Journal of Consumers Research Inc, Vol. 29.

Rohmawati, Yuni. (2012). Subjective Well-Being pada Abdi Dalem Keraton Kasepuhan Cirebon. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang: tidak diterbitkan.

Sholihah, Amalina Mar’atus. (2014). Pendekatan Teori pada Subjective Well-Being. Jurnal Psikologi Positif Universitas Muhammadiyah Malang.

(27)

LAMPIRAN

(28)

Skala 1

1. Berikan tanda checklist (√) pada salah satu jawaban dari setiap pernyataan seperti dibawah ini:

SS : Sangat Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut sangat sesuai dengan

keadaan diri anda

S : Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan diri anda.

TS : Tidak Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut tidak sesuai dengan keadaan diri anda.

STS : Sangat Tidak Setuju, yaitu bila pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan keadaan diri anda.

2. Apabial terjadi kesalahan dalam menjawab, berilah lingkaran pada tanda (√) yang telah dibuat, kemudian berilah tanda (√) yang baru pada jawaban yang anda kehendaki

3. Apabila saudara telah selesai menjawab, periksalah dan pastikan kembali tidak ada yang terlewatkan modelnya, walupun sebenarnya saya tidak berniat membeli

3 Setiap melihat aksesoris motor, saya selalu tertarik dengan barang tersebut dan langsung membelinya 4 Saya sering tiba-tiba membeli barang di toko

(29)

takut kehabisan

5 Saat sedang melewati toko aksesoris motor, saya sering tiba-tiba membeli barang tersebut tanpa rencana sebelumnya

6 Membeli aksesoris motor secara tiba-tiba tanpa rencana hanya akan menyesal nantinya.

7 Saya dapat menahan diri untuk tidak membeli barang ketika berada di toko aksesoris motor. 8 Saya tidak menyesal jika menunda pembelian,

meskipun nanti ketinggalan atau kehilangan barang tersebut.

9 Saya menahan diri untuk tidak membeli barang tersebut, meskipun saat itu saya menginginkannya 10 Saya tidak mudah tergoda untuk membeli

barang-barang menarik yang tiba-tiba saya lihat di toko aksesoris motor.

11 Aksesoris motor yang saya inginkan tidak harus segera saya beli saat itu juga.

12 Membeli aksesoris motor secara tiba-tiba sering saya lakukan.

13 Saya sering mementingkan membeli aksesoris motor daripada membeli kebutuhan yang lebih penting.

14 Saya tetap membeli sepatu biker meskipun saya sudah memiliki sepatu namun berbeda model. 15 Tidak perlu memaksakan diri untuk membeli

aksesoris motor hanya karena ingin diperhatikan oleh orang lain.

(30)

20 Saya akan membandingkan harga terlebih dahulu sebelum membeli barang tersebut.

21 Saya sering membeli barang secara online daripada membeli langsung.

22 Saya tidak segan-segan membeli barang tersebut, meskipun saat ini belum berpenghasilan sendiri. 23 Saya selalu membeli peralatan motor yang sedang

trend meskipun saya sudah mempunyai banyak barang yang jenisnya sama.

24 Bagi saya menghabiskan uang saku untuk belanja aksesoris motor adalah hal yang biasa.

25 Saya rela mengeluarkan banyak uang untuk membeli aksesoris motor demi penampilan saya. 26 Saya kurang mampu mengatur uang saku, sehinga

cenderung boros, terutama untuk membeli aksesoris motor.

27 Aksesoris motor yang harganya diluar kemampuan, tidak akan saya beli.

28 Saya sering membeli aksesoris motor yang murah. 29 Saya lebih memproritaskan menabung daripada

membeli aksesoris motor yang sedang trend.

30 Saya akan membandingkan harga dengan seksama sebelum membeli aksesoris motor.

33 Saya merubah bentuk motor saya sesuai impian saya.

34 Saya tidak pernah buru-buru dalam membeli aksesoris motor.

35 Ketika melihat aksesoris motor yang saya suka modelnya, saya harus beli saat itu juga.

36 Saya membeli aksesoris motor karena tiba-tiba tertarik saja.

(31)

untuk memperbanyak koleksi.

38 Aksesoris motor yang saya beli kadang-kadang tidak terpakai.

39 Lebih baik mementingkan keperluan sekolah/kulaih dari pada kendaraan saya.

40 Saya cenderung boros menggunkan uang saku karena saya gunakan untuk membeli aksesoris motor.

41 Saya tetap membeli aksesoris motor yang sedang

trend walaupun uang saya pas-pasan.

42 Aksesoris motor yang saya beli terkadang jarang saya pakai.

43 Saya mampu menahan diri untuk tidak terpengaruh rayuan penjual atau promosi.

44 Saya lebih baik menabung daripada harus menghamburkan uang untuk membeli aksesoris motor.

45 Lebih baik menghemat uang daripada menghamburkan uang untuk membeli aksesoris motor.

46 Saya percaya diri dengan kendaraan yang saya pakai, meskipun tidak sebagus milik orang lain. 47 Saya selalu mengatur sebelumnya jika ingin

membeli peralatan motor.

48 Saya membeli aksesoris motor dengan minta ijin terlebih dahulu dengan orang tua.

49 Saya sulit mengontrol perilaku membeli.

50 Aksesoris motor yang sedang trend tidak harus saya miliki.

(32)
(33)

Skala 2

DATA IDENTITAS

Nama : (boleh inisial)

Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

Usia :

PETUNJUK PENGISIAN

1. Berikan tanda checklist (√) pada salah satu jawaban dari setiap pernyataan seperti dibawah ini:

SS : Sangat Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut sangat sesuai dengan

keadaan diri anda

S : Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan diri anda.

TS : Tidak Sesuai, yaitu bila pernyataan tersebut tidak sesuai dengan keadaan diri anda.

STS : Sangat Tidak Setuju, yaitu bila pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan keadaan diri anda.

2. Apabila terjadi kesalahan dalam menjawab, berilah lingkaran pada tanda (√) yang telah dibuat, kemudian berilah tanda (√) yang baru pada jawaban yang anda kehendaki.

3. Apabila saudara telah selesai menjawab, periksalah dan pastikan kembali tidak ada yang terlewatkan. Mohon agar dikaitkan dengan kondisi yang anda rasakan atau anda alamai.

No Pernyataan Pilihan Jawaban

SS S TS STS

1 Kehidupan ini menyenangkan ketika apa yang saya inginkan terpenuhi.

2 Saya merasa hidup ini damai ketika barang yang saya inginkan sudah saya miliki.

3 Saya tidak merasa malu meski dianggap kurang baik dalam hal penampilan kendaraan saya.

(34)

5 Saya dapat menikmati waktu senggang tanpa menghabiskan banyak uang.

6 Saya menggunakan waktu luang untuk berkumpul bersama sahabat dan teman.

7 Saya kecewa dengan hidup saya karena tidak dapat memiliki barang yang saya inginkan.

8 Saya merasa mudah gelisah jika barang yang saya inginkan tidak langsung saya dapatkan.

9 Saya merasa malu bila aksesoris motor saya tidak mengikuti trend.

10 Bila mengingat kendaran saya yang tidak bagus, saya merasa malu dengan diri saya sendiri.

11 Saya mudah merasakan jenuh jika tidak melakukan perubahan kepada kendaraan saya. 12 Waktu libur terasa lama jika saya tidak melakukan

apapun dengan kendaraan saya.

16 Saya merasa tidak perlu merasa bersalah karena membeli banyak barang untuk kendaraan saya. 17 Kehidupan saya selama ini menyenangkan

18 Saya memanfaatkan setiap liburan dengan mempercantik kendaraan saya.

19 Saya merasa tidak berharga, jika tidak mampu membentuk kendaraan saya seperti yang saya inginkan.

20 Saya memiliki banyak masalah, dalam keuangan. 21 Setiap waktu saya merasa iri dengan orang lain. 22 Saya merasa menyesal setelah membeli aksesoris

motor.

23 Saya merasa kurang tentram jika kendaraan saya tidak mengikuti trend.

(35)

25 Saya bangga dengan diri saya dan kendaraan yang saat ini saya miliki.

26 Kehidupan saya bermakna

27 Saya selalu merasa bahwa saya harus memiliki banyak motor yang berbeda-beda.

28 Saat keinginan saya tidak tercapai saya cenderung meluapkan kemarahan saya.

29 Saya merasa bahagia menjalani kehidupan bersama komunitas saya.

30 Saya merasa beruntung memiliki komunitas yang baik.

31 Saya membayangkan komunitas ini pantas mendapatkan musibah.

32 Saya membenci banyak orang.

33 Saya merelakan barang yang saya inginkan agar tidak larut dalam kemarahan atau kekecewaan. 34 Saya berusaha tersenyum pada orang yang

menyinggung harga diri saya.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk merancang ekstraktor zat warna alami dengan variabel-variabel perancangan yang optimal serta efektif dalam pengoperasiannya, dengan

nilai tertentu yang berbeda dari plaintext dan berguna untuk menghasilkan ciphertext yang berbeda-beda jika nilai yang menjadi kunci tersebut juga berbeda-beda untuk algoritma

Pusat Kegiatan bagi Penyayang serta Hewan Anjing dan

Kontraksi otot polos miometrium pada persalinan preterm juga dapat dipicu oleh ketidakseimbangan Reactive Oxygen Species (ROS) dengan antioksidan dalam

Sedangkan yang menggunakan kasa steril mengatakan bahwa perawatan tali pusat menggunakan kasa alkohol yang digunakan untuk melilitkan pada tali pusat akan merusak flora

Dokumen Pengadaan Standar Jasa Konsultansi Badan Usahai.

96, Jati Rahayu Pondok Melati Kota Bekasi. Jakarta, 9

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu target kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dapat terealisasi dengan baik, meskipun ada beberapa target yang