• Tidak ada hasil yang ditemukan

LITERATURE REVIEW APRESIASI SASTRA INDON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LITERATURE REVIEW APRESIASI SASTRA INDON"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

LITERATURE REVIEW

APRESIASI SASTRA INDONESIA

Pembelajaran

(Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PKN) di SD

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila di Kelas Awal dalam Rangka

Pembentukan Karakter Siswa Yang Pancasilais dengan Apresiasi

Sastra

Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Apresiasi bahasa dan Sastra Indonesia

Galih Priyadi 1815163478

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Jakarta

(2)

Abstrak

Pembukaan UUD 1945 terdapat tujuan negara pada alinea keempat yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, namun pada praktiknya pendidikan yang ada saat ini hanya membuat siswa pintar namun tidak cerdas, sekedar mengetahui tanpa menerapkannya, inilah yang menjadi latar belakang penulis untuk membahas mengenai implementasi nilai-nilai pancasila di kelas awal, literatur riview ini menggunakan metode deskripsi yang berarti penulis membaca berbagai sumber sebagai bahan acuan lalu penulis mereproduksi ulang sesuai dengan pemahamannya. Tulisan ini bertujuan agar calon pendidik mulai menerapkan pembelajaran yang bersifat Doing bukan Knowing karena saat ini Indonesia sedang dilanda oleh kemerosotan Moral yang sangat menghawatirkan. Pada tulisan ini akan membahas mengenai ; Landasan Pendidikan Anak, Sekolah Knowing vs sekolah Doing, Pendidikan Karakter, Implementasi Karakter Pancasilais serta Desain Pembelajarannya.

Kata Kunci : Pendidikan, Karakter, Indirect Learning, Pancasila

Abstract

The preamble of the 1945 Constitution has the purpose of the state in the fourth

paragraph of the intellectual life of the nation, but in practice the existing education

today only makes students smart but not smart, just knowing without applying it,

this is the background of the author to discuss the implementation of values in

Pancasila Initial class, this riview literature uses a description method which

means the author reads various sources as a reference then the author reproduces

in accordance with his understanding. This paper aims for prospective educators

to begin implementing learning that is Doing not Knowing because currently

Indonesia is being hit by a very worrisome Moral slump. In this paper will discuss

about; Child Education Foundation, Knowing School vs. Doing School, Character

Education, Pancasila Character Implementation and Learning Design.

(3)

Pendahuluan

Pendidikan ialah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup serta pendidikan dapat diartikan sebagai

pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menurut Mudyahardjo, 2001:6, hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran PPKn

dimana sekolah knowing berfokus pada pembentukan karakter siswa serta menjadikan lulusan yang life long learner.

Dalam kurikulum 2013 PPKn memiliki kewajiban ekstra dimana hanya pada mata pelajaran inilah pemerintah mempercayakan KI 1 dan KI 2 yang mana berorientasi pada sikap spiritual maupun sosial. PPKn erat kaitannya dengan Pancasila sebagai ideologi Negara Republik Indonesia, namun dalam implementasinya Pancasila hanya sebagai bahan hafalan, terutama pada kelas awal. Pada taksonomi Bloom yang sudah direvisi oleh Anderson menghafal hanya berada pada tahapan Kognitif 1 ( C1) Remember. Sangat jauh dari yang diharapkan dari kurikulum 2013 yakni anak dapat berfikir tingkat tinggi (HOTS) jika hal ini dibiarkan maka pendidikan Indonesia akan terus terpuruk dengan berbagai kemerosotan moral dan karakter yang sedang marak terjadi saat ini.

Dalam implementasinya nilai-nilai Pancasila tidak lepas dari Apresiasi Sastra terutama pada Bahasa sebagai pengantar untuk pembentukan karakter dan moral, sastra sendiri adalah karya seni yang bermedia bahasa sebagai sarana untuk mengajar dan memberi petunjuk , oleh karena itu bertujuan untuk menyampaikan

suatu ajaran. Dari definisi sastra sendiri dapat kita simpulkan bahwa sastra memiliki peran penting terhadap pembentukan karakter. Pada bab pembahasan akan di ulas

(4)

Pembahasan

A. Landasan Pendidikan Anak

Pengertian landasan pendidikan secara leksikal atau bahasa secara garis besar adalah tumpuan atau asumsi-asumsi yang menjadi dasar titik acuan dalam dunia pendidikan, landasan pendidikan sendiri terbagi menjadi 3 jenis yakni landasan secara teoritis, Yuridis dan landasan Empiris.

Landasan pendidikan secara teoritis adalah asumsi-asumsi ahli maupun pendidik

itu sendiri, landasan pendidikan ini sangat sarat dengan berbagai bidang ilmu filsafat, seperti misalnya filosofis pedagogik yaitu landasan pendidik yang berdasarkan dari mind set pendidik, bagaimana ia memandang pendidikan, kurikulum, tujuan pendidikan dan konten dari pendidikan itu sendiri. Konsep Naturalisme Romantik ( Jean Jacques Rousseau 1712-1778) dalam nevelnya yang berjudul Emile (1762). Rousseau memiliki pandangan bahwa “segala sesuatu yang berasal dari sang pencipta adalah baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia” hal ini menjelaskan bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter baik ataupun buruk dan pendidikan karakter ini haruslah natural yakni dengan proses eksplorasi dan diskoveri, bukan pembelajaran yang sifatnya pengajaran langsung (metode ceramah)

Landasan Yuridis adalah dasar hukum mengenai pendidikan, khususnya di Indonesia pendidikan menjad hal yang Concern hal ini dibuktikan dengan tujuan pendidikan terdapat pada pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat. Selain itu banyak undang-undang yang membahas mengenai pendidikan salah satunya adalah Permendikbud No.22/2016 pada poin 11 san 12 yang berbunyi :

11. pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat 12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa

saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas

(5)

Lamdasan Empiris adalah landasan yang memiliki dasar berbagai kebutuhan anak mulai dari kebutuhan dasar sampai kepada kebutuhan lanjut seperti yang tertera pada piramida kebutuhan Maslow seperti gambar dibawah ini :

Sedangkan pada penelitian Erikson mengungkapkan bahwa perlakuan terhadap

anak memilik efek jangka panjang, jika seorang anak mendapatkan perlakuan yang baik dan dipenuhi seluruh hirarki kebutuhan seperti pada gambar di atas, menyebabkan anak berkembang menjadi orang yang mampu mempercayai orang lain dan berkembang menjadi pribadi yang baik, dan sebaliknya jika anak diperlakukan dengan tidak baik dan tidak dipenuhi hirarki kebutuhannya, perkembangan anak menjadi buruk (menyimpang/nakal) dan cenderung lambat.

B. Sekolah Knowing vs Doing

Sekolah merupakan sebuah instansi yang berperan penting terhadap pendidikan terutama pada pendidikan anak sekolah tingkat awal, namun pada praktiknya banyak sekali pembelajaran lebih ditekankan pada Cognitive 1 yakni hanya sekedar menghafal, mengetahui dan mengingat. Mayoritas sekolah di Indonesia berfokus pada sekolah Knowing yang hanya membuat siswa tau tanpa melakukannya. Sebagai study Case Andi mengetahui bahwa membuang sampah dan menyebrang jalan tidak boleh sembarangan, namun Andi tetap melakukan pelanggaran tersebut karena sudah menjadi sebuah kebiasaan (karakter) walaupun ia mengetahui bahwa yang ia lakukan adalah salah.

Berbeda dengan sekolah Doing yang berfokus terhadap perilaku, pembelajaran lebih ditekankan pada Cognitive 3 yakni mengaplikasikan atau menerapkan pengetahuan yang ia miliki ke dalam kehidupan sehari-hari, masih sangat sedikit sekolah yang menerapkan sekolah Doing padahal manfaatnya begitu besar seperti

(6)

kenalannya keliling kota jakarta, ketika ingin menyebrang ia selalu mencari Zebra Cross padahal tidak semua penyebrangan jalan dilengkapi oleh Zebra Cross ia bahkan tidak terpengaruh oleh orang - orang disekitarnya yang menyebrang sembarangan, hal ini disebabkan karena kebiasaan menyebrang jalan di Zebra Cross sudah menjadi karakter yang akan dibawa kemana pun ia pergi.

Dari kedua study case di atas dapat kita simpulkan bahwa sekolah Doing lebih unggul dibandingkan dengan sekolah Knowing hal ini juga diperkuat oleh berbagai teori seperti teori sebelumnya mengenai Hirarki Kebutuhan oleh Maslow serta konsep pendidikan yang digagas oleh UNESCO (Empat Pilar Pendidikan) yakni ;

Lerning To Know, Learning To do, Learning To Be and Learning to live together.

C. Pendidikan Karakter

Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles mendefinisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Karakter erat kaitannya dengan nilai-nilai moral, dimana moral bersinergi dengan berbagai pihak seperti pola asuh orang tua, lingkungan sekitar serta sekolah.

Pendidikan karakter adalah pembelajaran Indirect learning (pembelajaran tidak langsung) dan terbentuk dari sebuah pola berulang yang akan menjadi sebuah kebiasaan, sehingga sekolah Doing selalu menjadi paradigma sekolah berkarakter, di dalam pancasila terdapat nilai-nilai moral / butir – butir pancasila yang seharusnya menjadi hal yang utama untuk menumbuhkan nilai-nilai tersebut pada anak SD kelas awal. Namun maraknya globalisasi dan sosial media membuat iklim moral di Indonesia sangat mudah terpuruk dikarenakan sekelompok oknum yang memviralkan berbagai konten negatif dan berulang, sehingga anak dibawah umur (siswa sd kelas awal) yang cendurung belum memiliki dan ditanamkan filter baik, buruk mudah terkontaminasi yang berakibat kemerosotan moral yang sedang saat ini marak terjadi.

(7)

sedini mungkin kepada siswa kelas awal, yang tentunya penanaman ini bersifat Indirect Learning.

D. Implementasi Karakter Pancasilais

Karakter Pancasilais secara sempit dapat diartikan sebagai karakter yang memiliki serta menganut penuh ideologi negara, namun secara luas karakter Pancasilais adalah penerapan dari hal-hal yang utopis namun masih rasional. Karakter pancasilais ini dapat menjadi sebuah identitas karakter manusia indonesia dimata dunia.

Implemntasi nilai-nilai tersebut tentu kembali lagi harus adanya sinergi dari

berbagai pihak, namun dilihat dari pandangan seorang pendidik, implementasi karakter pancasilais harus dengan metode deskoveri serta kontruktivistik, yang artinya anak dipandu untuk melihat contoh baik dan melakukan kebiasan baik yang menjadi sebuah pola hidup di semua tempat, baik lingkungan keluarga, rumah maupun sekolah, kebiasaan ini tidak pernah ditinggalkan, seperti sikap saling menghormati, dilingkungan keluarga dapat dibiasakan sebelum berangkat ke sekolah anak berpamitan dengan mencium tangan kedua orang tuanya, dan tidak lupa memberikan salam baik di rumah maupun di sekitar lingkunganya saat bertemu dengan orang yang lebih dewasa. Pembiasaan ini harus diperkuat di sekolah dengan mengkoreksi berbagai penyimpangan yang mungkin saja anak melihat atau menirunya. Peran guru sangat penting dalam memberikan contoh salam yang baik, mulai dari caranya sampai kepada siapa saja kita harus melakukan hal tersebut.

pada pembelajaran dikelas, sebelumnya guru harus menguasai dan memahami butir-butir pancasila yang lebih luas tidak hanya terbatas pada kelima sila yang ada, namun lebih kepada penjabaran sila-sila dari pancasila seperti penjabaran sila pertama ; Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama anatra pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Toleransi Beragama). Sila kedua ; Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira, Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain, Menjunjung

(8)

membela kebenaran dan keadilan dan masih banyak lagi penjabaran dari sila-sila pancasila.

E. Desain Pembelajaran

Pembelajaran pada siswa kelas awal adalah tematik terpadu yakni pembelajaran yang sifatnya Holistik, yang artinya perpindahan antara mata pelajaran sangat tipis dan tidak terasa oleh siswa, khususnya ppkn yang pembelajarannya indirect learning sangat bergantung pada apresiasi sastra sebagai sarana berkomunikasi, di dalam komunikasi tersebut guru harus membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar supaya ditiru oleh anak. Metode pembelajaran yang digunakan pun

berbeda, dimana pembelajaran haruslah berbasis pada aktivitas, misalnya saat ingin mengajarkan anak sikap bergotong royong, dan bertanggung jawab, anak belajar melalui perbuatan, misalnya secara bersama-sama mindahkan/merapihkan ruang kelas.

Desain pembelajarannya pun harus atraktif dan menyenangkan serta tidak terbatas dalam artian jika dalam proses pembelajaran terjadi sebuah kejadian guru dapat dengan fleksibel menjadikannya sebuah pembelajaran, misalnya sedang berebut untuk melihat objek yang dibawa guru, guru dapat mengatur dan meminta siswa untuk antri jika hal ini dibiasakan maka budaya antri akan tertanam di dalam memori anak sehingga akan menjadi sebuah karakter.

(9)

F. Kesimpulan

Implementasi Nilai-Nilai Pancasila di Kelas Awal dalam Rangka Pembentukan Karakter Siswa Yang Pancasilais dengan Apresiasi Sastra adalah sesuatu yang sangat penting dan sifatnya urgensi bagi Indonesia, hal ini dikarenakan kemerosotan moral yang sudah tidak dapat dibendung lagi akibat dari arus globalisasi dan maraknya sosial mendia yang berkonten negatif serta lunturnya nilai-nilai pancasilais yang ada dimasyarakat.

Guru memiliki peran utama serta pihak-pihal keluarga maupun lingkungan harus bersinergi dalam menciptakan iklim yang baik untuk anak bisa berkembang menjadi perilaku yang baik, desain pembelajarannya pun harus berbasis aktifitas

dan anak bukan hanya diberikan pengetahuan tapi lebih kepada Soft skill dalam mencari dan menggunakan pengetahuan yang ia miliki, hal ini dikarenakan sesuai dengan amanat permendikbud No.22/2016 pada poin 11 dan 12 yang pada intinya bahwa belajar bisa dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.

(10)

Referensi (Bahan Bacaan)

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/IKA_MUSTIKA_SA RI/EVALUASI_PENDIDIKAN/Taxonomi_Anderson.pdfdiakses pada tanggal 29 April 2018 Pukul 21.10

Amri, Sofan. 2013. “Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah Dalam Teori, Konsep dan Analisis”. Jakarta : PT. Prestasi Pustakaraya”

Madyawati, Lilis. 2016. “ Strategi Pengembangan Bahasa pada Anak”. Jakarta :

Prenadamedia Group.

Tillman Diane. 2004. “ Living Value Activity for Children Age 8 –14”. Jakarta :

PT Grasindo.

Susanto, Ahmad. 2013. “ Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar”. Jakarta : Prenadamedia Group.

Pitamic, Maja. 2013. “ Teach Me To Do It Myself”. Jakarta : Pustaka Pelajar

Hong, Clarice. 2003. “Teaching Children Responsbility & Discipline” Malaysia : TC Publishing SDN BHD.

Salam, Burhanuddin. 1988. “Filsafat Pancasilaisme”. Jakarta : PT Rineka Cipta

Badar, Ibnu Trianto. 2011. “Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi

Anak Usia Dini TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI Implementasi Kurikulum 2013”. Jakarta : Prenadamedia Group.

Lickona, Thomas. 2012. “Educating For Character : How Our School Can Teach

Respect an Responbility”. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Zulela. 2013. “ Pembelajaran Bahasa Indonesia Apresiasi Sastra Sastra di Sekolah Dasar “. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Lubis Efridani, dkk. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Unit Pelaksanaan Teknis Mata Kuliah Umum Universitas Negeri Jakarta.

Levin James, James F. Nolan. 1996. Principles Of Classroom Management Second Edition. Boston, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: Allyn and Bacon.

Abdurrahman Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

(11)

http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/El-idare/article/download/918/760/ diakses pada tanggal 30 April 2018 pukul 19.14

http://oaji.net/articles/2015/745-1422814281.pdf diakses pada tanggal 30 April 2018 pukul 20.07

https://www.kompasiana.com/sutiono/emotional-intelligence-antara-sekolah-knowing-vs-sekolah-being_559bc5cab37e61b110970213 diakses pada tanggal 30 April 2018 pukul 21.11

https://m.timesindonesia.co.id/read/154347/20170816/001959/pramuka-dan-4-pilar-pendidikan-menurut-unesco/ diakses pada tanggal 30 April 2018 Pukul 21.23

den Brok, P., Fisher, D., & Koul, R. (2005). The importance of teacher interpersonal behaviour for secondary science students’ attitudes in Kashmir. Journal of Classroom Interaction, 40, 5-19.

Frymier, A. B., & Houser, M. L. (2000). The teacher-student relationship as an interpersonal relationship. Communication Education, 49 (3), 207-219.

Sulhan, Najib. 2011. Panduan Praktis Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa. Surabaya: Jaring Pena.

Prayitno dan Manullang Belferik. 2011. Pendidikan Karakter dalam Pembangunan Bangsa. Jakarta: Grasind

Najib, Sulhan. 2010. Pendidikan Berbasis Karakter.Surabaya: Jape Press Media Utama (Jawa Pos Grup).

Mulyana, Rahmat. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung; Alfabeta.

Latif, Abdul. 2007. Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika Aditama.

Amin, Maswardi Muhammad. 2011. Pendidikan Karakter Anak Bangsa. Jakarta: Badouse Media.

http://bphn.go.id/data/documents/butir-butir_pancasila_1.doc diakses pada tanggal 1 Mei 2018 pukul 06.11

journals.itb.ac.id/index.php/jpwk/article/download/4156/2239 diakses pada

tanggal 1 Mei 2018 pukul 06.25

journal.stainkudus.ac.id/index.php/komunikasi/article/viewFile/431/455

Referensi

Dokumen terkait

Tesis ini berjudul “ Struktur, Fungsi, dan Nilai Kearifan Lokal Cerita Rakyat Kabupaten Bangka serta Pemanfaatannya untuk Menyusun Bahan Ajar Apresiasi Sastra di

Nilai Pendidikan Karakter Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye : Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya.. Dalam Pembelajaran Di

Penelitian yang berjudul “ Kajian Struktur dan nilai -nilai religius novel hafalan shalat Delisa karya Tere Liye dan alih wahananya untuk bahan apresiasi sastra di

Penelitian “ Upacara Adat Katoba pada Masyarakat Muna (Analisis Struktural, Nilai-Nilai Kultural, dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra Lama di

Oleh karena itu kebijakan dan implementasi pendidikan yang berbasis karakter melalui kearifan lokal dalam pembelajaran sastra di sekolah menjadi sangat penting dan

akan tertanam nilai-nilai moral yang baik yang penting dalam pembentukan karakter mahasiswa, sehingga tujuan pendidikan Literatur (sastra )erman) yang

Salah satu cara awal penanaman nilai karakter dalam pembelajaran sastra di sekolah, guru menyajikan teks sastra, selanjutnya siswa diminta untuk menganalisis makna yang

Selanjutnya, akan dibahas pantun-pantun yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dijadikan bahan ajar pembelajaran sastra dalam rangka penanaman