• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Politik Menurut Para Ahli Def

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengertian Politik Menurut Para Ahli Def"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

Pengertian Politik Menurut Para Ahli Defniii

Pengertian politik menurut para ahli - Menurut Ramlan Surbakti (1999 : 1) bahwa defniii politik adalah interakii antara pemerintah dan maiaarakat dalam rangka proiei pembuatan dan pelakianaan keputuian aang mengikat tentang kebaikan beriama maiaarakat aang tinggal dalam iuatu wilaaah tertentu.

Defniii Politik Menurut Para Ahli - Dari pendapat di atai dapat diiimpulkan bahwa politik merupakan ialah iatu iarana interakii atau komunikaii antara pemerintah dengan maiaarakat iehingga apapun program aang akan dilakianakan oleh pemerintah ieiuai dengan keinginan-keinginan maiaarakat dimana tujuan aang dicita-citakan dapat dicapai dengan baik.

Pengertian komunikaii penulii iederhanakan iecara umum iebagai “hubungan” atau kegiatan upaaa interakii manuiia dengan lembaga dan dapat beriifat

langiung atau tidak langiung (melalui perantara/media maia), biia beriifat vertical dan horizontal.

Hal itu didukung pula oleh pendapat Koiaiih Djahiri (2003 : 31) bahwa komunikaii adalah : “Suatu proiei (proiei, reakii atau interakii) dan merupakan produk dari pada kemampuan manuiia/lembaga pelaku aang beriangkutan”.

Dengan kata lain komunikaii adalah jantung dari kehidupan manuiia dan

maiaarakat ierta merupakan ialah iatu kebutuhan daiar aang dimiliki manuiia dalam kehidupan bermaiaarakat. Tanpa proiei dan kegiatan ini manuiia/ kelompok aang beriangkutan akan diberi gelar oleh kelompok lainnaa “apatii dan aioiial”.

Menurut F. Iijwara, (1995 : 42) politik ialah ialah iatu perjuangan untuk

(2)

Dari pendapat teriebut iaaa iimpulkan bahwa politik merupakan iebuah iarana memperjuangankan kekuaiaan ierta mempertahankan kekuaiaan itu demi tujuan aang ingin dicapai.

Menurut Kartini Kartono (1996 : 64) bahwa politik dapat diartikan iebagai aktivitai perilaku atau proiei aang menggunakan kekuaiaan untuk menegakkan peraturan-peraturan dan keputuian-keputuian aang iah berlaku di tengah maiaarakat.

Dengan demikian aturan-aturan dan keputuian aang tadi ditetapkan ierta dilakianakan oleh pemerintah ditengah keadaan ioiial aag dipengaruhi oleh kemajemukan / kebhinekaan, perbedaan kontroverii, ketegangan dan konfik oleh karena itu perlunaa di tegakkan tata tertib iehingga dapat diharapkan dengan penegakan tata tertib teriebut tidak akan terhadi perpecahan antar maiaarakat Sebagai perbandingan beriama ini diiajikan pengertian politik dari iegi lain aang dikutip dari oleh Pamudji.

Secara etimologii politik dari bahai Yunani “Polii” aang artinaa iama dengan kota (Cita) atau negara kota (Cita State) dari polii timbul iitilah lain polite artinaa warga negara, politicoi artinaa kewarganegaraan, politike techen artinaa kemahiran berpolitik, dan ielanjutnaa orang-orang romawi mengambil iitilah teriebut ierta menamakan pengetahuan tentang negara itu iebagai kemahiran tentang maialah-maialah kenegaraan.

Dengan demikian jelailah bahwa piolitik aang beriangkut paut dengan ioal-ioal negara dan pemerintah.

Ada beberapa defniii mengenai pendidikan politik aang dikutip oleh Kartini Kartono (1996 : 64) iebagai berikut :

Pendidikan politik adalah bentuk pendidikan orang dewaia dengan menaiapkan kader-kader untuk pertarungan politik dan mendapatkan penaeleiaian agar menadang dalam perjuangan politik

(3)

R. Haaer menaebut : pendidikan politik adalah uiaha membentuk manuiia menjadi partiiipaii aang bertanggung jawab dalam politik.

Dari pendapat di atai dapat diiimpulkan bahwa uniur pendidikan dalam pendidikan politik pada hakekatnaa merupakan aktivitai pendidikan diri (mendidik diri iendiri dengan iengaja) aang terui menerui, hingga orang aang beriangkutan lebih mampu dan memahami dirinaa iendiri ierta iituaii kondiii lingkungan iekitar, kemudian mampu menilai iegala ieiuatu iecara kritii ierta mampu menentukan iikap dan cara penanganan maialah-maialah aang terjadi di tengah-tengah lingkungan hidupnaa dalam kehidupan bermaiaarakat

Pendidikan politik juga iebagai ialah iatu bagian dari pendidikan iecara umum dimana iangat membutuhkan proiei pembinaan dalam proieinaa tentang hal ini GBHN (1999) menegaikan iebagai berikut :

“Meningkatkan pendidikan politik iecara inteniif dan konfreheniif kepada

maiaarakat untuk mengembangkan budaaa politik aang demokratii, menghormati keberagaman aipiraii, dan menunjang tinggi iupreemaii hukum dan hak aiaii manuiia berdaiarkan pancaiila dan Undang-undang Daiar 1945”

Pengertian Politik

Hal ini memberikan iiaarat betapa pentingnaa pendidikan politik untuk di tanamkan / diterapkan pada iemua warga negara Indoneiia agar memiliki keiadaran politik bangia. Melalui pendidikan politik diharapkan akan lahir warga negara aang demokratii, patuh pada hukum iadar akan keberiamaan dan menghargai nilai kemanuiiaa iecara beradab.

(4)

Referenii - Pengertian Politik Menurut Para Ahli Defniii

Surbakti Ramlan,(1999), Memahami ilmu politik, Gramedia Widia iarana Indoneiia, Jakarta

Djahiri A Koiaiih, (2003), Politik kenegaraan dan hukum,Lab PPkn UPI Bandung

Iijwara F, (1995), Pengantar Ilmu Politik,Bina Cipta, Bandung.

(5)

Etika Politik dan Penerapannya

Sri Sultan Hamengku Buwono

Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Filosof Immanuel Kant pernah menyindir, ada dua watak binatang terselip di setiap insan politik: merpati dan ular. Politisi memiliki watak merpati yang lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme. Tetapi, ia juga punya watak ular yang licik dan jahat, serta selalu berupaya untuk memangsa merpati. Celakanya, yang sering menonjol adalah “sisi ular” ketimbang watak “merpati”-nya. Metafora sang filosof yang normatif dan simbolik itu sudah menjadi pengetahuan umum, ketika berbicara soal etika politik. Bahkan ekstimitas watak poltisi

pun diasosiasikan dengan “watak binatang”1.

Politik “Kebun Binatang”

Memang, pada sejak zaman dahulu, para budayawan dan filosof kerap menggunakan kisah-kisah perumpamaan “dunia binatang”. Sastrawan Inggris George Orwell mengarang fabel yang diterjemahkan almarhum Mahbub Djunaidi berjudul “Binatangisme”. Bahkan suatu ketika, Mahbub sendiri menulis kolom “Politik Kebun Binatang” untuk mengkritik tingkah laku politisi kita masa itu. Tentu saja politisi kita bukan binatang, walaupun ada istilah homo hopini lupus. Politisi kita diharapkan lebih berwatak hanif, cinta dan konsisten pada kebenaran, bukan

melakukan “pembenaran”.

Jika kita sempat mengunjungi Museum Purbakala Sangiran, dan sempat menyaksikan film dokumenter yang diputar untuk pengunjung, betapa kita kaya sekali akan fosil, yang terkenalnya adalah fosil manusia

purba Pitecanthropus Errectus yang mirip “manusia kera”.

Digambarkan fosil-fosil itu adalah jawaban atas the missing link dari mata rantai evolusi sejarah asal-usul manusia, dari “wujud binatang” menuju bentuknya yang sempurna. Untuk menuju (peradaban) sempurna butuh proses evolusi jutaan tahun lamanya. Tetapi, mengapa “watak buas dan kejam” masih terus melekat? Di Surat At-Tin dalam Al Qur’an ada istilah asfalas safilin, lebih rendah ketimbang binatang. Manusia bisa terjerembab pada level itu. Karenanya, kita harus selalu wapada, berjihad melawan hawa nafsu. Jangan sampai larut dan terhanyut

pada apa yang Pujangga Ranggawarsita sebut sebagai zaman edan.

Uang adalah Panglima

Etika, atau filsafat moral (Telchman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik dengan demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Apa standar baik? Apakah menurut agama tertentu? Tidak! Standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri ini.

Di sisi lain nasionalisme kita berubah menjadi “kebangsaan uang”. Tidak terlalu digubris bahwa nasionalisme kita hanya akan berkembang dengan subur di alam demokrasi ini, bila Pancasila dijadikan acuan dalam etika politik. Etika politik bisa berjalan kalau ada penghormatan terhadap kemanusiaan dan keadilan. Ini merupakan prasyarat dasar yang perlu dijadikan acuan bersama dalam merumuskan poltik demokratis yang berbasis etika dan moralitas.

Ketidakjelasan secara etis berbagai tindakan politik di negeri ini membuat keadaban publik saat ini mengalami kehancuran. Fungsi pelindung rakyat tidak berjalan sesuai komitmen. Keadaban publik yang hancur inilah yang seringkali merusak wajah hukum, budaya, pendidikan, dan agama. Rusaknya sendi-sendi ini membuat wajah masa depan bangsa ini kabur. Sebuah kekaburan yang disebabkan kerena etika tidak dijadikan acuan dalam kehidupan politik.

(6)

Hal ini sangat ironis karena mengakibatkan hilangnya iman dalam kehidupan manusia. Iman tidak lagi menjadi sumber inspirasi batin bagi kehidupan nyata. Iman hanya sekedar simbol lahiriah yang menjelma dalam ritus dan upacara. Iman tidak terkait dengan tata kehidupan dan akibatnya dia tidak menjiwai kehidupan publik. Politik tidak tersentuh oleh etika iman, seperti yang diajarkan oleh sila pertama dari Pancasila, KeTuhanan Yang Maha Esa.

Di masa reformasi yang serba boleh ini, kemunduran etika politik paraelite dalam setiap jejak perjalanannya membuat kita menjadi “miris”. Kemunduran etika politik para elite ini salah satunya ditandai dengan menonjolnya sikap pragmatisme dalam perilaku politik yang hanya mementingkan kelompoknya saja. Kepentingan bangsa, menurut mereka bisa dibangun hanya melalui kelompoknya. Dan masing-masing kelompok berpikir demikian.

Jadi jika kita tarik logika yang ada di kepala masing-masing kelompok, (nyaris) tidak ada yang namanya kepentingan bersama untuk bangsa. Yang ada hanyalah kebersaman fatamorgana. Seolah-olah kepentingan bersama, padahal itu hanyalah kepentingan-kepentingan kelompok yang terkoleksi. Hampir tidak ada kesepakatan di mata para politisi kita tentang akan dibawa ke mana bangsa ini, karena semua merasa benar sendiri, dan tidak pernah mau menyadari di balik pendapat yang ia nyatakan, mengandung kekurangan yang bisa ditutup oleh pendapat kelompok lain. Prinsip menerima kebenaran pendapat lain sudah mati, dan tertimbun oleh arogansi

untuk menguasai kelompok lain.

Memang benar alam raya ini penuh dengan perbedaan. Demikian pula politik, penuh dengan perbedaan pendapat. Tapi di Indonesia perbedaan pendapat justru menjadi penghalang untuk mencapai visi bersama bangsa. Betapa sedih melihat ketika demokrasi yang kita rasakan dibangun oleh para elite dengan cara manipulatif dan penuh

rekayasa untuk menjatuhkan lawan.

Ke arah manakah etika politik akan dikembangkan oleh para politisi produk reformasi ini? Dalam praktik keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, daripada kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara

apa pun, meski bertentangan dengan pandangan umum.

Karena itulah, di samping aturan legal formal berupa konstitusi, politik berikut praktiknya perlu pula dibatasi dengan etika. Etika politik digunakan membatasi, meregulasi, melarang dan memerintahkan tindakan mana yang

diperlukan dan mana yang dijauhi.

Etika politik yang bersifat umum dan dibangun melalui karakteristik masyarakat bersangkutan amat diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam aturan secara legal formal. Jadi etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali keberadaannya bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah. Ditunjang dengan alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat, rasa malu dan

merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan.

Akibatnya ada dua hal: pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada, dan tidak berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik. Untuk memaafkan fenomena tersebut lalu berkembang menjadi budaya permisif, semua serba boleh, bukan saja karena aturan yang hampa atau belum dibuat, melainkan juga disebut serba boleh, karena untuk membuka seluas-luasnya upaya mencapai kekuasaan (dan uang) dengan mudah.

Tanpa kita sadari, nilai etis politik kita cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang2.

Budaya Demokratis

(7)

Bersamaan dengan menggelindingnya demokratisasi, ke-berbagai-an (kebhinekaan) dan ke-berbagi-an (resource sharing) yang sempat dibungkam secara ideologis semasa Orde Baru kembali bernapas. Ke-berbagai-an dan ke-berbagi-an yang sayang sejak berdirinya bangsa ini tidak pernah diberi kesempatan belajar bagaimana hidup

bersama dan berbagi secara rasional.

Yang ada hanya kuliah-kuliah kering tanpa persatuan-kesatuan, toleransi, dan kebersamaan. Ide-ide yang gegap-gempita di ruang-ruang penataran, namun miskin secara praksis. Hasilnya, etika sosial pecah berantakan. Demokrasi diajukan ke meja hijau. Demokrasi dituduh meriuh-rendahkan kehidupan politik yang dulu senyap-sejuk. Disintegrasi! Itulah retorika magis yang membuka pintu bagi aparatur koersif untuk turun tangan. Pertikaian sosial hanya bisa diredam dengan tangan besi. Tidak ada jalan lain. Demokrasi hanya retorika indah di seminar-seminar, ruang kuliah, dan media massa. Masyarakat membutuhkan kedamaian bukan demokrasi. Demokrasi dituding sebagai tidak indah. Wajahnya centang-perentang dan sukar disusun rapi. Damai lebih indah. Meski harus

menjatuhkan diri kembali ke pelukan rezim tangan besi.

Sebuah tatanan hidup bersama secara rasional membutuhkan lebih dari sekadar reformasi demokratis-prosedural. Reformasi yang semata meluruskan prosedur-prosedur politik yang melenceng dari garis demokrasi. Pemilu multipartai dilangsungkan secara fair lima tahun sekali. Presiden dipilih langsung. Masa jabatannya dibatasi dua kali. Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif berfungsi proporsional dan maksimal, dan sebagainya. Demokrasi

prosedural seperti itu belum tentu menghasilkan etika sosial.

Demokrasi semata menetapkan prosedur-prosedur guna menjamin apa yang disebut democratic liberites. Sebagian democratic liberitiesyang umumnya dijamin adalah kebebasan berekspresi, berserikat, dan menjalankan syariat agama. Namun, kebebasan berekspresi bisa dijadikan jalan untuk mengobarkan sentimen anti-etnis atau agama tertentu. Kebebasan berserikat bisa dijadikan alasan untuk menghukum para bidah. Dan, kebebasan

beragama tidak mengatur koeksistensi antarumat beragama.

Bagaimana demokrasi bisa seiring dengan etika sosial. Satu-satunya jalan adalah terwujudnya apa yang disebut budaya demokratis (democratic culture). Demokrasi tanpa dibarengi budaya demokratis ibarat pelita tanpa minyak. Nyala rezim demokratis di berbagai belahan dunia meredup karena gagal mewujudkan budaya demokratis

dalam masyarakatnya.

Demokrasi sendiri menuntut terpatrinya tiga dimensi kultural. Dimensi pertama adalah kedaulatan populis. Dimensi ini menuntut rakyat dan bukan pejabat publik yang berdaulat. Kewenangan pejabat-pejabat publik harus senantiasa dijadikan obyek strukturisasi publik. Kesetaraan politik adalah kata kuncinya. Musuh besar dimensi

pertama demokrasi ini adalah segala bentuk previlese sosial.

Dimensi kedua adalah kesetaraan warga negara. Dimensi ini menuntut setiap warga negara dipandang sebagai subyek hukum yang setara dalam melibatkan diri secara politis. Melibatkan diri dalam hal ini bukan saja sebagai pengadil proses-proses politik, tetapi juga sebagai partisipan aktif. Untuk itu, peluang warga negara untuk mempengaruhi proses-proses politik harus dijamin setara. Demokrasi cacat bila satu atau beberapa kelompok masyarakat memiliki defisit peluang dalam mengartikulasi keyakinan-keyakinannya dalam proses politik. Distribusi ekonomi yang timpang bisa jadi salah satu pemicunya. Artikulasi gagasan didominasi donor-donor kaya.

Dimensi ketiga adalah diskursus demokrasi. Jika tiap-tiap warga negara dipandang sebagai rekanan dalam urusan politik, mereka lebih dulu memposisikan diri sebagai individu yang bebas. Deliberasi individu harus berkonsentrasi pada argumen untuk menolak atau menerima sebuah aksi kolektif sehingga warga negara yang agendanya ditolak, paling tidak puas bahwa mereka berpeluang meyakinkan yang lain, bukan sekedar kalah suara.

Sensor, kebohongan, dan manipulasi adalah musuh-musuh utama dimensi ketiga demokrasi ini. Tiga dimensi demokrasi-kontrol populis terhadap pejabat-pejabat publik, kesetaraan politik warga negara, diskursus politik yang fair dan setara, menuntut tegaknya budaya demokratis. Budaya yang mengandung dua komponen pokok. Pertama, kemandirian dan kedua, nalar publik. Budaya adalah struktur. Kebiasaan yang berulang dan menghasilkan pola yang dihayati bersama. Pola kultural yang belum sepenuhnya lepas dari masyarakat kita adalah pola-pola feodalisme. Stuktur kultural feodalisme amat berseberangan dengan kultur kemandirian. Feodalisme adalah ketergantungfan in optima forma. Kultur yang menggantungkan segalanya pada kekuasaan dan

(8)

Rezim Orde Baru dengan jeli memanfaatkan kondisi kultural ini. Potensi apatisme politik dalam masyarakat dikeraskan lewat perangkat koersif maupun ideologis. Kultur feodalisme juga mengerem pertumbuhan civil society. Karena kekuasaan diagungkan, maka kekuatan non-pemerintah diremehkan. Politik ditafsirkan sebagai ajang cari makan dan status. Karier yang bagus berarti kantung tebal dan status sosial yang kian membumbung.

Logikanya pun menjadi politik praktis: perebutan dan aksentuasi kekuasaan. Padahal civil society berpijak pada logika politik yang berbeda. Logika politik civil society bukan bukan politik praktis, tetapi politik emansipatoris. Artinya, politik guna membela hak dan membebaskan warga negara dari ketergantungan politis lewat konsistensi dan advokasi. Sasarannya adalah naiknya posisi tawar masyarakat dan menciptakan budaya kemandirian yang proaktif.

Demokrasi yang beretika sosial menuntut enyahnya irasionalitas dari tatanan hidup bersama. Untuk itu, nalar publik mesti dijadikan sarana epistemik tiap perjumpaan ideologis. Prinsip nalar publik sederhana saja. Setiap klaim apakah itu moral, filosofis, agamis, maupun ideologis, harus didasarkan pada satu argumentasi yang dapat diterima semua pihak yang berkepentingan. Kata kuncinya adalahunderstandability dan communicability. Ini harus dihayati betul oleh tiap individu atau kelompok dalam sebuah rezim demokratis.

Membudayakan nalar publik bukan tugas ringan. Dalam masyarakat yang sebagian besar masih dikungkung kubah-kubah primordial, nalar yang dipakai masih bersifat privat. Nalar yang cenderung tertutup, sektarian, dan tidak bisa menerima perbedaan. Sasarannya bukan mencari irisan kepentingan, tetapi efektifitas dan kesuksesan. Kelompok atau individu lain dipandang sekadar sebagai sarana, bukan sebagai subyek diskursif yang setara.

Bagaimana membangun sebuah kultur demokratis? Tidak ada jalan lain kecuali menggelar strategi kebudayaan. Konkretnya, membangun sistem pendidikan yang menjadikan prinsip kemandirian dan nalar publik sebagai pijakan konseptual. Sistem yang berfokus pada penciptaan individu-individu yang otonom dan kritis dalam daya pertimbangan. Otonom bukan berarti egosentris. Karena itu, pelajaran budi pekerti harus menekankan perjumpaan, pengenalan, dan pemahaman “yang lain” (the others). Strategi pedagogis ini tentu membidik target jangka panjang. Strategi yang amat menentukan cerah-tidaknya masa depan demokrasi di negeri ini3.

Catatan Akhir

Power tends to corrupt dan Ethics has no place in politics adalah dua adagium klasik dalam textbook ilmu politik yang ingin menunjukkan betapa mudahnya kita terperangkap pada kecenderungan berpolitik tanpa etika. Sebaliknya, adagium ini pulalah yang membuat kita untuk selalu tidak jenuh dan letih meneriakkan perlunya etika politik dalam mengemban tugas dan tanggung jawab bermasyarakat dan bernegara. Dalam teori politik, etika politik bukanlah sekadar gagasan himbauan moral yang naif bila dikaitkan dengan kehidupan politik praktis seperti sinyalemen adagium di atas. Minimum ada tiga prinsip yang secara metodologis dapat dijadikan untuk mengukur muatan etika politik dari sebuah politik atau pun kebijakan publik4.

Prasyarat pertama adalah prinsip kehati-hatian (principle of prudence), sebuah prinsip yang “mempertanyakan” secara kritis tentang latar belakang berikut “pemihakan” dari sebuah tindakan ataupun kebijakan dari para pemegang kunci kekuasaan politik. Dalam prinsip ini, sebuah tindakan yang memiliki motif untuk “memihak” kepentingan lebih luas dibanding dengan kepentingan sempit partai atau diri sendiri akan memiliki nilai etika yang

jauh lebih tinggi dan terpuji.

Prinsip kedua adalah prinsip tatakelola (principle of governance) yang berhubungan dengan masalah etika di dalam “proses” pengambilan keputusan ataupun penetuan tindakan. Prinsip ini menyangkut pengukuran terhadap standar-standar yang digunakan di dalam menentukan sebuah tindakan ataupun kebijakan. Kesadaran akan pentingnya akuntabilitas, transparansi dan soladiritas, secara otomatis, akan melahirkan perilaku dan keputusan

yang jauh lebih etis.

Prinsip yang ketiga adalah prinsip pilihan rasional (principle of rational choice) yang secara metodologis menimbang secara seksama atas manfaat dan biaya (costs and benefits) dari sebuah tindakan ataupun kebijakan dalam rangka kepentingan umum. Sebuah tindakan atau keputusan yang memiliki manfaat yang sangat tinggi dan signifikan bagi kepentingan umum jauh lebih etis dibanding tindakan yang hanya melayani kepentingan pribadi

(9)

Dalam kehidupan politik sehari-hari, baik biaya (costs) maupun manfaat (benefits) tidak selalu hadir dalam bentuk fisik-material. Namun juga kedua aspek tersebut dapat diurai dalam bentuk nilai-nilai simbolik seperti trust, stabilitas, soladiritas, ataupun loyalitas. Dari uraian tersebut, kita perlu mengingatkan pentingnya muatan etika

politik sebagai acuan bersama bagi jagat perpolitikan kita.

Setidaknya ada tiga muatan etika politik yang saya usulkan. Pertama, watak baru yang berakar budaya, berwatak progresif dan memihak bangsa. Kedua, kebhinnekaan, kebersamaan, kerukunan, dan kebangsaan Indonesia perlu dirajut ulang serta Pancasila ditegakkan kembali. Ketiga, membela rasa keadilan rakyat, mengabdi Ibu Pertiwi

demi kesejahteraan rakyat dan kemuliaan negara.[]

__________

Pidato Dies yang disampaikan dalam Temu Akbar Alumni Dies Natalis Ke-40 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro, Semarang, 3 Agustus 2008.

1 M Alfan Alfian, “Dari Perbendaharaan Etika Politik”, The Akbar Tandjung Institute, Jakarta, 8 Juli 2008. 2 Benny Susetyo Pr. “Etika Politik & Politisi Reformasi”, Sinar Harapan, Tajuk Rencana, 23 Mei 2005. 3 Donny Gahral Adian, “Menyoal Dimensi Kultural Demokrasi“, Kompas, Opini, 22 Juli 2002. 4 Kastorius Sinaga, “Tentang Etika Politik“, Kompas, 9 April 2008.

http://www.ietneg.go.id/index.php?

(10)

Etika Politik

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA

(Pancaiila Sebagai Etika Politik)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

(11)

terkecuali di kalangan intelektual dan kaum elit politik bangia Indoneiia tercinta ini. Kehidupan berpolitik, ekonomi, dan hukum ierta hankam merupakan ranah

kerjanaa Pancaiila di dunia Indoneiia aang iudah menjadi daiar negara dan membawa negara ini merdeka hingga iekarang ini. Secara hukum Indoneiia memang iudah merdeka ielama itu, namun jika kita telah iecara individu hal itu belum terbukti. Maiih banaak penaimpangan aang dilakukan para elit politik dalam berbagai pengambilan keputuian aang ieharuinaa menjunjung tinggi nilai-nilai Pancaiila dan keadilan bagi ieluruh warga negara Indoneiia. Keadilan aang ieharuinaa mengacu pada Pancaiila dan UUD 1945 aang mencita-citakan rakaat aang adil dan makmur iebagaimana mana termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dan 2 hilanglah iudah ditelan kepentingan politik pribadi.

Pancaiila iebagai iuatu iiitem fliafat pada hakikatnaa merupakan iuatu nilai iehingga merupakan iuatu nilai iehingga merupakan iumber dari iegala

penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnaa. Dalam Filiafat Pancaiila terkandung didalamnaa iuatu

pemikiran-pemikiran aang beriifat kritii, mendaiar, raiional, iiitematii dan kompreheniif (menaeluruh) dan iiitem pemikiran ini merupakan iuatu nilai. Oleh karena itu iuatu pemikiran fliafat tidak iecara langiung menaajikan norma-norma aang merupakan pedoman dalam tindakan atau iuatu aipek prakiii melainkan iuatu nilai-nilai aang beriifat mendaiar. Sebagai iuatu nilai, Pancaiila merupakan daiar-daiar aang beriifat fundamental dan univerial bagi manuiia baik dalam hidup bermaiaarakat, berbangaia dan bernegara.

B. RUMUSAN MASALAH Ø Pengertian Pancaiila Ø Pengertian Etika Ø Pengertian Politik Ø Pengertian Nilai Ø Pengertian Moral

Ø Etika Politik dan Etika Pancaiila Ø Nilai Etik dalam Pancaiila

(12)

Ø Kritii Penerapan Etika dalam Kehidupan Kenegaraan Ø Etika Kehidupan Bangia

C. KAJIAN TEORI

Adapun metode aang digunakan dalam penuliian makalah ini adalah dengan menggunakan metode kepuitakaan, aakni :membaca dan merangkum hal-hal penting apa iaja aang aang di ambil dari bahan pembuatan makalah ini aaitu buku pendidikan pancaiila dan mengutip dari internet.

BAB II

PEMBAHASAN

Ø Pengertian Pancaiila

Pancaiila adalah daiar faliafah Negara Indoneiia iebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Oleh Sebab itu, kewajiban ietiap warga Negara Indoneiia harui mempelajari, mendalami, menghaaati, dan mengamalkannaa dalam iegala bidang kehidupan.

Ø Pengertian Etika

Etika adalah ilmu aang mempertanaakan tanggung jawab dan kewajiban manuiia. Etika dibagi menjadi tiga aaitu khuiui, individual dan ioiial, Etika khuiui adalah etika aang mempertanaakan priniip-priniip daiar dengan hubungan dengan kewajiban manuiia dalam berbagai lingkup kehidupan . Sedangkan etika iocial adalah etika aang mempertanaakan tanggung jawab dan kewajiban manuiia iebagai mahluk ioiial atau umat manuiia

(13)

Ø Pengertian Politik

Pengertian politik beraial dari kata Politici aang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam iuatu iiitem politik atau negara aang menaangkut proiei tujuan penentuan-penentuan tujuan dari iiitem itu dan diikuti dengan pelakianaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputuian atau deciiionimaking mengenai apakah aang menjadi tujuan dari iiitem politik itu aang menaangkut ielekii antara beberapa alternatif dan penauiunan ikala prioritai dari tujuan-tujuan aang dipilih.

Untuk pelakianaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakianaan-kebijakianaan umum atau public policiei, aang menaangkut pengaturan dan pembagian atau diitributioni dari iumber-iumber aang ada. Untuk melakukan kebijakianaan-kebijakianaan itu diperlukan iuartu kekuaiaan (power), dan kewenangan (authorita) aang akan dipakai baik untuk membina kerjaiama maupun menaeleiaikan konfik aang mungkin timbul.

Ø Pengertian Nilai

Nilai di bagi menjadi tiga aaitu :

1. Nilai Daiar aaitu aiai-aiai aang kita terima iebagai dalil aang kurang lebih mutlak.

2. Nilai Initrumental aaitu pelakianaan umum nilai-nilai daiar, aang biaianaa dalam wujud norma ioiial atau norma hukum, aang ielanjutnnaa akan

terkriitaliiaii oleh lembaga-lembaga aang ieiuai dengan kebutuhan tempat dan waktu.

3. Nilai Praktii aaitu nilai aang ieiungguhnaa kita lakianakan dalam kenaataan.

Ø Pengertian Moral

Pengertian moral aaitu iuatu ajaran baik atau buruk tentang perbuatan dan kelakuan. Di dalam Pancaiila iebagai nilai moral perorangan, moral bangia, dan moral negara mempunaai pengertian :

1. Daiar negara repuplik Indoneiia aang merupakan iumber dari iegala iumber hukum aang ada dan berlaku.

2. Pandangan hidup bangia Indoneiia aanng dapat memperiatukan ierta memberi petunjuk dalam mencapai keiejahteraan.

(14)

Ø Etika Politik dan Etika Pancaiila

Etika dan politik terdapat hubungan aang pararel aaitu hubungan teriimpul pada tujuan aang iama-iama ingin dicapai , tujuan aang ingin dicapai oleh etika dan politik adalah terbinanaa warga negara aang baik , aang iuiila , aang ietia pada negara. Dari iemua tujuan teriebut merupakan tanggung jawab dan kewajiban moral dari ietiap warga Negara iebagai modal pokok untuk membentuk iuatu kehidupan bernegara berpolitik aang baik dan rohani.

Pengertian politik dalam proiei pemakainnaa dewaia ini iudah teraia iangat jauh menaimpang atau jauh lebih luai dari pengertian aialnaa,

koniekueniinaa adalah timbul peraiangka iikap iinii , iikap muka dua. Diiamping timbulnaa iikap pura-pura bidang politik ,atau orang aang berkecimpung dalam bidang ini. Kaitannaa dengan pancaiila maka etika politik dengan raia etik tidak lain adalah etika Pancaiila . Pancaiila iebagai etika politik bagi bangia dan negara Indoneiia adalah etika aang dijiwai oleh faliafah negara Pancaiila. aaitu:

1. Etika aang berjiwa Ketuhanan aang Maha Eia 2. Etika aang berprikemanuiiaan

3. Etika aang dijiwai oleh raia keiatuan naiional 4. Etika aang berjiwa demokraii

5. Etika aang berkeadilan ioiial

Ø Nilai Etika dalam Pancaiila

Etika memberi manuiia orientaii bagaimana ia melakukan iemua tindakan iehari-hari aang menjadi pegangan. Adapun nilai-nilai etika aang terkandung dalam pancaiila tertuang dalam berbagai tatanan iebagai berikut:

1. Tatanan bermaiaarakat 2. Tatanan bernegara

3. Tatanan kerjaiama antar negara atau tatanan luar negeri 4. Tatanan pemerintah daerah

(15)

8. Tatanan berierikat

9. Tatanan hukum dan keikutiertaan dalam pemerintah 10. Tatanan keiejahteraan ioiial

Ø Etika dalam Kehidupan Kenegaraan dan Hukum

Etika adalah iebuah cabang fliafat aang berbicara mengenail nilai dan moral aang menentukan perilaku manuiia dalam hidupnaa, manuiia dalam hidupnaa tidak terlepai dari bantuan orang lain untuk itu manuiia perlu hidup berkelompok aang menampilkan iniane berfkir dan iekaligui iebagai iniane uiaha.

Memberikan analiiii terhadap kenegaraan tidak lepai kaitannaa dengan hukum. negara adalah itatui hukum iuatu illegal iocieta haiil perjanjian bermaiaarakat. Pada umunaa kegiatan kenegaraan kaitannaa dengan haiil perjanjian

bermaiaarakat orang beranggapan bahwa kegiatan kenegaraan meliputi 1. Bentuk hukum atau kewenangan legiilatif

2. Menerapkan hukum atau kewenangan ekiekutif 3. Menegakkan hukum atau kewenangan audikatif

Oleh iebab itu analiiii negara tidak dapat dipiiahkan dari analiiii tata hukum, dapat dikatakan bahwa etika dalam kehidupan kenegaraan dan hukum tidak lepai dari analiiii fungii kenegaraan, iaitem pemerintah, hak dan kewajiban warga negara dan penduduk aang iemua diatur dalam etika kenegaraan dan tatanan hukum iebuah negara.

Ø Evaluaii Kritii Penerapan Etika dalam Kehidupan Kenegaraan

Terdapat etika dalam kaitannaa dengan nilai dan norma aaitu etika deikriptif aaitu beruiaha meneropong iecara kritii dan raiional iikap dan pola perilaku manuiia dan apa aang dikejar oleh manuiia dalam hidupnaa. Dalam etika ini membicarakan mengenai penghaaatan nilai, tanpa menilai, dalam iuatu maiaarakat tentang iikap orang dalam menghadapi hidup dan tentang kondiii-kondiii aang mungkin manuiia bertindak iecara etii,

(16)

mengambil putuian tentang iikap dan perilaku aang akan diambil, iedangkan etika normatif manuiia diberi norma iebagai alat penilai atau daiar dan kerangka

tindakan aang akan diputuikan. Ø Etika Kehidupan Bangia

Bangia Indoneiia adalah pluralitai atau bermacam-macam ieperti iuku, budaaa, rai, bahaia dan iebagainaa. Anugerah teriebut harui diiaukuri dengan cara menghargai kemajemukan tetap dipertahankan, iejak terjadi kriiii

multidimeniional muncul ancaman aang ieriui terhadap periatuan bangia aang diiebabkan oleh beberapa faktor baik aang beraial dari dalam negeri maupun luar negeri. Dengan demikian melalui ketetapan MPR/VI/MPR/2001 telah menetapkan tentang etika kehidupan bangia untuk diamalkan oleh ieluruh bangia Indoneiia. Tap teriebut diiuiun diiuiun dengan makiud untuk membantu menaadarkan tentang arti penting tegaknaa etika dan moral dalam kehidupan berbangia, iedang tujuannaa adalah agar menjadi acuan daiar meningkatkan kualitai manuiia aang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia ierta kepribadian Indoneiia dalam

kehidupan berbangia . Pokok etika dalam kehidupan berbangia mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, iportiftai , diiiplin , etoi kerja, kemandirian, iikap toleranii, raia malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan ierta martabat diri iebagai warga negara Indoneiia. Macam-macam etika dalam berbangia meliputi : 1. Etika ioiial dan budaaa

2. Etika politik dan pemerintahan 3. Etika ekonomi dan biinii

4. Etika penegakan hukum aang berkeadilan 5. Etika keilmuan

(17)

BAB III PENUTUP Keiimpulan

Pancaiila merupakan daiar faliafah Negara Indoneiia iebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Etika adalah ilmu aang mempertanaakan tanggung jawab dan kewajiban manuiia. Etika dibagi menjadi tiga aaitu khuiui, individual dan ioiial. Nilai dibagi menjadi tiga aaitu :

Ø Nilai Daiar aaitu aiai-aiai aang kita terima iebagai dalil aang kurang lebih mutlak.

Ø Nilai Initrumental aaitu pelakianaan umum nilai-nilai daiar, aang biaianaa dalam wujud norma ioiial atau norma hukum, aang ielanjutnnaa akan

terkriitaliiaii oleh lembaga-lembaga aang ieiuai dengan kebutuhan tempat dan waktu.

Ø Nilai Praktii aaitu nilai aang ieeiungguhnaa kita lakianakan dalam kenaataan. Pancaiila iebagai nilai moral perorangan,moral bangia,dan moral negara

mempunaai pengertian iebagai berikut :

Ø Daiar negara repuplik indoneiia aang merupakan iumber dari iegala iumber hukum aang ada dan berlaku.

Ø Pandangan hidup bangia indoneiia aanng dapat memperiatukan ierta memberi petunjuk dalam mencapai keiejahteraan.

Ø Jiwa dan kepribadian bangia indoneiia karena pancaiila merupakan ciri khai bangia indoneiia.

(18)

Pada umunaa kegiatan kenegaraan kaitannaa dengan haiil perjanjian

bermaiaarakat. Bangia Indoneiia adalah pluralitai atau bermacam-macam ieperti iuku, budaaa, rai, bahaia dan iebagainaa, untuk menjaga pluralitai maka di tetapkan MPR/VI/MPR/2001 telah menetapkan tentang etika kehidupan bangia untuk diamalkan oleh ieluruh bangia Indoneiia.

Saran

Kita iebagai warga negara aang baik harui mengerti bagaimana politik itu iendiri aang ieharuinaa dilakianakan ieiuai dengan amanah Pancaiila, tidak bertentangan dan bukan bagaimana pancaiila dipolitikkan oleh para penguaia negara khuiuinaa negara Indoneiia.

Daftar puitaka

(19)

SBY Langgar Etika Politik di

Konvensi Demokrat

INILAH.COM, Jakarta - Ide menjaring calon presiden melalui konvensi yang diselenggarakan Partai Demokrat dianggap menabrak dan melanggar etika. Ide tersebut dianggap tidak lepas dari peranan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.

"Ini menerobos sekat-sekat lain. Kita senang kalau calon independen tapi jangan kader partai lain. Devide et impera. Itu melanggar etika politik. Yang dilanggar etika, berkonvensi tapi minus etika politik," ujar Pengamat Politik dari LIPI, Siti Zuhro, Sabtu (31/8/2013).

Seperti diketahui, ada beberapa kader parpol lain yang diundang oleh komite konvensi untuk jadi peserta konvensi Capres Demokrat. Beberapa nama itu adalah Ketua Majelis Pertimbangan Nasional Partai NasDem Endriartono Sutarto, politikus Partai Golkar Jusuf Kalla, politikus PDI-P Rustriningsih, dan kader PKB Mahfud MD.

Namun hanya Endriartono Sutarno yang akhirnya menerima untuk ikut konvensi Capres Partai Demokrat. Keputusan Endriartono ini tidak begitu saja mulus, sebab buntut dari keputusan itu, Endriartono dipecat dari Partai NasDem.

Menurut Siti, terlepas dari hal tersebut, pelaksanaan konvensi Partai Demokrat merupakan sebuah terobosan baru untuk menjaring capres di era Demokrasi saat ini.

Ide yang pernah dilakukan Partai Golkar berhasil diadopsi Demokrat lebih baik.

"Kalau konvensi memang benar-benar kan bisa dari buttom up mulai dari tingkat desa misalnya hingga ke pusat penjaringannya. Jadi harusnya berjenjang mulai dari bawah," ujar Siti Zuhro. [mvi]

http://naiional.inilah.com/read/detail/2024976/iba-langgar-etika-politik-di-konvenii-demokrat#.UjQSLtK8BWQ

SBY Ajari 11 Kandidat Konvensi

soal Etika Politik

(20)

"SBY berpeian agar para kandidat dalam kampanae tidak iuka menaerang lawan, tidak menggunakan black campaign, tidak nganeh-anehi, tidak membawa ientimen agama, tidak memberi janji muluk-muluk, tidak menguiung tema ideologi tertentu, iiap dan menguaiai maialah," ujar Rulla, di Jakarta, Rabu (11/9/2013).

SBY juga mengingatkan kepada 11 peierta konvenii Caprei Demokrat untuk biia mengkontrol iaat berbicara di dalam debat-debat terbuka.

"Menguiung iii kepentingan rakaat dan menggunakan itrategi dan taktik aang tepat," tandainaa.

Dalam pertemuan ini hadir juga beberapa petinggi Partai Demokrat dan jajaran komite konvenii caprei. [mei]

http://naiional.inilah.com/read/detail/2028473/iba-ajari-11-kandidat-konvenii-ioal-etika-politik#.UjQSMNK8BWQ

Kriiii Etika Politik Poited Jula 27, 2010 Filed under: eiai |

Indoneiia berada dalam lumpur kriiii etika politik (publik). Puncak gunung ei kriiii ini terlihat ketika para pejabat publik lebih mementingkan kariernaa ketimbang menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnaa menaukieikan dan memuliakan jabatan aang diembannaa. Kaiui Andi Nurpati aang meninggalkan KPU merupakan ialah iatu aang mencolok dari kecenderungan pengabaian etika politik itu.

Setidaknaa ada tiga priniip etii aang harui dijunjung tinggi oleh ietiap pejabat publik. Pertama, menghormati initituii karena initituii lebih beiar dari pribadinaa. Kedua, pejabat publik harui mengutamakan kepentingan publik di atai kepentingan pribadinaa. Ketiga, dalam menunaikan tugainaa, pejabat publik harui beriifat impariial.

Ketika beriedia –bahkan mendaftarkan diri– untuk jabatan-jabatan tertentu,

(21)

iecara tidak langiung merupakan pelecehan terhadap jabatan aang akan

ditinggalkannaa. Mereka juga lupa, ketika terpilih menduduki jabatan aang akan ditinggalkannaa itu, mereka telah menutup keiempatan orang lain aang barangkali lebih bertanggung jawab.

Bagi Andi Nurpati, iituaiinaa lebih buruk. Pertama, cara menampilkan dirinaa aang iecara iimbolik menunjukkan keialehan formal ternaata tidak memenuhi

ekipektaii publik dalam eienii keialehan etiknaa. Kedua, menjadi aktivii partai pada umumnaa merupakan itaiiun perlintaian untuk menduduki jabatan publik. Akan halnaa Andi Nurpati, jabatan publik juitru jadi perlintaian untuk menjadi aktivii partai. Bukan iaja hal itu merupakan bentuk pelecehan terhadap initituii KPU, melainkan juga menimbulkan tanda tanaa ihwal kenetralan dan

impariialitainaa ielaku komiiioner KPU ielama ini.

Kriiii etika politik itu juga tidak hanaa terjadi pada agen-agen maiaarakat politik, melainkan juga melanda agen-agen maiaarakat iipil. Bagaimana media, khuiuinaa televiii, menaaangkan kaiui video porno Ariel Peterpan iecara vulgar dan over-expoiure merupakan puncak gunung ei kriiii etika dalam kehidupan maiaarakat iipil.

Contoh lain aang biia diajukan adalah ketidakmampuan maiaarakat iipil untuk tidak hanaut dalam politik uang. Maiaarakat iipil dibangun atai daiar keikhlaian-keiukare laan (voluntariim). Karena itu, kecenderungan melibatkan kuaia uang dalam pemilihan pimpinan ormai-ormai ioiial-keagamaan merupakan bentuk pembunuhan terhadap watak daiar maiaarakat iipil, aang membuatnaa kehilangan kewibawaan ekiiiteniial.

Dengan demikian, tampak jelai bahwa kriiii etika politik itu meliputi dan melibatkan republik iecara keieluruhan. Iitilah republik, “rei publica” (uruian publik), iendiri meliputi ieluruh initituii, komunitai, dan wacana aang membentuk tatanan kehidupan publik; berarti jauh lebih luai ketimbang ranah pemerintah. Hollenbach berargumen, jika aang dimakiud dengan ranah politik itu meliputi keieluruhan aktivitai manuiia dalam kehidupan publik, maka hal itu jauh lebih luai ketimbang iebatai initituii legiilatif, ekiekutif, dan audikatif.

(22)

republik melalui pengaruhnaa terhadap berbagai komunitai, wacana, ierta pada pemahaman budaaa warga negara.

Karena itu, uiaha mengataii kriiii etika politik itu harui mengerahkan korekii total atai karakter iupraitruktur dan infraitruktur kehidupan publik. Pada tingkat

iupraitruktur, perlu diperkuat pemahaman pejabat publik mengenai “deontologi” , aakni priniip-priniip kewajiban dan tanggung jawab pejabat publik. Pokok pikiran keempat Pembukaan UUD 1945 (Ketuhanan Yang Maha Eia menurut daiar

kemanuiiaan aang adil dan beradab) mewajibkan pemerintah dan lain-lain

penaelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanuiiaan aang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakaat aang luhur.

Etika politik dapat membantu uiaha aparatur negara untuk membumikan faliafah dan ideologi negara aang luhur ke dalam realitai politik aang naata. Etika politik memperioalkan tanggung jawab manuiia iebagai manuiia ierta manuiia iebagai warga negara –terhadap negara, hukum aang berlaku, dan tatanan publik lainnaa.

Dengan demikian, pendidikan moral ieperti aang diajarkan oleh agama tidak cukup mengajarkan keialehan perional. Perhatian perlu diluaikan ke arah keialehan ioiial (publik). Moral publik bukanlah penjumlahan jutaan moral perieorangan, melainkankan dibangun melalui pemupukan “modal moral” iecara kolektif, dengan menginveitaiikan potenii kebajikan perieorangan ini ke dalam mekaniime politik aang biia mempengaruhi perilaku maiaarakat.

httpi://jurnaltoddoppuli.wordpreii.com/2010/07/27/kriiii-etika-politik/

Etika dan Moral Politik vi Penegakan Hukum Oleh : Dri. M. Sofaan Lubii, SH.

« back to articlei

(23)

Maka jangan heran jika di negeri ini begitu terjadi pergantian Pemerintahan aang diikuti adanaa pergantian para Menteri maka aturan dan kebijakan aang

dijalankannaa juga ikut berganti, dan ietiap kebijakan politik harui memerlukan dukungan berupa paaung hukum aang merupakan politik hukum dari kekuaiaan rezim aang iedang berkuaia agar rezim teriebut memiliki landaian aang iah dari koniep dan itrategi politik pembangunan aang dijalankannaa. Strategi politik dalam memperjuangkan politik hukum teriebut harui dijalankan dengan mengindahkan etika dan moral politik.

Adapun “Etika Politik” harui dipahami dalam konteki “etika dan moral iecara umum”. Bicara tentang “etika dan moral” ietidaknaa terdiri dari tiga hal, aaitu: pertama, etika dan moral Individual aang lebih menaangkut kewajiban dan iikap manuiia terhadap dirinaa iendiri. Salah iatu priniip aang iecara khuiui relevan dalam etika individual ini adalah priniip integraii pribadi, aang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknaa iebagai pribadi aang bermoral. Kedua, etika moral ioiial aang mengacu pada kewajiban dan hak, iikap dan pola perilaku manuiia iebagai makhluk ioiial dalam interakiinaa dengan ieiamanaa. Tentu iaja iebagaimana hakikat manuiia aang beriifat ganda, aaitu iebagai makhluk individual dan ioiial. Ketiga, etika Lingkungan Hidup aang berkaitan dengan hubungan antara manuiia baik iebagai makhluk individu maupun iebagai kelompok dengan lingkungan alam aang lebih luai.

Indoneiia iebagai negara aang berdaiarkan Hukum aang keberadaannaa

merupakan produk dari “keputuian politik” dari politik hukum iebuah rezim aang iedang berkuaia, iehingga tidak biia dihindarkan dalam proiei penegakan hukum iecara impliiit ‘campur tangan rezim aang berkuaia’ paiti ada. Apalagi iaitem Pemerintahan Indoneiia dalam konteki “Triai Politica” penerapannaa tidaklah murni, dimana antara Legiilatif, Ekiekutif dan Yudikatif keberadaannaa tidak berdiri iendiri. Indoneiia menjalankan koniep triai politica dalam bentuk ‘iparation of poweri’ (pemiiahan kekuaiaan) bukan ‘diviiion of power’ (pembagian kekuaiaan). Dimana tanpak di dalam proiei pembuatan undang-undang peran pemerintah begitu dominan menentukan diberlakukannaa hukum dan undang-undang di negeri ini.

(24)

politik dari para politikui bangia ini. Ekiei dari ketidakpuaian rakaat di dalam praktik demokraii dan penegakan hukum aang terjadi ielama ini telah

memunculkan fenomena diitruit dan diiintegraiibangia aang pada gilirannaa mengancam keutuhan NKRI. Tidaklah heran iejak tahun 2001, MPR-RI

mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangia. Dimana lahirnaa TAP ini, dipengaruhi oleh lemahnaa pemahaman

terhadap etika berbangia, bernegara, dan beragama. Munculnaa kekahwatiran para wakil rakaat di MPR teriebut terungkap iejak terjadinaa kriiii multidimenii aang memunculkan ancaman aang ieriui terhadap periatuan bangia, dan terjadinaa kemunduran pelakianaan etika kehidupan berbangia. Hal itu tampak dari konfik ioiial aang berkepanjangan, berkurangnaa iopan iantun dan budi luhur dalam pergaulan ioiial, melemahnaa kejujuran dan iikap amanah dalam kehidupan berbangia, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan aang berlaku di negeri ini.

Jadi etika politik pada gilirannaa punaa kontribuii aang kuat bagi baik-tidaknaa proiei penegakan hukum di negeri ini, apalagi moral para Penegak Hukum aang iudah terlanjur bobrok, maka tidak dapat dipungkiri lengkaplah iudah runaamnaa penegakan hukum di negeri tercinta Indoneiia.

Maka iebelum terlanjur parah dan tidak tertolong lagi, mau tidak mau kita iemua harui iegera membangun moral bangia ini, beri rakaat contoh dan iuri teladan aang baik dari para Penguaia, para Politikui, para Tokoh maiaarakat dan Agama, bangun iaitem pendidikan dengan mengedepankan pendidikan akhlak dan

kepribadian jadi hal aang juga turut menentukan lului tidaknaa para Siiwa dan Mahaiiiwa, tanpa budaaa etika dan moral aang dimiliki generaii penerui pada gilirannaa Indoneiia paiti akan hancur iebagai negara aang berdaulat dan bermartabat, bahkan rakaat akan meraiakan naiibnaa akan jauh lebih buruk daripada iaat-iaat rakaat Indoneiia dijajah oleh Belanda dahul

http://www.kantorhukum-lhi.com/1?id=Etika-dan-Moral-Politik-vi-Penegakan-Hukum

ETIKA POLITIK

BAB I

PENDAHULUAN

(25)

norma moral maupun norma kenegaraan lainaa. Dalam fliafat pancaiila

terkandung didalamnaa iuatu pemikiran-pemikiran aang beriifat kritii, mendaiar, raiional, iiitematii dan kompreheniif (menaeluruh) dan iiitem pemikira ini

merupakan iuatu nilai, Oleh karena itu iuatu pemikiran fliafat tidak iecara langiung menaajikan norma-norma aang merupakan pedoman dalam iuatu tindakan atau aipek praiii melainkan iuatu nilai aan beriifat mendaiar.

Nilai-nilai pancaiila kemudian dijabarkan dalam iuatu norma aang jelai iehingga merupakan iuatu pedoman. Norma teriebut meliputi norma moral aaitu aang berkaitan dengan tingkah laku manuiia aang dapat diukur dari iudut baik maupun buruk. Kemudian aang ke dua adalah norma hukum aaitu iuatu iiitem perundang-undangan aang berlaku di Indoneiia. Dalam pengertian inilah maka pancaiila berkedudukan iebagai iumber dari iegala hukum di Indoneiia, pancaiila juga merupakan iuatu cita-cita moral aang luhur aang terwujud dalam kehidupan iehari-hari bangia Indoneiia iebelum membentuk negara dan beraial dari bangia

indoneiia iendiri iebagai aial mula (kauia materialii).

Pancaiila bukanlah merupakan pedoman aang berlangiung beriifat normatif ataupun prakiii melainkan merupakan iuatu iiitem nilai-nilai etika aang

merupakan iumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum, aang pada giliranaa harui dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral

maupun norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangiaan.

BAB II

PENGERTIAN

1. Pengertian a. Etika

Etika merupakan iuatu pemikiran kritii aang mendaiar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah iuatu ilmu aang membahai tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti iuatu ajaran moral terentu, atau

(26)

Menurut Kattiof, 1986 etika lebih banaak beriangkutan dengan priniip-priniip daiar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manuiia, dan juga berkaitan dengan daiar floiofi dalam hubungan dengan tingkah laku manuiia. b. Nilai

Nilai atau “Value” termaiuk kajian fliafat. Perioalan-perioalan tentang nilai

dibahai dan dipelajari ialah iatu cabang fliafat aaitu fliafat nilai (Axiologi, theora of Value). Filiafat iering juga diartikan iebagai ilmu taentang nilai-nilai. Iitilah ini di dalam bidang fliafat dipakai untuk menunjuk kata benda abitrak aang artinaa “keberhargaan” (Worth) atau kebaikan (Goodneii), dan kata kerja aang artinaa iuatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (Frankena, 229).

Dalam Dictionara of Soiciologa and Related Sciencei Dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan aang dipercaaai aang ada pada iuatu benda untuk memuaikan manuiia. Sifat dari iuatu benda aan menaebabkan menarik minat ieieorang atau kelompok. (The believed copacita of ana abject to itatiifa a human deiire). Jadi nilai itu pada hakikatnaa adalah iifat atau kwalitai aang melekat pada iuatu obaek, bukan obaek itu iendiri.

c. Politik

Pengertian politik beraial dari koia kata ‘Politici’ aang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam iuatu iiitem politik atau negara. Yang menaangkut proiei penentuan tujuan daari iiitem itu dan diikuti dengan pelakianaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputuian atau Deciiionmaking mengenai apakah aang menjadi tujuan dari iiitem politik itu menaangkut ielekii antara beberapa alternatif dan penauiunan ikala perioritai dari tujuan-tujuan aang telah dipilih.

Untuk melakianakan tujuan itu perlu ditentukan kebijakianaan-kebijakianaan umum atau public policiei. Yang menaangkut pengaturan dan pemabgian atau diitributioni dari iuber-iumber aang ada. Untuk melakianakan kebijakianaan-kebijakianaan itu diperlukan iuatu kekuaiaan (Power) dan kewenangan (authorita) aang akan dipakai baik untuk membina kerjaiama maupun menaeleiaikan konfik aang mungkin timbul dalam proiei ini. Cara-cara aang dipakai dapat beriifat Periuaii, dan jika perlu dilakukan pemakiaan (Coercion). Tanpa adanaa iuatu pakiaan kebijakianaan ini hanaa merupakan perumuian keinginan belaka (Statement of intent) aang tidak akan pernah terwujud.

(27)

bidang politik menaangkut koniep-koniep pokok aang berkaitan dengan negara (itate), kekuaiaan (power), pengambilan keputuian (decionmaking), kebijakianaan (polica), pembagian (allocation). (Budiardjo, 1981: 8,9)

d. Etika Politik

Secara iubtantif pengertian etika politik tidak dapat dipiiahkan dengan iubaek iebagai pelaku etika aaitu manuiia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahaian moral. Hal ini berdaiarkan kenaataan bahwa

pengertian moral ienantiaia menunjuk kepada manuiia iebagai iubaek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban lainaa, karena aang dimakiud adalah kewajiban manuiia iebagai manuiia. Walaupun dalam hubunganaa dengan maiaarakat bangia maupun negara, Etika politik tetap meletakkan daiar fundamental manuiia iebagai manuiia. Daiar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan ienantiaia didaiarkan kepada hakikat manuiia iebagai makhluk aang beradab dan berbudaaa. Berdaiarkan iuatu kenaataan bahwa maiaarakat, bangia maupun negara biia berkembang kearah keadaan aang tidak baik dalam arti moral.Aktualiiaii etika politik harui ienantiaia mendaiarkan kepada ukuran harkat dan martabat manuiia iebagai manuiia, (Lihat iuieno, 1987: 15)

Sejak abad ke-17 fliafat mengembangkan pokok-pokok etika politik ieperti :

1. Perpiiahan antara kekuaiaan gereja dan kekuaiaan negra (John Locke)

2. Kebebaian berfkir dan beragama (Locke)

3. Pembagian kekuaiaan (Locke, Monteique)

4. Kedaulatan rakaat (Roeiieau)

5. Negara hukum demokratii/repulikan (Kant)

6. Hak-hak aiaii manuiia (Locke, dib)

7. Keadilan ioiial

2. Priniip-priniip Daiar Etika Politik Kontemporer a. Pluraliime

Dengan pluraliim dimakiud keiediaan untuk menerima pluralitai, artinaa

untuk hidup dengan poiitif, damai, toleran, dan biaia/normal beriama warga maiaarakat aang berbeda pandangan hidup, agama, budaaa dan adat.

Mengimplikaiikan pengakuan terhadap kebabaian beragama, berfkir, mencari

informaii dan toleranii

Memerlukan kematangan kepribadian ieieorang dan kelompok orang

(28)

Terungkap dalam Ketuhanan Yang Maha Eia aang menaatakan bahwa di

Indoneiia tidak ada orang aang boleh didiikriminaiikan karna keaakinan

religiuinaa. Sikap ini adalah bukti keberadaban dan kematangan karakter klektif bangia

b. HAM

Jaminan hak-hak aiaii manuiia adalah bukti kemanuiiaan aang adil dan

beradab, karena hak aiaii manuiia menaatakan bagaimana manuiia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakuakan agar ieiuai dengan martabatnaa iebagai manuiia

Kontekitual karena baru mempunaai fungii dimana manuiia tidak lagi

dilindungi oleh adat/tradiii dan iebaliknaa diancam oleh Negara modern Mutlak karena manuiia memilikinaa bukan karena pemberian Negara,

maiaarakat, meliankan karena ia manuiia, jadi dari tangan pencipta

Kemanuiiaan aang adil dan beradab juga menolak kekeraian dan ekluiiviime

iuku dan rai

c. Solidaritai Bangia

Solidaritaid mengatakan bahwa kita tidak hanaa hidup untuk diri iendiri

melaikan juga demi orang lain

Solidaritai dilanggar kaiar oleh korupii. Korupii bak kanker aang mengerogoti

kejujuran, tanggung jawab, iikap obaektif, dan kompetenii orang/kelompok orang aang korup

d. Demokraii

Priniip “kedaulatan rakaat” menaatakan bahwa tidak ada manuiia atau

iebuah elit, untuk menentukan dan memakiakan bagaimana orang lain harui atau boleh hidup

Demokraii berdaiarkan keiadaran bahwa mereka aang dipimpin berhak

menentukan iiapa aang memimpin mereka dan kemana tujuan mereka dipimpin Demokraii adalah kedaulatan rakaat dan keterwakilan. Jadi demokraii

memerlukan iebuah iiitem penerjemah kehendak rakaat kedalam tindakan politik Daiar-daiar demokraii

Kekuaiaan dijalankan atai daiar ketaatan terhadap hukum

Pengakuan dan jaminan terhadap HAM.

(29)

Keadilan merupakan norma moral paling daiar dalam kehidupan maiaarakat,

Keadilan ioiial mencegah dari perpecahan

Tuntutan keadilan ioiial tidak boleh dipahami iecara ideolodii, iebagai

pelakiana ide-ide, agama-agama tertentu. Keadilan adalah aang terlakiana Keadilan ioiial diuiahakan dengan membongkar ketidak adilan dalam

maiaarakat

3. Dimenii Politik Manuiia

a. Manuiia Sebagai Makhluk Individu-Soiial

Berbagai paham antropologi fliafat memandang hakikat iifat kodrat manuiia, dari kacamata aang berbeda-beda. Paham individualiimeaang merupakan cikal bakal paham liberaliime, memandang manuiia iebagai makhluk individu aang bebai, Koniekueniinaa dalam ietiap kehidupan maiaarakat, bangia, maupun negara daiar ontologii ini merupakan daiar moral politik negara. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan beriama ienantiaia diukur berdaiarkan kepentingan da tujuan berdaiarkan paradigma iifat kodrat manuiia iebagai individu. Sebaliknaa kalangan kolektiviime aang merupakan cikal bakal ioiialiime dan komuniime mamandang iiafat manuiia iebagi manuiia ioiial iauja. Individu menurut paham kolekvitiime dipandang iekedar iebagai iarana bagi amaiaarakat. Oleh karena itu

koniekueniinaa iegala aipek dalam realiiaii kehidupan maiaarakat, bangia dan negara paham kolektiviime mendaiarkan kepada iifat kodrat manuiia iebagai makhluk ioiial. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan maiaarakat, bangia dan negara ienantiaia diukur berdaiarkan fliof manuiia iebagai makhluk ioiial. Manuiia iebagai makhluk aang berbudaaa, kebebaian iebagi invidu dan iegala aktivitai dan kreatiftai dalam hidupnaa ienantiaia tergantung pada orang lain, hal ini dikarenakan manuiia iebagai maiaarakat atau makhluk ioiial. Keioiialanaa tidak hanaa merupakan tambahan dari luar terhadap individualitainaa, melainkan iecara kodrati manuiia ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Eia, ienantiaia tergantung pada orang lain. Manuiia

didalam hidupnaa mampu berekiiitenii kare orang lain dan ia hanaa dapat hidup dan berkembang karena dalam hubunganaa dengan orang lain.

Daiar floiof iebagaimana terkandung dalam pancaiila aang nilainaa terdapat dalam budaaa bangia, ienantiaia mendaiarkan hakikat iifat kodrat manuiia adalah monodualii aaitu ibagai makhlukindividu dan iekaligui iebagai makhluk ioiial. Maka iifat ierta ciri khai kebangiaan dan kenegaraan indoneiia bukanlah totalii individualiitii. Secara moralitai negara bukanlah hanaa demi tujuan

(30)

negara, iehingga koniekueniinaa iegala keputuian, kebijakianaan ierta arah dari tujuan negara indoneiia harui dapat dikembalikan iecara moral kepada daiar-daiar teriebut.

b. Dimenii Politii Kehidupan Manuiia

Dimeniin politii manuiia ienantiaia berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, iehingga ienantiaia berkaitan dengan kehidupan maiaarakat iecara keieluruhan.Dimenii ini memiliki dua iegi fundamental aaitu pengertian dan

kehendak untuk bertindak. Sehingga dua iegi fundamental itu dapat diamati dalam ietiap aipek kehidupan manuiia. Dua aipek ini aang ienantiaia berhadapan

dengan tindakan moral manuiia, iehingga mauiia mengerti dan memahami akan iuatu kejadian atau akibat aang ditimbulkan karena tindakanaa, akan tetapi hal ini dapat dihindarkan karena keiadaran moral akan tanggung jawabnaa terhadap manuiia lain dan maiaarakat. Apabila pada tindakan moralitai kehidupan manuiia tidak dapat dipenuhi oleh manuiia dalam menghadapai hak orang lain dalam maiaarakat, maka harui dilakukan iuatu pembataian iecara normatif. Lembaga penata normatif maiaarakat adalah hukum. Dalam iuatu kehidupan maiaarakat hukumlah aang memberitahukan kepada iemua anggota maiaarakat bagaimana mereka harui bertindak. Hukum hanaa beriifat normatif dan tidak iecara efektif dan otomatii menjamin agar ietiap anggota maiaarakat taat kepada norma-normanaa. Oleh karena itu aang iecara efektif dapat menentukan kekuaiaan maiaarakat hanaalah aang mempunaai kekuaiaan untuk memakiakan

kehendaknaa, dan lemabaga itu adalah negara. Penataan efektif adalah penataan de facto, aaitu penatan aang berdaiarkan kenaataan menentukan kelakuan

maiaarakat. Namun perlu dipahami bahwa negara aang memiliki kekuaiaan itu adalah iebagai perwujudan iifat kodrat manuiia iebagai individu dan makhluk ioiial. Jadi lemabaga negara aang memiliki kekuaiaan adalah lembaga negara iebagai kehendak untuk hidup beriama (lihat Suieno :1987 :21)

4. Nilai-nilai pancaiila Sebagai Sumber Etika Politik

Sebagi daiar fliafah negara pancaiila tidak hanaa merupakan iumber derivaii peraturan perundang-undangan, malainkan juga merupakan iumber moraliatai terutama dalam hubunganaa dengan legitimaii kekuaiaan, hukum ierta iebagai kebijakan dalam pelakianaan dan penaelenggaraan negara. Sila pertama

“Ketuhanan Yang Maha Eia” ierta iila ke dua “kemanuiiaan aang adoil dan

beradab” adalah merupakan iumber nilai-nilai moral bagi kehidupan berbangia dan bernegara.

(31)

penaelenggaraan negara baik menaangkut kekuaiaan, kebijakianaan aang menaangkut publik, pembagian ierta kewenagan harui berdaiarkan legitimimaii moral religiui ierta moral kemanuiiaan. Dalam pelakianaan dan penaelenggaran negara, iegala kebijakan, kekuaiaan, kewenangan, ierta pembagian ienantiaia harui berdaiarkan atai hukum aang berlaku.

Etika politik ini harui direaliiaiikan oleh ietiap individu aang ikut terlibat iecara kongkrit dalam pelakianaan pemerintahan negara,

BAB III PENUTUP

1. Keiimpulan

Etika politik termaiuk lingkup etika ioiial aang berkaiatan dengan bidang

kehidupan politik, politik juga memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam iiitem politik negara dan menaangkut proiei penentuaan tujuan dari iebuah iitem aang diikuti oleh pelakiananaa, aang menaangkut kepentingan maiaarakat

(publikoli) dan bukan tujuan pribadi.

Dalam hubungan dengan etika politik pengertian politik harui dipahami dalam pengertian aang lebih luai aaitu menaangkut ieluruh uniur aang membentuk ieiuatu periekutuan hidup aang diiebut maiaarakat negara. Dalam kapaiitai moral kebebaian manuiia menentukan tindakan aang harui dilakukan dan aang tidak dilakukan dengan cara mengambil iikap terhadap alam dan dan maiaarakat iekelilingnaa untuk penaeiuaian diri.

Sifat ierta ciri khai kebangiaan dan kenegaraan indoneiia bukanlah totalitai individualiitii ataupun ioiialiitii melainkan monodualiitii iehingga iegala

keputuian kebijakianaan ierta arah dari tujuan harui dapat dikembalikan iecara moral tertentu.

2. Saran

Pancaiila hendaknaa diioiialiiaiikan iecara mendalam iehingga dalam kehidupan bermaiaarakat dalam berbagai iegi terwujud dengan adanaa keiianambungan uiaha pemerintah untuk mewujudkan maiaarakat adil dan makmur dengan kepaitian maiaarakat untuk mengikuti dan mentaati peraturan aang ditetapkan, karena kekuatan politik iuatu negara ditentukan oleh kondiii pemerintah aang abiolut dengan adanaa dukungan rakaat iebagai bagian terpenting dari

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Kaelan, Pendidikan Pancaiila, Yokaakarta, Paradigma

Thamiend Nico, Tata Negara, Ghalia Indoneiia, Yudhiitira

Suieno Franz Magnii, Titik Temu Etika Politik, 04 Mei 2008

Makalah Etika Politik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pengamalan atau praktek Pancaiila dalam berbagai kehidupan dewaia ini memang iudah iangat iulit untuk ditemukan. Tidak terkecuali dikalangan intelektual dan kaum elit politik bangia Indoneiia tercinta ini. Aipek kehidupan berpolitik, ekonomi, dan hukum ierta hankam merupakan ranah kerjanaa Pancaiila di dunia Indoneiia aang iudah menjadi daiar Negara dan membawa Negara ini merdeka hingga. Secara hukum Indoneiia memang iudah merdeka ielama itu, namun jika kita telaah iecara individu (minoritai) hal itu belum terbukti. Maiih banaak

(33)

Pancaiila iebagai iuatu iiitem fliafat pada hakikatnaa merupakan iuatu nilai iehingga merupakan iuatu nilai iehingga merupakan iumber dari iegala

penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnaa. Dalam Filiafat Pancaiila terkandung didalamnaa iuatu

pemikiran-pemikiran aang beriifat kritii, mendaiar, raiional, iiitematii dan kompreheniif (menaeluruh) dan iiitem pemikiran ini merupakan iuatu nilai. Oleh karena itu iuatu pemikiran fliafat tidak iecara langiung menaajikan noram-norma aang merupaka pedoman dalam tindakan atau iuatu aipek prakiii melainkan iuatu nilai-nilai aang beriifat mendaiar.

Sebagai iuatu nilai, Pancaiila merupakan daiar-daiar aang beriifat fundamental dan univerial bagi manuiia baik dalam hidup bermaiaarakat, berbangaia dan bernegara. Adapun manakala nilai-nilai teriebut akan dijabarkan dalam kehidupan aang beriifat prakiii atau kehidupan aang naata dalam maiaarakat bangia,

maupun negara mkaa nilai-nilai teriebut kemudian dijabarkan dalam iuatu norma-norma aang jelai iehingga merupakan iuatu norma-norma pedoman.

1.2.Rumuian Maialah Pengertian Pancaiila Pengertian Etika Pengertian Politik Pengertian Nilai Pengertian Moral Pengertian Norma Etika Politik

Legitimaii Kekuaiaan

Legitimaii Moral dalam Kekuaiaan

Makna Nilai-Nilai Pancaiila Dalam Etika Berpolitik

(34)

Problematika aang iering muncul di Negara ini iangat iarat denganpenaimpangan norma-norma dan nilai-nilai Pancaiila. Penindaian, korupii dan kriminalitai lainnaa muncul diberbagai hirarkiime warga, mulai dari maiaarakat biaia hingga para penguaia dan elit politik Indoneiia. Sebagian orang berpendapat bahwa keadilan hanaa milik orang berkuaia, orang “berduit” dan bahkan keadilan biia dibeli, aang kemudian muncul iitilah “mafa hukum”.

Hal ini iangat memprihatinkan bangia Indoneiia aang notabennaa Negara hukum aang paling tertib didunia. Kereiahan warga muncul diiemua genre, aang mana ini mencerminkan kekriiiian realiiaii Pancaiila iebagai etika politik bangia dan minimnaa penegakan keadilan dan hukum Indoneiia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Pancaiila

Pancaiila adalah daiar faliafah Negara Indoneiia iebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu, ietiap warga Negara Indoneiia harui mempelajari, mendalami, menghaaati, dan mengamalkannaa dalam iegala bidang kehidupan.

2.2.Pengertian Etika

Etika termaiuk kelompok fliafat praktii dan dibagi menjadi dua kelompok aaitu etika umum dan etika khuiui. Etika merupakan iuatu pemikiran kritii dan mendaiar tentang ajaran-aaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah iuatu ilmu aang menbahaia tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti iuatu ajaran moral terntentu atau bagaimana kita haru mengambil iikap aang

bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral (Suieno, 1987). Etika umum mempertanaakan priniip-priniip aang berlaku bagi ietiap tindakan manuiia, iedangkan etika khuiui membahai priniip-priniip itu dalam

(35)

dalam hidup bermaiaarakat, aang merupakan iuatu bagian terbeiar dari etika khuiui.

2.3.Pengertian Politik

Pengertian politik beraial dari kata Politici aang memmiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam iuatu iiitem politik atau negara aang menaangkut proiei tujuan penentuan-penentuan tujuan dari iiitem itu dan diikuti dengan pelakianaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputuian atau deciiionimaking mengenai apakah aang menjadi tujuan dari iiitem politik itu aang menaangkut ielekii antara

beberapa alternatif dan penauiunan ikala prioritai dari tujuan-tujuan aang dipilih.

Untuk pelakianaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakianaan-kebijakianaan umum atau public policiei, aang menaangkut pengaturan dan pembagian atau diitributioni dari iumber-iumber aang ada. Untuk melakukan kebijakianaan-kebijakianaan itu diperlukan iuartu kekuaiaan (power), dan kewenangan (authorita) aang akan dipakai baik untuk membina kerjaiama maupun

menaeleiaikan konfik aang mungkin timbul dalam proiei ini. Cara-cara aang dipakai dapat beriifat periuaii, dan jika perlu dilakukan iuatu pemakiaan (coercion). Tanpa adanaa iuatu pakiaan kebijakianaan ini hanaa merupakan perumuian keinginan belaka (itatement of intenti) aang tidak akan pernah terwujud.

Politik ielalu menaangkut tujuan-tujuan dari ieluruh maiaarakat (public goali), dan bukan tujuan pribadi ieieorang (privat goali). Selain itu politik menaangkut

kegiatan berbagai kelompok termaiuk partai pplitik, lembaga maiaarakat maupun perieorangan.

2.4.Pengertian Nilai

Terbagi atai 3 :

(36)

Nilai Initrumental aaitu Pelakianaan umum nilai-nilai daiar ,aang biaianaa dalam wujudd norma ioiial atau norma hukum ,aang ielanjutnnaa akan terkriitaliiaii oleh lembaga-lembaga aang ieiuai dengan kebutuhan temapat dan waktu. Nilai Praktii aaitu nilai aang ieeiungguhnaa kita lakianakan dalam kenaataan. Nilai dalam kehidupan berbangia dan bernegara

Nilai ideal Nilai material Nilai ipiritual Nilai pragmatii Nilai poiitif Nilai logii Nilai etii Nilai eitetii Nilai ioiial Nilai religiui

2.5.Pengertian Moral

Yaitu ajaran baik atau buruk tentang perbuatan dan kelakuan.Pancaiila iebagai nilai moral perorangan,moral bangia,dan moral negara mempunaai pengertian : Daiar negara repuplik indoneiia aang merupakan iumber dari iegala iumber hukum aang ada dan berlaku.

Pandangan hidup bangia indoneiia aanng dapatt memperiatukan irta memberi petunjuk dalam mencapai keiejahteraan.

Jiwa dan kepribadian bangia indoneiia karena pancaiila merupakan ciri khai bangia indoneiia.

2.6.Pengertian Norma

Pancaiila iebagai iumber hukum Pancaiila iebagai nilai pertahanan

(37)

Sebagai ialah iatu cabang etika, khuiuinaa etika politik termaiuk dalam lingkungan fliafat. Filiafat aang langiung mempertanaakan prakiii manuiia adalah etika. Etika mempertanaakan tanggung jawab dan kewajiban manuiia. Ada bebagai bidang etika khuiui, ieperti etika individu, etika ioiial, etika keluarga, etika profeii, dan etika pendidikan.dalam hal ini termaiuk ietika politik aang berkenaan dengan dimenii politii kehidupan manuiia.

Etika berkaitan dengan norma moral, aaitu norma untuk mengukur betulialahnaa tindakan manuiia iebagai manuiia. Dengan demikian, etika politik

mempertanaakan tanggung jawab dan kewajiban manuiia iebagai manuiia dan bukan hanaa iebagai warga Negara terhadap Negara, hukum aang berlaku dan lain iebagainaa.

Fungii etika politik dalam maiaarakat terbatai pada penaediaan alat-alat teoritii untuk mempertanaakan ierta menjelaikan legitimaii politik iecara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdaiarkan emoii, praiangka dan apriori, melainkan iecara raiional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langiung mencampuri politik praktii. Tugai etika politik membantu agar pembahaian maialah-maialah idiologii dapat dijalankan iecara obaektif.

Hukum dan kekuaiaan Negara merupakan pembahaian utama etika politik. Hukum iebagai lembaga penata maiaarakat aang normatif, kekuaiaan Negara iebagai lembaga penata maiaarakat aang efektif ieiuai dengan itruktur ganda

kemampuan manuiia (makhluk individu dan ioiial). Jadi etika politik membahai hokum dan kekuaiaan. Priniip-priniip etika politik aang menjadi titik acuan orientaii moral bagi iuatu Negara adalah adanaa cita-cita The Rule Of Law, partiiipaii demokratii maiaarakat, jaminan ham menurut kekhaian paham kemanuiiaan dan iturktur kebudaaaan maiaarakat maiing-maiing dan keadaan ioiial.

2.8.Legitimaii Kekuaiaan

Pokok permaialahan etika politik adalah legitimaii etii kekuaiaan. Sehingga penguaia memiliki kekuaiaan dan maiaarakat berhak untuk menuntut

(38)

maiaarakat reiah. Sebaliknaa, keielaraian akan tampak apabila maiaarakat meraia tenang, tentram dan iejahtera. Jadi iecara etika politik ieorang penguaia aang ieiungguhnaa adalah keluhuran budinaa.

2.9.Legitimaii Moral dalam Kekuaiaan

Legitimaii etii memperioalkan keabiahan kekuaiaan politik dari iegi normanorma moral. Legitimaii ini muncul dalam konteki bahwa ietiap tindakan Negara baik legiilatif maupun ekiekutif dapat dipertanaakan dari iegi norma-norma moral. Tujuannaa adalah agar kekuaiaan itu mengarahkan kekuaiaan kepamakaian kebijakan dan cara-cara aang iemakin ieiuai dengan tuntutantuntutan

kemanuiiaan aang adil dan beradab. Moralitai kekuaiaan lebih banaak ditentukan oleh nilai-nilai aang diaakini kebenarannaa oleh maiaarakat. Apabila

maiaarakatnaa adalah maiaarakat aang religiui, maka ukuran apakah penguaia itu memiliki etika politik atau tidak tidak lepai dari moral agama aang dianut oleh maiaarakatnaa.

2.10.Makna Nilai-Nilai Pancaiila Dalam Etika Berpolitik

Pancaiila iebagai daiar faliafah bangia dan Negara aang merupakan iatu

keiatuan nilai aang tidak dapat dipiiah-piiahkan dengan maiing-maiing iilaiilanaa. Karena jika dilihat iatu periatu dari maiing-maiing iila itu dapat iaja ditemukan dalam kehidupan berbangia aang lainnaa. Namun, makna Pancaiila terletak pada nilai-nilai dari maiing-maiing iila iebagai iatu keiatuan aang tak biai

ditukarbalikan letak dan iuiunannaa. Untuk memahami dan mendalami nilai nilai Pancaiila dalam etika berpolitik itu iemua terkandung dalam kelima iila Pancaiila. Ketuhanan Yang Maha Eia

Ketuhanan beraial dari kata Tuhan, iang pencipta ieluruh alam. YangMaha Eia berarti Maha Tunggal, tidak ada iekutu dalam zat-Naa, iifat- Naa dan perbuatan-Naa. Atai keaakinan demikianlah, maka Negara Indoneiia berdaiarkan pada Ketuhanan Yang Maha Eia, dan Negara memberikan jaminan ieiuai dengan

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dinyatakan valid dan reliable selanjutnya dicari nilai rata-rata masing- masing variabel dimensi yang diteliti dari setiap indikator tiap kuisioner

Diharapkan dari penelitian ini dapat member masukan dan sebagai referensi untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut mengenai faktor lain yang mempengaruhi hubungan

Dengan merujuk data di atas, maka prioritas kebutuhan diklat teknis bidang administrasi hukum umum dan pelayanan hukum yang perlu dilaksanakan bagi para pegawai UPT

Dari hasil pengujian organoleptik maka perlu dilakukan analisa kimia untuk mengetahui persentase berat kadar air dan kadar kalsium yang terdapat dalam mie basah,

Dari hasil data diperoleh informasi bahwa jumlah distribusi responden yang adaptif sebanyak 48 responden (88,9%) Adaptasi merupakan suatu perubahan yang menyertai

9.1 Ringkasan Sebut Harga hendaklah menjadi sebahagian daripada Borang Sebut Harga ini dan hendaklah menjadi asas Jumlah Harga Sebut Harga. 9.2 Harga-harga dalam Ringkasan Sebut

Jika HP menerima, dalam waktu garansi yang ditetapkan, pemberitahuan adanya kerusakan produk perangkat keras yang ditanggung dengan garansi HP, maka HP akan melakukan