• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MOTIVASI DAN KREATIFITAS KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PADA KANTOR DINAS PEMERINTAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH MOTIVASI DAN KREATIFITAS KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PADA KANTOR DINAS PEMERINTAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MOTIVASI DAN KREATIFITAS KERJA

TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PADA KANTOR DINAS

PEMERINTAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR

Peneliti :

1. Amran Manurung, SE., M.Si 2. Raya Panjaitan, SE., MM

LEMBAGA PENELITIAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

(2)

i

Halaman

Daftar Isi ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Batasan Masalah ... 7

1.3. Identifikasi Masalah ... 8

1.4. Tujuan Penelitian ... 8

1.5. Manfaat Penelitian... 9

1.6. Perumusan Masalah ... 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Motivasi Kerja ... 12

2.2. Kreatifitas Kerja ... 27

2.3. Produktivitas Kerja ... 29

2.4. Kerangka Konseptual ... 33

2.5. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 39

3.1. Rancangan Studi ... 39

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

3.3. Identifikasi dan Defenisi Operasional Variabel ... 41

3.4. Jenis Data Penelitian... 44

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 44

(3)

ii

4.1. Karakteristik Responden ...

4.3. Uji Asumsi Klasik ...

4.4. Pembahasan ...

4.4.1. Analisis Deskriptif Data Penelitian ...

4.4.2. Uji Koefisien Determinasi ( Uji R ) ...

4.4.3. Uji Serempak (Uji F) ...

4.5. Uji Parsial (Uji t) ...

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ...

5.2 Saran ...

(4)

iii

Tabel 3.1 Penentuan jumlah Sampel dari Populasi tertentu

dengan Taraf Kesalahan 5 % ... 55

Tabel 3.2. Jumlah unit Populasi dan sebaran Sampel dirinci

menurut Dinas Daerah Kabupaten Toba Samosir ... 57

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 65

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 66

Tabel 4.3. Hasil Uji Multikolonierisitas untuk Variabel

Motivasi dan Kreativitas Kerja ... 69

Tabel 4.4. Hasil Uji Multikolonierisitas untuk Variabel

Motivasi dan Kreativitas Kerja dan Produktivitas Kerja . 70

Tabel 4.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Variabel

Motivasi dan Kreativitas Kerja ... 71

Tabel 4.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Variabel

Motivasi, Kreativitas Kerja dan Produktivitas Kerja ... 71

Tabel 4.7. Hasil Uji Autokorelasi untuk Motivasi dan

Kreatifitas Kerja ... 72

Tabel 4.8. Hasil Uji Autokorelasi untuk Motivasi, Kreatifitas Kerja

dan Produktivitas Kerja ... 73

Tabel 4.9. Analisis Deskripsi Penelitian ... 73

Tabel 4.10. Uji Koefisien Determinan ( Uji R ) Hipotesis untuk

Variabel Motivasi dan Kreatifitas Kerja terhadap

(5)

iv

Variabel Motivasi dan Kreatifitas Kerja,

Produktivitas Kerja terhadap Kepuasan Kerja ... 75

Tabel 4.12.Uji Serempak ( Uji F ) Hiptesis antara varibel

Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja Kerja terhadap

Produktivitas Kerja ... 77

Tabel 4.13.Uji Serempak ( Uji F ) Hiptesis antara varibel Motivasi

dan Kreatifitas Kerja Kerja terhadap

Kepuasan Kerja ... 78

Tabel 4.14.Uji Parsial ( Uji t ) Hipotesis antara varibel

Motivasi dan Kreatifitas Kerja terhadap

Produktivitas Kerja ... 80

Tabel 4.15.Uji Parsial ( Uji t ) Hipotesis antara varibel Motivasi,

Kreatifitas Kerja dan Produktivitas Kerja terhadap

(6)

v

Gambar 2.1. Gambar 2.1 Model Motivasi Porter – Lawler ... 26

Gambar 2.2. Kerangka Proses Berfikir ... 51

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual ... 53

Gambar 4.1: Uji Normal Grafik Histogram Produktivitas Kerja ... 67

(7)

1. A. Judul Penelitian : Pengaruh Motivasi Dan Kreatifitas Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pada Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir.

B. Bidang Ilmu : Ekonomi

C. Kategori Penelitian : Penelitian untuk mengembangkan Perguruan Tinggi

2. Ketua Peneliti :

A. Nama Lengkap & Gelar : Amran Manurung, SE., M.Si

B. Jenis Kelamin : Laki-Laki

C. Golongan/Pangkat : IIIc

D. Jabatan Fungsional : Lektor

E. Jabatan Struktural : Ketua Jurusan Administrasi Perpajakan

F. Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Administrasi Perpajakan

F. Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Administrasi Perpajakan

3. Lokasi Penelitian : Kota Balige Kabupaten Toba Samosir

4. Lama Penelitian : 4 Bulan ( September s/d Desember 2010)

5. Biaya Penelitian : Rp. 2.000.000,- ( Dua Juta Rupiah )

Medan, 30 Agustus 2010

Mengetahui, Menyetujui, Ketua Peneliti,

Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Lembaga Penelitian

(8)

No. Rincian Jumlah

Biaya pengumpulan data Rp. 750.000

Honorarium Peneliti 4 Bulan Rp. 100.000/bln ( 2 orang) Rp. 800.000

Biaya Pencetakan dan Penggandaan Rp. 350.000

Biaya tak terduga Rp. 100.000

Total Rp. 2.000.000

(9)

PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN KREATIFITAS KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KANTOR DINAS PEMERINTAH

KABUPATEN TOBA SAMOSIR.

Motivasi Kerja adalah suatu dorongan yang muncul dari diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kreatifitas Kerja adalah sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu dengan kreatifitas yang ia miliki untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja akan menjadi dorongan bagi Pegawai untuk dapat melakukan tugas-tugas yang akan dibebankan kepadanya.

Produktivitas Kerja adalah hasil kerja atau output yang dihasilkan seseorang atas kegiatan yang dilakukannya. Yang menjadi obyek penelitian adalah seluruh Pegawai pada Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dengan populasi sebanyak 354 orang, yang menjadi sampel 188 orang. Metode yang dipakai metode survei. Dalam tesis ini terdapat tiga variable yaitu Motivasi Kerja (X1), Kreatifitas Kerja

(X2), Produktivitas Kerja(Y) yang merupakan variabel terikat. Penelitian ini

bertujuan untuk mengungkap permasalahan penelitian yang ada yaitu: 1. Sejauh mana pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Kerja 2. Sejauh mana pengaruh Kreatifitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja 3. Sejauh mana pengaruh Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja terhadap

Produktivitas Kerja

Hasil penelitian yang dilakukan pada Pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir memperoleh data bahwa variabel Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja mempengaruhi Produktivitas Kerja. Besarnya pengaruh Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja adalah sebesar 33.5%, sedangkan 66.5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak ikut diteliti.

(10)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Era kesenjagan yang berlangsung dewasa ini telah memperlihatkan

terjadinya beberapa perubahan yang signifikan dalam formulasi strategi

organisasi untuk mencapai tujuannya. Di antara strategi yang paling

mendapat tempat adalah upaya untuk optimalisasi dan maksimalisasi

peran sumber daya manusia, baik pada organisasi bisnis yang berorientasi

profit maupun pada organisasi pemerintahan yang memusatkan perhatian

pada peningkatan pelayanan publik. Itulah sebabnya keunggulan

organisasi untuk bersaing dalam kancah global sekarang ini sangat

ditentukan oleh kemampuan dan keandalan sumber daya manusianya.

Tanpa dukungan sumber daya manusia yang handal, maka sebuah

organisasi akan kehilangan spirit dan daya kreasi untuk meningkatkan

produktivitas dan pelayanan publik terhadap masyarakat.

Dalam kaitan dengan pentingnya peran sumber daya manusia yang

demikian itu, Kast dan Rosenzweig (2002: 5) menyebutkan bahwa kita

seringkali takjub melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

melesat seperti pesawat ruang angkasa (space shuttle), sistem teknologi

informasi yang hanya dengan menekan satu tombol saja kita sudah

memperoleh segenap informasi di jagad raya ini, begitu juga dengan

komputer dan microchip yang bisa menyimpan berjuta-juta bahkan

(11)

kesemuanya itu telah berkembang melebihi apa yang pernah kita pikirkan.

Semua yang telah kita capai itu tidak akan mungkin terjadi dengan

sendirinya tanpa dilatarbelakangi oleh faktor utama yang mendasari

kemajuan tersebut, yakni kesanggupan kita mengembangkan dan

me-manage jajaran organisasi sosial untuk memenuhi tujuan dan ekspektasi

kita bersama. Dengan kata lain, upaya untuk mendesain dan me-manage

organisasi yang kompleks itu adalah teknologi sosial yang sebanding

dengan investasi modal dan sumber daya yang telah kita keluarkan. Dan

semua kemajuan tersebut tidak terlepas dari kontribusi yang telah

dimainkan oleh sumber daya manusia. Itulah sebabnya tidaklah berlebihan

jika Peter F. Drucker sebagaimana dikutip oleh Zuhal ( 2008: 9)

menyebutkan bahwa aset paling berharga bagi bangsa pada abad 21

adalah ilmu pengetahuan dan pekerja terdidik (knowledge worker).

Pengetahuan dan pekerja terdidik ini telah menjadi modal bagi

pembangunan ekonomi, menggantikan sumber daya alam yg tidak dapat

menjadi andalan lantaran dapat terdepresiasi bahkan memunculkan

perusakan lingkungan yang ujung-ujungnya sangat merugikan umat

manusia.

Atas berbagai realitas yang telah dipaparkan di atas, mulai dari

ketatnya persaingan global, cepatnya perubahan teknologi informasi, serta

perubahan lingkungan yang cenderung terjadi hampir pada semua aspek

kehidupan manusia, telah menimbulkan pergeseran dan paradigma baru

bagi setiap organisasi. Perubahan-perubahan tersebut di satu sisi

(12)

yang lain justru memunculkan peluang untuk menciptakan

terobosan-terobosan baru dan melakukan transformasi dalam setiap kegiatannya

agar dapat mengikuti, menyesuaikan, dan memanfaatkan setiap peluang

dan tantangan serta mengantisipasi setiap ancaman yang ada untuk dapat

survive dan menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan

(sustainable competitive advantage).

Secara rinci Toffler dalam Ancok (1998:11-12) menggambarkan

pergeseran paradigma manajemen sebagai usaha merespon

perubahan-perubahan yang terjadi dalam sektor bisnis, antara lain sebagai berikut :

1. Berubahnya sifat organisasi dari hirarki menjadi suatu jaringan,

2. Bergesernya keluaran (output) perusahaan dari market share menuju

market creation,

3. Peranan individu sangat menentukan dalam pengambilan keputusan,

gaya organisasi yang kaku berubah menjadi fleksibel,

4. Kekuatan perusahaan yang sebelumnya diukur dari stabilitas sekarang

diukur dari kemampuannya beradaptasi dengan perubahan,

5. Orientasi bisnis yang sebelumnya mengacu pada self suficiency

bergeser pada saling ketergantungan,

6. Arah perusahaan sekarang dicapai melalui penciptaan visi, misi, dan

nilai- nilai serta gaya kepemimpinan yang bervisi,

7. Kualitas produk yang dulu diproduksi secara tidak maksimal kini

(13)

8. Orientasi karyawan dalam bekerja yang dulu fokus pada rasa aman

dan dapat menyelesaikan pekerjaan bergeser pada orientasi

pengembangan diri dan mencari sesuatu yang baru,

9. Kekuatan sumber daya bergeser dari pemilikan uang tunai dalam

jumlah yang besar menjadi kepemilikan informasi, dan

10. Kultur perusahaan bergeser dari upaya menghindari resiko menuju

keberanian menghadapi resiko.

Pendapat Toffler tersebut di atas menunjukkan bahwa perubahan

pada lingkungan bisnis menuntut pula adanya perubahan di dalam

pengelolaan kegiatan perusahaan. Pendapat lama yang melihat sumber

daya manusia bukan dalam kedudukan yang penting (sama dengan

kedudukan alat produksi yang lain), maka sumber daya manusia dalam

perusahaan sekarang dipandang sebagai aset yang penting. Oleh karena

itu, maka peranan manajemen dalam keadaan demikian adalah

mengorganisasi dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia

sedemikian rupa, sehingga mampu memanfaatkan peluang dan menekan

ancaman atau tekanan ekstrem sampai seminimal mungkin, dan

mempelancar pencapaian tujuan organisasi yang pada akhimya

memberikan kontribusi terhadap organisasi, anggota, dan masyarakat

(Sherman, et al., 1996:289). Di samping itu untuk merespon dan

mengadaptasi perubahan yang terjadi adalah melalui pengintegrasian

kebijakan pengembangan sumber daya manusia dengan tujuan dan

(14)

Mengingat sedemikian pentingnya kedudukan manusia dalam

organisasi, maka seorang manajer .perlu kiranya mempelajari dan

memahami perilaku bawahannya, serta mendorongnya demi pencapaian

tujuan organisasi secara efektif. Hal ini dikarenakan tugas manajer adalah

menyelesaikan urusan-urusan lewat orang lain (Robbins, 2002a: 22)

dengan tugas utama bertanggungjawab atas pencapaian tujuan

organisasi, kemudian melakukan evaluasi kinerja, serta membantu

bawahannya agar Iebih efektif menjalankan tugasnya. Pernyataan ini

dipertegas oleh E.A. Johns dalam Chori (1999:3) yang menyatakan bahwa

keberhasilan seorang manajer pada masa yang akan datang ditentukan

oleh kemampuannya untuk mengenal perilaku manusia.

Merujuk pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa manajer yang

nota bene berkedudukan sebagai pembina manusia, sangat dituntut

integritas karakterya sebagai seorang pembina yang harus mampu

memandang orang-orangnya sebagai sumber daya yang penting yang

akan menentukan kemajuan organisasinya. Kondisi tersebut akan

menuntut konsekuensi logis kemampuan manajer yang harus dapat

menciptakan suasana yang kondusif, yang mampu memberikan

kesempatan dan kemudahan kepada bawahannya untuk tumbuh,

berkembang, dan berprestasi dalam suasana organisasi yang dinamis

(Sujak, 1995: 185)

Perhatian atas modal sumber daya manusia ini mencakup

kemampuan yang unggul dan motivasi kerja yang tinggi. Dua aspek ini

(15)

mempengaruhi kinerjanya, dan secara operasional dapat dilihat pada

aspek produktifitas, kemangkiran, tingkat perputaran (turnover) dan

kepuasan kerjanya. Secara khusus, sebagaimana yang digambarkan oleh

Robbins (2002b:265) produktivitas kerja dan kepuasan kerja merupakan

variabel terpengaruh yang penting dalam model perilaku organisasi. Kajian

tentang hal ini terus menjadi telaah penting, mengingat adanya perubahan

dan perkembangan terus-menerus tentang apa yang membuat seseorang

berkinerja baik dan puas akan pekerjaannya. Oleh karena itu, menjadi hal

yang wajar bila studi mengenai produktivitas kerja dan kepuasan kerja

berkembang terus guna memperoleh penjelasan yang lebih memuaskan

terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi produktivitas kerja dan

kepuasan kerja pegawai tersebut.

Timbulnya fenomena perilaku kerja pegawai dalam organisasi,

tercermin dari lemahnya keterikatan pegawai dalam organisasi, kurangnya

keterlibatan pegawai terhadap pekerjaannya, ketidakpuasan kerja, tingkat

absensi dan pergantian atau perputaran pegawai yang tinggi, dan

mengurangi keluaran (mutu dan kuantitas produk), tidak berfungsinya

kompetisi yang sehat baik antar individu maupun antar kelompok,

komunikasi yang kurang berjalan baik karena terlalu banyak distorsi dan

misinformasi, kebingungan dan ketidakmengertian ke mana arah prioritas

tujuan yang hendak dicapai, merupakan contoh permasalahan sebagai

akibat belum terintegrasikannya dengan baik antara dimensi manusia

dengan dimensi pekerjaan dalam suatu organisasi, atau belum

(16)

Bertolak dari seluruh uraian di atas, penulis tertarik melakukan Studi

di Dinas Kabupaten Toba Samosir, karena Dinas Daerah merupakan

organisasi perangkat daerah yang berfungsi melaksanakan urusan wajib

pemerintahan sebagai implementasi atas pelaksanaan otonomi daerah. Ini

berarti keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat ditentukan oleh

keberhasilan Dinas Daerah dalam melaksanakan urusan wajib yang

diberikan kepadanya. Di sisi yang lain, keberhasilan Dinas Daerah

tersebut sangat bergantung pada motivasi dan kreativitas pegawai,

dimana motivasi dan kreativitas pegawai tersebut pada gilirannya akan

memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja dan kepuasan kerja

yang mereka tunjukkan. Oleh karena itu, pegawai mempunyai peran yang

cukup dominan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang

diberikan kepadanya, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai sesuai

dengan yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut, penulis memandang

Studi yang berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja dan Kreativitas Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir” ini memiliki urgensi untuk dilaksanakan.

1.2. Batasan Masalah

Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, berupa

keterbatasan waktu, keterbatasan dana dan keterbatasan pengetahuan maka

(17)

hanya meneliti Pengaruh Motivasi dan Kreativitas Kerja Terhadap Produktivitas

Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir.

1.2 Identifikasi Masalah

Dari uraian pada latar belakang penelitian diatas, jelaslah bahwa

terdapat banyak faktor yang menyebabkan kepuasan kerja yang kurang, yaitu :

1. Rendahnya motivasi kerja pegawai yang menimbulkan kinerja yang

kurang,

2. Rendahnya kreativitas kerja pegawai yang menimbulkan kinerja yang

buruk,

3. Produktivitas kerja yang rendah, diakibatkan motivasi kerja dan

kreativitas kerja yang rendah

4. Kepuasan kerja pimpinan-pimpinan Dinas dan pegawai yang kurang.

Dari beberapa faktor kinerja tersebut yang paling menarik untuk diteliti

adalah “ Pengaruh Motivasi dan Kreativitas Kerja Terhadap Produktivitas

Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir”.

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah pokok yang dikemukakan di atas, maka

tujuan yang hendak dicapai dalam Studi ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas

Kerja Pegawai di kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir

2. Untuk menganalisis pengaruh Kreativitas Kerja terhadap Produktivitas

(18)

3. Untuk menganalisis pengaruh Motivasi Kerja dan Kreativitas Kerja

terhadap Produktivitas kerja Pegawai kantor Dinas Kabupaten Toba

Samosir

1.4. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dipaparkan di atas dan tujuan yang telah ditetapkan, maka manfaat yang diharapkan dari studi ini

adalah :

1. Bagi pengembangan teori dan ilmu pengetahuan, hasil studi ini

diharapkan dapat memperdalam ruang lingkup pembahasan dan

pengembangan ilmu Perilaku Organisasi, khususnya yang terkait

dengan motivasi kerja, kreativitas kerja, produktivitas kerja, dan

kepuasan kerja pegawai.

2. Bagi Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, hasil studi ini diharapkan

dapat memberikan masukan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan

yang berkaitan dengan upaya untuk memperbaiki, mempertahankan,

atau meningkatkan program-program atau kegiatan-kegiatan yang

mengarah pada peningkatan sumber daya aparatur Dinas Daerah

terutama yang terkait dengan motivasi kerja, kreativitas kerja,

produktivitas kerja, dan kepuasan kerja pegawainya. Hal ini pada

gilirannya dapat meningkatkan performance Pemerintah Kabupaten

(19)

1.5. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji

dalam Studi ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah Motivasi Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap

Produktivitas Kerja Pegawai di kantor Dinas Pemerintah Kabupaten

Toba Samosir?

2. Apakah Kreatifitas Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap

Produktivitas Kerja Pegawai di kantor Dinas Pemerintah Kabupaten

Toba Samosir?

3. Apakah Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja berpengaruh secara

signifikan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai kantor Dinas

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi Kerja

Motivasi kerja sangat dibutuhkan untuk meningkatkan suatu aktivitas kerja.

Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai sebagian

besar sangat bergantung kepada motivasi pegawai untuk melaksanakan pekerjaan

yang diberikan kepada mereka. Dengan motivasi kerja yang tinggi, seorang

pekerja akan selalu berusaha dengan gigih dan sepenuh hati serta sanggup

mengerahkan seluruh kemampuannya agar hasil yang terbaik dapat dicapai.

Motivasi tampaknya menjadi suatu kebutuhan umum, setiap orang ingin

mempunyai motivasi yang lebih besar tetapi mereka tidak sesungguhnya

memahami arti kata motivasi itu sendiri. Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan

sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan

dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang

memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Kebutuhan-kebutuhan

itu timbul akibat dan hubungan antar manusia yang terjadi di dalam proses

produksi yaitu hubungan industrial. (Richard M Steers dan Lynon W Poster, 1991

dalam Hamid, 2003: 196). Oleh karena itulah motivasi dapat dipandang sebagai

bagian integral dalam hubungan industrial (hubungan antara manajemen dan

pegawai) dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan

(21)

kemampuan, sehingga orang mengatakan ada kemampuan yang terkandung di

dalam pribadi orang yang penuh motivasi.

Motivasi kerja merupakan suatu dorongan kehendak yang mempengaruhi

perilaku tenaga kerja untuk berusaha sekuat tenaga agar dapat menyelesaikan

pekerjaan dengan hasil yang sebaik-baiknya, karena ada keyakinan bahwa

keberhasilan dalam pekerjaan akan mempunyai manfaat bagi dirinya. Orang yang

mempunyai motivasi kerja yang tinggi, akan melakukan pekerjaannya dengan

semangat yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya.

Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta merubah

kelakuan, sehingga motivasi berfungsi sebagai pendorong timbulnya kelakuan,

pengarah dan penggerak. Nilai dan motivasi dalam manajemen adalah menjadi

tanggung jawab manajer, agar proses manajemen dalam organisasi dapat berhasil

dengan baik. Keberhasilan ini bergantung pada usaha manajer sebagai

pembangkit motivasi bawahannya.

Selanjutnya Hamalik (1993: 71), menyatakan bahwa dalam manjemen

modern tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif tertentu dan perbuatan

bekerja akan berhasil bila didasarkan pada motivasi yang ada. Selanjutnya

dikatakan pula bahwa manajer dapat mendelegasikan pekerjaan atau tugas

kepada bawahannya, tetapi tidak mungkin memaksakan untuk bekerja dalam arti

sesungguhnya. Hal ini menjadi tugas manajemen yang paling berat yakni

bagaimana cara dan upaya agar bawahan mau bekerja berdasarkan keinginan

(22)

Pada hakekatnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut: motivasi

menentukan tingkat keberhasilan atau kegagalan perbuatan atau pekerjaan;

manajemen yang bermotivasi pada hakekatnya adalah manajemen yang

disesuaikan dengan kebutuhan dorongan, motif, minat yang ada pada staf

bawahan pelaksana; manajemen yang bermotivasi menuntut kreativitas dan

imajinasi untuk berusaha secara sungguh-sungguh untuk mencari cara-cara yang

relevan dan sesuai untuk membangkitkan dan memelihara motivasi bawahannya

agar memiliki self motivation yang baik; berhasil atau gagalnya upaya untuk

membangkitkan dan menggunakan motivasi dalam manajemen erat kaitannya

dengan peraturan disiplin kerja; motivasi menjadi salah satu bagian yang integral

dari fungsi-fungsi manajemen. Penggunaan motivasi dalam manajemen turut

melengkapi prosedur manajemen, dan menjadi faktor yang menentukan

manajemen yang efektif.

Selanjutnya Hamalik (1993:71) mengemukakan bahwa ada beberapa

pnnsip motivasi dalam manajemen dalam rangka mendorong motivasi kerja dan

menciptakan self motivation dan self dicipline yaitu:

1) Pujian lebih efektif dari hukuman, karena hukuman bersifat menghentikan

sesuatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat menghargai apa yang telah

dilakukan, karena itu pujian lebih besar manfaatnya,

2) Semua individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (bersifat dasar)

(23)

3) Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif dan pada motivasi yang

dipaksakan dan luar, karena kepuasan yang diperoleh itu sesuai dengan

ukuran yang ada dalam dirinya sendiri;

4) Jawaban-jawaban (perbuatan) yang serasi perlu dilakukan usaha

pemantapan (reinforcement). Agar suatu perbuatan mencapai tujuan, maka

terhadap perbuatan itu perlu segera diulang kembali setelah beberapa waktu

kemudian, sehingga hasilnya lebih mantap. Pemantauan ini perlu dilakukan

dalam tingkatan kegiatan bekerja;

5) Motivasi mudah menjalar kepada orang lain. Manajer yang penuh minat dan

antusias akan membangkitkan pula kepada bawahannya minat dan antusias.

Begitu pula bawahan yang penuh minat dan antusias juga akan mendorong

motivasi individu-individu lainnya;

6) Pemahaman yang jelas terhadap tujuan (visi dan misi) organisasi akan

merangsang motivasi. Apabila seseorang telah menyadari tentang tujuan

yang hendak dicapai, maka perbuatannya kearah itu akan lebih besar daya

dorongnya; Tugas-tugas yang diberikan oleh diri sendiri akan menimbulkan

minat yang lebih besar untuk mengerjakan daripada tugas-tugas itu

dipaksakan oleh atasan. Apabila bawahan diberi kesempatan menemukan

masalah dan memecahkannya sendiri, akan mengembangkan motivasi yang

lebihbaik;

7) Pujian-pujian yang datangnya dari luar (external reward) kadang-kadang

(24)

Berkat dorongan orang lain, maka individu akan berusaha lebih giat karena

minatnya lebih besar;

8) Teknik dan prosedur manajerial yang bervanasi adalah efektif untuk

memelihara minat bawahan. Kegiatan manajemen yang bervariasi akan

menimbulkan situasi kerja yang matang;

9) Minat khusus yang dimiliki oleh bawahan bermanfaat dan bersifat ekonomis.

Minat khusus yang dimiliki oleh individu akan mudah di transferkan kepada

minat dalam bidang lainnya, atau dihubungkan dengan masalah tertentu;

10) Kegiatan-kegiatan yang kurang merangsang minat bawahannya mungkin

tidak akan ada maknanya (kurang berharga) bagi bawahan yang tergolong

cakap/mampu, karena tingkat abilitasnya berbeda satu dengan lainnya;

11) Kecemasan akan menimbulkan kesulitan bekerja. Kecemasan mengganggu

perbuatan/pekerjaan sebab akan mengakibatkan beralihnya perhatian

kepada hal lain, sehingga kegiatan bekerja menjadi tidak efektif;

12) Tugas-tugas yang terlalu sulit dan menimbulkan gejala frustasi akan cepat

menuju ke demoralisasi. Tugas yang terlalu sulit dapat menyebabkan

bawahan melakukan hal-hal yang tidak wajar sebagai mamfestasi dan

frustasi yang ada pada dirinya;

13) Motivasi erat hubungannya dengan kreativitas. Dengan teknik manajerial

tertentu, motivasi pegawai dapat ditujukkan kepada kegiatan-kegiatan kreatif;

14) Tekanan kelompok umumnya lebih efektif dalam motivasi dan pada tekanan

dan orang lain. Individu/staf ingin bekerja secara bebas. Mereka menyadari

(25)

dilakukan oleh kelompoknya, karena itu jika manejer membimbing

bawahannya, maka arahkanlah anggota-anggota kelompok itu kepada

nilai-nilai pekerjaan yang baik.

Ravianto (1985:19), mengemukakan bahwa motivasi kerja ialah besar

kecilnya usaha yang diberikan seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas

pekerjaannya. Menurut Steers dan Porter (1991:5) istilah motivasi atau bahasa

Inggrisnya motivation berasal dan perkataan latin movere yang artinya

menggerakkan. Menurut Gibson et al. (1996:14), motivasi adalah semua kondisi

usaha dalam diri manusia yang digambarkan sebagai hasrat, keinginan dan

kemauan. Ia merupakan kondisi dalam diri seseorang yang menggerakkan atau

mendorong untuk bertindak. Huston (1985:17), mendefinisikan motivasi sebagai

suatu faktor yang menjadikan perilaku bekerja dengan intuitif, terarah, intensif,

dan gigih.

Pendapat yang diutarakan tersebut di atas dapat memberikan indikasi

bahwa pengertian motivasi menunjuk kepada suatu faktor yang menyebabkan

seseorang untuk berbuat dalam memenuhi kebutuhannya. Berkaitan dengan itu

As’ad (1995:29), menekankan bahwa motivasi berperan sebagai pendorong

kemauan dan keinginan seseorang. Motivasi seseorang dalam organisasi

bermula dan adanya kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan dalam diri seseorang.

Artinya seseorang itu melakukan aktifitasnya didorong oleh motif-motif tertentu

berdasarkan orang tersebut.

Sejalan dengan hal ini Huston (1985:49) menyatakan bahwa motivas

(26)

(intensity) dan ketekunan (persistency). Faktor-faktor tesebut. menentukan sifat

tingkah laku yang diinginkan. Faktor permulaan misalnya, merupakan faktor

penting dalam memberikan rangsangan kepada seseorang untuk memulai

melakukan suatu pekerjaan, dan faktor ini sangat diperlukan dalam melakukan

suatu pekerjaan yang sifatnya menantang. Faktor petunjuk merupakan faktor

penting yang memberikan kelincahan dan semangat bagi karyawan dalam

melakukan sesuatu pekerjaan. Intensitas merupakan faktor pendorong bagi

operator dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Faktor ketekunan merupakan faktor yang memberikan dorongan bagi karyawan

untuk bekerja secara tekun dalam meningkatkan prestasi kerja.

Berdasarkan atas faktor-faktor tersebut terlihat bahwa motivasi kerja ada

karena adanya kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu,

guna mencapai tujuan yang diharapkan. Pendapat tentang teori kebutuhan

dikemukakan di antaranya oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow sebagaimana

dikutip oleh Donelly (1984:37), Harsey dan Blanchard (1977:3 8) mengatakan

bahwa tingkah laku manusia pada waktu tertentu diarahkan oleh kebutuhannya

yang paling kuat yang muncul pada waktu itu. Ada lima tingkat kebutuhan

manusia, dan bila tingkat kebutuhan tingkat pertama belum terpenuhi, maka

segala usaha manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan itu terlebih dahulu,

itulah yang merupakan motivator aktif. Bila kebutuhan tingkat pertama ini telah

terpenuhi sampai batas tertentu, barulah muncul kebutuhan tingkat kedua

sebagai kebutuhan terkuat, dan ini pula sekarang yang menjadi motivator aktif,

(27)

motivator aktif. Begitulah seterusnya sampai pada kebutuhan tingkat ketiga,

tingkat keempat dan tingkat kelima. Kelima macam tingkat kebutuhan itu adalah

sebagai berikut:

a. Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, pakaian, tempat

tinggal dan termasuk pula kebutuhan seks sebagai kebutuhan biologis.

b. Kebutuhan keamanan dan rasa terjamin, yaitu perlindungan dan berbagai

ancaman, perlindungan dan rasa sakit, keamanan harta dan kemampuan

keluarganya apabila tidak mampu lagi berusaha atau sudah meninggal dunia

c. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok lain, kasih

sayang, mengasihi orang lain dan dikasihi orang lain.

d. Kebutuhan ego, yaitu kebutuhan akan penghargaan dan pandangan baik dan

orang lain terhadap dirinya.

e. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi

diri semaksimal mungkin, apapun potensi itu.

Edward dalam As’ad (1995:42) berpendapat bahwa kebutuhan manusia

diklasifikasikan menjadi 14 kebutuhan, yaitu: (a) kebutuhan untuk berbuat lebih

baik atau prestasi (achievement), (b) kebutuhan mengikuti kebutuhan orang lain

(refference), (c) kebutuhan untuk membuat rencana-rencana yang teratur (order),

(d) kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain (exibition), (e) kebutuhan untuk

mandiri (autonomy), (f) kebutuhan untuk menjalin persahabatan dengan orang

lain (affiliation), (g) kebutuhan untuk memahami perasaan dan mengetahui

tingkah laku orang lain (interception), (h) kebutuhan untuk mendapatkan bantuan

(28)

dan memimpin orang lain (dimminance), (j) kebutuhan yang menyebabkan

individu merasa berdosa apabila berbuat kesalahan (abusement), (k) kebutuhan

untuk rnembantu dan menolong orang lain yang sedang dalam kesusahan

(nurturance), (1) kebutuhan untuk membuat pembaharuan (change), (m)

kebutuhan yang mendorong aktivitas-aktivitas individu dalam mendekati lawan

jenisnya, ingin dianggap menarik oleh lawan jenisnya (heterosexuality), dan (n)

kebutuhan untuk mengkritik pendapat orang lain (aggression).

Sejalan dengan itu McClelland dalam As’ad (1995:52) berpendapat bahwa

dalam diri individu seseorang terdapat 3 kebutuhan pokok yang mendorong

tingkah lakunya. Kebutuhan-kebutuhan dimaksud adalah: (a) kebutuhan

mencapai sukses atau prestasi (needs for achievement), (b) kebutuhan akan

kehangatan dan sokongan dalam hubunganiya dengan orang lain (needs for

affiliation), dan (c) kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain

(needs for power). Ketiga teori kebutuhan yang telah dikemukakan di atas

menunjukkan bahwa dalam diri setiap individu terdapat banyak kebutuhan

(needs). Di samping itu terungkap pula bahwa pada umumnya timbulnya motivasi

didasarkan atas dorongan kebutuhan. Dengan demikian, motivasi merupakan

dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Salah satu kebutuhan

dan kebutuhan kebutuhan yang dimiliki setiap individu itu ialah kebutuhan untuk

berbuat lebih baik.

Menurut Harsey dan Blanchard (1977:23), individu-individu atau orang

orang yang memiliki motivasi berprestasi dapat menjadi tulang punggung bagi

(29)

motivasi berprestasi hendaknya tetap dipelihara dan diusahakan agar tidak

menurun apabila hilang. Kuat lemahnya motivasi berprestasi seseorang ikut

mementukan besar kecihiya prestasi kerjanya. Kutipan di atas dapat memberikan

pengertian bahwa bila motivasi berprestasi seseorang rendah maka presatasi

kerjanyapun cenderung rendah. Sebaliknya bila motivasi seseorang tinggi maka

prestasi kerjanyapun cenderung tinggi pula. Oleh karena itu motivasi berprestasi

sangat penting dimiliki oleh setiap individu di dalam organisasi, karena sikap

orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi cenderung lebih menyukai

dan mencintai pekerjaan, lebih bertanggung jawab dan lebih merasa menyatu

dengan pekerjaannya dibandingkan dengan orang yang memiliki motivasi

berprestasi yang rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh apa yang mereka cari

dan apa yang mereka kerjakan tidak sama.

Karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasipun tidak sama

dengan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi. Gellerman (1984:92)

menyatakan bahwa karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasi itu

antara lain : (a) cenderung menuntut dirinya berusaha keras, (b) gemar mengatasi

kesulitan yang menyingkapkan seluruh bidang baru, (c) memegang tanggung

jawab dan wewenang, (d) lebih menyukai aktivitas yang memberikan umpan balik

yang cepat dan tepat, (e) realistis terhadap diri dan terhadap prestasi yang

mereka cari, (f) menyatu dengan tugas, (g) mempunyai sifat optimis dalam

bekerja, (h) berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya apalagi kalau

ada tantangan, (i) berorientasi ke depan, (j) berpartisipasi penuh memperkirakan

(30)

kegagalan, (l) berusaha menyelesaikan tugas atas usaha bukan

untung-untungan, (m) tidak mementingkan uang karena uang baginya hanya sebagai

ukuran kemajuan atas prestasinya, (n) lebih mementingkan karya dan pada

imbalan yang diterima, serta (o) tidak mudah menyerah dan keras hati meskipun

menerima bambatan-hambatan.

Cooper dan kawan-kawan (1967:46), mengatakan bahwa tugas seorang

karyawan diperusahaan atau organisasi adalah (a) merencanakan, (b)

mengimplementasikan, dan (c) mengevaluasi. Berdasarkan pendapat di atas

maka yang menjadi pekerjaan karyawan sebagai mitra kerja diperusahaan

adalah: memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen atau pelanggan.

Tugas pertama karyawan adalah merencanakan tugas pekerjaannya.

Perencanaan berasal dan kata rencana yaitu suatu proyeksi tentang apa yang

akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sahih dan bernilai. Perencanaan

dapat juga disebut sebagai spesifikasi dan tujuan yang ingin dicapai dan

cara-cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Karyawan sebagai

perencana (designer) dituntut supaya mampu merencanakan kegiatan secara

baik, sebab pekerjaan yang direncanakan secara baik akan dapat mempermudah

jalannya proses penyelesaian dengan baik pula dan bermakna.

Merencanakan pekerjaan dengan baik sebelum melakukan pekerjaan

tersebut adalah penting. Walaupun perencanaan baik belum tentu menjamin

keberhasilan pelaksanaan seratus persen, namun harus diketahui bahwa

perencanaan yang baik sudah barang tentu mempunyai manfaat yang tidak

(31)

beberapa manfaat perencanaan, yakni (a) memberikan arah pekerjaan yang jelas

kepada karyawan, (b) memungkinkan karyawan mengetahui sampai dimana

tujuan pekerjaan yang ditetapkan dapat dicapai, (c) memudahkan karyawan

mengidentifi-kasikan hambatan-hambatan yang timbul dalam usaha mencapai

tujuan, dan (d) menghindarkan pertumbuhan dan perkembangan suatu usaha

yang tidak terkontrol.

Perencanaan pekerjaan yang baik mensyaratkan Iangkah-Iangkah

perencanaan tertentu, karena dengan langkah-langkah tersebut akan

memungkinkan karyawan dapat merumuskan suatu rencaria yang lebih sistematis

dan terarah dibandingkan dengan tidak memperhitungkan langkah-langkah

perencanaan. Di dalam proses pembuatan perencanaan kerja, para ahli

mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang langkah-langkah penyusunan

perencanaan kerja tersebut. Perencanaan kerja yang baik adalah perencanaan

kerja yang mengandung unsur-unsur yang akan dilaksanakan di dalam

pengoperasian rencana kerja tersebut. Berkaitan dengan itu Sujana (1989:52)

berpendapat bahwa, perencanaan yang baik harus mengandung unsur-unsur

seperti : (a) tujuan pekerjaan, (b) bahan, (c) proses kegiatan, (d) metode, dan (e)

evaluasi atau penilaian.

Kedua, mengimplementasikan pekerjaan. Tahapan ini merupakan tahap

inti. Pekerjaan ini akan mengacu bagaimana menciptakan suatu mekanisme kerja

yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Tahap

implementasi ini merupakan tahap implementasi yang paling berat bagi karyawan

(32)

aktivitas-aktivitas serta kemampuan-kemampuan semaksimal mungkin sesuai

dengan yang diinginkan. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik, kemungkinan

pelaksanaan pekerjaanpun akan lebih berhasil. Sedangkan karyawan sebagai

seorang pernimpin (manager) dituntut untuk memiliki kemampuan mengelola

seluruh proses pekerjaan dengan menciptakan kondisi-kondisi dengan efektif dan

efisien.

Ketiga, melaksanakan evaluasi. Purwanto (1984:23), berpendapat bahwa

evaluasi ialah proses menilai perkembangan dan kemajuan kearah tujuan yang

telah ditentukan dalam perencanaan. Dalam konteks ini dapat ditarik kesimpulan

bahwa evaluasi merupakan salah satu unsur penting dalam rangkaian proses

bekerja, sebab cara untuk mengetahui kemajuan atau perubahan yang terjadi

dalam bekerja dapat diamati dan diketahui dengan jelas setelah dilakukan

evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan.

Evaluasi adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai seberapa

jauh kemajuan yang dapat dicapai. Kemampuan yang diharapkan tersebut

sebelumnya sudah ditetapkan secara operasional. Kemudian juga ditetapkan

patokan pengukuran hingga dapat diperoleh penilaian. Karena itu didalam

evaluasi diperlukan prinsip-prinsip sebagai petunjuk agar dalam pelaksanaan

evaluasi dapat lebih efektif. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (a) kepastian dan

kejelasan, artinya tujuan evaluasi harus ditetapkan sebab evaluasi tidak akan

dapat dilaksanakan apabila tidak jelas dirumuskan secara jelas dalam definisi

yang operasional, (b) teknik evaluasi, artinya harus disesuaikan dengan tujuan

(33)

jenis pekerjaan, (c) komprehenship, artinya teknik evaluasi yang digunakan harus

bervariasi sebab tidak ada suatu teknik evaluasi yang dapat mengukur semua

aspek terpenting dan suatu jenis pekerjaan, (d) evaluasi adalah alat untuk

membantu pengemban pekerjaan, bukan semata-mata bertujuan untuk memberi

nilai prestasi yang dicapai. Prinsip pelaksanaan evaluasi tersebut adalah

merupakan patokan yang harus dipegang teguh pada waktu melaksanakan

evaluasi.

Senada dengan pendapat tersebut adalah Model Motivasi yang

digambarkan oleh Porter dan Lawler (Certo, 2003: 356). Model Porter dan Lawler

merupakan model pengharapan yang mulai dengan pengertian bahwa motivasi

(usaha/dorongan) tidak sama dengan kepuasan dan atau prestasi kerja. Motivasi,

kepuasan dan prestasi kerja adalah variabel-variabel yang terpisah dan

(34)

GAMBAR 2.1 MODEL MOTIVASI PORTER – LAWLER Sumber : Certo, Samuel C (2003 : 356)

Berdasarkan gambar di atas, secara teoritik model pengharapan Porter Làwler

berjalan sebagai berikut: 1) nilai penghargaan (value of rewards) yang diharapkan

orang dikombinasikan dengan 2) persepsi orang tersebut tentang usaha yang

mencakup probabilitas pencapaian usaha (perceived effort-reward probability), untuk

menimbulkan 3) suatu tingkat usaha tertentu (effort) yang dikombinasikan dengan 4)

kemampuan menyelesaikan tugas (ability to do a spec led task), dan 5) persepsinya

mengenai kegiatan-kegiatan yang diperlukan (perception of task required) untuk

mencapai 6) tingkat prestasi yang disyaratkan (performance accomplishment) untuk

memperoleh penghargaan-penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) yang melekat pada

(35)

dari manajemen bagi pencapaian prestasi yang diinginkan (7B). Persepsi individu

mengenai “keadilan” (perceived equitable rewards) atas penghargaan-penghargaan

ekstrinsik yang diterima (8), ditambah perasaan yang dihasilkan dari prestasinya,

menghasilkan (9) tingkat kepuasan (satisfaction) yang dialami orang tersebut.

Pengalaman ini kemudian akan diterapkan pada penilaian individu di masa mendatang

terhadap nilai penghargaan, dan karenanya akan mempengaruhi kinerja dan kepuasan

di waktu yang akan datang.

Sedangkan menurut Nimran (1997:52) motivasi sebagai suatu keadaan di

mana usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan kepada pencapaian

hasil-hasil tertentu. Hasil-hasil-hasil yang dimaksud bisa berupa produktifitas, kehadiran atau

perilaku kerja kreatifnya. Dari pengertian ini motivasi mengandung tiga

karakteristik pokok, yaitu: (1) usaha, yakni menunjuk kepada kekuatan perilaku

kerja seseorang atau jumlah usaha yang ditunjukkan oleh seseorang dalam

pekerjannya; (2) kemauan keras, yakni menunjuk pada kemauan keras yang

didemonstrasikan oleh seseorang dalam menerapkan usahanya kepada

tugas-tugas pekerjaannya; dan (3) arah atau tujuan, yakni yang bersangkutan dengan

arah yang dituju oleh usaha dan kemauan keras yang dimiliki seseorang, yang

pada dasarnya berupa hal-hal yang menguntungkan.

Dari beberapa pengertian di atas, maka untuk dapat mengukur motivasi

kerja pegawai tidaklah mudah, hal ini dikarenakan motivasi kerja tidak bisa diamati

secara langsung, tetapi hanya dapat dilihat dengan mengamati perilaku kerja

pegawai, mengukur perubahan-perubahan dalam pelaksanaan kerjanya, atau

(36)

(Wexley dan Yukl, 1992: 105). Asumsi ini diperkuat oleh pernyataan Kempton

dalam Chon (1999:27), bahwa tingkat motivasi pegawai direfleksikan dalam sikap

dan perilakunya. Pegawai yang termotivasi akan menunjukkan perilaku yang

berkinerja tinggi, bergairah, bersemangat, serta memiliki daya usaha yang kuat.

Sebaliknya pegawai yang tidak termotivasi akan bersikap apatis, acuh tak acuh

(kurang bergairah) dan bersikap tidak kooperatif. Oleh karena itu, apabila hendak

mengukur motivasi kerja pegawai dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa daftar pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana seseorang menikmati

pekerjaannya dan terlibat di dalamnya (Pareek, 1996:236).

Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan motivasi dalam

studi ini adalah usaha dan kemauan pegawai untuk mengeluarkan tingkat upaya

yang tinggi sebagai wujud dorongan atau keinginan dari dalam pribadi yang

bersangkutan, sebagai hasil integrasi keseluruhan daripada kebutuhan pribadi,

dan pengaruh lingkungan guna mencapai tujuan organisasi. Indikator untuk

mengukur variabel motivasi adalah (a) dorongan mencapai tujuan, (b) semangat

kerja, (c) keterikatan kerja, dan (d) rasa tanggung jawab terhadap kerja.

2.2. Kreativitas Kerja

Konsep kreativitas telah dirumuskan dalam berbagai cara dimana

masing-masing cara tersebut memiliki variasinya sendiri-sendiri. Dari sisi akar katanya,

Prijosaksono dan Sembel (2003: 78) mengatakan bahwa kreativitas itu berasal

dari kata to create yang artinya mencipta. Inilah sesungguhnya kuasa yang

(37)

kita diberikan wewenang untuk menggunakan kuasa Tuhan). Kita diberikan

kemampuan untuk mencipta, termasuk menciptakan realitas baru dalam

kehidupan kita.

Terkait dengan pandangan di atas, Campbell (1986: 12) memandang

kreativitas sebagai kegiatan yang mendatangkan hasil dengan kandungan ciri : (a)

inovatif, belum pernah ada, segar, menarik, aneh, mengejutkan, dan terobosan

baru; serta (b) berguna, lebih enak, lebih baik, lebih praktis, mempermudah,

memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah,

mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik atau

lebih banyak, dan (c) dapat dimengerti dimana hasil yang sama dapat dibuat di lain

waktu.

Tidak jauh berbeda dengan pandangan Campbell di atas, Evans (1991: 12)

menyebut kreativitas sebagai ketrampilan untuk menentukan pilihan baru, melihat

subjek dari perspektif baru dan membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih

konsep yang telah tercetak dalam pikiran. Setiap kreasi merupakan sebuah

kombinasi baru dan ide-ide, produksi-produksi, warna-warna, tekstur-tekstur,

produksi baru yang inovatif, seni dan literatur. Semua ini dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan umat manusia.

Sementara itu, Too (1995: 13) melihat kreativitas sebagai sebuah konsep

yang berkaitan dengan kemajuan dan perkembangan, dimana kreativitas

menurutnya merupakan luapan cara berpikir yang tidak konvensional yang akan

(38)

kreatif membawa pada keseimbangan, kedalaman, dan kepekaan dalam

pencarian intelektual.

Sejalan dengan keanekaragaman mengenai konsep kreativitas tersebut,

Prather (1996: 14) mengatakan bahwa kreativitas mempunyai kaitan dengan

aktivitas mengembangkan berbagai ide. Inovasi itu berkaitan dengan

terlaksanakanya ide-ide di dalam usaha yang bisa dilakukan dan berkembang

karena budaya dan struktur yang mendorong timbulnya kreativitas dalam

organisasi. Ini berarti bahwa kreativitas sebagaimana dikatakan oleh Luthans

(2001: 377) dapat disebut sebagai sebuah fungsi dan juga komponen pokok,

keahlian khusus, keahlian berpikir kreatif dan motivasi. Keahlian khusus terdiri dari

ilmu pengetahuan, teknik, prosedural dan intelektual. Keahlian berpikir kreatif

menentukan bagaimana orang akan bersikap fleksibel dan imajinatif (berdaya cipta

yang mampu menangani masalah dan membuat keputusan secara efektif).

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka yang dimaksud

dengan kreativitas dalam studi ini adalah suatu proses dimana ide dicetuskan,

dikembangkan, dan diubah menjadi nilai. Kreativitas mengandung tujuan yang

ingin dicapai orang dengan inovasi dan semangat wirausaha. Indikator yang

digunakan untuk melihat kreativitas dalam studi ini mencakup (a) daya inovasi

pegawai, (b) daya kreasi pegawai, dan (c) inisiatif pegawai.

2.3. Produktivitas Kerja

Membahas tentang produktivitas kerja pada hakekatnya tidak terlepas dari

pembahasan mengenai perbandingan terhadap dimensi waktu, dimana jika waktu

(39)

peningkatan pada produktivitas kerja. Pada sisi yang lain, konsep produktivitas

kerja ini juga merupakan ranah pada kajian mengenai sumber daya manusia

karena produktif atau tidak produktifnya suatu pekerjaan sangat ditentukan oleh

sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan yang diberikan kepada mereka.

Kuper dan Kuper (2000: 843) setelah menganalisis karya Denison dan

Matthews mengatakan bahwa produktivitas kerja itu merupakan fungsi produksi

dari kapital dan tenaga kerja, namun Nellis dan Parker (2000: 31) memberikan

penjelasan yang lebih luas lagi bahwa produktivitas berkaitan erat dengan fungsi

dari tanah, tenaga kerja, peralatan, dan kapital. Dengan demikian, secara

matematis, output (produktivitas) dapat dirumuskan menjadi :

O = f (L, Lb, M, C)

Dimana :

O = output (produktivitas)

L = tanah

Lb = tenaga kerja

M = peralatan

C = capital

Merujuk dari pemikiran di atas, maka secara garis besar berbicara tentang

produktivitas atau output yang dihasilkan oleh sebuah organisasi atau institusi

pemerintah, tidak mungkin dapat dilepaskan dari peran tenaga kerja atau

pegawainya. Pengertian semacam ini antara lain dijelaskan oleh Hasibuan (1999:

126-127) yang memandang produktivitas sebagai perbandingan antara keluaran

(40)

adanya peningkatan efisiensi, baik peningkatan efisiensi waktu, biaya, tenaga,

maupun sistem kerja, teknik produksi, termasuk di dalamnya mencakup juga

peningkatan ketrampilan dari tenaga kerjanya.

Sejalan dengan pandangan di atas, Gibson, Ivancevich, dan Donelly

(1996: 71) menyebutkan produktivitas kerja sebagai kriteria efektivitas yang

ditujukan pada kemampuan organisasi guna memberikan keluaran yang di minta

oleh lingkungan. Dari definisi ini, ada dua kata kunci yang ditonjolkan, yakni (a)

kriteria efektivitas keluaran (output) dan (b) tuntutan lingkungan. Dengan demikian,

produktivitas kerja dalam pengertian ini adalah sama dengan rasio antara keluaran

(output) dan kebutuhan lingkungan. Jika keluaran (output) memenuhi tuntutan

lingkungannya maka keluaran (output) tersebut dapat dikatakan produktif, dan

secara umum kondisi ini akan dianggap pula memiliki produktivitas kerja yang

baik.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Robbins (1997: 65) juga

mengatakan produktivitas kerja adalah rasio antara masukan (input) yang

digunakan dengan output yang diperoleh. Jika rasio kedua komponen dapat

dicapai secara proporsional, maka hal itu dikatakan produktif. Selanjutnya A.

Blunchor dan Kapustin (Hasibuan, 1999: 126) mengatakan bahwa produktivitas

kadang kala dipandang sebagai penggunaan insentif terhadap sumber-sumber

konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang diukur secara tepat dan benar-benar

efisien. Terkait dengan insentif ini, Dessler (1997: 141) juga memandang insentif

sebagai rencana untuk mensugesti dan meningkatkan partisipasi karyawan/

(41)

Suit dan Almasdi (2000: 91) memberikan pandangan yang lebih luas

tentang produktivitas kerja sebagai,

“Semua unsur yang berkaitan dengan usaha peningkatan kualitas dan

jumlah hasil produksi yang harus dipelihara, sehingga semua unsur yang

berkaitan dengan peningkatan kualitas dan jumlah hasil produksi berjalan lancer.

Bilamana terjadi gangguan akan menyebabkan tertundanya produksi yang akan

mengakibatkan menurunnya jumlah produksi”.

Suit dan Almasdi (2000: 91) selanjutnya mengatakan bahwa untuk

memelihara produktivitas dan peningkatan kualitas tersebut diperlukan sikap

kepedulian dan rasa tanggung jawab dari personilnya. Dengan kata lain, setiap

personil harus memiliki prinsip bahwa setiap pekerjaan harus dapat diselesaikan

dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Penyelesaian pekerjaan tersebut,

seyogyanya diikuti dengan kemampuan melakukan penghematan terhadap waktu,

pemakaian bahan, dan dengan mengupayakan mutu dari hasil pekerjaan.

Atas pemahaman bahwa substansi penelitian ini lebih fokus dalam lingkup

Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, maka perlu juga dipahami konsep

produktivitas di sektor publik. Hal ini penting disampaikan karena Kasim (1989: 20)

menyebutkan bahwa konsep produktivitas di sektor bisnis berbeda dengan

produktivitas di sektor publik (pemerintah). Ia lebih lanjut mengatakan bahwa

produktivitas dalam organisasi pemerintah juga diukur dari sisi kualitas hasil yang

dipersembahkan kepada masyarakat, yaitu sampai seberapa jauh hasil tersebut

sesuai dengan standar yang diinginkan. Standar ini meliputi ciri-ciri dari output,

(42)

seberapa jauh kemampuan dalam melayani klien atau masyarakat dilakukan.

Menurut Kasim (1989: 22) harus diperhatikan bahwa unsur kualitas tidak tercermin

dari rasio output terhadap input organisasi pemerintah, karena tidak dapat dinilai

dengan harga pasar. Itulah sebabnya, perlu memasukkan criteria tentang standar

dari output kedalam perhitungan produktivitas organisasi di sektor publik ini.

Menyikapi terdapatnya keanekaragaman konsep produktivitas yang

dikemukakan para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa produktivitas kerja

pegawai pada hakekatnya dapat dipandang dari dua dimensi, yakni (a) dari sudut

pandang hasilnya, atau rasio hasil dan input yang digunakan, dan (b) dari sikap

pegawai dalam memandang dan menangani tugas-tugasnya. Mengingat subyek

penelitian ini adalah pegawai dari banyak latar belakang pekerjaan, maka dimensi

yang akan diteliti di sini dibatasi hanya pada dimensi sikap saja dengan indikator

(1) pencapaian prestasi kerja pegawai, (2) tingkat penyelesaian pekerjaan, dan (3)

kualitas pekerjaan yang dihasilkan.

2.4. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual yang mendasari studi ini adalah bahwa motivasi

dan kreativitas kerja merupakan sesuatu yang dianggap penting, baik bagi

pegawai itu sendiri maupun bagi organisasi dinas daerah tempat pegawai tersebut

bekerja. Sebab dengan motivasi kerja yang tinggi akan mendorong kreativitas

kerja yang tinggi pula, sehingga pada gilirannya motivasi dan kreativitas kerja

tersebut akan mendorong peningkatan pada produktivitas kerja baik bagi pribadi

(43)

motivasi dan kreativitas kerja yang baik akan mampu meningkatkan produktivitas

kerja. Sebagaimana yang dikatakan Robbins (2002a:27) bahwa keluaran manusia

(produktivitas, absensi, pergantian pegawai) dipengaruhi oleh kemampuan dan

motivasi kerja.

Motivasi kerja dapat mendorong untuk mengarahkan (direction),

memperkuat (strenght) dan berupaya mempengaruhi (pervasiveness) serta

mencapai tujuan (Hodge et al.,1996:288). Studi ini mengkaji kemampuan motivasi

kerja, kreativitas kerja, produktivitas kerja pegawai pada Dinas Kabupaten Toba

Samosir.

Motivasi kerja merupakan suatu dorongan kehendak yang

mempengaruhi perilaku pegawai untuk berusaha dengan sungguh-sungguh agar

dapat menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang baik, karena keberhasilan

dalam pekerjaan akan mempunyai manfaat bagi dirinya. Pegawai yang memiliki

motivasi yang tinggi akan melakukan pekerjaan dengan semangat yang tinggi

pula, sehingga dalam melakukan pekerjaannya akan menghasilkan produktivitas

kerja yang tinggi. Motivasi juga menggambarkan tingkat kebutuhan lebih tinggi dari

para manajer menengah organisasi guna menciptakan kekuatan dalam

memotivasi perilaku dalam bekerja (work behavior) untuk menigkatkan prestasi

kerja (Helinegel at al, 1989: 159). Sedangkan kemampuan merujuk pada

kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.

Setiap pegawai mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan

pekerjaannya, sesuai dengan potensi yang dimiliknya, dan akan terus

(44)

kemampuan kerja, baik kemampuan pengetahuan maupun kemampuan

keterampilan, seseorang akan dapat melaksanakan pekerjaannya dan dapat

menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapannya sehingga mempermudah

dalam pencapaian tujuan, baik tujuan individu maupun tujuan organisasi.

Berdasarkan berbagai kajian teoritis yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, maka kerangka berfikir studi ini secara skematis dapat dilihat pada

(45)

Gambar 2.2. Kerangka Proses Berfikir

Studi ini difokuskan pada seberapa besar pengaruh motivasi kerja dan

kreativitas kerja terhadap produktivitas kerja pegawai Dinas di Kabupaten Toba

Samosir. Faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan kinerja organisasi

Dinas Kabupaten Toba Samosir adalah Produktivitas Kerja Pegawai, dimana

Produktivitas Kerja tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu Motivasi Kerja dan

Kreativitas Kerja. Berdasarkan atas kerangka proses berfikir tersebut disusun

kerangka konseptual sebagaimana terlihat pada Gambar 2.3.

Pegawai Dinas Daerah Pemerintah Kabupatean

Toba Samosir

Motivasi Kerja & Kreativitas Kerja

Produktivitas Kerja

Hipotesis

Uji/ Tes Kuantitatif/ Statistik

(46)
(47)

2.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan atas permasalahan, tujuan, teori, dan kerangka konseptual

sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam Studi ini adalah

sebagai berikut :

1. Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Produktivitas Kerja

Pegawai kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir

2. Kreatifitas Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Produktivitas Kerja

Pegawai kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir

3. Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap

(48)

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Studi

Studi ini termasuk dalam kategori eksplanatoris (explanatory research

atau studi penjelasan), yaitu studi yang menjelaskan hubungan kausal yang

terjadi antar variabel serta pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel

lainnya. Data diperoleh dengan menggunakan metode survey (survey

sample) yaitu studi yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok dan

unit analisis individu (Singarimbun dan Effendi (Ed.) 1989:3-5). Studi ini

termasuk studi lapangan (field study) yaitu pengamatan langsung terhadap

obyek studi.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam studi ini adalah seluruh pegawai yang terdapat pada 14

(empat belas) kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir sesuai Peraturan

Kabupaten Toba Samosir Nomor 12 Tahun 2007 yang berjumlah 354 orang.

Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah rumus

yang dikembangkan oleh Taro Yamane atau Slovin dalam Ridwan (2007 : 65)

sebagai berikut: n =

Keterangan :

n = Jumlah sampel

N = Jumlah Populasi = 354 responden

(49)

Hasil rumusan tersebut menurut Sugiyono (2000; 80), dalam menentukan

jumlah sampel (dengan asumsi bahwa populasi berdistribusi normal, atau

populasi relatif tidak homogen) dan didasarkan atas tingkat kesalahan 5% berarti

sampel yang diperoleh mempunyai tingkat kepercayaan 95%. Perhitungan rumus

terhadap populasi sebesar 354 orang diperoleh jumlah sampel sebesar 187,79

orang (digenapkan menjadi 188 responden) sebagaimana terlihat pada tabel 3.1.

berikut ini.

Dari 188 sampel yang dijadikan responden berdasarkan perhitungan yang

dikemukakan oleh Taro Yamane atau Slovin dalam Ridwan (2007 : 65) di atas,

ditetapkan sebaran sampel dengan menggunakan teknik Proportional Cluster

Random Sampling dimana unit populasi terlebih dahulu dikelompokkan pada

masing Dinas. Selanjutnya dari pengelompokkan (cluster)

masing-masing Dinas Daerah tersebut ditetapkan sebesar 33,43 % yang akan dijadikan

sampel. Sebaran sampel pada masing-masing Dinas dapat dilihat pada tabel 3.1

berikut ini.

Tabel 3.1. Jumlah unit Populasi dan sebaran Sampel dirinci menurut kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir

(50)

Sumber : Badan Kepegawaian dan Diklat Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, 2010

3.3. Identilikasi dan Definisi Operasional Variabel

3.3.1. Identifikasi Variabel Penelitian

Sesuai dengan kerangka konseptual yang telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, penelitian ini secara umum terdiri atas dua variable yakni

Variabel Bebas (Independent Variable) dan Variabel Terikat (Dependent

Variable). Untuk lebih jelasnya, identifikasi variable penelitian tersebut

sebagai berkut :

a. Independent Variable (Variabel Bebas) meliputi Motivasi Kerja dan

Kreatifitas Kerja Pegawai Dinas Kabupaten Toba Samosir.

b. Dependent Variable (Variabel Terikat) meliputi Produktivitas Kerja

Pegawai Dinas Kabupaten Toba Samosir.

c. Indikator yang digunakan untuk melihat Variabel Bebas Motivasi Kerja

adalah dorongan mencapai tujuan, semangat kerja, keterikatan kerja,

dan rasa tanggung jawab terhadap kerja.

d. Indikator yang digunakan untuk melihat Variabel Bebas Kreatifitas Kerja

adalah daya inovasi pegawai dan inisiatif pegawai.

e. Indikator yang digunakan untuk melihat Variabel Terikat Produktivitas

Kerja adalah pencapaian prestasi kerja, tingkat penyelesaian

pekerjaan, dan kualitas terhadap hasil pekerjaan.

10 Pembermas, Pasar, Kop & UKM 13

6,9

11 Tenaga Kerja 24 12,7

12 Periwisata & Kebudayaan 15

8,0

13 Kebersihan & Pertamanan 17 9,0

14 Pendapatan 20 10,6

(51)

3.3.2. Definisi Operasional

a. Motivasi Kerja adalah usaha dan kemauan pegawai untuk mengeluarkan

tingkat upaya yang tinggi sebagai wujud dorongan atau keinginan dari dalam

pribadi yang bersangkutan untuk mencapai tujuan organisasi. Indikator untuk

mengukur variabel motivasi adalah (1) dorongan mencapai tujuan, (2)

semangat kerja, (3) keterikatan kerja, dan (4) rasa tanggung jawab terhadap

kerja. Pengukuran atas motivasi kerja ini dilakukan dengan menggunakan

skala likert mulai dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi dengan

skala 1 s/d 5.

(1). Dorongan mencapai tujuan adalah sikap yang mendorong pegawai

untuk melakukan perbuatan guna mencapai tujuan organisasi yang telah

ditetapkan.

(2). Semangat kerja adalah usaha atau kesediaan pegawai untuk

melaksanakan suatu upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan

organisasi. Usaha di sini meliputi menyusun target sebelum

melaksanakan tugas, tidak akan berhenti sebelum target tercapai,

mempelajari cara yang efektif dalam penyelesaian tugas, mau terlibat

dalam setiap pekerjaan, dan tidak mau ketinggalan dalam

untuk menyelesaikan tugas yang diberikan yang meliputi tekad untuk

(52)

menyerah, dan berusaha terus sampai tugasnya dapat diselesaikan

dengan baik.

b. Kreativitas Kerja suatu aktivitas yang dilakukan pegawai dengan

mencetuskan ide-ide yang ada dalam dirinya untuk selanjutnya

dikembangkan dan diubah dengan inovasi dan semangat yang dimiliki.

Indikator yang digunakan untuk melihat kreativitas dalam studi ini mencakup

(1) daya inovasi pegawai, (2) daya kreasi pegawai, dan (3) inisiatif pegawai.

(1) Daya inovasi adalah terobosan yang dilakukan pegawai untuk

melaksanakan pekerjaan secara cepat, efektif dan efisien.

(2) Daya kreasi adalah kemampuan pegawai untuk memunculkan

langkah-langkah yang penting guna memudahkan penyelesaian pekerjaan yang

diberikan kepadanya.

(3) Inisiatif adalah kesadaran pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan

meskipun pekerjaan termasuk tidak menjadi bagian dari tugas pokok

dan fungsinya.

c. Produktivitas Kerja adalah kemampuan pegawai dalam mencapai suatu hasil

pekerjaan sebagaimana yang diharapkan oleh organisasinya, yang

ditunjukkan melalui (1) pencapaian prestasi kerja, (2) tingkat penyelesaian

pekerjaan, dan (3) kualitas pekerjaan yang dihasilkan. Produktivitas kerja ini

didasarkan atas persepsi pegawai berdasarkan ukuran dengan

menggunakan skala Likert dari 1 s/d 5.

(1) Pencapaian prestasi kerja adalah tingkat pencapaian kerja yang

dihasilkan pegawai yang terlihat dari kesesuaian antara hasil kerja

dengan standar, kesesuaian antara kualitas kerja dengan standar,

Gambar

GAMBAR 2.1 MODEL MOTIVASI PORTER – LAWLER
Gambar 2.2. Kerangka Proses Berfikir
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Tabel  3.1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sistem akuntansi pemerintahan pada Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) Pemerintah Kabupaten Toba Samosir sudah

Menurut Gie, (2009) ada beberapa prasyarat yang harus diperhatikan dalam lingkungan kerja. Di Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Toba Samosir khususnya di SMA/SMK Negeri/Swasta

Dinas Kesehatan Kabupaten Toba Samosir akan melaksanakan pengadaan barang/jasa sumber dana BKP Propinsi

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor motivasi kerja variabel bebas terhadap kinerja pegawai Kantor kementerian Agama Kabupaten Maluku Tenggara

Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, Jalan Pasar Tambunan No 02 Tambunan- Balige, Kabupaten Toba Samosir Propinsi Sumatera Utara akan melaksanakan Pelelangan Umum dan Pemilihan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi strategi pengembangan sektor pariwisata Kabupaten Toba Samosir (Studi pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Setiap pegawai yang terdapat di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Toba Samosir melakukan kegiatan komunikasi yang berfungsi agar pesan maupun informasi yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Motivasi dan Disiplin Kerja berpengaruh signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Dinas Tenaga