PENGARUH MOTIVASI DAN KREATIFITAS KERJA
TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PADA KANTOR DINAS
PEMERINTAH KABUPATEN TOBA SAMOSIR
Peneliti :
1. Amran Manurung, SE., M.Si 2. Raya Panjaitan, SE., MM
LEMBAGA PENELITIAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
i
Halaman
Daftar Isi ... i
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Batasan Masalah ... 7
1.3. Identifikasi Masalah ... 8
1.4. Tujuan Penelitian ... 8
1.5. Manfaat Penelitian... 9
1.6. Perumusan Masalah ... 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1. Motivasi Kerja ... 12
2.2. Kreatifitas Kerja ... 27
2.3. Produktivitas Kerja ... 29
2.4. Kerangka Konseptual ... 33
2.5. Hipotesis Penelitian ... 38
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 39
3.1. Rancangan Studi ... 39
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39
3.3. Identifikasi dan Defenisi Operasional Variabel ... 41
3.4. Jenis Data Penelitian... 44
3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 44
ii
4.1. Karakteristik Responden ...
4.3. Uji Asumsi Klasik ...
4.4. Pembahasan ...
4.4.1. Analisis Deskriptif Data Penelitian ...
4.4.2. Uji Koefisien Determinasi ( Uji R ) ...
4.4.3. Uji Serempak (Uji F) ...
4.5. Uji Parsial (Uji t) ...
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Kesimpulan ...
5.2 Saran ...
iii
Tabel 3.1 Penentuan jumlah Sampel dari Populasi tertentu
dengan Taraf Kesalahan 5 % ... 55
Tabel 3.2. Jumlah unit Populasi dan sebaran Sampel dirinci
menurut Dinas Daerah Kabupaten Toba Samosir ... 57
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 65
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 66
Tabel 4.3. Hasil Uji Multikolonierisitas untuk Variabel
Motivasi dan Kreativitas Kerja ... 69
Tabel 4.4. Hasil Uji Multikolonierisitas untuk Variabel
Motivasi dan Kreativitas Kerja dan Produktivitas Kerja . 70
Tabel 4.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Variabel
Motivasi dan Kreativitas Kerja ... 71
Tabel 4.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Variabel
Motivasi, Kreativitas Kerja dan Produktivitas Kerja ... 71
Tabel 4.7. Hasil Uji Autokorelasi untuk Motivasi dan
Kreatifitas Kerja ... 72
Tabel 4.8. Hasil Uji Autokorelasi untuk Motivasi, Kreatifitas Kerja
dan Produktivitas Kerja ... 73
Tabel 4.9. Analisis Deskripsi Penelitian ... 73
Tabel 4.10. Uji Koefisien Determinan ( Uji R ) Hipotesis untuk
Variabel Motivasi dan Kreatifitas Kerja terhadap
iv
Variabel Motivasi dan Kreatifitas Kerja,
Produktivitas Kerja terhadap Kepuasan Kerja ... 75
Tabel 4.12.Uji Serempak ( Uji F ) Hiptesis antara varibel
Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja Kerja terhadap
Produktivitas Kerja ... 77
Tabel 4.13.Uji Serempak ( Uji F ) Hiptesis antara varibel Motivasi
dan Kreatifitas Kerja Kerja terhadap
Kepuasan Kerja ... 78
Tabel 4.14.Uji Parsial ( Uji t ) Hipotesis antara varibel
Motivasi dan Kreatifitas Kerja terhadap
Produktivitas Kerja ... 80
Tabel 4.15.Uji Parsial ( Uji t ) Hipotesis antara varibel Motivasi,
Kreatifitas Kerja dan Produktivitas Kerja terhadap
v
Gambar 2.1. Gambar 2.1 Model Motivasi Porter – Lawler ... 26
Gambar 2.2. Kerangka Proses Berfikir ... 51
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual ... 53
Gambar 4.1: Uji Normal Grafik Histogram Produktivitas Kerja ... 67
1. A. Judul Penelitian : Pengaruh Motivasi Dan Kreatifitas Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pada Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir.
B. Bidang Ilmu : Ekonomi
C. Kategori Penelitian : Penelitian untuk mengembangkan Perguruan Tinggi
2. Ketua Peneliti :
A. Nama Lengkap & Gelar : Amran Manurung, SE., M.Si
B. Jenis Kelamin : Laki-Laki
C. Golongan/Pangkat : IIIc
D. Jabatan Fungsional : Lektor
E. Jabatan Struktural : Ketua Jurusan Administrasi Perpajakan
F. Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Administrasi Perpajakan
F. Fakultas/Jurusan : Ekonomi/Administrasi Perpajakan
3. Lokasi Penelitian : Kota Balige Kabupaten Toba Samosir
4. Lama Penelitian : 4 Bulan ( September s/d Desember 2010)
5. Biaya Penelitian : Rp. 2.000.000,- ( Dua Juta Rupiah )
Medan, 30 Agustus 2010
Mengetahui, Menyetujui, Ketua Peneliti,
Dekan Fakultas Ekonomi Ketua Lembaga Penelitian
No. Rincian Jumlah
Biaya pengumpulan data Rp. 750.000
Honorarium Peneliti 4 Bulan Rp. 100.000/bln ( 2 orang) Rp. 800.000
Biaya Pencetakan dan Penggandaan Rp. 350.000
Biaya tak terduga Rp. 100.000
Total Rp. 2.000.000
PENGARUH MOTIVASI KERJA DAN KREATIFITAS KERJA TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KANTOR DINAS PEMERINTAH
KABUPATEN TOBA SAMOSIR.
Motivasi Kerja adalah suatu dorongan yang muncul dari diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kreatifitas Kerja adalah sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu dengan kreatifitas yang ia miliki untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja akan menjadi dorongan bagi Pegawai untuk dapat melakukan tugas-tugas yang akan dibebankan kepadanya.
Produktivitas Kerja adalah hasil kerja atau output yang dihasilkan seseorang atas kegiatan yang dilakukannya. Yang menjadi obyek penelitian adalah seluruh Pegawai pada Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dengan populasi sebanyak 354 orang, yang menjadi sampel 188 orang. Metode yang dipakai metode survei. Dalam tesis ini terdapat tiga variable yaitu Motivasi Kerja (X1), Kreatifitas Kerja
(X2), Produktivitas Kerja(Y) yang merupakan variabel terikat. Penelitian ini
bertujuan untuk mengungkap permasalahan penelitian yang ada yaitu: 1. Sejauh mana pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas Kerja 2. Sejauh mana pengaruh Kreatifitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja 3. Sejauh mana pengaruh Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja terhadap
Produktivitas Kerja
Hasil penelitian yang dilakukan pada Pegawai Kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir memperoleh data bahwa variabel Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja mempengaruhi Produktivitas Kerja. Besarnya pengaruh Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja terhadap Produktivitas Kerja adalah sebesar 33.5%, sedangkan 66.5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak ikut diteliti.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Era kesenjagan yang berlangsung dewasa ini telah memperlihatkan
terjadinya beberapa perubahan yang signifikan dalam formulasi strategi
organisasi untuk mencapai tujuannya. Di antara strategi yang paling
mendapat tempat adalah upaya untuk optimalisasi dan maksimalisasi
peran sumber daya manusia, baik pada organisasi bisnis yang berorientasi
profit maupun pada organisasi pemerintahan yang memusatkan perhatian
pada peningkatan pelayanan publik. Itulah sebabnya keunggulan
organisasi untuk bersaing dalam kancah global sekarang ini sangat
ditentukan oleh kemampuan dan keandalan sumber daya manusianya.
Tanpa dukungan sumber daya manusia yang handal, maka sebuah
organisasi akan kehilangan spirit dan daya kreasi untuk meningkatkan
produktivitas dan pelayanan publik terhadap masyarakat.
Dalam kaitan dengan pentingnya peran sumber daya manusia yang
demikian itu, Kast dan Rosenzweig (2002: 5) menyebutkan bahwa kita
seringkali takjub melihat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melesat seperti pesawat ruang angkasa (space shuttle), sistem teknologi
informasi yang hanya dengan menekan satu tombol saja kita sudah
memperoleh segenap informasi di jagad raya ini, begitu juga dengan
komputer dan microchip yang bisa menyimpan berjuta-juta bahkan
kesemuanya itu telah berkembang melebihi apa yang pernah kita pikirkan.
Semua yang telah kita capai itu tidak akan mungkin terjadi dengan
sendirinya tanpa dilatarbelakangi oleh faktor utama yang mendasari
kemajuan tersebut, yakni kesanggupan kita mengembangkan dan
me-manage jajaran organisasi sosial untuk memenuhi tujuan dan ekspektasi
kita bersama. Dengan kata lain, upaya untuk mendesain dan me-manage
organisasi yang kompleks itu adalah teknologi sosial yang sebanding
dengan investasi modal dan sumber daya yang telah kita keluarkan. Dan
semua kemajuan tersebut tidak terlepas dari kontribusi yang telah
dimainkan oleh sumber daya manusia. Itulah sebabnya tidaklah berlebihan
jika Peter F. Drucker sebagaimana dikutip oleh Zuhal ( 2008: 9)
menyebutkan bahwa aset paling berharga bagi bangsa pada abad 21
adalah ilmu pengetahuan dan pekerja terdidik (knowledge worker).
Pengetahuan dan pekerja terdidik ini telah menjadi modal bagi
pembangunan ekonomi, menggantikan sumber daya alam yg tidak dapat
menjadi andalan lantaran dapat terdepresiasi bahkan memunculkan
perusakan lingkungan yang ujung-ujungnya sangat merugikan umat
manusia.
Atas berbagai realitas yang telah dipaparkan di atas, mulai dari
ketatnya persaingan global, cepatnya perubahan teknologi informasi, serta
perubahan lingkungan yang cenderung terjadi hampir pada semua aspek
kehidupan manusia, telah menimbulkan pergeseran dan paradigma baru
bagi setiap organisasi. Perubahan-perubahan tersebut di satu sisi
yang lain justru memunculkan peluang untuk menciptakan
terobosan-terobosan baru dan melakukan transformasi dalam setiap kegiatannya
agar dapat mengikuti, menyesuaikan, dan memanfaatkan setiap peluang
dan tantangan serta mengantisipasi setiap ancaman yang ada untuk dapat
survive dan menciptakan keunggulan kompetitif yang berkesinambungan
(sustainable competitive advantage).
Secara rinci Toffler dalam Ancok (1998:11-12) menggambarkan
pergeseran paradigma manajemen sebagai usaha merespon
perubahan-perubahan yang terjadi dalam sektor bisnis, antara lain sebagai berikut :
1. Berubahnya sifat organisasi dari hirarki menjadi suatu jaringan,
2. Bergesernya keluaran (output) perusahaan dari market share menuju
market creation,
3. Peranan individu sangat menentukan dalam pengambilan keputusan,
gaya organisasi yang kaku berubah menjadi fleksibel,
4. Kekuatan perusahaan yang sebelumnya diukur dari stabilitas sekarang
diukur dari kemampuannya beradaptasi dengan perubahan,
5. Orientasi bisnis yang sebelumnya mengacu pada self suficiency
bergeser pada saling ketergantungan,
6. Arah perusahaan sekarang dicapai melalui penciptaan visi, misi, dan
nilai- nilai serta gaya kepemimpinan yang bervisi,
7. Kualitas produk yang dulu diproduksi secara tidak maksimal kini
8. Orientasi karyawan dalam bekerja yang dulu fokus pada rasa aman
dan dapat menyelesaikan pekerjaan bergeser pada orientasi
pengembangan diri dan mencari sesuatu yang baru,
9. Kekuatan sumber daya bergeser dari pemilikan uang tunai dalam
jumlah yang besar menjadi kepemilikan informasi, dan
10. Kultur perusahaan bergeser dari upaya menghindari resiko menuju
keberanian menghadapi resiko.
Pendapat Toffler tersebut di atas menunjukkan bahwa perubahan
pada lingkungan bisnis menuntut pula adanya perubahan di dalam
pengelolaan kegiatan perusahaan. Pendapat lama yang melihat sumber
daya manusia bukan dalam kedudukan yang penting (sama dengan
kedudukan alat produksi yang lain), maka sumber daya manusia dalam
perusahaan sekarang dipandang sebagai aset yang penting. Oleh karena
itu, maka peranan manajemen dalam keadaan demikian adalah
mengorganisasi dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia
sedemikian rupa, sehingga mampu memanfaatkan peluang dan menekan
ancaman atau tekanan ekstrem sampai seminimal mungkin, dan
mempelancar pencapaian tujuan organisasi yang pada akhimya
memberikan kontribusi terhadap organisasi, anggota, dan masyarakat
(Sherman, et al., 1996:289). Di samping itu untuk merespon dan
mengadaptasi perubahan yang terjadi adalah melalui pengintegrasian
kebijakan pengembangan sumber daya manusia dengan tujuan dan
Mengingat sedemikian pentingnya kedudukan manusia dalam
organisasi, maka seorang manajer .perlu kiranya mempelajari dan
memahami perilaku bawahannya, serta mendorongnya demi pencapaian
tujuan organisasi secara efektif. Hal ini dikarenakan tugas manajer adalah
menyelesaikan urusan-urusan lewat orang lain (Robbins, 2002a: 22)
dengan tugas utama bertanggungjawab atas pencapaian tujuan
organisasi, kemudian melakukan evaluasi kinerja, serta membantu
bawahannya agar Iebih efektif menjalankan tugasnya. Pernyataan ini
dipertegas oleh E.A. Johns dalam Chori (1999:3) yang menyatakan bahwa
keberhasilan seorang manajer pada masa yang akan datang ditentukan
oleh kemampuannya untuk mengenal perilaku manusia.
Merujuk pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa manajer yang
nota bene berkedudukan sebagai pembina manusia, sangat dituntut
integritas karakterya sebagai seorang pembina yang harus mampu
memandang orang-orangnya sebagai sumber daya yang penting yang
akan menentukan kemajuan organisasinya. Kondisi tersebut akan
menuntut konsekuensi logis kemampuan manajer yang harus dapat
menciptakan suasana yang kondusif, yang mampu memberikan
kesempatan dan kemudahan kepada bawahannya untuk tumbuh,
berkembang, dan berprestasi dalam suasana organisasi yang dinamis
(Sujak, 1995: 185)
Perhatian atas modal sumber daya manusia ini mencakup
kemampuan yang unggul dan motivasi kerja yang tinggi. Dua aspek ini
mempengaruhi kinerjanya, dan secara operasional dapat dilihat pada
aspek produktifitas, kemangkiran, tingkat perputaran (turnover) dan
kepuasan kerjanya. Secara khusus, sebagaimana yang digambarkan oleh
Robbins (2002b:265) produktivitas kerja dan kepuasan kerja merupakan
variabel terpengaruh yang penting dalam model perilaku organisasi. Kajian
tentang hal ini terus menjadi telaah penting, mengingat adanya perubahan
dan perkembangan terus-menerus tentang apa yang membuat seseorang
berkinerja baik dan puas akan pekerjaannya. Oleh karena itu, menjadi hal
yang wajar bila studi mengenai produktivitas kerja dan kepuasan kerja
berkembang terus guna memperoleh penjelasan yang lebih memuaskan
terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi produktivitas kerja dan
kepuasan kerja pegawai tersebut.
Timbulnya fenomena perilaku kerja pegawai dalam organisasi,
tercermin dari lemahnya keterikatan pegawai dalam organisasi, kurangnya
keterlibatan pegawai terhadap pekerjaannya, ketidakpuasan kerja, tingkat
absensi dan pergantian atau perputaran pegawai yang tinggi, dan
mengurangi keluaran (mutu dan kuantitas produk), tidak berfungsinya
kompetisi yang sehat baik antar individu maupun antar kelompok,
komunikasi yang kurang berjalan baik karena terlalu banyak distorsi dan
misinformasi, kebingungan dan ketidakmengertian ke mana arah prioritas
tujuan yang hendak dicapai, merupakan contoh permasalahan sebagai
akibat belum terintegrasikannya dengan baik antara dimensi manusia
dengan dimensi pekerjaan dalam suatu organisasi, atau belum
Bertolak dari seluruh uraian di atas, penulis tertarik melakukan Studi
di Dinas Kabupaten Toba Samosir, karena Dinas Daerah merupakan
organisasi perangkat daerah yang berfungsi melaksanakan urusan wajib
pemerintahan sebagai implementasi atas pelaksanaan otonomi daerah. Ini
berarti keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat ditentukan oleh
keberhasilan Dinas Daerah dalam melaksanakan urusan wajib yang
diberikan kepadanya. Di sisi yang lain, keberhasilan Dinas Daerah
tersebut sangat bergantung pada motivasi dan kreativitas pegawai,
dimana motivasi dan kreativitas pegawai tersebut pada gilirannya akan
memberikan pengaruh terhadap produktivitas kerja dan kepuasan kerja
yang mereka tunjukkan. Oleh karena itu, pegawai mempunyai peran yang
cukup dominan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang
diberikan kepadanya, sehingga tujuan organisasi dapat dicapai sesuai
dengan yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut, penulis memandang
Studi yang berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja dan Kreativitas Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir” ini memiliki urgensi untuk dilaksanakan.
1.2. Batasan Masalah
Berdasarkan keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, berupa
keterbatasan waktu, keterbatasan dana dan keterbatasan pengetahuan maka
hanya meneliti Pengaruh Motivasi dan Kreativitas Kerja Terhadap Produktivitas
Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari uraian pada latar belakang penelitian diatas, jelaslah bahwa
terdapat banyak faktor yang menyebabkan kepuasan kerja yang kurang, yaitu :
1. Rendahnya motivasi kerja pegawai yang menimbulkan kinerja yang
kurang,
2. Rendahnya kreativitas kerja pegawai yang menimbulkan kinerja yang
buruk,
3. Produktivitas kerja yang rendah, diakibatkan motivasi kerja dan
kreativitas kerja yang rendah
4. Kepuasan kerja pimpinan-pimpinan Dinas dan pegawai yang kurang.
Dari beberapa faktor kinerja tersebut yang paling menarik untuk diteliti
adalah “ Pengaruh Motivasi dan Kreativitas Kerja Terhadap Produktivitas
Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir”.
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah pokok yang dikemukakan di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai dalam Studi ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh Motivasi Kerja terhadap Produktivitas
Kerja Pegawai di kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir
2. Untuk menganalisis pengaruh Kreativitas Kerja terhadap Produktivitas
3. Untuk menganalisis pengaruh Motivasi Kerja dan Kreativitas Kerja
terhadap Produktivitas kerja Pegawai kantor Dinas Kabupaten Toba
Samosir
1.4. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dipaparkan di atas dan tujuan yang telah ditetapkan, maka manfaat yang diharapkan dari studi ini
adalah :
1. Bagi pengembangan teori dan ilmu pengetahuan, hasil studi ini
diharapkan dapat memperdalam ruang lingkup pembahasan dan
pengembangan ilmu Perilaku Organisasi, khususnya yang terkait
dengan motivasi kerja, kreativitas kerja, produktivitas kerja, dan
kepuasan kerja pegawai.
2. Bagi Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, hasil studi ini diharapkan
dapat memberikan masukan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan
yang berkaitan dengan upaya untuk memperbaiki, mempertahankan,
atau meningkatkan program-program atau kegiatan-kegiatan yang
mengarah pada peningkatan sumber daya aparatur Dinas Daerah
terutama yang terkait dengan motivasi kerja, kreativitas kerja,
produktivitas kerja, dan kepuasan kerja pegawainya. Hal ini pada
gilirannya dapat meningkatkan performance Pemerintah Kabupaten
1.5. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang ingin dikaji
dalam Studi ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah Motivasi Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap
Produktivitas Kerja Pegawai di kantor Dinas Pemerintah Kabupaten
Toba Samosir?
2. Apakah Kreatifitas Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap
Produktivitas Kerja Pegawai di kantor Dinas Pemerintah Kabupaten
Toba Samosir?
3. Apakah Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja berpengaruh secara
signifikan terhadap Produktivitas Kerja Pegawai kantor Dinas
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Motivasi Kerja
Motivasi kerja sangat dibutuhkan untuk meningkatkan suatu aktivitas kerja.
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai sebagian
besar sangat bergantung kepada motivasi pegawai untuk melaksanakan pekerjaan
yang diberikan kepada mereka. Dengan motivasi kerja yang tinggi, seorang
pekerja akan selalu berusaha dengan gigih dan sepenuh hati serta sanggup
mengerahkan seluruh kemampuannya agar hasil yang terbaik dapat dicapai.
Motivasi tampaknya menjadi suatu kebutuhan umum, setiap orang ingin
mempunyai motivasi yang lebih besar tetapi mereka tidak sesungguhnya
memahami arti kata motivasi itu sendiri. Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan
sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan
dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang
memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Kebutuhan-kebutuhan
itu timbul akibat dan hubungan antar manusia yang terjadi di dalam proses
produksi yaitu hubungan industrial. (Richard M Steers dan Lynon W Poster, 1991
dalam Hamid, 2003: 196). Oleh karena itulah motivasi dapat dipandang sebagai
bagian integral dalam hubungan industrial (hubungan antara manajemen dan
pegawai) dalam rangka proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan
kemampuan, sehingga orang mengatakan ada kemampuan yang terkandung di
dalam pribadi orang yang penuh motivasi.
Motivasi kerja merupakan suatu dorongan kehendak yang mempengaruhi
perilaku tenaga kerja untuk berusaha sekuat tenaga agar dapat menyelesaikan
pekerjaan dengan hasil yang sebaik-baiknya, karena ada keyakinan bahwa
keberhasilan dalam pekerjaan akan mempunyai manfaat bagi dirinya. Orang yang
mempunyai motivasi kerja yang tinggi, akan melakukan pekerjaannya dengan
semangat yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerjanya.
Motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta merubah
kelakuan, sehingga motivasi berfungsi sebagai pendorong timbulnya kelakuan,
pengarah dan penggerak. Nilai dan motivasi dalam manajemen adalah menjadi
tanggung jawab manajer, agar proses manajemen dalam organisasi dapat berhasil
dengan baik. Keberhasilan ini bergantung pada usaha manajer sebagai
pembangkit motivasi bawahannya.
Selanjutnya Hamalik (1993: 71), menyatakan bahwa dalam manjemen
modern tingkah laku manusia didorong oleh motif-motif tertentu dan perbuatan
bekerja akan berhasil bila didasarkan pada motivasi yang ada. Selanjutnya
dikatakan pula bahwa manajer dapat mendelegasikan pekerjaan atau tugas
kepada bawahannya, tetapi tidak mungkin memaksakan untuk bekerja dalam arti
sesungguhnya. Hal ini menjadi tugas manajemen yang paling berat yakni
bagaimana cara dan upaya agar bawahan mau bekerja berdasarkan keinginan
Pada hakekatnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut: motivasi
menentukan tingkat keberhasilan atau kegagalan perbuatan atau pekerjaan;
manajemen yang bermotivasi pada hakekatnya adalah manajemen yang
disesuaikan dengan kebutuhan dorongan, motif, minat yang ada pada staf
bawahan pelaksana; manajemen yang bermotivasi menuntut kreativitas dan
imajinasi untuk berusaha secara sungguh-sungguh untuk mencari cara-cara yang
relevan dan sesuai untuk membangkitkan dan memelihara motivasi bawahannya
agar memiliki self motivation yang baik; berhasil atau gagalnya upaya untuk
membangkitkan dan menggunakan motivasi dalam manajemen erat kaitannya
dengan peraturan disiplin kerja; motivasi menjadi salah satu bagian yang integral
dari fungsi-fungsi manajemen. Penggunaan motivasi dalam manajemen turut
melengkapi prosedur manajemen, dan menjadi faktor yang menentukan
manajemen yang efektif.
Selanjutnya Hamalik (1993:71) mengemukakan bahwa ada beberapa
pnnsip motivasi dalam manajemen dalam rangka mendorong motivasi kerja dan
menciptakan self motivation dan self dicipline yaitu:
1) Pujian lebih efektif dari hukuman, karena hukuman bersifat menghentikan
sesuatu perbuatan, sedangkan pujian bersifat menghargai apa yang telah
dilakukan, karena itu pujian lebih besar manfaatnya,
2) Semua individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikologis (bersifat dasar)
3) Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif dan pada motivasi yang
dipaksakan dan luar, karena kepuasan yang diperoleh itu sesuai dengan
ukuran yang ada dalam dirinya sendiri;
4) Jawaban-jawaban (perbuatan) yang serasi perlu dilakukan usaha
pemantapan (reinforcement). Agar suatu perbuatan mencapai tujuan, maka
terhadap perbuatan itu perlu segera diulang kembali setelah beberapa waktu
kemudian, sehingga hasilnya lebih mantap. Pemantauan ini perlu dilakukan
dalam tingkatan kegiatan bekerja;
5) Motivasi mudah menjalar kepada orang lain. Manajer yang penuh minat dan
antusias akan membangkitkan pula kepada bawahannya minat dan antusias.
Begitu pula bawahan yang penuh minat dan antusias juga akan mendorong
motivasi individu-individu lainnya;
6) Pemahaman yang jelas terhadap tujuan (visi dan misi) organisasi akan
merangsang motivasi. Apabila seseorang telah menyadari tentang tujuan
yang hendak dicapai, maka perbuatannya kearah itu akan lebih besar daya
dorongnya; Tugas-tugas yang diberikan oleh diri sendiri akan menimbulkan
minat yang lebih besar untuk mengerjakan daripada tugas-tugas itu
dipaksakan oleh atasan. Apabila bawahan diberi kesempatan menemukan
masalah dan memecahkannya sendiri, akan mengembangkan motivasi yang
lebihbaik;
7) Pujian-pujian yang datangnya dari luar (external reward) kadang-kadang
Berkat dorongan orang lain, maka individu akan berusaha lebih giat karena
minatnya lebih besar;
8) Teknik dan prosedur manajerial yang bervanasi adalah efektif untuk
memelihara minat bawahan. Kegiatan manajemen yang bervariasi akan
menimbulkan situasi kerja yang matang;
9) Minat khusus yang dimiliki oleh bawahan bermanfaat dan bersifat ekonomis.
Minat khusus yang dimiliki oleh individu akan mudah di transferkan kepada
minat dalam bidang lainnya, atau dihubungkan dengan masalah tertentu;
10) Kegiatan-kegiatan yang kurang merangsang minat bawahannya mungkin
tidak akan ada maknanya (kurang berharga) bagi bawahan yang tergolong
cakap/mampu, karena tingkat abilitasnya berbeda satu dengan lainnya;
11) Kecemasan akan menimbulkan kesulitan bekerja. Kecemasan mengganggu
perbuatan/pekerjaan sebab akan mengakibatkan beralihnya perhatian
kepada hal lain, sehingga kegiatan bekerja menjadi tidak efektif;
12) Tugas-tugas yang terlalu sulit dan menimbulkan gejala frustasi akan cepat
menuju ke demoralisasi. Tugas yang terlalu sulit dapat menyebabkan
bawahan melakukan hal-hal yang tidak wajar sebagai mamfestasi dan
frustasi yang ada pada dirinya;
13) Motivasi erat hubungannya dengan kreativitas. Dengan teknik manajerial
tertentu, motivasi pegawai dapat ditujukkan kepada kegiatan-kegiatan kreatif;
14) Tekanan kelompok umumnya lebih efektif dalam motivasi dan pada tekanan
dan orang lain. Individu/staf ingin bekerja secara bebas. Mereka menyadari
dilakukan oleh kelompoknya, karena itu jika manejer membimbing
bawahannya, maka arahkanlah anggota-anggota kelompok itu kepada
nilai-nilai pekerjaan yang baik.
Ravianto (1985:19), mengemukakan bahwa motivasi kerja ialah besar
kecilnya usaha yang diberikan seseorang untuk melaksanakan tugas-tugas
pekerjaannya. Menurut Steers dan Porter (1991:5) istilah motivasi atau bahasa
Inggrisnya motivation berasal dan perkataan latin movere yang artinya
menggerakkan. Menurut Gibson et al. (1996:14), motivasi adalah semua kondisi
usaha dalam diri manusia yang digambarkan sebagai hasrat, keinginan dan
kemauan. Ia merupakan kondisi dalam diri seseorang yang menggerakkan atau
mendorong untuk bertindak. Huston (1985:17), mendefinisikan motivasi sebagai
suatu faktor yang menjadikan perilaku bekerja dengan intuitif, terarah, intensif,
dan gigih.
Pendapat yang diutarakan tersebut di atas dapat memberikan indikasi
bahwa pengertian motivasi menunjuk kepada suatu faktor yang menyebabkan
seseorang untuk berbuat dalam memenuhi kebutuhannya. Berkaitan dengan itu
As’ad (1995:29), menekankan bahwa motivasi berperan sebagai pendorong
kemauan dan keinginan seseorang. Motivasi seseorang dalam organisasi
bermula dan adanya kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan dalam diri seseorang.
Artinya seseorang itu melakukan aktifitasnya didorong oleh motif-motif tertentu
berdasarkan orang tersebut.
Sejalan dengan hal ini Huston (1985:49) menyatakan bahwa motivas
(intensity) dan ketekunan (persistency). Faktor-faktor tesebut. menentukan sifat
tingkah laku yang diinginkan. Faktor permulaan misalnya, merupakan faktor
penting dalam memberikan rangsangan kepada seseorang untuk memulai
melakukan suatu pekerjaan, dan faktor ini sangat diperlukan dalam melakukan
suatu pekerjaan yang sifatnya menantang. Faktor petunjuk merupakan faktor
penting yang memberikan kelincahan dan semangat bagi karyawan dalam
melakukan sesuatu pekerjaan. Intensitas merupakan faktor pendorong bagi
operator dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Faktor ketekunan merupakan faktor yang memberikan dorongan bagi karyawan
untuk bekerja secara tekun dalam meningkatkan prestasi kerja.
Berdasarkan atas faktor-faktor tersebut terlihat bahwa motivasi kerja ada
karena adanya kebutuhan yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu,
guna mencapai tujuan yang diharapkan. Pendapat tentang teori kebutuhan
dikemukakan di antaranya oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow sebagaimana
dikutip oleh Donelly (1984:37), Harsey dan Blanchard (1977:3 8) mengatakan
bahwa tingkah laku manusia pada waktu tertentu diarahkan oleh kebutuhannya
yang paling kuat yang muncul pada waktu itu. Ada lima tingkat kebutuhan
manusia, dan bila tingkat kebutuhan tingkat pertama belum terpenuhi, maka
segala usaha manusia ditujukan untuk memenuhi kebutuhan itu terlebih dahulu,
itulah yang merupakan motivator aktif. Bila kebutuhan tingkat pertama ini telah
terpenuhi sampai batas tertentu, barulah muncul kebutuhan tingkat kedua
sebagai kebutuhan terkuat, dan ini pula sekarang yang menjadi motivator aktif,
motivator aktif. Begitulah seterusnya sampai pada kebutuhan tingkat ketiga,
tingkat keempat dan tingkat kelima. Kelima macam tingkat kebutuhan itu adalah
sebagai berikut:
a. Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, pakaian, tempat
tinggal dan termasuk pula kebutuhan seks sebagai kebutuhan biologis.
b. Kebutuhan keamanan dan rasa terjamin, yaitu perlindungan dan berbagai
ancaman, perlindungan dan rasa sakit, keamanan harta dan kemampuan
keluarganya apabila tidak mampu lagi berusaha atau sudah meninggal dunia
c. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok lain, kasih
sayang, mengasihi orang lain dan dikasihi orang lain.
d. Kebutuhan ego, yaitu kebutuhan akan penghargaan dan pandangan baik dan
orang lain terhadap dirinya.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi
diri semaksimal mungkin, apapun potensi itu.
Edward dalam As’ad (1995:42) berpendapat bahwa kebutuhan manusia
diklasifikasikan menjadi 14 kebutuhan, yaitu: (a) kebutuhan untuk berbuat lebih
baik atau prestasi (achievement), (b) kebutuhan mengikuti kebutuhan orang lain
(refference), (c) kebutuhan untuk membuat rencana-rencana yang teratur (order),
(d) kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain (exibition), (e) kebutuhan untuk
mandiri (autonomy), (f) kebutuhan untuk menjalin persahabatan dengan orang
lain (affiliation), (g) kebutuhan untuk memahami perasaan dan mengetahui
tingkah laku orang lain (interception), (h) kebutuhan untuk mendapatkan bantuan
dan memimpin orang lain (dimminance), (j) kebutuhan yang menyebabkan
individu merasa berdosa apabila berbuat kesalahan (abusement), (k) kebutuhan
untuk rnembantu dan menolong orang lain yang sedang dalam kesusahan
(nurturance), (1) kebutuhan untuk membuat pembaharuan (change), (m)
kebutuhan yang mendorong aktivitas-aktivitas individu dalam mendekati lawan
jenisnya, ingin dianggap menarik oleh lawan jenisnya (heterosexuality), dan (n)
kebutuhan untuk mengkritik pendapat orang lain (aggression).
Sejalan dengan itu McClelland dalam As’ad (1995:52) berpendapat bahwa
dalam diri individu seseorang terdapat 3 kebutuhan pokok yang mendorong
tingkah lakunya. Kebutuhan-kebutuhan dimaksud adalah: (a) kebutuhan
mencapai sukses atau prestasi (needs for achievement), (b) kebutuhan akan
kehangatan dan sokongan dalam hubunganiya dengan orang lain (needs for
affiliation), dan (c) kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain
(needs for power). Ketiga teori kebutuhan yang telah dikemukakan di atas
menunjukkan bahwa dalam diri setiap individu terdapat banyak kebutuhan
(needs). Di samping itu terungkap pula bahwa pada umumnya timbulnya motivasi
didasarkan atas dorongan kebutuhan. Dengan demikian, motivasi merupakan
dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Salah satu kebutuhan
dan kebutuhan kebutuhan yang dimiliki setiap individu itu ialah kebutuhan untuk
berbuat lebih baik.
Menurut Harsey dan Blanchard (1977:23), individu-individu atau orang
orang yang memiliki motivasi berprestasi dapat menjadi tulang punggung bagi
motivasi berprestasi hendaknya tetap dipelihara dan diusahakan agar tidak
menurun apabila hilang. Kuat lemahnya motivasi berprestasi seseorang ikut
mementukan besar kecihiya prestasi kerjanya. Kutipan di atas dapat memberikan
pengertian bahwa bila motivasi berprestasi seseorang rendah maka presatasi
kerjanyapun cenderung rendah. Sebaliknya bila motivasi seseorang tinggi maka
prestasi kerjanyapun cenderung tinggi pula. Oleh karena itu motivasi berprestasi
sangat penting dimiliki oleh setiap individu di dalam organisasi, karena sikap
orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi cenderung lebih menyukai
dan mencintai pekerjaan, lebih bertanggung jawab dan lebih merasa menyatu
dengan pekerjaannya dibandingkan dengan orang yang memiliki motivasi
berprestasi yang rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh apa yang mereka cari
dan apa yang mereka kerjakan tidak sama.
Karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasipun tidak sama
dengan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi. Gellerman (1984:92)
menyatakan bahwa karakteristik orang yang memiliki motivasi berprestasi itu
antara lain : (a) cenderung menuntut dirinya berusaha keras, (b) gemar mengatasi
kesulitan yang menyingkapkan seluruh bidang baru, (c) memegang tanggung
jawab dan wewenang, (d) lebih menyukai aktivitas yang memberikan umpan balik
yang cepat dan tepat, (e) realistis terhadap diri dan terhadap prestasi yang
mereka cari, (f) menyatu dengan tugas, (g) mempunyai sifat optimis dalam
bekerja, (h) berusaha menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya apalagi kalau
ada tantangan, (i) berorientasi ke depan, (j) berpartisipasi penuh memperkirakan
kegagalan, (l) berusaha menyelesaikan tugas atas usaha bukan
untung-untungan, (m) tidak mementingkan uang karena uang baginya hanya sebagai
ukuran kemajuan atas prestasinya, (n) lebih mementingkan karya dan pada
imbalan yang diterima, serta (o) tidak mudah menyerah dan keras hati meskipun
menerima bambatan-hambatan.
Cooper dan kawan-kawan (1967:46), mengatakan bahwa tugas seorang
karyawan diperusahaan atau organisasi adalah (a) merencanakan, (b)
mengimplementasikan, dan (c) mengevaluasi. Berdasarkan pendapat di atas
maka yang menjadi pekerjaan karyawan sebagai mitra kerja diperusahaan
adalah: memberikan pelayanan yang baik kepada konsumen atau pelanggan.
Tugas pertama karyawan adalah merencanakan tugas pekerjaannya.
Perencanaan berasal dan kata rencana yaitu suatu proyeksi tentang apa yang
akan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sahih dan bernilai. Perencanaan
dapat juga disebut sebagai spesifikasi dan tujuan yang ingin dicapai dan
cara-cara yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Karyawan sebagai
perencana (designer) dituntut supaya mampu merencanakan kegiatan secara
baik, sebab pekerjaan yang direncanakan secara baik akan dapat mempermudah
jalannya proses penyelesaian dengan baik pula dan bermakna.
Merencanakan pekerjaan dengan baik sebelum melakukan pekerjaan
tersebut adalah penting. Walaupun perencanaan baik belum tentu menjamin
keberhasilan pelaksanaan seratus persen, namun harus diketahui bahwa
perencanaan yang baik sudah barang tentu mempunyai manfaat yang tidak
beberapa manfaat perencanaan, yakni (a) memberikan arah pekerjaan yang jelas
kepada karyawan, (b) memungkinkan karyawan mengetahui sampai dimana
tujuan pekerjaan yang ditetapkan dapat dicapai, (c) memudahkan karyawan
mengidentifi-kasikan hambatan-hambatan yang timbul dalam usaha mencapai
tujuan, dan (d) menghindarkan pertumbuhan dan perkembangan suatu usaha
yang tidak terkontrol.
Perencanaan pekerjaan yang baik mensyaratkan Iangkah-Iangkah
perencanaan tertentu, karena dengan langkah-langkah tersebut akan
memungkinkan karyawan dapat merumuskan suatu rencaria yang lebih sistematis
dan terarah dibandingkan dengan tidak memperhitungkan langkah-langkah
perencanaan. Di dalam proses pembuatan perencanaan kerja, para ahli
mempunyai pandangan yang berbeda-beda tentang langkah-langkah penyusunan
perencanaan kerja tersebut. Perencanaan kerja yang baik adalah perencanaan
kerja yang mengandung unsur-unsur yang akan dilaksanakan di dalam
pengoperasian rencana kerja tersebut. Berkaitan dengan itu Sujana (1989:52)
berpendapat bahwa, perencanaan yang baik harus mengandung unsur-unsur
seperti : (a) tujuan pekerjaan, (b) bahan, (c) proses kegiatan, (d) metode, dan (e)
evaluasi atau penilaian.
Kedua, mengimplementasikan pekerjaan. Tahapan ini merupakan tahap
inti. Pekerjaan ini akan mengacu bagaimana menciptakan suatu mekanisme kerja
yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. Tahap
implementasi ini merupakan tahap implementasi yang paling berat bagi karyawan
aktivitas-aktivitas serta kemampuan-kemampuan semaksimal mungkin sesuai
dengan yang diinginkan. Bila hal ini dapat dilakukan dengan baik, kemungkinan
pelaksanaan pekerjaanpun akan lebih berhasil. Sedangkan karyawan sebagai
seorang pernimpin (manager) dituntut untuk memiliki kemampuan mengelola
seluruh proses pekerjaan dengan menciptakan kondisi-kondisi dengan efektif dan
efisien.
Ketiga, melaksanakan evaluasi. Purwanto (1984:23), berpendapat bahwa
evaluasi ialah proses menilai perkembangan dan kemajuan kearah tujuan yang
telah ditentukan dalam perencanaan. Dalam konteks ini dapat ditarik kesimpulan
bahwa evaluasi merupakan salah satu unsur penting dalam rangkaian proses
bekerja, sebab cara untuk mengetahui kemajuan atau perubahan yang terjadi
dalam bekerja dapat diamati dan diketahui dengan jelas setelah dilakukan
evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai seberapa
jauh kemajuan yang dapat dicapai. Kemampuan yang diharapkan tersebut
sebelumnya sudah ditetapkan secara operasional. Kemudian juga ditetapkan
patokan pengukuran hingga dapat diperoleh penilaian. Karena itu didalam
evaluasi diperlukan prinsip-prinsip sebagai petunjuk agar dalam pelaksanaan
evaluasi dapat lebih efektif. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (a) kepastian dan
kejelasan, artinya tujuan evaluasi harus ditetapkan sebab evaluasi tidak akan
dapat dilaksanakan apabila tidak jelas dirumuskan secara jelas dalam definisi
yang operasional, (b) teknik evaluasi, artinya harus disesuaikan dengan tujuan
jenis pekerjaan, (c) komprehenship, artinya teknik evaluasi yang digunakan harus
bervariasi sebab tidak ada suatu teknik evaluasi yang dapat mengukur semua
aspek terpenting dan suatu jenis pekerjaan, (d) evaluasi adalah alat untuk
membantu pengemban pekerjaan, bukan semata-mata bertujuan untuk memberi
nilai prestasi yang dicapai. Prinsip pelaksanaan evaluasi tersebut adalah
merupakan patokan yang harus dipegang teguh pada waktu melaksanakan
evaluasi.
Senada dengan pendapat tersebut adalah Model Motivasi yang
digambarkan oleh Porter dan Lawler (Certo, 2003: 356). Model Porter dan Lawler
merupakan model pengharapan yang mulai dengan pengertian bahwa motivasi
(usaha/dorongan) tidak sama dengan kepuasan dan atau prestasi kerja. Motivasi,
kepuasan dan prestasi kerja adalah variabel-variabel yang terpisah dan
GAMBAR 2.1 MODEL MOTIVASI PORTER – LAWLER Sumber : Certo, Samuel C (2003 : 356)
Berdasarkan gambar di atas, secara teoritik model pengharapan Porter Làwler
berjalan sebagai berikut: 1) nilai penghargaan (value of rewards) yang diharapkan
orang dikombinasikan dengan 2) persepsi orang tersebut tentang usaha yang
mencakup probabilitas pencapaian usaha (perceived effort-reward probability), untuk
menimbulkan 3) suatu tingkat usaha tertentu (effort) yang dikombinasikan dengan 4)
kemampuan menyelesaikan tugas (ability to do a spec led task), dan 5) persepsinya
mengenai kegiatan-kegiatan yang diperlukan (perception of task required) untuk
mencapai 6) tingkat prestasi yang disyaratkan (performance accomplishment) untuk
memperoleh penghargaan-penghargaan intrinsik (intrinsic rewards) yang melekat pada
dari manajemen bagi pencapaian prestasi yang diinginkan (7B). Persepsi individu
mengenai “keadilan” (perceived equitable rewards) atas penghargaan-penghargaan
ekstrinsik yang diterima (8), ditambah perasaan yang dihasilkan dari prestasinya,
menghasilkan (9) tingkat kepuasan (satisfaction) yang dialami orang tersebut.
Pengalaman ini kemudian akan diterapkan pada penilaian individu di masa mendatang
terhadap nilai penghargaan, dan karenanya akan mempengaruhi kinerja dan kepuasan
di waktu yang akan datang.
Sedangkan menurut Nimran (1997:52) motivasi sebagai suatu keadaan di
mana usaha dan kemauan keras seseorang diarahkan kepada pencapaian
hasil-hasil tertentu. Hasil-hasil-hasil yang dimaksud bisa berupa produktifitas, kehadiran atau
perilaku kerja kreatifnya. Dari pengertian ini motivasi mengandung tiga
karakteristik pokok, yaitu: (1) usaha, yakni menunjuk kepada kekuatan perilaku
kerja seseorang atau jumlah usaha yang ditunjukkan oleh seseorang dalam
pekerjannya; (2) kemauan keras, yakni menunjuk pada kemauan keras yang
didemonstrasikan oleh seseorang dalam menerapkan usahanya kepada
tugas-tugas pekerjaannya; dan (3) arah atau tujuan, yakni yang bersangkutan dengan
arah yang dituju oleh usaha dan kemauan keras yang dimiliki seseorang, yang
pada dasarnya berupa hal-hal yang menguntungkan.
Dari beberapa pengertian di atas, maka untuk dapat mengukur motivasi
kerja pegawai tidaklah mudah, hal ini dikarenakan motivasi kerja tidak bisa diamati
secara langsung, tetapi hanya dapat dilihat dengan mengamati perilaku kerja
pegawai, mengukur perubahan-perubahan dalam pelaksanaan kerjanya, atau
(Wexley dan Yukl, 1992: 105). Asumsi ini diperkuat oleh pernyataan Kempton
dalam Chon (1999:27), bahwa tingkat motivasi pegawai direfleksikan dalam sikap
dan perilakunya. Pegawai yang termotivasi akan menunjukkan perilaku yang
berkinerja tinggi, bergairah, bersemangat, serta memiliki daya usaha yang kuat.
Sebaliknya pegawai yang tidak termotivasi akan bersikap apatis, acuh tak acuh
(kurang bergairah) dan bersikap tidak kooperatif. Oleh karena itu, apabila hendak
mengukur motivasi kerja pegawai dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa daftar pertanyaan untuk mengetahui sejauh mana seseorang menikmati
pekerjaannya dan terlibat di dalamnya (Pareek, 1996:236).
Berdasarkan uraian di atas maka yang dimaksud dengan motivasi dalam
studi ini adalah usaha dan kemauan pegawai untuk mengeluarkan tingkat upaya
yang tinggi sebagai wujud dorongan atau keinginan dari dalam pribadi yang
bersangkutan, sebagai hasil integrasi keseluruhan daripada kebutuhan pribadi,
dan pengaruh lingkungan guna mencapai tujuan organisasi. Indikator untuk
mengukur variabel motivasi adalah (a) dorongan mencapai tujuan, (b) semangat
kerja, (c) keterikatan kerja, dan (d) rasa tanggung jawab terhadap kerja.
2.2. Kreativitas Kerja
Konsep kreativitas telah dirumuskan dalam berbagai cara dimana
masing-masing cara tersebut memiliki variasinya sendiri-sendiri. Dari sisi akar katanya,
Prijosaksono dan Sembel (2003: 78) mengatakan bahwa kreativitas itu berasal
dari kata to create yang artinya mencipta. Inilah sesungguhnya kuasa yang
kita diberikan wewenang untuk menggunakan kuasa Tuhan). Kita diberikan
kemampuan untuk mencipta, termasuk menciptakan realitas baru dalam
kehidupan kita.
Terkait dengan pandangan di atas, Campbell (1986: 12) memandang
kreativitas sebagai kegiatan yang mendatangkan hasil dengan kandungan ciri : (a)
inovatif, belum pernah ada, segar, menarik, aneh, mengejutkan, dan terobosan
baru; serta (b) berguna, lebih enak, lebih baik, lebih praktis, mempermudah,
memperlancar, mendorong, mengembangkan, mendidik, memecahkan masalah,
mengurangi hambatan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil lebih baik atau
lebih banyak, dan (c) dapat dimengerti dimana hasil yang sama dapat dibuat di lain
waktu.
Tidak jauh berbeda dengan pandangan Campbell di atas, Evans (1991: 12)
menyebut kreativitas sebagai ketrampilan untuk menentukan pilihan baru, melihat
subjek dari perspektif baru dan membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih
konsep yang telah tercetak dalam pikiran. Setiap kreasi merupakan sebuah
kombinasi baru dan ide-ide, produksi-produksi, warna-warna, tekstur-tekstur,
produksi baru yang inovatif, seni dan literatur. Semua ini dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan umat manusia.
Sementara itu, Too (1995: 13) melihat kreativitas sebagai sebuah konsep
yang berkaitan dengan kemajuan dan perkembangan, dimana kreativitas
menurutnya merupakan luapan cara berpikir yang tidak konvensional yang akan
kreatif membawa pada keseimbangan, kedalaman, dan kepekaan dalam
pencarian intelektual.
Sejalan dengan keanekaragaman mengenai konsep kreativitas tersebut,
Prather (1996: 14) mengatakan bahwa kreativitas mempunyai kaitan dengan
aktivitas mengembangkan berbagai ide. Inovasi itu berkaitan dengan
terlaksanakanya ide-ide di dalam usaha yang bisa dilakukan dan berkembang
karena budaya dan struktur yang mendorong timbulnya kreativitas dalam
organisasi. Ini berarti bahwa kreativitas sebagaimana dikatakan oleh Luthans
(2001: 377) dapat disebut sebagai sebuah fungsi dan juga komponen pokok,
keahlian khusus, keahlian berpikir kreatif dan motivasi. Keahlian khusus terdiri dari
ilmu pengetahuan, teknik, prosedural dan intelektual. Keahlian berpikir kreatif
menentukan bagaimana orang akan bersikap fleksibel dan imajinatif (berdaya cipta
yang mampu menangani masalah dan membuat keputusan secara efektif).
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka yang dimaksud
dengan kreativitas dalam studi ini adalah suatu proses dimana ide dicetuskan,
dikembangkan, dan diubah menjadi nilai. Kreativitas mengandung tujuan yang
ingin dicapai orang dengan inovasi dan semangat wirausaha. Indikator yang
digunakan untuk melihat kreativitas dalam studi ini mencakup (a) daya inovasi
pegawai, (b) daya kreasi pegawai, dan (c) inisiatif pegawai.
2.3. Produktivitas Kerja
Membahas tentang produktivitas kerja pada hakekatnya tidak terlepas dari
pembahasan mengenai perbandingan terhadap dimensi waktu, dimana jika waktu
peningkatan pada produktivitas kerja. Pada sisi yang lain, konsep produktivitas
kerja ini juga merupakan ranah pada kajian mengenai sumber daya manusia
karena produktif atau tidak produktifnya suatu pekerjaan sangat ditentukan oleh
sumber daya manusia yang melakukan pekerjaan yang diberikan kepada mereka.
Kuper dan Kuper (2000: 843) setelah menganalisis karya Denison dan
Matthews mengatakan bahwa produktivitas kerja itu merupakan fungsi produksi
dari kapital dan tenaga kerja, namun Nellis dan Parker (2000: 31) memberikan
penjelasan yang lebih luas lagi bahwa produktivitas berkaitan erat dengan fungsi
dari tanah, tenaga kerja, peralatan, dan kapital. Dengan demikian, secara
matematis, output (produktivitas) dapat dirumuskan menjadi :
O = f (L, Lb, M, C)
Dimana :
O = output (produktivitas)
L = tanah
Lb = tenaga kerja
M = peralatan
C = capital
Merujuk dari pemikiran di atas, maka secara garis besar berbicara tentang
produktivitas atau output yang dihasilkan oleh sebuah organisasi atau institusi
pemerintah, tidak mungkin dapat dilepaskan dari peran tenaga kerja atau
pegawainya. Pengertian semacam ini antara lain dijelaskan oleh Hasibuan (1999:
126-127) yang memandang produktivitas sebagai perbandingan antara keluaran
adanya peningkatan efisiensi, baik peningkatan efisiensi waktu, biaya, tenaga,
maupun sistem kerja, teknik produksi, termasuk di dalamnya mencakup juga
peningkatan ketrampilan dari tenaga kerjanya.
Sejalan dengan pandangan di atas, Gibson, Ivancevich, dan Donelly
(1996: 71) menyebutkan produktivitas kerja sebagai kriteria efektivitas yang
ditujukan pada kemampuan organisasi guna memberikan keluaran yang di minta
oleh lingkungan. Dari definisi ini, ada dua kata kunci yang ditonjolkan, yakni (a)
kriteria efektivitas keluaran (output) dan (b) tuntutan lingkungan. Dengan demikian,
produktivitas kerja dalam pengertian ini adalah sama dengan rasio antara keluaran
(output) dan kebutuhan lingkungan. Jika keluaran (output) memenuhi tuntutan
lingkungannya maka keluaran (output) tersebut dapat dikatakan produktif, dan
secara umum kondisi ini akan dianggap pula memiliki produktivitas kerja yang
baik.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Robbins (1997: 65) juga
mengatakan produktivitas kerja adalah rasio antara masukan (input) yang
digunakan dengan output yang diperoleh. Jika rasio kedua komponen dapat
dicapai secara proporsional, maka hal itu dikatakan produktif. Selanjutnya A.
Blunchor dan Kapustin (Hasibuan, 1999: 126) mengatakan bahwa produktivitas
kadang kala dipandang sebagai penggunaan insentif terhadap sumber-sumber
konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang diukur secara tepat dan benar-benar
efisien. Terkait dengan insentif ini, Dessler (1997: 141) juga memandang insentif
sebagai rencana untuk mensugesti dan meningkatkan partisipasi karyawan/
Suit dan Almasdi (2000: 91) memberikan pandangan yang lebih luas
tentang produktivitas kerja sebagai,
“Semua unsur yang berkaitan dengan usaha peningkatan kualitas dan
jumlah hasil produksi yang harus dipelihara, sehingga semua unsur yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas dan jumlah hasil produksi berjalan lancer.
Bilamana terjadi gangguan akan menyebabkan tertundanya produksi yang akan
mengakibatkan menurunnya jumlah produksi”.
Suit dan Almasdi (2000: 91) selanjutnya mengatakan bahwa untuk
memelihara produktivitas dan peningkatan kualitas tersebut diperlukan sikap
kepedulian dan rasa tanggung jawab dari personilnya. Dengan kata lain, setiap
personil harus memiliki prinsip bahwa setiap pekerjaan harus dapat diselesaikan
dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Penyelesaian pekerjaan tersebut,
seyogyanya diikuti dengan kemampuan melakukan penghematan terhadap waktu,
pemakaian bahan, dan dengan mengupayakan mutu dari hasil pekerjaan.
Atas pemahaman bahwa substansi penelitian ini lebih fokus dalam lingkup
Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, maka perlu juga dipahami konsep
produktivitas di sektor publik. Hal ini penting disampaikan karena Kasim (1989: 20)
menyebutkan bahwa konsep produktivitas di sektor bisnis berbeda dengan
produktivitas di sektor publik (pemerintah). Ia lebih lanjut mengatakan bahwa
produktivitas dalam organisasi pemerintah juga diukur dari sisi kualitas hasil yang
dipersembahkan kepada masyarakat, yaitu sampai seberapa jauh hasil tersebut
sesuai dengan standar yang diinginkan. Standar ini meliputi ciri-ciri dari output,
seberapa jauh kemampuan dalam melayani klien atau masyarakat dilakukan.
Menurut Kasim (1989: 22) harus diperhatikan bahwa unsur kualitas tidak tercermin
dari rasio output terhadap input organisasi pemerintah, karena tidak dapat dinilai
dengan harga pasar. Itulah sebabnya, perlu memasukkan criteria tentang standar
dari output kedalam perhitungan produktivitas organisasi di sektor publik ini.
Menyikapi terdapatnya keanekaragaman konsep produktivitas yang
dikemukakan para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa produktivitas kerja
pegawai pada hakekatnya dapat dipandang dari dua dimensi, yakni (a) dari sudut
pandang hasilnya, atau rasio hasil dan input yang digunakan, dan (b) dari sikap
pegawai dalam memandang dan menangani tugas-tugasnya. Mengingat subyek
penelitian ini adalah pegawai dari banyak latar belakang pekerjaan, maka dimensi
yang akan diteliti di sini dibatasi hanya pada dimensi sikap saja dengan indikator
(1) pencapaian prestasi kerja pegawai, (2) tingkat penyelesaian pekerjaan, dan (3)
kualitas pekerjaan yang dihasilkan.
2.4. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yang mendasari studi ini adalah bahwa motivasi
dan kreativitas kerja merupakan sesuatu yang dianggap penting, baik bagi
pegawai itu sendiri maupun bagi organisasi dinas daerah tempat pegawai tersebut
bekerja. Sebab dengan motivasi kerja yang tinggi akan mendorong kreativitas
kerja yang tinggi pula, sehingga pada gilirannya motivasi dan kreativitas kerja
tersebut akan mendorong peningkatan pada produktivitas kerja baik bagi pribadi
motivasi dan kreativitas kerja yang baik akan mampu meningkatkan produktivitas
kerja. Sebagaimana yang dikatakan Robbins (2002a:27) bahwa keluaran manusia
(produktivitas, absensi, pergantian pegawai) dipengaruhi oleh kemampuan dan
motivasi kerja.
Motivasi kerja dapat mendorong untuk mengarahkan (direction),
memperkuat (strenght) dan berupaya mempengaruhi (pervasiveness) serta
mencapai tujuan (Hodge et al.,1996:288). Studi ini mengkaji kemampuan motivasi
kerja, kreativitas kerja, produktivitas kerja pegawai pada Dinas Kabupaten Toba
Samosir.
Motivasi kerja merupakan suatu dorongan kehendak yang
mempengaruhi perilaku pegawai untuk berusaha dengan sungguh-sungguh agar
dapat menyelesaikan pekerjaan dengan hasil yang baik, karena keberhasilan
dalam pekerjaan akan mempunyai manfaat bagi dirinya. Pegawai yang memiliki
motivasi yang tinggi akan melakukan pekerjaan dengan semangat yang tinggi
pula, sehingga dalam melakukan pekerjaannya akan menghasilkan produktivitas
kerja yang tinggi. Motivasi juga menggambarkan tingkat kebutuhan lebih tinggi dari
para manajer menengah organisasi guna menciptakan kekuatan dalam
memotivasi perilaku dalam bekerja (work behavior) untuk menigkatkan prestasi
kerja (Helinegel at al, 1989: 159). Sedangkan kemampuan merujuk pada
kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Setiap pegawai mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan
pekerjaannya, sesuai dengan potensi yang dimiliknya, dan akan terus
kemampuan kerja, baik kemampuan pengetahuan maupun kemampuan
keterampilan, seseorang akan dapat melaksanakan pekerjaannya dan dapat
menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapannya sehingga mempermudah
dalam pencapaian tujuan, baik tujuan individu maupun tujuan organisasi.
Berdasarkan berbagai kajian teoritis yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, maka kerangka berfikir studi ini secara skematis dapat dilihat pada
Gambar 2.2. Kerangka Proses Berfikir
Studi ini difokuskan pada seberapa besar pengaruh motivasi kerja dan
kreativitas kerja terhadap produktivitas kerja pegawai Dinas di Kabupaten Toba
Samosir. Faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan kinerja organisasi
Dinas Kabupaten Toba Samosir adalah Produktivitas Kerja Pegawai, dimana
Produktivitas Kerja tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu Motivasi Kerja dan
Kreativitas Kerja. Berdasarkan atas kerangka proses berfikir tersebut disusun
kerangka konseptual sebagaimana terlihat pada Gambar 2.3.
Pegawai Dinas Daerah Pemerintah Kabupatean
Toba Samosir
Motivasi Kerja & Kreativitas Kerja
Produktivitas Kerja
Hipotesis
Uji/ Tes Kuantitatif/ Statistik
2.6. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan atas permasalahan, tujuan, teori, dan kerangka konseptual
sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam Studi ini adalah
sebagai berikut :
1. Motivasi kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Produktivitas Kerja
Pegawai kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir
2. Kreatifitas Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap Produktivitas Kerja
Pegawai kantor Dinas Pemerintah Kabupaten Toba Samosir
3. Motivasi Kerja dan Kreatifitas Kerja berpengaruh secara signifikan terhadap
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Studi
Studi ini termasuk dalam kategori eksplanatoris (explanatory research
atau studi penjelasan), yaitu studi yang menjelaskan hubungan kausal yang
terjadi antar variabel serta pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel
lainnya. Data diperoleh dengan menggunakan metode survey (survey
sample) yaitu studi yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok dan
unit analisis individu (Singarimbun dan Effendi (Ed.) 1989:3-5). Studi ini
termasuk studi lapangan (field study) yaitu pengamatan langsung terhadap
obyek studi.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam studi ini adalah seluruh pegawai yang terdapat pada 14
(empat belas) kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir sesuai Peraturan
Kabupaten Toba Samosir Nomor 12 Tahun 2007 yang berjumlah 354 orang.
Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel adalah rumus
yang dikembangkan oleh Taro Yamane atau Slovin dalam Ridwan (2007 : 65)
sebagai berikut: n =
Keterangan :
n = Jumlah sampel
N = Jumlah Populasi = 354 responden
Hasil rumusan tersebut menurut Sugiyono (2000; 80), dalam menentukan
jumlah sampel (dengan asumsi bahwa populasi berdistribusi normal, atau
populasi relatif tidak homogen) dan didasarkan atas tingkat kesalahan 5% berarti
sampel yang diperoleh mempunyai tingkat kepercayaan 95%. Perhitungan rumus
terhadap populasi sebesar 354 orang diperoleh jumlah sampel sebesar 187,79
orang (digenapkan menjadi 188 responden) sebagaimana terlihat pada tabel 3.1.
berikut ini.
Dari 188 sampel yang dijadikan responden berdasarkan perhitungan yang
dikemukakan oleh Taro Yamane atau Slovin dalam Ridwan (2007 : 65) di atas,
ditetapkan sebaran sampel dengan menggunakan teknik Proportional Cluster
Random Sampling dimana unit populasi terlebih dahulu dikelompokkan pada
masing Dinas. Selanjutnya dari pengelompokkan (cluster)
masing-masing Dinas Daerah tersebut ditetapkan sebesar 33,43 % yang akan dijadikan
sampel. Sebaran sampel pada masing-masing Dinas dapat dilihat pada tabel 3.1
berikut ini.
Tabel 3.1. Jumlah unit Populasi dan sebaran Sampel dirinci menurut kantor Dinas Kabupaten Toba Samosir
Sumber : Badan Kepegawaian dan Diklat Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, 2010
3.3. Identilikasi dan Definisi Operasional Variabel
3.3.1. Identifikasi Variabel Penelitian
Sesuai dengan kerangka konseptual yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, penelitian ini secara umum terdiri atas dua variable yakni
Variabel Bebas (Independent Variable) dan Variabel Terikat (Dependent
Variable). Untuk lebih jelasnya, identifikasi variable penelitian tersebut
sebagai berkut :
a. Independent Variable (Variabel Bebas) meliputi Motivasi Kerja dan
Kreatifitas Kerja Pegawai Dinas Kabupaten Toba Samosir.
b. Dependent Variable (Variabel Terikat) meliputi Produktivitas Kerja
Pegawai Dinas Kabupaten Toba Samosir.
c. Indikator yang digunakan untuk melihat Variabel Bebas Motivasi Kerja
adalah dorongan mencapai tujuan, semangat kerja, keterikatan kerja,
dan rasa tanggung jawab terhadap kerja.
d. Indikator yang digunakan untuk melihat Variabel Bebas Kreatifitas Kerja
adalah daya inovasi pegawai dan inisiatif pegawai.
e. Indikator yang digunakan untuk melihat Variabel Terikat Produktivitas
Kerja adalah pencapaian prestasi kerja, tingkat penyelesaian
pekerjaan, dan kualitas terhadap hasil pekerjaan.
10 Pembermas, Pasar, Kop & UKM 13
6,9
11 Tenaga Kerja 24 12,7
12 Periwisata & Kebudayaan 15
8,0
13 Kebersihan & Pertamanan 17 9,0
14 Pendapatan 20 10,6
3.3.2. Definisi Operasional
a. Motivasi Kerja adalah usaha dan kemauan pegawai untuk mengeluarkan
tingkat upaya yang tinggi sebagai wujud dorongan atau keinginan dari dalam
pribadi yang bersangkutan untuk mencapai tujuan organisasi. Indikator untuk
mengukur variabel motivasi adalah (1) dorongan mencapai tujuan, (2)
semangat kerja, (3) keterikatan kerja, dan (4) rasa tanggung jawab terhadap
kerja. Pengukuran atas motivasi kerja ini dilakukan dengan menggunakan
skala likert mulai dari sangat rendah sampai dengan sangat tinggi dengan
skala 1 s/d 5.
(1). Dorongan mencapai tujuan adalah sikap yang mendorong pegawai
untuk melakukan perbuatan guna mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
(2). Semangat kerja adalah usaha atau kesediaan pegawai untuk
melaksanakan suatu upaya yang tinggi untuk mencapai tujuan
organisasi. Usaha di sini meliputi menyusun target sebelum
melaksanakan tugas, tidak akan berhenti sebelum target tercapai,
mempelajari cara yang efektif dalam penyelesaian tugas, mau terlibat
dalam setiap pekerjaan, dan tidak mau ketinggalan dalam
untuk menyelesaikan tugas yang diberikan yang meliputi tekad untuk
menyerah, dan berusaha terus sampai tugasnya dapat diselesaikan
dengan baik.
b. Kreativitas Kerja suatu aktivitas yang dilakukan pegawai dengan
mencetuskan ide-ide yang ada dalam dirinya untuk selanjutnya
dikembangkan dan diubah dengan inovasi dan semangat yang dimiliki.
Indikator yang digunakan untuk melihat kreativitas dalam studi ini mencakup
(1) daya inovasi pegawai, (2) daya kreasi pegawai, dan (3) inisiatif pegawai.
(1) Daya inovasi adalah terobosan yang dilakukan pegawai untuk
melaksanakan pekerjaan secara cepat, efektif dan efisien.
(2) Daya kreasi adalah kemampuan pegawai untuk memunculkan
langkah-langkah yang penting guna memudahkan penyelesaian pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
(3) Inisiatif adalah kesadaran pegawai untuk melakukan suatu pekerjaan
meskipun pekerjaan termasuk tidak menjadi bagian dari tugas pokok
dan fungsinya.
c. Produktivitas Kerja adalah kemampuan pegawai dalam mencapai suatu hasil
pekerjaan sebagaimana yang diharapkan oleh organisasinya, yang
ditunjukkan melalui (1) pencapaian prestasi kerja, (2) tingkat penyelesaian
pekerjaan, dan (3) kualitas pekerjaan yang dihasilkan. Produktivitas kerja ini
didasarkan atas persepsi pegawai berdasarkan ukuran dengan
menggunakan skala Likert dari 1 s/d 5.
(1) Pencapaian prestasi kerja adalah tingkat pencapaian kerja yang
dihasilkan pegawai yang terlihat dari kesesuaian antara hasil kerja
dengan standar, kesesuaian antara kualitas kerja dengan standar,