• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Sejarah Tasyri Periode Rasululla

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Sejarah Tasyri Periode Rasululla"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Sejarah Tasyri Periode Rasulullah

nana rudiana

Add Comment

makalah, makalah agama

Tuesday, 30 September 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tasyri’ secara istilah adalah pembentukan undang-undang untuk mengetahui hukum-hukum bagi perbuatan orang dewasa dan ketentuan-ketentuan hukum-hukum serta peristiwa yang terjadi dikalangan mereka. Melihat dari makna Tasyri’ tersebut, maka mucul sebuah permasalahan yang sangat perlu diperhatikan, yaitu keberadaan sebuah agama (Islam) yang berada dalam lingkungan orang-orang yang berwatak keras (Badui) dan masyarakat yang hidup penuh dengan kebiadaban dan pelecehan serta belum memiliki sebuah aturan baku untuk dijalani oleh pemeluk-pemeluknya, dalam hal ini adalah Tasyri’.

Tentunya melihat kondisi tersebut, maka Allah mengutus Rasulullah sebagai wasilah pertama untuk menegakkan syariat Islam yang benar. Penegakan syariat Islam (Tasyri’) ini tidak berhenti setelah Rasulullah wafat, akan tetapi hal ini berlangsung sampai beberapa periode, mulai dari periode Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Tabiin dan seterusnya. Akan tetapi dalam makalah ini, kami hanya memaparkan tentang penegakan syariat Islam(Tasyri’) pada periode Rasulullah saja.

Tidak terlepas bahwa berbagai faktor sosial juga menjadi latar belakang turunnya Al-Qur’an. Banyak hal-hal yang menjadi Asbabun Nuzulnya Al-Qur’an sebagai sumber Tasyri’ periode Rasulullah ini. Akan tetapi bukan keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an ini diturunkan karena adanya Asbabun Nuzul. Kesesuaian tradisi dan al-quran juga terlihat disana, akan tetapi bukan berarti Al-Qur’an dapat dikatakan sebagai tradisi orang Arab, karena diturunkannya Al-Qur’an adalah untuk seluruh umatnya.

Adapun pada periode Rasulullah ini memiliki dua fase, yaitu fase Mekkah dan fase

Madinah. Secara sosio cultural kedua fase ini berbeda dalam penerimaan Tasyri’ yang dibawa

(2)

Keadaan Mekkah yang saat itu penuh dengan hal-hal yang menyimpang dari aturan atau hukum Islam, tentunya bagi masyarakat tersebut sulit untuk menerima hal-hal yang baru dibawa oleh Rasulullah. Sehingga yang pertama kali ditanamkan dalam hati mereka adalah hal-hal yang menyangkut dengan ketauhidan.

Berbeda halnya dengan keadaan masyarakat Madinah yang sangat mudah menerima Islam, bahkan mereka menerima kedatangan Rasulullah dengan senang hati. Sehingga pembentukan tasyri’ pada masa ini dirasa jauh lebih mudah dibanding dengan fase Mekkah, dan pada masa inilah hal-hal yang berkaitan dengan Ibadah, tauhid dan sebagainya menjadi Tasyri’. 1. Al-Qur’an dan Hadist pada periode ini menjadi sebagai sumber penetapan Tasyri’, kemudian

permasaalahan yang muncul adalah keterkaitan dengan ijtihad pada masa ini, apakah ijtihad juga menjadi sumber Tasyri’ saat itu. Maka untuk lebih lengkapnya akan kita bahas pada bab selanjutnya.

Melihat berbagai latar belakang diatas, maka penulis dapat merangkaikan rumusan masalah sebagai berikut:

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pembentukan Hukum Islam?

2. Bagaimana pembinaan hukum islam pada masa Rasulullah? 3. Apa saja yang menjadi landasan hukum islam periode Rasulullah?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui sejarah pembentukan hukum islam pada masa Rasulullah. 2. Mengetahui cara pembinaan hukum islam pada masa Rasulullah.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pembentukaan Hukum Islam

Allah SWT. mengutus Rasulullah sebagai wasilah pertama untuk menegakkan syariat Islam yang benar. Penegakan syariat Islam (Tasyri’) ini tidak berhenti setelah Rasulullah wafat, akan tetapi hal ini berlangsung sampai beberapa periode, mulai dari periode Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Tabiin dan seterusnya.

Adapun pada periode Rasulullah ini memiliki dua fase, yaitu fase Mekkah dan fase

Madinah. Secara sosio cultural kedua fase ini berbeda dalam penerimaan Tasyri’ yang dibawa

oleh Rasulullah ini

1. Tasyri’ Periode Mekkah

Selama 13 tahun masa kenabian Muhammad SAW di Mekkah sedikit demi sedikit turun hukum. Periode ini lebih terfokus pada roses penamaan (ghars) tata nilai tauhid, seperti iman kepada Allah, Rasulnya, hari kiamat, dan perintah untuk berakhlak mulia seperti keadilan, kebersamaan, menepati janji dan menjauhi kerusakan akhlak seperti zina, pembunuhan dan penipuan.i[i]

Pada awalnya Islam berorientasi memperbaiki akidah , karena akidah merupakan fundamen yang akan berdiri diatasnya, apapun bentuknya.ii[ii] Sehingga bila telah selesai tujuan yang pertama ini, maka Nabi melanjutkan dengan meletakkan aturan kehidupan (tasyri’). Bila kita perhatikan ayat-ayat al-quran yang Turun di Mekkah, maka terlihat disana penolakan terhadap syirik dan mengajak mereka menuju tauhid, memuaskan mereka dengan kebenaran risalah yang disampaikan oleh para Nabi. Mengiringi mereka agar mengambil pelajaran dari kisah-kisah umat terdahulu, menganjurkan mereka agar membuang taklid pada nenek moyangnya, dan memalingkan mereka dari pengaruh kebodohan yang ditinggalkan oleh leluhurnya seperti pembunuhan, zina dan mengubur anak perempuan hidup-hidup.

(4)

mereka mendapat petunjuk kebenaran dari dirinya sendiri (rasionalitas). Mengingatkan mereka agar tidak berpaling dengan ajaran para Nabi, agar tidak tertimpa azab seperti apa yang ditimpakan pada Amat-umat terdahulu yang mendustakan Rasul-rasul mereka dan mendurhakai perintah tuhannya.

Pada masa ini al-quran hanya sedikit memaparkan tujuan yang kedua, sehingga mayoritas masalah Ibadah belum disyariatkan kecuali setelah hijrah. Ibadah yang disyariatkan sebelum hijrah erat kaitannya dengan pemeliharaan akidah, sepertti pengharaman bangkai, darah dan sembelihan yang tidak disebut nama Allah. Dengan kata lain, periode Mekkah merupakan periode revolusi akidah untuk mengubah sistem kepercayaan masyarakat jahiliyah menuju penghambaan kepada Allah semata. Statu revolusi yang menghadirkan perubahan fundamental, rekonstruksi social dan moral pada seluruh dimensi kehidupan masyarakat.

Namun ada beberapa hal yang menyebabkan ajaran Nabi Muhammad SAW tidak diterima oleh masyarakat Mekkah, terutama dalam aspek ekonomi, faktor diantaranya yatu :

a. Ajaran tauhid menyalahkan kepercayaan dan praktek menyembah berhala. Bila menyembah berhala dihapuskan maka berhala yang ada tidak laku lagi. Hal ini mengancam sisi ekonomi mereka (produsen berhala). Karena itu ajaran tauhid juga banya ditolak oleh masyarakat Mekkah.

b. Ajaran Islam mengecam perilaku ekonomi masyarakat Mekkah yang mempunyai ciri pokok penumpuk harta dan mengabaikan fakir miskin serta anak yatim.

Seperti yang kita ketahui bahwa Mekkah terletak dijalur perdagangan yang penting. Mekkah makmur karena letaknya yang berada dijalur penting dari Arabia selatan sampai utara dan mediteranian, teluk Persia, laut merah melalui jiddah dan afrika. Dan Mekkah adalah salah satu pusat perdagangan yang ramai. Maka faktor tersebut sangat mempengaruhi penolakan dakwah Nabi.iii[iii]

2. Tasyri’ Periode Madinah

(5)

pembentukan undang-undang untuk mengatur perhubungan antara individu dari suatu bangsa dengan bangsa lainnya, dan untuk mengatur pula perhubungan mereka dengan bangsa yang bukan Islam baik di waktu damai maupun perang.

Adapun periode madinah ini dikenal dengan periode penataan dan pemapanan masyarakat sebagai masyarakat percontohan oleh karena itu di periode madinah inilah ayat-ayat yang memuat hukum-hukum untuk keperluan tersebut (ayat-ayat ahkam) Turun, baik yang berbicara tentang ritual maupun social. Meskipun pada periode ini Nabi Muhammad SAW baru melakukan legislasi, Namun ketentuan yang bersifat legalitas sudah ada Sejak periode Mekkah, bahkan justru dasar-dasarnya telah diletakkan dengan kukuh dalam periode Mekkah tersebut. Dasar-dasar itu memang tidak langsung bersifat legalistik karena selalu dikaitkan dengan ajaran moral dan etik.v[v]

Pada periode ini tasyri’ Islam sudah berorientasi pada tujuan yang kedua yaitu disyariatkan bagi mereka hukum-hukum yang meliputi semua situasi dan kondisi, dan yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan, baik individu maupun kelompok pada setiap daerah, baik dalam Ibadah, muamalah, jihad, pidana, mawaris, wasiat, perkawinan, thalak, sumpah, peradilan dan segala hal yang menjadi cakupan ilmu fiqih.

Proses pembentukan hukum pada masa kenabian tidak dipaparkan peristiwa-peristiwa, menggambarkan kejadiannya, mencari sebab-sebab pencabangannya dan kodifikasi huku-hukum, sebagaimana masa-masa akhir yang telah dimaklumi. Tetapi pembentukan hukum pada masa ini berjalan bersama kenyataan dan pembinaan bahwa kaum muslimin, apabila menghadapi suatu masalah yang harus dijelaskan hukumnya, maka mereka langsung bertanya kepada Rasulullah SAW. Terkadang Rasulullah SAW memberikan fatwa kepada mereka dengan satu atau beberapa ayat (wahyu) yang diturunkan Allah kepadanya, terkadang dengan hadis dan terkadang dengan memberi penjelasan hukum dengan pengalamannya. Atau sebagian mereka melakukan suatu perbuatan lalu Nabi SAW menetapkan (takrir) hal itu, jika hal tersebut benar menurut Nabi SAW.

(6)

Kedua adalah: kerangka hukum syariat. Ada hukum yang disyariatkan untuk suatu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, seperti bolehkah menggauli istri ketika mereka sedang haid, bolehkah berperang pada bulan haji. Dan ada pula yang disyariatkan tanpa didahului oleh pertanyaan dari sahabat atau tidak ada kaitannya dengan persoalan yang mereka hadapi, termasuk didalamnya adalah masalah ibadah dan beberapa hal yang berkaitan dengan muamalat.

Ketiga adalah: turunnya syariat secara bertahap (periodik). Maksudnya pembentukan kondisi masyarakat yang layak dan Siap dan menerima Islam harus menjadi prioritas yang diutamakan.

B. Pembinaan Hukum Islam

Dalam pembinaan hukum Islam telah dipelihara empat dasar (asas): 1. Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum.

Berangsur-angsur ini berlaku dalam masa tasyri’ dan berlaku pula dalam macam-macam hukum yang disyariatkan. Hikmah dari berangsur-angsurnnya masa turunnya hukum ialah agar secara bertahap mudah diketahui isi undang-undangnya, materi demi materi, dan mudah dipahami hukum-hukumnya secara sempurna, dengan berpijak kepada peristiwa dan situasi yang memerlukan penetapan hukum.

Adapun tujuan hukum diturunkan dan disyariatkan secara berangsur-angsur adalah agar segenap umat pada masa pertama memeluk agama Islam tidak dibebani sesuatu yang menyusahkan, baik yang ingin dikerjakan maupun ingin ditinggalkan, sehingga segenap umat bersedia menerima dan taklif.

Sebagaimana ketika Rasulullah ditanya masalah khamer dan judi, sedang keduanya termasuk adat-istiadat yang kokoh dikalangan mereka. maka beliau menjawab mereka dengan ayat Al-Qur’an surat al-Baqarah: 219

y7tRqè=t«ó¡o ÇÆtã ̍ôJy ø9$# ΍ţ÷yJø9$#ur ( ö@è% !$yJÎg Ïù ÖNøOÎ) ׍Î72 ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨ =Z Ï9 !$yJßgßJøOÎ)ur çt9ò2r& `ÏB $yJÎgÏèøÿ¯R 3 “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".

(7)

manfaatnya. kemudian Al-Qur’an menjelaskan kepada mereka tentang shalat dalam keadaan mabuk sehingga mereka tidak mengetahui apa yang mereka katakan. Allah berfrman dalam surat an-Nisa: 43

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.”

Larangan ini tidaklah membatalkan kepada yang pertama bahkan dia menguatkannya. Kemudian Al-Qur’an menjelaskan larangan sebagai keputusan secara tegas kepada suatu hukum.

2. Mengefisienkan pembuatan undang-undang.

Disini hukum-hukum disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya sekedar menurut kebutuhan-kebutuhan hukum yang diperlukan, serta merespon kejadian yang mengharuskan adanya hukum. Hikmah pembinaan dari tasyri’ ini adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia dan mewujudkan kemaslahatan, maka sebaiknya pada tiap masa peraturan itu dibatasi sesuai dengan kebutuhan dan kemaslahatan zamannya, sehingga orang-orang yang terdahulu, kini, dan yang akan datang, tidak menemukan kesulitan akibat peraturan-peraturan diluar kebutuhan dan kemaslahatan mereka.

Diantara prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam syariat Islam ialah bahwa hukum asal segala sesuatu adalah dibolehkan. Untuk itu segala binatang dan benda atau perjanjian atau transaksi yang tidak disyariatkan hukumnya oleh dalil syara’ adalah boleh. Atas dasar inilah maka dengan mengefisienkan undang-undangpun tidak mendatangkan kesempitan. Permasalahan apapun yang tidak ada peraturan undang-undangnya, maka hukumnya boleh berdasarkan ibahah ashliyah(kebolehan menurut asal).

3. Memberi kemudahan dan keringanan.

Prinsip ini paling menonjol dalam perundang-undangan hukum Islam. Dalam banyak hal, hukum-hukum itu tujuannya adalah memberi kemudahan dan keringanan bagi para mukallaf.

(8)

4. Berjalannya undang-undang sesuai dengan kemaslahatan umat manusia.

Bukti adanya prinsip ini adalah bahwa syari’ (pembuat undang-undang) banyak memberikan ta’lil hukum dengan kemaslahatan manusia sebagai ‘illat hukum. Syara’ menetapkan bahwa hukum-hukum yang ada berdasarkan ‘illat akan berputar bersama ‘illatnya, yaitu adanya ‘illat menetapkan adanya hukum dan tidak ada ‘illat meniadakan hokum. untuk ini Allah mensyariatkan sebagian hukum, kemudian membatalkan dan menghapusnya, Karena kemaslahatan mengharuskan perubahan yang demikian.

Salah satu contohnya, mula-mula Allah mewajibkan menghadap Baitul Maqdis ketika shalat, kemudian hukum ini dihapuskan dan diganti dengan perintah menghadap Ka’bah ketika shalat.

Adanya penghapusan hukum, penggantian hukum, dan perubahan hukum, menjadi bukti bahwa perundang-undangan dalam Islam ditetapkan untuk kemaslahatan umat manusia. Untuk memeliharanya maka pembuat undang-undang memperhatikan ‘urf (adat kebiasaan masyarakat diwaktu peraturan berlaku) selama adat istiadat tersebut tidak merusak salah satu dasar dari pokok agama. Oleh karena itu syari’ (pembuat undang-undang) memperhatikan adanya kafa’ah (keseimbangan, kufu) dalam perkawinan, memperhatikan ‘ashabah dalam hukum pewarisan dan perwalian, serta mewajibkan pembayaran diyat (denda).

Demi kemaslahatan umat manusia, maka perlu diperhatikan adat kebiasaan serta hal-hal yang biasa dilakukan masyarakat setempat (lokal), selama yang demikian itu tidak berlawanan dengan pokok-pokok agama serta tidak mendatangkan kemudharatan.vii[vii]

C. Sumber Hukum Islam pada Masa Rasulullah SAW

Penentuan hukum pada periode Rasulullah SAW mempunyai dua sumberviii[viii], yaitu : 1. Wahyu Ilahi (Al-Quran)

(9)

Ketika terjadi sesuatu yang menghendaki adanya pembentukan hukum dikarenakan suatu peristiwa, perselisihan, pertanyaan, permintaan fatwa, maka Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah SAW satu atau beberapa ayat al-quran yang menjelaskan hukum yang hendak diketahuinya. Kemudian Rasulullah menyampaikan kepada umat Islam apa-apa yang sudah diwahyukan kepada beliau itu, dan wahyu itu menjadi undang-undang yang wajib diikuti.

Ada karakteristik yang sangat menonjol dari al-quran yaitu, bahwa meskipun al-quran diturunkan dalam ruang waktu tertentu, sebab tertentu, tetapi esensi kalam tuhan tersebut adalah universal, sehingga mengatasi ruang dan waktu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sasaran alquran dan juga sebab turunnya adalah “kemanusiaan(problematika kehidupan manusia), baik pada masa Nabi, masa kini dan masa seterusnya.

2. Ijtihad Rasulullah (Sunnah)

Sunnah adalah sumber fiqih kedua setelah al-quran. Dalam terminologi muhaddisin, fuqaha dan ushuliyyin, sunnah berarti setiap sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad, baik perkatan, perbuatan dan ketentuan. Sebagaimana al-quran, sunnah juga tidak muncul dalam satu waktu, tetapi secara bertahap(periodik) mengikuti fenomena umum dalam masyarakat, atau lebih tepat disebut mengikuti perkembangan turunnya syariat. Oleh karena itu dalam banyak hal, kita akan melihat bahwa sunnah bertujuan menerangkan, merinci, membatasi dan menafsirkan al-quran.

Ketika muncul sesuatu yang menghendaki peraturan, sedang Allah tidak mewahyukan kepada Rasulullah ayat al-quran yang menunjukkan hukum yang dikehendakinya, maka Rasulullah berijtihad untuk mengetahui ketentuan hukumnya.

(10)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada periode Rasulullah pembentukan tasyri’ terbagi menjadi 2 yaitu: a. Periode Makkah

Pada periode makiyyah Rasulullah lebih memfokuskan kepada pembentukan Akidah dan moral masyarakat makkah yang bertolak belakang dengan kebiasaan masyarakat mekkah pada masa itu. Contohya, kebiasaan masyarakat mekkah menyembah berhala, berjudi, meminum khamer, membunuh bayi perempuan, dan berzinah. Setelah diangkatnya Nabi Muhammad dan berdakwah secara terang-terangan barulah terbentuk Hukum Islam yang mengajak masyarakat mekkah untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan terdahulu, dan menyembah kepada Allah SWT.

Ketika Rasulullah mengajak masyarakat makkah untuk menyembah Allah dan meninggalkan kebiasaan nenek moyang terdahulu, terdapat perlawanan dari masyarakat mekkah yang membenci ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad sehingga Rasulullah berhijrah ke Madinah.

Inti pembentukan Hukum pada periode Makkiyah adalah membentuk akidah yang sesuai dengan ajaran Islam, dan menyembah kepada Allah SWT.

b. Periode Madinah

Berbeda dengan periode sebelumnya pada periode madinah sudah banyak masyarakat yang memeluk Agama Islam dan telah terbentuknya pemerintahan yang tertata dengan rapih. Kemudian mendorong Tasyri’ sesuai dengan perkembangan masyarakat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan, baik individu maupun kelompok pada setiap daerah, baik dalam Ibadah, muamalah, jihad, pidana, mawaris, wasiat, perkawinan, thalak, sumpah, peradilan dan segala hal yang menjadi cakupan ilmu fiqih.

Setelah pembentukan Hukum maka munculah Pembinaan Hukum Pada Masa Rasulullah terdapat 4 dasar pembentukan Hukum Islam yaitu:

(11)

c. Memberi Kemudahan dan Keringanan.

d. Berjalannya undang-undang sesuai dengan kemaslahatan umat manusia. B. Saran

Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, serta masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para pembaca.

`

DAFTAR PUSTAKA

Asghar ali engineer, Asal-usul dan Perkembangan Islam, 1999. Yogyakarta: INSIST dan IKAPI. Zuhri, Muhammad Hukum Islam dalam Lintasan Sejarah, 1996. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sirri, Mun’in Sejarah Fiqih Islam Sebuah Pengantar, 1995. Risalah Gusti.

(12)
(13)

i[i] A.sirri, Mun’in, sejarah fqih Islam sebuah pengantar, hal: 22

ii[ii] Khallaf, wahab khulasah tarikh tasyri’ islami, hal: 18

iii[iii] Asghar ali engineer, asal-usul dan perkembangan Islam, hal: 59

iv[iv] Khallaf, Wahhab, Op.Cit,hal: 10

v[v] Zuhri, Muhammad hukum Islam dalam lintasan sejarah, hal: 13

vi[vi] Op. Cit, sejarah fqih Islam sebuah pengantar, hal: 24

vii7Abdul Wahhab Khallaf, Sejarah Hukum Islam, (Marja Bandung: 2005) Cet-1, 19-25.

viii[viii] Khlallaf, Wahhab, terjemahan khulasah tarikh tasyri’ islam, hal: 13

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian Fianita (2017) terdapat perbedaan yang signifikan terhadap perubahan tekanan darah, pengetahuan dan konsumsi karbohidrat sebelum dan sesudah

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang bertujuan untuk membuat suatu prototype robot yang dapat mendeteksi kebakaran dan

Hasil uji BNT untuk perlakuan menunjukan bahwa pemberian ketiga jenis ekstrak pada umpan tidak ada perbedaan terhadap hasil tangkapan; tetapi pemberian ekstrak power bait dan

Krisis finansial global mulai muncul sejak bulan Agustus 2007, yaitu pada saat salah satu bank terbesar Perancis BNP Paribas mengumumkan pembekuan beberapa sekuritas

Incremental Cost-Effectiveness Ratio (ICER). Subyek penelitian yaitu 23 pasien ulkus kaki diabetikum yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini

9enis=>enis transistor efek edan.... 4ode

Dari uraian diatas dapat dikatakan terjadinya morfologi pola mukiman adati Bali dimulai semenjak adanya perkembangan kemampuan, dan keinginan masyarakat untuk merubah diri