• Tidak ada hasil yang ditemukan

Revisi Makalah Ilmu Perbandingan Adminis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Revisi Makalah Ilmu Perbandingan Adminis"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

PERBANDINGAN LOCAL GOVERNMENT REFORMS YANG TERDAPAT DI JERMAN DAN SWEDIA

ILMU PERBANDINGAN ADMINISTRASI NEGARA

KELOMPOK 3:

Istiningsih 1106014665 Intan Suherman 1106018184 Indah Kurnia 1106058572

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

‘Reformasi’ dimaknai sebagai perbaikan atau perubahan bentuk, sedangkan ‘administrasi’ diartikan sebagai organisasi atau manajemen pemerintahan yang mencakup suluruh domain kekuasaan negara yang berupa legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Jadi, secara singkat reformasi administrasi adalah perbaikan atau perubahan atas organisasi dan manajemen pemerintahan negara dari bentuk yang berlaku sebelumnya. Reformasi administrasi pada dasarnya merupakan salah satu aspek dari reformasi atau perubahan kemasyarakatan dan dapat dikatakan sebagai perubahan atas prinsip, organisasi, struktur, metode, atau prosedur untuk memperbaiki proses administrasi secara berkesinambungan melalui proses evolusi dan bukan revolusi (Progress in Public Administration dalam Hidayat, 2007).

(3)

Perkembangan pemerintah daerah di setiap negara di Eropa tentu berbeda. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh dinamika internal di setiap negara. Seberapa jauh kewenangan yang dimiliki oleh setiap pemerintah daerah suatu negara untuk bisa melakukan reformasi yang tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat lokal yang bersangkutan. Oleh karena itu, makalah ini akan berusaha memaparkan reformasi pemerintah daerah (local government reforms) yang terjadi di dua negara Eropa, yaitu Jerman dan Swedia.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan Latar Belakang Masalah di atas, dapat ditarik pokok permasalahan, yaitu 1. Bagaimana perbandingan reformasi pemerintah daerah yang terjadi di Jerman

dan Swedia?

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Pengertian Reformasi

(4)

2.2 Kelembagaan Baru (New Institutionalism)

Kelembagaan Baru (New Institutionalism) merupakan salah satu paradigma yang berkembang dalam ilmu politik, paradigma ini merupakan kritik atas pendahulunya yaitu model kelembagaan, seperti diketahui bahwa model kelembagaan mempunyai karakter utama, yakni, pertama, cita-cita politik yang berkembang dalam sejarah politik Barat dijelmakan dalam hubungan-hubungan khusus antara penguasa dan rakyat. Kedua, selalu memiliki ciri khas dimana aturan, prosedur, dan organisasi pemerintahan menjadi starting point dalam diskursus politik kenegaraan. Cara pandang tersebut tentu saja memiliki kelemahan yang mana cenderung menganggap tidak penting aktor politik sebagai inisiator. Pembentukan atau perubahan sebuah institusi, tidak dapat dilepaskan dari kepentingan aktor inisiatornya. Konteks untuk menjawab kelemahan inilah muncul cara pandang yang mengoreksi Model Kelembagaan (Institutionalism), yakni Model Kelembagaan Baru (New Institutionalism).

Menurut fokus perhatian Kelembagaan Baru (New Institutionalisme) dibedakan dalam beberapa pendekatan turunan yaitu Rational Choice Institutionalism, Sociological Institutionalism, dan Historical Institutionalism:

Pertama, Rational Choice Institutionalism merupakan aliran pendekatan kelembagaan baru yang sangat kentara dipengaruhi oleh tradisi behavioralis yang menganggap bahwa interaksi manusia merupakan manifestasi dari kepentingan diri individu. Rational Choice memiliki fokus utama pada persoalan bagaimana aktor-aktor yang ada membangun dan merubah institusi untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Institusi juga dianggap hadir untuk menata interaksi-interaksi aktor dengan cara mempengaruhi apa yang bisa dilakukan dan apa yang tidak. Selain itu institusi juga diharapkan bisa melanjutkan agenda dan preferensi individu dan organisasi.

Kedua, Sociological Institutionalism merupakan Kelembagaan yang berfokus pada upaya institusi untuk mampu menyediakan identitas dan makna interaksi sosial, selain itu juga concern pada bagaimana institusi mempengaruhi pilihan dan identitas aktor.

(5)

sejarah.Institusionalisme historis menempatkan analisis sejarah dan penelitian-penelitian lain dalam memahami fenomena institusinya.

2.3 Teritorial dan Multi-fungsi

Dalam desain konstitusional dan kelembagaan pengaturan antarpemerintah dan arsitektur dari suatu negara, konsep teritorial berfokus pada pembentukan secara territorial, yang didefinisikan (horisontal) bahwa arena dalam ruang antar pemerintah, sejumlah fungsinya dapat ditugaskan. Arena tersebut adalah entitas politik dan administrasi otonom. Dalam pengertian ini, teritorial bergandengan tangan dengan multi- fungsi. Dalam sistem multi-level, desentralisasi di negara hukum yang modern bertujuan untuk mengalihkan fungsi publik dari tingkat atas ke tingkat yang lebih rendah. Tingkat yang lebih rendah beroperasi dengan legitimasi politik yang independen, dan akuntabilitas. Dipilih secara demokratis dan pemerintah daerah bertanggung jawab secara politik yang merupakan tugas publik yang terdesentralisasi didefinisikan secara teritorial dan multi - fungsional.

2.4 Model Pemerintah Daerah 2.4.1 Uniform versus dual task model

(6)

2.4.2 Separationist versus integrationist model

Pada model tugas seragam, secara historis dalam menjaga hubungan antara pemerintah pusat dan daerahnya menahan pemerintah pusat dalam melakukan pengawasan, sehingga disebut sebagai "separatis” (Leemans dalam Wollmann, 2008). Sedangkan pada model tugas ganda cenderung untuk mengintegrasikan pemerintah daerah ke dalam struktur negara sampai batas tertentu. Negara pengawasannya lebih intens atas tugas yang didelegasikan. sehingga disebut sebagai integrationist model.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum

(7)

yang kuat. Menurut 28 artikel dari Federal Constitution, wilayah kabupaten di Jerman memiliki otonomi lokal yang mana tak ada satupun dari pemerintah federal maupun pemerintah negara bagian yang memiliki kewenangan untuk mengintervensinya. Upper tier telah berhasil membawa otonomi lokal tanpa membebani pemerintah federal, misalnya karena mengurangi tingkat hibah pemerintah.

Sejarah perkembangan reformasi pemerintah daerah di Jerman secara umum dapat dideskripsikan secara umum lewat empat fase menurut Seibel dalam Reichard (2003):

1. Fase awal terjadi setelah masa perang dunia kedua, lebih banyak mencoba untuk memperbaiki konsekuensi dampak perang melalui penguatan kapasitas administratif

2. Reformasi dilakukan dibawah pengaruh demokarasi sosial seperti, reformasi dalam bidang keuangan negara, hukum-hukum pelayanan sipil, reorganisasi pada kementerian negara, serta pengenalan terhadap konsep perencanaan maupun manajemen seperti PPBS atau MBO di akhir tahun 1960.

3. Reformasi untuk melakukan deregulasi dan debirokratisasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada tahun 1980an.

4. Reformasi juga memfokuskan untuk merampingkan para aparatur pemerintah serta pelaksanaan konsep NPM pada tahun 1990an.

(8)

Charter of Local Self-Government tahun 1989, hanya empat tahun setelah diundangkan. Instrumen Pemerintah (Konstitusi Swedia), yang mulai berlaku pada bulan Januari 1974, memberikan pengakuan eksplisit mengenai local self-government yang kemudian telah lebih diperluas dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah (1991) yang mulai berlaku pada Januari 1992.

Sistem kota Swedia saat adalah hasil dari reformasi teritorial tahun 1952 dan 1962-1974, yang membentuk kota besar untuk mengembangkan layanan mereka kepada penduduk. Reformasi pendidikan yang dikelola oleh kotamadya, memainkan peran yang menentukan dalam re-organisasi ini. Menurut F. Kjellberg, sistem pemerintahan daerah yang dianut oleh Swedia digambarkan sebagai sistem yang cenderung mengintegrasikan otoritas nasional dan lokal melalui kebijakan negara kesejahteraan. Tahun 1952 dilakukan reformasi yang terutama mempengaruhi wilayah pedesaan, Reformasi secara khusus dilakukan untuk memungkinkan semua kota mengambil alih pengelolaan pelayanan sosial. Reformasi yang dilakukan 1962-1974 merupakan tanggapan terhadap kebutuhan untuk reformasi sekolah.

3.2 Analisis Jerman

Jerman merupakan negara republik federal yang memiliki 2 (dua) level pemerintahan, yaitu negara federal dan negara bagian (lander). Pemerintah lokal di Jerman memiliki hak untuk mengatur kepentingan daerahnya sendiri dengan kewenangan lokal. Pada tahun 2002 dari segi pegawai sektor publik, hanya 6,5 persen dari total pegawai publik yang bekerja di level federal, 50 persen (kebanyakan guru dan polisi) terdapat di lander atau negara bagian, 40 persen pegawai pemerintah daerah. Tidak seperti di Swedia yang pelayanan sosialnya hampir semua dilakukan oleh pegawai publik, pelayanan sosial di Jerman dikelola oleh pegawai atau lembaga non-publik, juga non-profit.

(9)

kota oleh Lander. Hal tersebut dilakukan untuk memperkuat tanggung jawab politik basis teritotial oleh pemerintah daerah. Hasil dari reformasi adalah rata-rata penduduk kota sebanyak 8000 jiwa. Jerman merupakan negara dengan sistem politik dan fungsional pemerintah daerah yang kuat bersamaan dengan Swedia. Alokasi pendapatan di Jerman lebih sentralistik apabila dibandingkan dengan Swedia, hanya sekitar 30 persen dari pajak daerah yang dihasilkan mandiri oleh suatu kota, sisanya dihasilkan melalui sistem pembagian pendapatan yang diatur oleh Undang-Undang federal.

Reformasi teritorial pada level lokal di Jerman terjadi dalam 2 (dua) gelombang, yaitu pada akhir tahun 1960-an serta awal 1970-an dari negara bagian “old” Jerman Barat dan tahun 1990-an “new” Jerman Timur. Reformasi teritorial pemerintah daerah di Jerman yang dimulai tahun 1990-an yang disebut sebagai pendekatan tradisional. Pada mulanya terjadi penyatuan Jerman, Jerman Timur yang merupakan bekas komunis mengalami transformasi dan penataan ulang. Terdapat 5 (lima) lander yang ada di Jerman Timur yang dahulu nya telah dihapuskan oleh rezim komunis pada 1952 tersebut dibangun kembali. Diadakannya kewenangan lokal pada tingkat kota dan kabupaten. Jerman Timur yang baru dibangun kembali ini mengadakan reformasi teritorial, pada awalnya yang diharuskan berubah adalah kabupaten. Hal tersebut merupakan basis model multi-function tradisional di pemerintah daerah. Setelah itu dibentuk kesatuan kotamadya yang setidaknya menampung kurang lebih 5000 penduduk.

(10)

lokal berada sepenuhnya dibawah kewenangan negara, jadi kewenangan dari negara lebih besar daripada kewenangan asli pemerintah daerah. Dengan kontrol dari negara yang begitu besar terhadap pelaksanaan fungsi delegasi, dapat diklasifikasikan kepada integrationist model. Hal tersebut dikarenakan karena masih menitikberatkan pada fungsi top-down dari negara kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab kepada negara bagian dan negara federal.

Di Jerman tanggung jawab operasional dan keuangan untuk kebijakan pasar tenaga kerja terletak pada Badan Federal untuk Buruh (Bundesagentur für Arbeit) dan 10 perusahaan regional dan 178 kantor lokal. Kompetensinya mengintegrasikan tunjangan pengangguran, penempatan kerja, kualifikasi atau tindakan pelatihan kejuruan, dan program penciptaan lapangan kerja.

Jerman pernah menganut sistem pemerintahan demokrasi namun tidak berlangsung lama. Setelah itu kekuasaan jatuh ke tangan komunis. Setelah negara Jerman terpisah pada tahun 1990 terjadi penyatuan kembali dengan diruntuhkannya tembok Berlin. Sistem pemerintahan berubah menjadi sistem pemerintahan demokrasi yang berbasis ideologi berlandaskan prioritas hak-hak asasi manusia.Dengan menyatakan bahwa rakyat menjalankan kuasanya melalui organ

organ khusus, Undang-Undang Dasar menetapkan tata negara berupa demokrasi representatif. Konstitusi dari setiap negara bagian di samping itu menggariskan alat-alat demokrasi langsung (Zalmizy Bin Hussin, n.d). Berikut merupakan peringkat Jerman apabila dibandingkan dengan Swedia.

(11)

Sumber: Hellmut Wollmann, 2008.

Untuk pembagian kewenangan di negara Jerman, secara umum ada beberapa bidang yang pengaturannya diserahkan kepada pemerintah daerah. Misalnya pendidikan, Mayoritas institusi pendidikan adalah milik publik. Sistem pendidikan Jerman secara umum diatur dalam ketentuan pemerintah federal namun otonomi pemerintah daerah memberikan mereka kontrol yang eksklusif atas untuk mengatur operasional pendidikan dan pengajaran. Sebagian besar sekolah mendapatkan subsidi dari pemerintah daerah dan asosiasi lokal. Länder sebagai pemerintah daerah di sini bertanggung jawab untuk pendanaan staf pengajar. Pada dasarnya, tugas pemerintah daerah di Jerman dibagi antara kabupaten dan kota. Sesuai dengan prinsip bahwa beberapa layanan yang tidak dapat disediakan oleh kotamadya sebagian besar disediakan oleh kabupaten yang memiliki tingkat lebih tinggi. Misalnya, jika sebuah konstruksi dan pemeliharaan fasilitas pembuangan limbah melebihi kemampuan finansial dari kota, maka kabupaten mengambil alih tugas ini

3.3 Analisis Swedia

(12)

pemerintahan daerah di Swedia dapat ditelusuri sampai pada pertengahan abad ke 19, ketika manusia bebas untuk membuat keputusan kolektif. Pada akhir abad ke-18, dilembagakannya bentuk pemerintah daerah yang dibuat di daerah pedesaan. Pengembangan selanjutnya dari tahun 1862 ke 1930-an. Pada tahun 1862, adanya dasar hukum bagi sistem pemerintahan daerah yang modern di Swedia, dalam pelembagaan pemerintah daerah 1862 tata cara terobosan baru di dua tingkat. Unit pemerintah daerah yang baru di daerah pedesaan disebut landkommuner.

Pada pertengahan tahun 1930-an, perkembangan sistem pemerintahan daaerah di Swedia sangat dibentuk dan diarahkan untuk perluasan konstruksi dan tak tertandingi karena dikenal sebagai Model Swedia dengan negara kesejahteraan yang bagus. Selanjutnya pembangunan sejak pertengahan 1980-an. Negara kesejahteraan Swedia dengan sektor publik yang diperluas dan adanya monopoli pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah di bawah bimbingan pemerintah pusat. Sejumlah kekhasan sejarah memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan Negara Swedia. Sehingga hal tersebut berkaitan dengan new institusionalism dalam melakukan reformasi pemerintahan daerah, khususnya institusionalisme historis (historical institutionalism) yang mana mengacu pada catatan sejarah dalam memahami fenomena institusi pemerintahan daerah di Negara Swedia.

Tahun 1950 hingga 1970-an, Swedia telah mengembangkan negara kesejahteraan yang ditandai dengan pembagian kerja antara pemerintah pusat yang bertanggung jawab untuk pembuatan kebijakan dan perundang-undangan, dengan pemerintah daerah yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan kebijakan. Pemerintah daerah bertanggung jawab atas kesejahteraan Negara di daerahnya dengan pelayanan kesehatan yang ditugaskan ke kabupaten dan sebagian besar fungsi-fungsi lain yang dipercayakan kepada kota (Pierre dalam Wollmann, 2008). Sehubungan dengan demokrasi dan revisi terbaru dari undang-undang tentang pemerintah daerah, reformasi pemerintah daerah dalam rangka untuk menentukan tanggung jawab politik yang lebih jelas (Gustafsson, 1983).

(13)

pemilih yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain yaitu sekitar 90 persen dalam pemilihan Dewan daerah. Berdasarkan konstitusi tahun 1974, demokrasi daerah didasarkan pada demokrasi perwakilan, yaitu pada pemilihan Dewan daerah. Pengaturan kelembagaan pemerintah daerah telah ditandai oleh pemerintah dengan sistem komisi, di mana Dewan daerah terpilih secara komprehensif bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan dan pengawasan eksekutif atas administrasi daerah yaitu dengan komite yang melaksanakan kekuasaan secara komprehensif berbasis sektoral. Reformasi kelembagaan baru-baru ini telah memperkuat peran kepemimpinan politik dan administrasi dari komite utama.

Model multifungsi pemerintah daerah Swedia pada dasarnya tak tertandingi di Eropa (Wollmann, 2008). Ruang lingkup model pemerintah daerah multi-fungsional telah diperluas oleh reformasi fungsional. Dalam sistem antar pemerintah Swedia, beberapa tugas publik dilakukan langsung oleh instansi pemerintah pusat. Sejak pelaksanaan fungsi pemerintah daerah mematuhi uniform task model (model tugas seragam), yang mana semua tugas pemerintah daerah adalah benar-benar berfungsi daerah sampai membatalkan dewan yang terpilih, dan jarang ada pengawasan dan peraturan pemerintah pusat.

Pada masalah koordinasi antar-pemerintah, Swedia menyajikan ambivalen. Di satu sisi, sesuai dengan model multi-functional pada negara kesejahteraan daerah, kota secara politik, administratif dan fungsional diharapkan dapat memainkan peran penting dalam mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan sektoral yang beragam, yang ditugaskan kepada mereka dalam pengaturan antar pemerintah (Wollmann, 2008). Di sisi lain, sektoralisasi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan, sering disebut di Swedia sebagai stuprör, memanifestasikan dirinya tidak hanya sebagai sektoralisasi vertikal di tingkat kementerian dan lembaga pusat (myndigheter), tetapi juga sebagai sektoralisasi horisontal, antara dan di antara komite kota dan unit administratif.

(14)

pemerintah pusat sebagian besar membatasi diri untuk pembuatan kebijakan dan hampir tidak terlibat dalam implementasi kebijakan, apalagi pada tingkat lokal.Instansi pusat yang bertanggung jawab sektoral (mundigheter) hampir tidak berurusan dengan masalah tingkat koordinasi daerah.

Dalam profil keuangan, pemerintah daerah Swedia unggul dengan anggaran otonomi yang tak tertandingi, sekitar 70 persen pendapatan daerah berasal dari pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah dalam menjalankan kekuasaan perpajakan dan harga yang ditetapkan. Salah satu fitur yang luar biasa dari pemerintah daerah Swedia dalam keuangan pemerintah daerah adalah adanya hak dewan kota dan kabupaten untuk memungut pajaknya sendiri. Prinsip utama ini diperkenalkan ketika sistem pemerintah daerah Swedia yang modern didirikan pada tahun 1862, sejak telah menjadi tulang punggung keuangan pemerintah daerah Swedia dan melanjutkan tingkat otonomi yang luar biasa.

Peran uniknya adalah bahwa daya pajak yang dilakukan oleh pemerintah daerah telah di gunakan pada operasi pembiayaan kesejahteraan di Negara Swedia. Hal ini dibuktikan oleh fakta bahwa Pelayanan Jasa kesejahteraan negara seperti sistem kesehatan masyarakat, sekolah, pelayanan sosial dan lain-lain telah disediakan dan sebagian besar dibiayai oleh pemerintah daerah yang dua tingkatan, Warga Swedia rata-rata membayar 30 persen pajak penghasilan ke pemerintah daerah, yang merupakan sebagian besar dari pendapatan daerah.

Swedia adalah negara yang mendorong peningkatan kesejahteraan dengan fokus industri berbasis IPTEK dan berorientasi ekspor. Swedia bertransformasi dari negara yang bergantung pada hasil alam menjadi negara berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi, dan mendorong ekspor manufaktur. Swedia menganut sistem ekonomi terbuka secara global dan memiliki sistem regulasi yang sangat transparan. Pemerintah Swedia membiayai jaminan sosial dari penerimaan pajak. Namun demikian, Pemerintah menjalankan decisive corporate tax reform, yang berdampak pada rendahnya pajak perusahaan sehingga meningkatkan produktivitas sektor swasta. (Chairul Tanjung dalam Wahyudiyanta, 2013).

(15)

pemerintah. Secara umum, pembagian kewenangan lebih banyak diberikan kepada level kabupaten. Pemerintah kota hanya diberi kewenangan pada bidang kesehatan, transportasi umum, dan pariwisata sedangkan pada level pemerintah kabupaten diberi kewenangan untuk mengatur masalah pendidikan, perawatan warga negara yang sudah lanjut usia dan para penyandang cacat, pengelolaan pemadam kebakaran, sistem drainase, serta sistem pembuangan kotoran

Tabel 3.1

Perbandingan Local Government Reforms di Jerman dan Swedia

No Aspek

Perbandingan

Negara

Jerman Swedia

1 Bentuk Negara Berbentuk federasi di Eropa Barat Negara Kesatuan di kawasan Skandinavia

2 Reformasi Teritorial Terjadi dalam 2 (dua) gelombang, yaitu pada akhir tahun 1960-an serta awal 1970-an dari negara bagian “old” Jerman Barat dan tahun 1990-an “new” Jerman Timur. Reformasi teritorial pemerintah daerah di Jerman yang dimulai tahun pemerintahan demokrasi yang berbasis ideologi.

Reformasi teritorial dimulai tahun 1952 dan 1974, menghasilkan Struktur teritorial kota di Swedia dengan populasi rata-rata 34.000. Reformasi teritorial memberikan pengembangan yang lebih lanjut dari politik dan fungsional pemerintah daerah yang layak.

3 Model Pemerintahan Daerah

(16)

BAB IV KESIMPULAN

Salah satu bentuk reformasi yang dilakukan ialah reformasi di lingkup area local government atau pemerintah daerah. Pemerintah daerah yang dikenal masyarakat saat ini memang bermula dari perkembangan praktik pemerintahan di Eropa pada sekitar abad 11 dan 12. Perkembangan pemerintah daerah di setiap negara di Eropa tentu berbeda. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh dinamika internal di setiap negara.

Dua negara yang disoroti dalam reformasi pemerintah daerah lokal dalam makalah ini adalah Jerman dan Swedia. Baik Jerman maupun Swedia memiliki desentralisasi kepada pemerintah daerah yang kuat. Namun, kewenangan pemerintah daerah di Swedia lebih kuat dibandingkan dengan Jerman. Hal tersebut dikarenakan intervensi negara federal dan negara bagian terhadap pemerintah daerah cukup kuat. Swedia menganut uniform task model yang mana kewenangan ada sepenuhnya pada pemerintah daerah. Sedangkan Jerman menganut dual task model yang mana pemerintah daerah memiliki tanggung jawab kepada negara federal dan negara bagian (lander).

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Admin. Tanpa Tahun. Penduduk. Diunduh dari http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/masyarakat/main-content-08/penduduk.html pada tanggal 26 April 2014.

Council of Europe. 2007. Local Authority Competences in Europe.<https://wcd.coe.int/ ViewDoc.jsp?id=1377639#P2316_290474> diakses pada 18 April 2014

Gustafsson, Agne, The Swedish Institute. 1983. Local Government In Sweden. Sweden: Bohuslaningens Boktryckeri AB Uddevalla.

Hidayat, Lalu Misbah. 2007. Reformasi Administrasi: Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga Presiden. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Hussin, Zalmizy Bin. Tanpa Tahun. Pengenalan Sistem Politik Jerman: Suatu

pandangan umum. Diunduh dari

http://www.academia.edu/1561639/Pengenalan_Sistem_Politik_Jerman_Suatu_pan dangan_umum pada 26 April 2014.

http://mega.subhanagung.net/new-institusionalism-dalam-ilmu-politik/di unduh pada tanggal 17 April 204 pukul 19.11 WIB.

Nn. Tanpa tahun. Tinjauan Pustaka. Universitas Lampung. <http://digilib.unila.ac.id/935/9/BAB%20II.pdf> di unduh pada tanggal 17 April 204 pukul 19.10 WIB

Rebecca, Stephanie. 2014. Iklim Bisnis Dipercaya Membaik, Perekonomian Jerman Aman. Diunduh dari http://vibiznews.com/tag/jerman/ pada tanggal 26 April 2014.

Reichard, Christoph. 2003. Local Public Management Reforms

inGermany<related:onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/1467-9299.00350/pdf Local Public Management Reforms in Germany> diunduh pada 18 April 2014

Wahyudiyanta, Imam. 2013. Chairul Tanjung Sebut RI Perlu Belajar dari 4 Negara Ini. < http://finance.detik.com/read/2013/08/26/101250/2340218/4/2/chairul-tanjung-sebut-ri-perlu-belajar-dari-4-negara-ini> di akses pada 27 April 2014

Widiyawati, Indah. 2011. Eksistensi Pancasila Dalam Konteks Modern dan Pascsa Global Reformasi. Tugas Akhir Pancasila. Yogyakarta: Stimik Amikom Yogyakarta.<http://download.portalgaruda.org/article.php?

(18)

Wollmann, Hellmut. 2004. Local Government Reforms in Great Britain, Sweden, Germany and France: Between Multi-Function and Single-Purpose Organisations. Vol 30. No 4. Taylor&Francis Ltd.

Wollmann, Hellmut. 2008. Comparing Local Government Reforms in England, Sweden, France and Germany: Between continuity and change, divergence and convergence.edited by Wüstenrot Stiftung. Humboldt-Universität zu Berlin,

Institute of Social Science.

<http://www.wuestenrot-stiftung.de/downloads/Comparing%20Local

(19)

LAMPIRAN 1

Berikut merupakan salah satu artikel yang diunduh dari http://vibiznews.com/tag/jerman, mengenai perekonomian bisnis di Jerman:

Iklim Bisnis Dipercaya Membaik, Perekonomian Jerman Aman

Thu, 24 April 2014, 3:45 PM

Tingkat kepercayaan bisnis Jerman dilaporkan naik untuk bulan April 2014 ini. The IFO Institute sebuah lembaga yang melakukan survey terhadap berbagai sektor bisnis di Jerman meloparkan hasil surveynya, saat ini tingkat kepercayaan bisnis di negara tersebut berada pada level 111,2 basis poin.Hal ini merupakan suatu kemajuan karena pada bulan sebelumnya indeks ini berada pada posisi 110, 7 basis poin. Dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

(20)

Stephanie Rebecca/Analyst Equity Research at Vibiz Research/VM/VBN Editor: Jul Allens

LAMPIRAN 2

Berikut merupakan artikel yang dilansir dari http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/masyarakat/main-content-08/penduduk.html mengenai penduduk di Jerman:

Sejak reunifikasi, Jerman merupakan negara yang paling padat penduduknya di Uni Eropa. Sekitar 82 jutaorang tinggal di wilayah Jerman, hampir seperlima di antaranya di bagian timur, di wilayah bekas RDJ. Ada tiga kecenderungan yang menandai perkembangan demografis di Jerman: angka kelahiran yang rendah, usia harapan hidup yang terus meningkat, serta penuaan masyarakat.

Sejak tiga dasawarsa jumlah anak yang lahir di Jerman tetap kecil: Sejak tahun 1975 statistik menunjukkan jumlah kelahiran per perempuan sebesar 1,3 anak, dengan gerakan naik-turun angka itu yang tidak berarti. Kesimpulannya, sejak 30 tahun besar generasi anak lebih kecil sepertiga dibandingkan dengan besar generasi orang-tua. Berkat pendatang yang pindah dalam jumlah besar dari negara lain ke Jerman bagian barat, penurunan jumlah penduduk yang sebanding dengan angka kelahiran dapat dicegah. Pada waktu yang sama usia harapan hidup meningkat terus. Dewasa ini angkanya 77 tahun untuk laki-laki dan 82 tahun untuk perempuan.

(21)

Gambar

Tabel 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Manual Prosedur Permohonan pengajuan surat keterangan masih kuliah/ sekolah bertujuan untuk memberi penjelasan mengenai prosedur pengajuan surat keterangan masih

Atau jika anda ingin menyimpan dengan nama ekstensi yang lain (.pptx atau.potx untuk jenis umum powerpoint template), kita bisa menyimpannya dengan melakukan Save As pada

Metode Data Envelopment Analysis (DEA) adalah metode yang digunakan untuk menganalisis efisiensi dari suatu Decision Making Unit (DMU) berdasarkan suatu input

Sri Aryanti dalam papernya menjelaskan Penggunaan spektrum frekuensi 1800 MHz di Indonesia dialokasikan pada pita 1710-1785 MHz berpasangan dengan 1805-1880 MHz dialokasikan

3.Kemiringan lereng, relief relatif, penutup lahan, kebasahan tanah, litologi dan curah hujan merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan longsor lahan

Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh lama penyimpanan ekstrak etanol kental rimpang lengkuas merah (Alpinia galanga (L.) Swartz) terhadap daya antibakterinya

Evaluasi penerapan protokol routing OSPF pada jaringan VoIP berbasis MPLS VPN dilakukan dengan mengukur Quality of Service yang terdiri dari throughput, delay, packet

Adapun Tanggungjawab auditor adalah Auditor memiliki tanggung jawab untuk merencanakan dan menjalankan audit untuk memperoleh keyakinan yang memadai apakah laporan keuangan