BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan alat ukur yang dingunakan evaluator ketika melakukan kegiatan evaluasi. Konsisten dan stabilitas sehingga hasil pengukuran yang diperoleh bisa diukur . instrumen ini memang harus memiliki akurasi ketika dingunakan. Konsisiten dan stabil dalam arti tidak mengalami perubahan dari waktu pengukuran ke satu pengukuran yang lain.
Data yang kurang memiliki Validitas, akan menghasilkan kesimpulan yang biasa. Kurang sesuai dengan yang seharus nya, dan bahkan bisa saja bertentangan dengan kezaliman. Dibutuhkan kajian teori, pendapat para ahli serta pengalaman-pengalaman yang kadang kala diperlukan bila devenisi operasional variable nya tidak ditemukan dalam teori. Agar data yang diperoleh bisa riabel, valid disebut dengan Validitas.
Tujuan
1. Setelah mempelajari isi makalah, diharapkan dapat mengetahui pedoman penskoran dalam komunikasi matematis
2. Setelah mempelajari isi makalah diharapkan dapat mengetahui defenisi tentang Validitas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Validitas
Menurut Gronlund dan Lin (1990) : Validitas adalah ketepatan interpretasi yang dibuat dari hasil pengukuran atau evaluasi.
Menurut Anastasi (1990) : Validitas adalah ketetapan mengukur konstruk, menyangkut , “What the test measure and how well is does”. Menurut Arikunto (1995) : Validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrument bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur. Menurut Sukadji (2000) :
Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharus nya diukur. Menurut Azwar (1986) : Validitas adalah sejauh mana kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi nya.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalitan atau kesasihan suatu instrument. Prinsip Validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrument dalam mengumpulkan data. Instrument harus dapat mengukur apa yang seharus nya dapat diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran pengamatan.
Suatu skala atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instumen tersebut menjalankan fungsi ukur nya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukan nya pengukuran tersebut. Sedangkan tes yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.
Tujuan Validitas
Menegtahui sejauh mana ketetapan dan kecermatan suatu instrument pengukuran dalam melakukan fungsi ukur nya. Agar data yang diperoleh bisa relevan sesuai dengan tujuan diadakan nya pengukuran tersebut.
Cara menentukan Validitas
Untuk menguji validitas setiap butir soal maka skor-skor yang ada Pada butir yang dimaksud dikolerasikan dengan skor total nya. setiap butir soal dinyatakan skor X dan skor total nya dinyatakan sebagai skor Y, dengan diperoleh nya indeks validitas setiap butir soal, dapat diketahui butir-butir manakah yang memenuhi syarat dilihat dari indeks validitas nya (Arikunto, 1999 : 78)
ǿ jika > maka item valid ǿ jika < maka item tidak valid
Konsep Pengukuran validitas
Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk memenuhi seberapa besar suatu aspek psikologi terhadap dalam diri seseorang, yang dinyatakan oleh skor pada instrument pengukur yang bersangkutan.
Dalam hal pengukuran ilmu sosial, validitas yang ideal tidaklah mudah untuk dapat dicapai. Pengukuran aspek-aspek psikologis dan social mengandung lebih banyak sumber kesalahan (error) dari pada pengukuran aspek fisik. Kita tidak pernah dapat yakin bahwa validitas intrinsik dapat terpenuhi dikarenakan kita dapat membuktikan nya secara empiris dengan langsung.
bahwa dalam proses validasi sebenarnya kita tidak bertujuan untuk melakukan validasi alat ukur, akan tetapi melakukan validasi terhadap interpestasi data yang diperoleh oleh prosedur tertentu.
Dengan demikian, walaupun kita terbiasa melalukan predikat valid bagi suatu alat ukur akan tetapi hendaklah selalu kita pahami bahwa sebenarnya validitas menyangkut masalah hasil ukur bukan masalah alat ukurnya sendiri. Sebutan validitas alat ukur hendaklah diartikan sebagai validitas hasil pengukuran yang diperoleh oleh alat ukur itu tersebut.
Macam-macam Validitas
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas dibagi menjadi 3 yaitu : A. Validitas isi (content validity)
Validitas isi suatu tes mempersalahkan seberapa jauh suatu tes mengukur tingkat penguasaan terhadap isi suatu materi tertentu yang seharusnya dikuasai sesuai dengan tujuan pengajaran. Dengan kata lain, tes yang mempunyai validitas isi yang baik ialah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharus nya dikuasai dengan konten pengajaran yang tercantum dalam garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Menurut Gregory (2000) validitas isi menunjukkan sejauh mana pertayaan , tugas, atau butir dala suatu tes atau instrument mampu mewakili secara keseluruhan dan proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut, artinya tes mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya secara proporsional.
Untuk memperbaiki validitas suatu tes, maka isi suatu tes harus harus dihusahakan agar mencangkup semua pokok atau sub-pokok bahasan yang tercangkup dalam suatu tes ialah berdasarkan banyaknya isi (materi) masing-masing pokok atau sub-pokok bahasan seperti tercantum dalam kurikulum atau Garis-Garis Besar Prog ram Pengajaran (GBPP).
Selanjutnya, validitas isi ini terbagi lagi menjadi dua tipe, yaitu face validity (validitas muka) dan logical validity (validitas logis).
Validitas muka adalah tipe validitas yang paling rendah signifikasinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan validitas muka telah terpenuhi.
Dengan alasan kepraktisan, banyak alat ukur yang pemakaiannya terbatas hanya mengandalkan validitas muka. Alat ukur atau instrumen psikologi pada umumnya tidak dapat menggantungkan kualitasnya hanya pada validitas muka. Pada alat ukur psikologis yang fungsi pengukurannya memiliki sifat menentukan, seperti alat ukur untuk seleksi karyawan atau alat ukur pengungkap kepribadian (asesmen), dituntut untuk dapat membuktikan validitasnya yang kuat.
Logical Validity (Validitas Logis)
Validitas logis disebut juga sebagai validitas sampling (sampling validity). Validitas tipe ini menunjuk pada sejauhmana isi alat ukur merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur.
Untuk memperoleh validitas logis yang tinggi suatu alat ukur harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya item yang relevan dan perlu menjadi bagian alat ukur secara keseluruhan. Suatu objek ukur yang hendak diungkap oleh alat ukur hendaknya harus dibatasi lebih dahulu kawasan perilakunya secara seksama dan konkrit. Batasan perilaku yang kurang jelas akan menyebabkan terikatnya item-item yang tidak relevan dan tertinggalnya bagian penting dari objek ukur yang seharusnya masuk sebagai bagian dari alat ukur yang bersangkuatan.
Validitas logis memang sangat penting peranannya dalam penyusunan tes prestasi dan penyusunan skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atau tabel spesifikasi.
Menurut Djaali dan Pudji (2008) validitas konstruk adalah validitas yang mempermasalahkan seberapa jauh item-item tes mampu mengukur apa-apa yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi konseptual yang telah ditetapkan.
Validitas konstruk biasa digunakan untuk instrumen-instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel-variabel konsep, baik yang sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap, minat, konsep diri, lokus control, gaya kepemimpinan, motivasi berprestasi, dan lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum seperti instrumen untuk mengukur bakat (tes bakat), intelegensi (kecerdasan intelekual), kecerdasan emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk suatu instrumen harus dilakukan proses penelaahan teoritis dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai dari perumusan konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada penjabaran dan penulisan butir-butir item instrumen. Perumusan konstruk harus dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logik dan cermat.
c. Validitas empiris
Validitas empiris sama dengan validitas kriteria yang berarti bahwa validitas ditentukan berdasarkan kriteria, baik kriteria internal maupun kriteria eksternal. Kriteria internal adalah tes atau instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria, sedangkan kriteria eksternal adalah hasil ukur instrumen atau tes lain di luar instrumen itu sendiri yang menjadi kriteria. Ukuran lain yang sudah dianggap baku atau dapat dipercaya dapat pula dijadikan sebagai kriteria eksternal.
Validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria internal disebut validitas internal, sedangkan validitas yang ditentukan berdasarkan kriteria eksternal disebut validitas eksternal.
Validitas internal
item atau butir dari instrumen itu. Dengan demikian validitas internal mempermasalahkan validitas butir atau item suatu instrumen dengan menggunakan hasil ukur instrumen tersebut sebagai suatu kesatuan dan sebagai kriteria, sehingga biasa disebut juga validitas butir.
Pengujian validitas butir instrumen atau soal tes dilakukan dengan menghitung koefesien korelasi antara skor butir instrumen atau soal tes dengan skor total instrumen atau tes. Butir atau soal yang dianggap valid adalah butir instrumen atau soal tes yang skornya mempunyai koefesien korelasi yang signifikan dengan skor total instrumen atau tes.
Validitas eksternal
Kriteria eksternal dapat berupa hasil ukur instrumen yang sudah baku atau instrumen yang dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan dapat dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau varaibel yang hendak diukur. Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu besaran yang merupakan hasil perhitungan statistika. Jika kita menggunakan hasil ukur instrumen yang sudah baku sebagai kriteria eksternal, maka besaran validitas eksternal dari instrumen yang kita kembangkan didapat dengan jalan mengkorelasikan skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil ukur instrumen baku yang dijadikan kriteria. Makin tinggi koefesien korelasi yang didapat, maka validitas instrumen yang dikembangkan juga makin baik. Kriteria yang digunakan untuk menguji validitas eksternal adalah nilai table r (r-tabel).
Jika koefesien korelasi antara skor hasil ukur instrumen yang dikembangkan dengan skor hasil ukurinstrumen baku lebih besar dari pada r-tabel, maka instrumen yang dikembangkan dapat valid berdasarkan kriteria eksternal yang dipilih (hasil ukur instrumen baku). Jadi keputusan uji validitas dalam hal ini adalah mengenai valid atau tidaknya instrumen sebagai suatu kesatuan, bukan valid atau tidaknya butir instrumen seperti pada validitas internal.
Ditinjau dari kriteria eksternal yang dipilih, validitas eksternal dapat dibedakan atas dua macam yaitu:
2. Validitas kongkuren apabila kriteria eksternal yang digunakan adalah ukuran atau penampilan saat ini atau saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran.
Menurut Ebel (dalam Nazir 1988) membagi validitas menjadi
Concurrent Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor
dengan kinerja.
Construct Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis
apa yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu konstruk tertentu dapat dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
Face Validity adalah validitas yang berhubungan apa yang nampak dalam mengukur
sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
Factorial Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan
faktor-faktor yang yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku lainnya, dimana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis faktor.
Empirical Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor
dengan suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
Intrinsic Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji
coba untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bahwa suatu alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusnya diukur.
Predictive Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor
Content Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling
dari suatu populasi.
Curricular Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari
pengukuran dan menilai seberapa jauh pengukuran tersebut merupakan alat ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan instruksional.
Sementara itu, Kerlinger (1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu content validity (validitas isi), construct validity (validitas konstruk), dan criterion-related validity (validitas berdasar kriteria).
Koefisien Validitas
Bila skor pada tes diberi lambang x dan skor pada kriterianya mempunyai lambang y maka koefisien antara tes dan kriteria itu adalah rxy inilah yang digunakan untuk menyatakan
tinggi-rendahnya validitas suatu alat ukur.
Koefisien validitas pun hanya punya makna apabila apalagi mempunyai harga yang positif. Walaupun semakin tinggi mendekati angka 1 berarti suatu tes semakin valid hasil ukurnya, namun dalam kenyataanya suatu koefisien validitas tidak akan pernah mencapai angka maksimal atau mendekati angka 1. Bahkan suatu koefisien validitas yang tinggi adalah lebih sulit untuk dicapai daripada koefisien reliabilitas. Tidak semua pendekatan dan estimasi terhadap validitas tes akan menghasilkan suatu koefisien. Koefisien validitas diperoleh hanya dari komputasi statistika secara empiris antara skor tes dengan skor kriteria yang besarnya disimbolkan oleh rxy tersebut. Pada pendekatan-pendekatan tertentu tidak dihasilkan suatu
koefisien akan tetapi diperoleh indikasi validitas yang lain.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil suatu evaluasi sehingga menjadi bias, menyimpang dari keadaan yang sebenarnya untuk suatu penggunaaan yang dimaksudkan. Beberapa diantaranya adalah berasal dari dalam alat evaluasi itu sendiri. Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar matematika, faktor-faktor ini akan dapat mengurangi fungsi pokok uji sesuai dengan yang diharapkan segingga bisa merendahkan validitas alat evaluasi tersebut.
1. Petunjuk yang tidak jelas
2. Perbendaharaan kata dan struktur kalimat yang sukar
3. Penyusunan soal yang kurang baik
4. Kekaburan
5. Derajat kesukaran soal yang tidak cocok
6. Materi tes tidak representatif
7. Pengaturan soal yang kurang tepat
8. Pola jawaban yang dapat diidentifikasi
Penutup
Kesimpulan
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Prinsif validitas adalah pengukuran atau pengamatan yang berarti prinsif keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi validitas lebih menekankan pada alat pengukuran atau pengamatan.