• Tidak ada hasil yang ditemukan

TITIK KRITIS PENYIMPANGAN DALAM PEMERINT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TITIK KRITIS PENYIMPANGAN DALAM PEMERINT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

TITIK KRITIS PENYIMPANGAN DALAM PEMERINTAH DAERAH

DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BELANJA DEWAN

ABSTRAKSI

Otonomi daerah yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah ternyata tidak mudah. Banyak masalah dalam pelaksanaannya terutama terkait dengan pengelolaan keuangan daerah. Pengalokasian APBD yang lebih banyak tersedot untuk belanja rutin dewan daripada pembangunan, menunjukan bahwa orientasi Pemda dan DPRD lebih mengutamakan kepentingan belanja aparat daripada untuk pembangunan rakyat. Beberapa titik kritis modus penyimpangan dalam keuangan DPRD diantara terkait dengan :

1. Penghasilan Tetap Pimpinan dan Anggota DPRD

2. Jaminan Kesehatan Pimpinan dan Anggota DPRD beserta keluarganya 3. Rumah jabatan dan Kendaraan Dinas

4. Pakaian Dinas

5. Belanja Penunjang Kegiatan

Penganggaran atau tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban belanja DPRD untuk tujuan lain di luar ketentuan yang ditetapkan dalam PP, dinyatakan melanggar hukum. Diharapkan Pimpinan dan Anggota DPRD ke depan tetap aman dan amanah. Aman dalam arti tidak terjebak oleh penghasilan yang tidak legal yang akan membawa pada konsekuensi hukum yang tidak mengenakkan, serta amanah dalam menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat, meskipun dibatasi dengan peraturan perundangan yang berlaku.

(2)

A. PENDAHULUAN

Sejak disahkannya UU No.32 Tahun 2004, mulai berlaku era otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih besar kepada kepala daerah untuk mengelola daerahnya. Diperkuat dengan ditetapkannya UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, otonomi daerah yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta peningkatan daya saing daerah ternyata tidak mudah. Banyak masalah dalam pelaksanaannya terutama terkait dengan pengelolaan keuangan daerah. Saat ini banyak pejabat daerah yang tersangkut masalah hukum, bahkan terdapat 318 pejabat yang diduga terkait dengan kasus korupsi.

Korupsi kolektif oleh eksekutif daerah maupun legislatif daerah terhadap APBD menjadi pemandangan di hampir semua daerah. Disebut korupsi kolektif karena pelaku korupsi ini lahir melalui konspirasi yang saling menguntungkan antara DPRD dan eksekutif. Eksekutif daerah maupun legislatif daerah yang mempunyai kewenangan dalam proses pembuatan, penyusunan, dan pengesahan APBD justru bertindak sebagai pelaku.

Penyimpangan terjadi mulai dari penyusunan APBD yang kurang melibatkan partisipasi masyarakat, prosentase belanja rutin yang lebih membengkak daripada belanja pembangunan, serta pengalokasian pos anggaran yang banyak menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan. Pengalokasian APBD yang lebih banyak tersedot untuk belanja rutin dewan daripada pembangunan, menunjukan bahwa orientasi Pemda dan DPRD lebih mengutamakan kepentingan belanja aparat daripada untuk pembangunan rakyat.

B. LANDASAN TEORI

(3)

belanja tunjangan kesejahteraan, uang jasa pengabdian, dan belanja penunjang kegiatan DPRD dianggarkan dalam pos Sekretariat DPRD.

C. IDENTIFIKASI

Beberapa titik kritis modus penyimpangan dalam keuangan DPRD adalah sebagai berikut : 1. Penghasilan Tetap Pimpinan dan Anggota DPRD

Penghasilan tetap DPRD sifatnya limitatif dalam arti tidak boleh ditambah baik jenis maupun besarannya. Apabila ada tambahan penghasilan DPRD yang dilakukan dengan menambah jenis tunjangan dan/atau menambah besarnya tunjangan maka telah melanggar hukum. Tunjangan Perbaikan Penghasilan juga tidak diperkenankan dianggarkan untuk DPRD. Penghasilan yang diperkenankan hanyalah Uang Representasi, Uang Paket, Tunjangan Jabatan (145% dari uang representasi), Tunjangan Panitia Musyawarah, Tunjangan Komisi, Tunjangan Panitia Anggaran, Tunjangan Badan Kehormatan, dan Tunjangan Alat Kelengkapan Lainnya.

a. Uang Representasi Ketua DPRD setara dengan gaji pokok kepala daerah, wakil ketua sebesar 80% dan Anggota DPRD sebesar 75% dari representasi Ketua DPRD. Disamping itu, Pimpinan dan Anggota DPRD diberikan tunjangan istri/suami dan tunjangan anak serta tunjangan beras sebagaimana PNS. Tunjangan istri/suami, tunjangan anak, dan tunjangan beras diberikan bagi Pimpinan dan Anggota DPRD sesuai dengan keadaan keluarganya dalam arti apabila anggota DPRD belum berkeluarga maka tidak berhak atas tunjangan istri dan anak.

b. Uang Paket adalah uang yang diberikan setiap bulan kepada Pimpinan dan Anggota DPRD dalam menghadiri dan mengikuti rapat-rapat dinas. Besarnya uang paket adalah 10% dari Uang Representasi yang bersangkutan. Sehubungan dengan uang paket tersebut maka Pimpinan dan Anggota DPRD tidak lagi berhak atas honor dalam menghadiri rapat-rapat dinas.

c. Pimpinan atau Anggota DPRD yang duduk dalam Panitia Musyawarah/Komisi/Panitia Anggaran/Badan Kehormatan/Alat kelengkapan lainnya diberikan tunjangan masing-masing sebesar 7,5%, 5%, 4%, dan 3% dari Representasi Ketua DPRD untuk ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota.

(4)

2. Pimpinan dan Anggota DPRD beserta keluarganya (istri/suami dan 2 anak) diberikan jaminan pemeliharaan kesehatan dalam bentuk pembayaran premi asuransi kesehatan kepada Lembaga Asuransi yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Besarnya premi asuransi paling tinggi sama dengan besarnya premi asuransi Kepala Daerah termasuk biaya general check-up satu kali dalam setahun bagi Pimpinan dan Anggota DPRD. Jaminan kesehatan tersebut tidak boleh diambil secara tunai dan tidak boleh untuk asuransi jiwa (hanya asuransi kesehatan saja). Biaya general check-up hanya untuk Pimpinan dan Anggota DPRD dan tidak untuk istri/suami dan anak serta menjadi bagian dari premi asuransi yang dibayarkan.

3. Pimpinan DPRD disediakan satu rumah jabatan beserta perlengkapannya dan satu unit kendaraan dinas. Anggota DPRD dapat disediakan satu rumah dinas beserta perlengkapannya (Anggota DPRD tidak dapat disediakan kendaraan dinas). Pimpinan DPRD diberikan rumah jabatan dan Anggota DPRD disediakan rumah dinas. Biaya daya dan jasa (air, listrik, dan telepon) rumah jabatan dapat dibebankan pada APBD dan hal tersebut tidak berlaku untuk rumah dinas. Apabila Pemda belum dapat menyediakan rumah jabatan/dinas, kepada yang bersangkutan diberikan tunjangan perumahan yang diberikan dalam bentuk uang (tidak perlu surat perjanjian sewa rumah) dan dibayarkan setiap bulan terhitung mulai tanggal pengucapan sumpah/janji. Pemberian tunjangan perumahan dianggarkan dalam pos DPRD dan harus memperhatikan asas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas serta standar harga setempat yang berlaku yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah. Berarti, Kepala Daerah yang mempunyai kewenangan penetapan tersbeut dan bukan DPRD. Tunjangan perumahan DPRD Kabupaten/Kota harus lebih rendah dibandingkan dengan tunjangan perumahan DPRD Provinsi di daerah yang sama. Besarnya tunjangan perumahan juga tidak boleh lebih besar dari penghasilan DPRD yang bersangkutan. Hal ini menganalogikan dengan penghasilan seseorang yang sebagian digunakan untuk sewa rumah. Atas tunjangan perumahan tersebut dikenakan PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pribadi anggota DPRD karena bukan bagian pokok penghasilan DPRD tetapi merupakan penghasilan lain-lain.

4. Pemberian pakaian dinas sifatnya limitatif yaitu hanya Pakaian Sipil Harian (2 pasang setahun), Pakaian Sipil Resmi (1 pasang setahun), Pakaian Sipil Lengkap (1 pasang dalam lima tahun), dan Pakaian Dinas Harian lengan panjang (1 pasang setahun). Dengan demikian, pemberian pakaian adat, pakaian olah raga, baju batik, dan pakaian lainnya adalah melanggar peraturan perundangan.

(5)

DPRD antara lain untuk rapat-rapat, kunjungan kerja, penyiapan Raperda, pengkajian, dan penelaahan peraturan daerah, Peningkatan SDM dan profesionalisme, serta Koordinasi dan konsultasi kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan. Belanja penunjang kegiatan tidak diperkenankan untuk menambah penghasilan baik berupa tunjangan, honor, insentif maupun dalam bentuk lainnya. Belanja tersebut harus didukung dengan bukti-bukti sah dan tidak boleh hanya didukung dengan tanda terima oleh Pimpinan dan Anggota DPRD saja.

Persoalan lain yang turut memberikan kontribusi terhadap merebaknya perilaku korupsi di APBD adalah tertutupnya akses informasi yang berkaitan dengan dokumen APBD, sehingga luput dari pengawasan publik. Pada kenyataannya sering dijumpai paradigm bahwa dokumen APBD adalah sesuatu yang sifatnya rahasia Negara dan tidak semua orang bisa mengakses informasi tersebut. Pada akhirnya masyarakat mengalami kesulitan dalam setiap mendapatkan informasi yang berkaitan dengan anggaran public. Akibatnya, masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk mempelajari dan menganalisis berbagai kebijakan yang dimuat dalam bentuk anggaran.

D. ANALISIS

Penganggaran atau tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban belanja DPRD untuk tujuan lain di luar ketentuan yang ditetapkan dalam PP, dinyatakan melanggar hukum. Hal ini berarti bahwa apabila ada belanja DPRD yang menyimpang baik dalam penganggaran, pengelolaan, dan pertanggungjawabannya menyimpang dari PP, salah satu unsur Tindak Pidana Korupsi yaitu adanya unsur melawan hukum telah terpenuhi. Apabila hal tersebut berakibat merugikan keuangan daerah dan menguntungkan diri dan/atau orang lain, maka tindakan tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi.

E. SARAN

Sehubungan dengan PP tersebut, bagi Provinsi/Kabupaten/Kota yang belum menetapkan Perda tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD atau telah menetapkan Perda tetapi belum sesuai dengan PP tersebut agar segera menetapkan/melakukan perubahan Perda dan menyampaikannya kepada Menteri Dalam Negeri untuk Provinsi dan kepada Gubernur untuk Kabupaten/Kota.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan regresi linier sederhana memperlihatkan nilai dari Fhitung < dari Ftabel, dimana nilai F hitungnya 0,403 dan F tabelnya 4,02 yang menunjukkan H0

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) merupakan salah satu komponen pajak pengasilan yang diberlakukan pemerintah di Indonesia dengan spesifikasi pajak

TRADING SELL : Posisi jual untuk jangka pendek , yang menitikberatkan pada analisa teknikal dan isu- isu yang beredar.. Sementara indikator RSI berada di area

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup serta objek penyelidikan Ilmu Negara adalah negara dalam pengertian abstrak, terlepas dari waktu dan tempat, bukan suatu

Technology (Teknologi Asistif). Alat yang dibuat berdasarkan pertimbangan tersebut adalah alat sensor bahaya. Alat ini merupakan hasil modifikasi dari teknologi sensor yang sudah

Bahwa meskipun ketentuan Pasal 8 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menerangkan bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan

Abdul Moeloek Provinsi Lampung direnovasi tahun 2010, sterilisasi ruangan operasi dilakukan dengan sistim uap, menggunakan desinfektan, namun belum pernah diteliti

Hasil analisis data menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, umur berbunga jantan, umur berbunga betina, umur panen, jumlah biji per