TAFSIR AL-SA’DĪ TENTANG SIFAT ALLAH DAN TAKDIR (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r al-Kari>m al-Rah}ma>n
fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)
Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pengkajian Islam dalam Konsentrasi Tafsir
Oleh: Aceng Zakaria NIM : 11.2.00.1.05.09.0064
Pembimbing: Dr. Muchlis Hanafi, MA.
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Aceng Zakaria
TTL : Subang, 16 Juli 1979
NIM : 11.2.00.1.09.09.0063
Pekerjaan : Dosen tetap di Sekolah Tinggi Agama Islam
al-Hidayah Bogor, dan Pemateri tidak tetap di Radio Fajri 99.3 FM.
Alamat : Dsn. Anjun, Ds. Legonkulon, Kec.
Legonkulon, Kab. Subang, Jawa-Barat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis dengan judul
“Tafsir Al-Sa’dī tentang Takdir dan Sifat Allah (Studi: Pemikiran
Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r Kari>m Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m
al-Manna>n)” adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang
disebutkan sumber-sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya, yang berakibat gelar kesarjanaan saya dibatalkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Bogor, 02 Juni 2014
PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN
Tesis dengan judul “Tafsir al-Sa’dī tentang Sifat Allah dan Takdir” (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)” yang ditulis oleh:
Nama : Aceng Zakaria
NIM : 11.2.00.1.05.09.0064
Telah dinyatakan lulus pada ujian Pendahuluan yang diselenggarakan pada hari/tanggal: Selasa, 20 Mei 2014.
Tesis ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan komentar para penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke Ujian Promosi
Jakarta, 02 Juni 2014
Tim Penguji :
NO NAMA TANDA TANGAN TANGGAL
1 Dr. Asep Saepudin Jahar, MA (Ketua Sidang/merangkap Penguji
2 Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA (Penguji 1)
3 Prof. Dr. Yunasril Ali, MA (Penguji 2)
PERSETUJUAN DOSEN PENGUJI
Tesis dengan judul “Tafsir Al-Sa’dī Tentang Takdir dan Sifat Allah (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)” yang ditulis oleh:
Nama : Aceng Zakaria
NIM : 11.2.00.1.05.09.0064
Konsentrasi : Tafsir al-Qur`an
Telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji tesis pada ujian tertutup tanggal …. Pebruari 2014 dan disetujui untuk dibawa ke sidang ujian terbuka (promosi magister)
Ketua Sidang/Penguji:
………..
PERSETUJUAN DOSEN PENGUJI
Tesis dengan judul “Tafsir Al-Sa’dī Tentang Takdir dan Sifat Allah (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)” yang ditulis oleh:
Nama : Aceng Zakaria
NIM : 11.2.00.1.05.09.0064
Konsentrasi : Tafsir al-Qur`an
Telah diperbaiki sesuai dengan saran tim penguji tesis pada ujian tertutup tanggal …. Pebruari 2014 dan disetujui untuk dibawa ke sidang ujian terbuka (promosi magister)
Ketua Sidang/Penguji:
………..
i
SURAT PERNYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Aceng Zakaria
TTL : Subang, 16 Juli 1979
NIM : 11.2.00.1.09.09.0063
Pekerjaan : Dosen tetap di Sekolah Tinggi Agama Islam
al-Hidayah Bogor, dan Pemateri tidak tetap di Radio Fajri 99.3 FM.
Alamat : Dsn. Anjun, Ds. Legonkulon, Kec.
Legonkulon, Kab. Subang, Jawa-Barat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis dengan judul ‚Tafsir Al-Sa’dī tentang Takdir dan Sifat Allah (Studi: Pemikiran Teologi Sa’di>> dalam Taysi>r Kari>m Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m
al-Manna>n)‛ adalah benar karya asli saya, kecuali kutipan-kutipan yang
disebutkan sumber-sumbernya. Apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan di dalamnya, sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya, yang berakibat gelar kesarjanaan saya dibatalkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Bogor, 02 Juni 2014
ii
PERSETUJUAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN
Tesis dengan judul ‚Tafsir al-Sa’dī tentang Sifat Allah dan Takdir‛ (Studi: Pemikiran Teologi Sa’di>> dalam Taysi>r Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)‛ yang ditulis oleh:
Nama : Aceng Zakaria
NIM : 11.2.00.1.05.09.0064
Telah dinyatakan lulus pada ujian Pendahuluan yang diselenggarakan pada hari/tanggal Selasa, 20 Mei 2014.
Tesis ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan komentar para penguji sehingga disetujui untuk diajukan ke Ujian Promosi
Jakarta, 02 Juni 2014
Tim Penguji :
NO NAMA TANDA TANGAN TANGGAL
1 Dr. Asep Saepudin Jahar, MA
(Ketua Sidang/merangkap Penguji
2 Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA
(Penguji 1)
3 Prof. Dr. Yunasril Ali, MA
(Penguji 2)
4 Dr. Muchlis M. Hanafi, MA
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah swt, Rabb semesta alam. Atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: ‚Tafsi<r al-Sa’di tentang Sifat Allah dan takdir.Studi:Pemikiran Teologi al-Sa’di>> dalam Taysi>r al-Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n) Shalawat dan
salam semoga tetap tercurah kepada baginda Rasulullah saw, keluarga,
para sahabat, tabi’in, tabi’u tabi’in,serta kepada seluruh umatnya yang istiqamah sampai akhir zaman.
Penyususnan Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama Humaniora (MA. Hum) dalam program studi Tafsir dan Hadis pada sekolah pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN Syarif Hidayatullaah Jakarta). Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah memberikan dorongan, bantuan materil dan imateril serta masukan yang sangat berharga sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas IslamNegeri (UIN) Syarif Hiadayatullah
Jakarta Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hiadayatullah Jakarta, Bapak Prof. Azyumardi Aazra, atas semua kebijakasanaan dalam memberikan fasilitas dan pelayanan yang sangat mendukung penulis selama menimba ilmu di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Deputi Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta; Bapak Prof. Suwito, MA, Dr, Fuad Jabali, MA, Dr. Yusuf Rahman, MA, juga Ibu Prof. Amani Lubis, MA, yang telah banyak meluangkan waktu kepada penulis untuk berdiskusi dan meberikan arahan dan masukan.
3. Bapak Dr. Muchlis M. Hanafi, MA, selaku pembimbing penulis
yang telah meluangkan waktu dan pikirannya selama bimbingan Tesis serta memberikan banyak masukan dan saran selama bimbingan. Semoga Allah membalas dengan balasan yang setimpal dan memberi jalan keluar atas segala permasalahan hidup yang al-Ustadz hadapi.
4. Seluruh dosen staf pengajar serta karyawan Sekolah
iv
5. Pemimpin Perpustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan dan fasilitas kepada penulis untuk memperoleh berbagai referensi yang menunjang penulisan tesis ini.
6. Direktur Diktis Kementrian Agama Islam Republik Indonesia
yang telah mengucurkan biaya kuliah selama perkuliahan sampai selesai.
7. Ketua STAI Al-Hidayah, Bapak M. Hidayat Ginanjar, M.Pd.I,
yang dengan dorongan dan dukungan beliau penulis dapat beasiswa Kemenag RI (Jazakumullah Khair al-Jaza).
8. Seluruh staff dan karyawan Sekolah Tinggi Agama Islam
(STAI) Al-Hidayah Bogor yang telah mendukung dan memberikan bantuan teknis kepada penulis terutama al-Akh Fadil Najibullah dan al-Akh Aditya Muharam. Penulis mengahturkan Jazakumullah semoga kontribusi antum semua dicatat sebagai amal shalih di sis-Nya.
9. Kedua orang tua tercinta yang telah menjadi wasilah hadirnya
penulis ke alam dunia yang fana ini, kepada mereka berdua anakmu hanya bisa berdo’a ‚Allahummaghfirlii wa liwaalidayya warhamhumaa kamaa rabbayanii saghiraa‛
10.Keluarga besar Dewan Pimpinan Pusat Harakah Sunniyah
untuk Masyarakat Islami (DPP HASMI), dan Yayasan Islam Al-Huda Bogor Indonesia serta struktur yang ada di bawahnya yang telah mendukung penulis dalam menyelasaikan studi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
11.Keluarga besar Bapak Syamsu Intapraja dan Ibu Hj. Julaiha
yang selalu memberikan dukungan materi dan imateri kepada penulis yang sangat berharga khusunya ketika penulis silaturrahmi ke Pamanukan.
12. Istri tercinta Ai Siti Ruqoyah, (jazakillah atas segala
kebaikannya), selain sebagai istri penulis yang setia melayani lahir batin, juga sebagai teman diskusi yang hangat dan motivator handal yang telah dengan sangat sabar memberikan dukungan dan motivasi serta mendampingi penulis baik keadaan suka maupun duka yang penulis hadapi selama menyelesaikan studi Magister.
13.Kedua bidadari penulis; Azka Auliya Zakaria dan Haniya
v
kepenatan hidup dan menjadi hiburan di kala penulis booring dan penat.
14.Semua teman-teman beasiswa Diktis angkatan 2011 khususnya
Ust. Solahudin, Ust. Saeful Rohim, Kang Nanang Rahmat dan teman seangkatan yang selama dua tahun membangun kebersamaan baik suka maupun duka.
15.Semua pihak yang telah membantu penulis baik dalam studi
maupun penyelesaian tesis yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah swt membalas segala semua kebaikan mereka dengan balasan yang berlipat ganda. Amin.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Penelitian ini menggunakan pedoman transliterasi sebagai berikut:
b t th j ḥ kh d dh r = = = = = = = = = ب ت ث ج ح خ د ذ ر Z s sh ṣ ḍ ṭ ẓ ‘ gh = = = = = = = = = ز س ش ص ض ط ظ ع غ f q k l m n h w y = = = = = = = = = ف ق ك ل م ن ـه و ي Pendek Panjang Dipthong : : : A=` Ᾱ=ا
Ay=اي;
; I=
; I=ي
Aw=او
;U=
; ū=و
Penulisan tashdīd dalam dalam translitasi ini dilambangkan
dengan huruf, dengan menggandakan huruf yang bertashdīd. Akan
tetapi hal ini tidak berlaku pada huruf yang menerima tashdīdjika
terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf shamsiyah,
contohnya kata يدعسلا tidak ditulis as-sa'di akan tetapi al-sa'di>,
ix
TAFSIR AL-SA’DI> TENTANG SIFAT ALLAH DAN TAKDIR (Studi: Pemikiran Teologi al-Sa’di> dalam Taysi>r al-Kari>m al-Rahma>n
fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)
Abstrak
Tesis ini berkesimpulan bahwa, semakin tekstualis dalam
menafsirkan ayat-ayat sifat, maka semakin terhindar dari ta’wi>l dan
ta’t}i>l. Tesis ini membuktikan bahwa al-Sa’di> adalah seorang mufassir yang melakukan pembacaan al-Qur´an dengan cara pandang literalis.
Beliau menetapkan seluruh sifat Dhātiyah Allah berdasarkan dzahir
teks sebagaimana beliau menetapkan seluruh sifat fi'liyah berdasarkan dzahir teks juga.
Tesis ini sependapat dengan para mufassir dan sarjana muslim seperti, al-T}aba>ri> (W. 310), al-Qurt{u>bi (W. 671 H), Ibn Kathi>r (W. 774 H), al-Shinqiti> (W.1393 H), Quraish Shihab, dan lain-lain yang menyatakan bahwa, Allah memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya dan Allah telah menetapkan atas semua makhluk berupa takdir-Nya. Menurut mereka, baik sifat maupun takdir Allah keduanya bersifat tawqi>fi.
Tesis ini berbeda pendapat dengan kelompok Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, dan ‘Ashariyah yang mana kelompok-kelompok tersebut dalam memahami sifat Allah dengan menafikan (meniadakan) dan membatasi sifat Allah.
Tesis ini menunjukkan bahwa al-Sa’di> dalam memahami sifat Allah adalah ‘al-Ithbat wa al-Nafy’ (menetapkan dan menolak), tanpa Ta’wi>l, Takyi>f, Tasbi>h, Tamthi>l dan Ta’t}i>l. Hal demikian nampak jelas
ketika beliau menafsirkan kalimat ‚Yad Allah‛ dengan ‘Tangan
Allah’, ‚Wajh Allah‛ dengan ‘Wajah Allah’, ‘istiwa>’ bersemayam, dll.
Sumber utama tesis ini adalah kitab Taysi>r Kari>m
al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n karya al-Sa’di> dan karyanya yang lain misalnya, ‚al-Qawa>’id al-Hisa>n li Tafsi>r al-Qur’a>n‛ juga data-data tambahan yang diambil dari berbagai rujukan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti meliputi kitab-kitab tafsir, hadis, ‘ulu>m a-Qur’an dan lain-lain.
x
xiii
TAFSI>R AL-SA'DI ABOUT ATTRIBUTE OF ALLAH AND DESTINY
(Study of Theology Thought of Sa'di> in Taysir Kari>m al-Rah}ma>n fi Tafsi>r Kala>m al-Manna>n)
Abstract
This thesis concludes that, The more textual in interpreting the
attributiveverses, the more safer from ta’wi>l and ta’t}i>l errors. This
thesis proves that al-Sa'di is a commentator who does the reading of the Qur’an with a literal perspective. He sets the whole Attribute
(Dhātiyah) of Allah by Appear (Dzahir) of text as he set the
wholeAction (Fi'liyah) by Appear(Dzahir) of text as well.
This thesis agrees with the commentators and Muslim scholars such as al-T}aba>ri (passed awayin 310H), al-Qurt}u>bi (passedaway in 671 H), Ibn Kathi>r (passedaway in 774 H), al-Shinqiti (passed awayin1393 H), Quraish Shihab, and others who claim that Allah has set over all the creatures in the form of His destiny and He has attributes in accordance with His greatness and majesty. According to them , the destiny and attribute of Allah both are revelations.
This thesis is different fromthought of Mu'tazilah, Qadariyah, Jabariyah, and ‘Ashariyah that limits Allah’s attributes.
This thesis shows that al-Sa'di> in understanding the Attribute
of Allah is assign (al-Ithbat) and refuse (al-Nafy’) without commenting (Ta’wil), analyzing (Takyif), comparing (Tashbih), equaling (Tamthil) and denying (Ta’thil). Thus, it seems clear when he
interprets the phrase ‚Yad Allah ‛as ‚Hand of Allah‛ and‚Wajh
Allah‛ as‚Face of Allah‛, etc.
The main source of this thesis is "Taysir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan" of al-Sa'di and his other book, ‚al-Qawa>’id al-Hisan li Tafsir al-Qur’a>n‛. Also, additional data taken from various references relating to the subject matter include booksof tafsir, hadith, 'ulum al-Qur´an , and others.
al-xiv
xvi
ليلادلا جهنلا و يّصنلا جهنلااهمو ينجذونم ينجنه ثحبلا اذى مدختسا
.
جهنلا وى ،يّصنلا جهنلاو
دعبت ّتىح موهفلدا ةقد بانجلإا فدهي يذلا ثيدلحاو نآرقلا في ةدراولا صوصنلا لىإ يرشي يذلا
ةغللا ريوطت ةيلمع في ثدح يذلا يونعلدا لوحتلا اذلذ ةجيتن ييرسفتلا ءاطلخا نم ثحابلا
.
اّمأو
xvii DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
PEDOMAN TRANSLITASI ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... xvii
BAB I
PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 17
C. Tujuan Penelitian ... 18
D. Urgensi dan Manfaat penelitian ... 18
E. Kajian Pustaka ... 19
F. Metodologi Penelitian ... 21
G. Sistematika Penulisan ... 24
BAB II
PENAFSIRAN TEOLOGIS (SIFAT ALLAH DAN TAKDIR)
MENURUT MUFASSIR DAN SARJANA MUSLIM ... 27
A. Al-Qur´an dan Penafsiran ... 27
B. Persoalan Teologis dalam al-Qur´an ... 31
C. Ragam Takdir dan Sifat Allah dalam al-Qur`an ... 35
D. Terminologi Takdir dalam al-Qur´an ... 38
E. Sifat Allah dan Takdir dalam Pandangan Sarjana Muslim 41
BAB III
SEKILAS TENTANG ‘ABD AL-RAHMĀN IBN NĀS}ĪR
AL-SA’DĪ ... 61
A. Biografi ‘Abd al-Rah}ma>n al-Sa’di> ... 61
B. Kehidupan Intelektual al-Sa’di> ... 63
C. Latar Belakang Pemikiran Tafsīr al-Sa’di> ... 67
D. Al-Sa’di> dan Pemikiran Tafsirnya ... 71
E. Pandangan Ulama tentang Tafsir al-Sadi> ... 73
F. Corak Tafsir al-Sa’di> ... 74
xviii BAB IV
KONSEP MEMAHAMI SIFAT ALLAH DAN TAKDIR ... 79
A. Pokok Keimanan kepada Takdir ... 79
1. Allah Telah Menuliskan Segala Sesuatu ... 82
2. Allah Maha Berkehendak ... 86
3. Allah Maha Pencipta ... 87
B. Ungkapan al-Qur´an tentang Takdir ... 91
1. Term Takdir dalam al-Qur´an ... 91
2. Sifat Allah yang Menunjukan Takqdir ... 95
BAB V
SIFAT DHATIYAH DAN FI’LIYAH ALLAH ... 99
A. Kaidah Penetapan Sifat Allah ... 99
1. Sifat T}ubu>tiyah ... 104
2. Sifat Salbiyah ... 127
B. Sifat Allah Yang ditetapkan al-Qur´an dan al-Hadis ... 138
1. Sifat Dhatiyah ... 138
2. Sifat Fi’liyah ... 140 BAB VI
PENUTUP ... 145
A. KESIMPULAN ... 145
B. SARAN-SARAN ... 146
DAFTAR PUSTAKA ... 147
LAMPIRAN ... 161
GLOSARIUM ... 193
INDEX ... 203
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur´an1 diturunkan Allah sedikitnya mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai sumber hukum Islam (dustur Ila>hi) dan sebagai bukti kebenaran kerasulan nabi Muh}ammad s}allallahu ‘alaihi wa
sallam. Sebagai sumber hukum, al-Qur´an memberikan berbagai norma keagamaan sebagai petunjuk bagi kehidupan umat manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Karena sifatnya memberi arah petunjuk, maka norma-norma tersebut kemudian
dinamai shari’ah, yang berarti jalan yang lurus.
Menurut Muh}ammad Arkoun, al-Qur'an adalah kitab suci agama Islam yang merupakan kumpulan firman-firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muh}ammad s}allallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara tujuan utama diturunkan al-Qur´an adalah untuk menjadi pedoman manusia dalam menata kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akherat. Agar tujuan itu dapat direalisasikan oleh manusia, maka al-Qur´an datang dengan petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan, prinsip-prinsip, baik yang bersifat global maupun yang terinci, yang eksplisit maupun implisit, dalam berbagai persoalan dan bidang kehidupan.2
Di samping sebagai sumber ajaran, al-Qur´an juga diturunkan Allah untuk menjadi bukti kebenaran kerasulan Muh}ammads}allallahu
‘alaihi wa sallam, terutama bagi mereka yang menentang dakwah
1Di antara definisi al-Qur´an adalah Kala>mullah yang diturunkan kepada Nabi Muh}ammadS}allallahu ‘alaihi wa Salam sebagai mu’jizat yang ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan dengan mutawattir serta membacanya adalah ibadah. Lihat al-Qur´an dan Terjemahnya, Mujamma’ al-Malik Fah}d li thiba’: (Madinah Munawarah, 1418), 15. Bandingkan dengan al- S}abu>ni> dalam Pengantar Studi al-Qur´an, 18, lihat juga Manna> Khali al-Qatta>n dalam Studi Ilmu-ilmu al-al-Qur´an, 10.
2
beliau. Bukti-bukti kebenaran tersebut dalam kajian ‘Ulu>m al-Qur´an disebut mukjizat.3
Selain dua pungsi di atas, al-Qur´an bagi umat Islam juga menjadi sumber utama dan sangat fundamental, ia berfungsi sebagai hudan (petunjuk), antara lain dalam persoalan-persoalan akidah (keyakinan), shari'ah (aturan hidup), moral dan lain-lain, juga berfungsi sebagai furqa>n (pembeda) antara kebenaran dan kebatilan.4
Menyadari bahwa al-Qur´an menempati posisi sentral dalam studi keislaman, maka lahirlah di kalangan pemikir Islam untuk mencoba memahami isi kandungan al-Qur´an yang dikenal dengan aktivitas penafsiran. Kesadaran tersebut telah dimulai sejak masa turunnya al-Qur´anyang dipelopori oleh nabi Muh}ammads}allallahu
‘alaihi wa sallam dan kemudian aktifitas tersebut berlanjut pada masa sahabat dan generasi setelahnya.
Ketika nabi Muh}ammad s}allallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, menjelaskan makna al-Qur´an kepada para sahabat adalah salah satu tugasnya. Jika ada di antara sahabat yang menemui kesulitan dalam memahami makna al-Qur´an maka mereka langsung bertanya kepada nabi.5 Pada waktu itu, tak seorangpun sahabat yang berani
menafsirkan al-Qur´an, karena Nabi masih hidup dan berada di tengah-tengah mereka. Nabi sendirilah yang menanggung beban berat itu dan menunaikan kewajiban tersebut sebagaimana mestinya.6 Sepeninggal
Nabi, para sahabat jika mereka tidak mengetahui makna al-Qur´an, maka mereka kembali kepada makna secara bahasa, atau menggunakan al-Ra’yu dan al-Ijtihad.7
3Mu’jizat artinya suatu perkara yang luar biasa, yang tidak akan mampu
manusia membuatnya karena hal itu di luar kesanggupannya. Mu’jizat itu dianugerahkan kepada para nabi dan rasul dengan maksud menguatkan kenabian dan kerasulannya, serta menjadi bukti bahwa agama yang dibawa oleh mereka
benar-benar dari Allah ta’ala. Lihat al-S}abu>ni> Pengantar Studi al-Qur´an, 102, dan
bandingkan dengan Manna>Khali al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur´an, 371. 4Lihat QS. al-Baqarah, 2/2,185, dan QS: al-Ja>thiah [45]: 18-20.
5Lihat QS>. al-Nah}l [16]: 44, yang artinya ‚Dan Kami turunkan kepadamu (Muh}ammad ) al-Qur´an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka‛
6 Subhi al-S}alih, Maba>hith fi ‘Ulu>m Qur´an. (Bairut: Da>r ilmi li al-Malayyin, 1977), 289. Lihat juga Fah}d ibn ‘Abd al-Rah}ma>n ibn Sulayma>n al-Ru>mi>, As}ul al-Tafsi>rwa Mana>hiju>h. (Makkah: Maktabah al-Tawbah, 1413H), 19.
3
Menurut al-Dhahabi>, di masa awal Islam kaum muslimin belum banyak perbedaan dalam penafsiran terhadap al-Qur´an. Mereka memahami al-Qur´andan mengetahui kandungan serta maksudnya. Mereka juga memahami al-Qur´ansesuai dengan hakikat dan sifat-sifatnya. Mereka memahaminya dengan pemahaman yang bersih tanpa bercampur dengan kekeruhan dan berbaur dengan pemahaman yang buruk.8
Nabi Muh}ammad Ṣalallāhu’alaihi Wasallam (W: 11 H) sebagai seorang Rasul adalah orang pertama kali yang mengajarkan al-Qur´an, selain karena al-Qur´an diturunkan kepadanya, beliaupun mempunyai tugas tilāwah (membacakan) al-Qur´an itu dan menjelaskan kandungan-kandungannya kepada umatnya, juga mengikuti makna-makna kandungan al-Qur´anserta mengikutinya dengan pengikutan yang benar.9
Seiring dengan majunya peradaban umat Islam dan berakhirnya generasi terbaik dari umat ini yaitu sekitar abad tiga Hijriyah, maka munculah berbagai pemahaman dan penafsiran terhadap al-Qur´an. Secara tidak langsung peristiwa terbunuhnya khalifah Uthma>nibn
‘Affa>n padapada tahun 34 H / 654 M, yang kemudian digantikan oleh khalifah Ali ibn Abi> T}a>lib, menurut A. Hanafi peristiwa tersebut menjadi permulaan perpecahan umat Islam dan berpengaruh terhadap pemahaman teologi mereka.10 Selain itu juga paktor persoalan-persoalan di lapangan politik yang terjadi pada masa akhir pemerintahan Ali Ibn Abi> T}a>lib ikut memicu lahirnya persoalan-persoalan teologi.11 Inilah faktor utama yang menurut Harun Nasution memicu lahirnya cikal-bakal madhab-madhab di dalam tubuh umat Islam. Selain munculnya madhab dalam bidang fiqih yang sangat
mereka, mengetahui kondisi orang-orang Yahudi dan Nasrani di Jazirah Arab ketika al-Qur´an diturunkan, serta kemampuan dan luasnya pengalaman mereka.
8Muh}ammad H}usayn al-Dhahabi>, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n.Terjemahan oleh Nabhani Idris, Ensiklopedia Tafsir. (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), ix.
9M. Sarbini, Studi Standar Mutu Ulama dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Umat, (Jurnal Ilmiah al-Hidayah), (Bogor: STAI al-Hidayah, 2009 M), Vol. III, 18-19.
10Lihat A. Hanafi dalam Theologi Islam (Ilmu Kalam). (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 15-17.
4
populer, juga bermunculan madhab-madhab dalam bidang aqidah (teologi) dan hal demikian berkembang sampai saat ini.12
Dalam khasanah pemikiran teologi Islam klasik, ada persepsi yang dihubungkan dengan kekuasaan Tuhan. Pemikiran teologi ini dulunya berasal dari diskursus antara pemikiran Khawarij, Murjiah, kemudian berkembang menjadi Qadariah, Jabariah, Asy’ariah,
Mu’tazilah dan seterusnya. Bermula tentang persepsi tentang dosa besar, kebebasan manusia dalam memilih perbuatannya atau tidak, sampai teologi rasionalis Mu’tazilah, dimana manusia dinyatakan bebas menentukan pilihan perbuatannya masing-masing, dan Allah kelak tinggal meminta pertanggungan jawabannya saja, tentang pilihan-pilihan yang diambilnya tersebut ketika di dunia.13
Pembahasan mengenai teologi yang dalam bahasa agamanya disebut aqidah,merupakan hal yang paling urgen dalam agama Islam, karena aqidah bagi seorang muslim memiliki peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi muslim yang ka>ffah (paripurna), selain itu, aqidah juga merupakan inti atau akar dari pada Syariah Islamiyah yang diturunkan Allah kepada manusia.
Ibn Taymiyah menjelaskan, bahwa yang menjadi pokok pada pembahasan aqidah islamiyyah adalah masalah keulu>hiyahan (ketuhanan) Allah Subh}a>nahu wata’ala. pembahasan tersebut berkisar pada tiga hal yaitu; pertama, pembahasan tentang Dha>t Alla>h; kedua, pembahasan tentang sifat Allah; dan ketiga, pembahasan tentang perbuatan Allah. Menurutnya pembahasan tentang ketiga aspek tersebut adalah perkara yang tidak mudah dalam masalah aqidah.14
Masih menurut Ibn Taymiyah, selain berpatokan pada lafaz} d}a>hir seorang ulama dituntut mengungkap makna yang sesuai dengan maksud lafaz} tersebut, dengan tanpa ta`wi>l.15
12 Lihat Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Pebandingan. (Jakarta: UI Press, 1986), 6.
13 Lihat Noor Rahmat dalam Reaktualisasi Teologi Islamdalam Pendidikan.Jurnal Studi al-Qur´an, Vol. IX No. I Januari 2013, 8.
14 Ibn Taymiyah, Daqa>iq al-Tafsi>r. ditah}qi>q oleh Muh{ammad Sayyid al- Julayndi>. (Beiru>t: Da>r al-Qiblah al-Isla>miyyah, 1986), 45.
15 Ibn ‘Uthaymin dalam al-Us}u>l fi> al-Ilmi al-Us{u>l, menyatakan bahwa
5
Inti dari aqidah Islam adalah tawh}idullah (mengesakan Allah) pada perkembangannya term ini mengalami metamorfosis (perubahan) makna dan menjadi salah satu disiplin ilmu yang dikenal kalangan umat Islam yaitu ilmu tawhid. Ilmu inilah yang oleh kaum muslimin diyakini akan menuntun jalan kepada pemahaman aqidah Islam yang lurus.
Menurut Muh}ammad H}assa>n, para ulama tawhid telah membagi tawhi>d menjadi tiga macam; pertama, tawh}i>d Rubu>biyah, yang maknanya mengakui bahwa Alla>h itu Tuhan segala sesuatu, yang menciptakan, mengatur dan menjalankan segala sesuatu di alam semesta ini; kedua, tawhi>d Ulu>hiyyah, yaitu hanya menyembah Allah dalam ibadah dan menjauhkan diri dari menyembah selain-Nya.16Sedangkan pembagian tawhi>d ketiga adalah tawh}īd asmā wa
al-Sifāt, yaitu keimanan pada semua nama dan sifat Allāh yang ada dalam al-Qur´andan hadith-hadith yang sahih, dan menetapkan semua nama serta sifat tersebut secara benar dan layak bagi Allah tanpa taḥrīf, ta’ṭīl, takyīf dan tamthīl.17Hal ini sebagai pengamalan firman
Allah Ta’a>la dalam surat al-Ikhla>s} ayat 1- 4:
18
Katakanlah Allah itu Esa, Allāh tempat bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tidak beranak dan tidak diperanakan, dan Dia tidak serupa dengan sesuatu apapun.
Dan firman Allah dalam surat al-Shu>rā ayat 11 berikut:
19
Dia (Allah) tidak serupa dengan sesuatu apapun dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.
Masih menurut ibn Ba>z, Taḥrīf semakna dengan taghyīr yang berarti merubah, Taḥrīf dalam nama dan sifat Allah bisa berarti taḥrīf lafdzi dan bisa berarti taḥrīf maknawi. Biasanya taḥrīf lafd}i tidak
16Lihat Muh}ammad H}assa>n, Haqi>qat al-Tawhi}>d. (Madi>nah, Maktabah Fayya>d li al-Tija>rah wa al-Tawji>: 2007), 59.
17 Lihat ‘Abd al-Azīz ibn ‘Abd Allāh ibn Bāz, al-Duru>s al-Muhimmah li
‘Ᾱmat al-Ummah. (Riāḍ: Dār al-Tayyibah, tp.th), 4. 18( QS. Al-Ikhlas} [112]: 1-4)
6
terjadi kecuali karena kejahilan, seperti perubahan syakal pada kata
‚al-ḥamd li Allāh‛ dengan fathah, padahal yang tepat adalah ‚al -ḥamdu lillāh‛ dengan ḍammah. Adapun tahrif maknawi, inilah yang banyak terjadi pada banyak manusia yang sering dinamai dengan
ta’wi>l, dan para ulamanya dinamakan ahl al-ta’wi>l. Penamaan ta’wi>l ini dipilih oleh mereka agar jiwa manusia tidak lari, akan tetapi pada hakekatnya ini adalah taḥrīf. Penyebutan tah}ri>f pada perubahan makna dan sifat Allah ini lebih tepat karena ini adalah bahasa al-Qur’a>n sebagaimana firman Alla>h dalam surat al-Nisa [4]: 46.20
Adapun menurut Ibn S}alih} Uthaymin, Lafaz} d}ahir pada surat T}a>ha> [20]: 5tersebut menunjukan bahwa Allah beristiwa di atas ‘Arsh, yang artinya berada di atasnya, jika ada yang mengatakan bahwa makna ‚istawa>‛ adalah ‚istawla‛ (menguasai), maka ini adalah ta`wi>l yang berhakekat taḥrīf, karena tidak ada dalil yang mendukungnya.21
Adapun ta’ṭīl, secara bahasa artinya takhliyah (mengosongkan) dan tark (meninggalkan). Adapun secara istilah ta’ṭīl adalah mengingkari nama dan atau s}ifat Alla>h yang ditetapkan oleh diri-Nya sendiri, baik secara totalitas ataupun sebagiannya, baik karena taḥrīf maupun karena pengingkaran, semua ini dinamakan ta’ṭīl.22
Kandungan surat al-Ikhla>s} [112]:1-3 di atas menurut Ugi Suharto, menunjukan bahwa Allah memiliki sifatada (al-wujud) yang sangat mudah difahami oleh kaum muslimin yang berati Allah itu ada (bukan ghaib) dan Esa (al-Ahad) tidak beranak dan diperanakan, dan tidak ada yang sebanding dengan Dia. Menuurutnya, walaupun terdapat perbedaan pemahaman antara orang awam dengan ulama mengenai tawhid ini, namum tidak ada seorang muslimpun
20(QS. Al-Nisa> [04]:46)
‚Mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya…‛ (al-Nisa>/4:46)
Contoh tentang taḥrīf adalah mekaknai ‚istiwa>‛ dengan ‚istawla‛ dalam fiman Alla>h:
Alla>h beristiwa di atas ‘Arsh (T}aha [20]:5)
21Lihat Muh}ammad ibn Ṣālih} al-Uthaymīn, Sharah al-‘Aqīdah al-Wāsiṭiyah. (Ria>d: Da>r al-Tharaya li al-Nasyr, 1415), 71.
22Muh}ammad ibn
7
mengatakan bahwa Allah itu satu di antara yang tiga, atau tiga di antara yang satu.23
Menurut al-Bu>t}i> ada tiga metodologi yang digunakan oleh ulama dalam memahami ayat-ayat dan hadis tentang sifat Allah, yaitu pertama, metode tafwidh,kedua, metode ithbat dan ketiga metode
ta’wi>l. Akan tetapi mayoritas ulama salaf dalam memahami ayat-ayat dan hadis tentang sifat Allah meggunakan metodologitafwidh, yaitu tidak melakukan penafsiran apapun terhadap teks-teks tersebut, namun mencukupkan diri dengan penetapan sifat-sifat yang telah Allah tetapkan bagi Dzat-Nya, serta mensucikan Allah dari segala kekurangan dan penyerupaan terhadap hal-hal yang baru. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengikuti metode ta’wil ijmali (global) terhadap teks-teks tersebut dan menyerahkan pengetahuan maksud yang sebenarnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.24 Biasanya
mereka menggunakan bahasa ‛tidak tenggelam‛, ‛tidak menafsirkan‛, ‛diam terhadap sifat-sifat tersebut‛,dan ‛bacaannya adalah tafsirnya‛.25
Masih menurut al-Bu>t}i>, mayoritas ulama dalam memahami sifat Allah menggunakan metodologi tafwidh atau ta’wi>l ijmali, mereka tidak mengartikan kata istiwa>’ dalam ayat di atas dengan
bersemayam dan bertempat di ’Arsh. Dan tidak pula mengartikan datang dan turunnya Tuhan dalam ayat dan hadis tersebut dengan datang atau turun seperti halnya makhluk yang berpindah dan bergerak dari suatu tempat ke tempat yang lain. Ulama salaf berpandangan bahwa kata istiwa>’, datang dan turun dalam ayat-ayat tersebut memiliki makna-makna tersendiri yang hanya diketahui oleh Allah dan tidak mengandung penyerupaan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya.26
Dalam memahami sifat-sifat Allah, Imam al-Ghazali (W: 520 H)27telah memberikan rambu-rambu tentang pemahaman terhadap
23Lihat Ugi suharto dalam, Apakah al-Qur`a>n Memerlukan Hermeneutika?, Jurnal Islamia, Edisi Tahun I, No 1, Muharam 1425/2004M, 50.
24Muh}ammad Sa’id Ramadhan Buthi,1997, Kubra Yaqi>niyyat al-Kauniyyah. Damaskus: Dar al-Fikr, 2005), 138.
25Al-Qaradhawi, Akidah Salaf dan Khalaf . (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), 80.
26‘Abdullah al-Harari, Al-Maqalat al-Sunniyyah fi Kasyf Dhalalat Ahmad
bin Taimiyyah. (Beirut: Da>r al-Mashari>’, 2007), 122.
8
ayat-ayat dan hadis yang mengandung sifat Allah khususnya berkenaan dengan sifat Dhatiyah Allah agar umat Islam tidak keliru memahaminya. Menurutnya ada tujuh kaidah yang dikemukan oleh beliau dalam kitabnya Qawa>’id al- ‘Aqa>id fi> al-tawh}i>d al-Madhnu>n
‘ala> Ghairi Ahlihi al-Ja>m al-‘Awwa>m ‘an Ilmi al-Kala>m. Pertama, Taqdi>s yaitu mensucikan Allah dari penjisiman; Kedua, Tasdi>q yaitu mengimani dan membenarkan semua yang telah dikabarkan oleh-Nya; Ketiga, ‘Itiraf yaitu pengakuan akan kelemahan diri; Keemapat, Diam yaitu tidak menanyakan hakikat maknannya; Kelima, Imsak yaitu tidak memalingkan makna lafaz} dengan cara merubahnya; Keenam Mencukupkan diri yaitu menahan diri untuk tidak memikirkannya; dan Ketujuh, menyerahkan kepada ahlinya.28
Hampir sama apa yang dikemukakan al-Ghazali di atas dengan pendapat Dewan Fatwa Saudi Arabia (Lajnah Da>imah li Buh}u>th
al-‘Ilmiyyah)29 ketika menjelaskan prinsip dasar dalam mengimani sifat-sifat Allah. Sebagaimana yang diringkas oleh Ah}mad Ibn ‘Abd al -Razzāq al-Duwaysyang ringkasannya adalahsebagai berikut;bahwa nama-nama Allah adalah setiap lafaz} yang menunjukan atas Dzat Allah yang mengandung sifat di dalamnya. Seperti lafaz}: al-Qādir,
al-‘Ali>m, al-Haki>m, al-Sami>, dan al-Bas}i>r, sesungguhnya nama-nama ini menunjukan Dzat Allah. Serta menetapkan s}ifat yang terkandung dalam nama-nama tersebut yaitu berilmu, bijaksana, mendengar dan melihat.30
sang pemikir legendaris ini dengan hukum-hukum syariah. Ia juga tercatat sebagai sufi pertama yang menyajikan deskripsi sufisme formal dalam karya-karyanya. al-Ghazali juga dikenal sebagai ulama Suni yang kerap mengkritik aliran lainnya. Ia tertarik dengan sufisme sejak berusia masih belia.
al-Ghazali dilahirkan di Kota Thus, Provinsi Khurasan, Persia (Iran), pada tahun 450 Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1058 Masehi. Al-Ghazali berasal dari keluarga ahli tenun (pemintal). Ayahnya adalah seorang pengrajin sekaligus penjual kain shuf (yang terbuat dari kulit domba) di Kota Thus, salah satu kota di Iran.
28 Imam Abu> H}amid al-Ghazali, Qawa>’id al- ‘Aqa>id fi> tawh}i>d al-Madhnu>n ‘ala> Ghairi Ahlihi al-Ja>m al-‘Awwa>m ‘an Ilmi al-Kala>m. terj. Rambu-Rambu Mengenal Allah. (Surabaya: Pustaka Progressif, 2003), 37-38.
29 Dewan fatwanya KSA (Kerajaan Saudi Arabiya) semisal MUI di Indonesia, yang anggotanya terdiri dari para ulama Saudi al-‘Arabiya dengan berbagai latar belakang keilmuan agama.
30Lihat Ah}mad ibn ‘Abd al-Razzāq al-Duwais, Fata>wā al-Lajnah al-Dāimah
li al-Buhuth al-Ilmi wa al-Iftā. (Riāḍ: Dār al-‘Asimah, 1419), 160. (Fatwa ini di
antaranya ditandatangani oleh ketua Lajnah yaitu ‘Abd Al-‘Azīz ibn Abd Allāh ibn
9
Dalam pandangan Mu’tazilah, yang merupakan kelompok rasionalis. Jika dilihat dari argumen-argumennya tentang lima prinsip ajarannya, akan terlihat kecenderungannya memenangkan akal daripada al-Qur´an secara tekstual ketika memahami ayat-ayat tentang sifat Allah. Pemahaman mereka tersebut tercermin dalam lima prinsip sebagai berikut:
Pertama, keesaan Tuhan (tawhid). Bagi Mu’tazilah, keesaan Allah sudah final. Mereka berpandangan bahwa sifat-sifat Allah adalah tidak lain dari hakikatnya sendiri. Orang yang percaya bahwa sifat-sifat Allah itu terpisah dari hakikat-Nya dan berdiri sendiri, tentunya
percaya akan ‚kemajemukan‛ ajaran monoteisme. Makadari itu
keesaan Allah berarti tidak ada yang kekal dan qadim selain Allah.31Kosep tauhid Mu’tazilah tersebut sangat berpengaruh pada
pandangannya terhadap al-Qur´an. Menurutnya al-Qur´an adalah makhluk Allah bukan Kalam Allah. Hal itu dikarenakan jika al-Qur´an merupakan Kalam Allah, maka al-Qur´an bersifat qadim. Mustahi bagi
mu’tazilah ada bila dua keqadiman Yaitu Allah dan Kalamnya ( al-Qur´an). jelas itu menyalahi konsep monoteismenya.32
Kedua, keadilan Tuhan (al-‘adl). Penafsiran Mu’tazilah
mengenai pengertian keadilan adalah bahwa Allah, wajib berbuat adil dan mustahil jika tidak adil. Allah harus menggajar orang yang benar dan menghukum yang salah. Mustahil dihari kiyamat orang akan lolos dari hukuman dan orang yang benar tidak memperoleh pahla. Allah SWT, tidak adil jika berbuat demikian.33
Ketiga, janji dan ancaman (al-wa’ad wa al-Wa’i>d). Janji dan ancaman ini merupakan salah satu konsakuensi dari pemahaman Keadilan Tuhan di atas. Allah pasti menepati janji dengan memberikan surga kepada yang berbuat baik dan pasti juga mewujudkan ancamannya dengan memberikan neraka kepada pelaku dosa.
31Badri Khaeruman, Sejarah Perkembangan Tafsir al-Qur´an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 129.
32Gagasan Mu’tazzilah tentang Kemakhlukan al-Qur´an tersebut, sering di
tolak dengan kaum salaf karena dipandang bertentangan dengan makna tekstual al-Qur´an surat al-a’raf ayat 54.
10
Keempat, tempat diantara dua tempat (manzilah baina al-manzilatain). Posisi ini sering dikaitkan dengan orang yang fasiq(yaitu orang yang berbuat dosa besar misalnya saja minum-minuman keras, pezina, pedusta, dan sebagainya) bukanlah orang yang
beriman dan bukan pula orang kafir. Dengan
demikian, Fasiq merupakan diantara iman dan kafir.
Kelima, menganjurkan kepada kebaikan dan menncegah kepada kemungkaran (Amar ma’ruf nahi munkar). Pandangan Mu’tazilah
mengenai kewajiban Islam ini. adalah sbahwa shari’at bukanlah satu
-satunya jalan untuk mengidentifikasi mana yang ma’ruf dan mana
yang munkar. Akal manusia, setidak-tidaknya sebagian, dapat mengidentifikasikan sendiri berbagai jenis kemakrufan dan kemungkaran.
Dari lima prinsip tersebut dua prinsip yang awallah Paham keesaan dan keadilan (al-tawhid dan al-‘adl) yang menjadi prinsip utama. Tiga prinsip yang lain baru berarti karena memberi ciri
Mu’tazilah.
Kelima prinsip di atas menjadi tolok ukur kelompok
Mu’tazilah dalam memahami dan mengimani ayat-ayat tentang sifat Allah. Menurut Mu’tazilah sebelum mengeluarkan produk penafsiran harus diyakinkan terlebih dahulu bahwa penafsirannnya harus sesuai dengan lima prinsip tersebut. Apabila tidak sejalan dengan prinsip tersebut meskipun cuma satu saja maka sudah dianggap bukan
kelompok Mu’tazilah.
Pandangan Mu’tazilah terhadap sifat Allah berbeda dengan para mufassir yang justru menetapkan sifat Allah yang terkandung dalam nama-namaNya. Allah Ta’ala berfirman dalam QS. al-Ara>f (7): 180;
Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Imam al-Nasafi> di dalam tafsirnya Madarik al-Tanzil wa
11
ayat 180 surah al-A‘raf tersebut merujuk kepada sebaik-baik nama milik Allah. Dialah yang paling berhak ke atas semua sifat-sifat yang menunjukkan kesempurnaanNya seperti al-Qa>dim (ada sebelum sesuatu ), al-Ba>qi (kekal setelah musnah segalanya ), al-‘Ali>m (Maha Mengetahui setiap sesuatu), al-Qadi>r (Maha Berkuasa ke atas setiap sesuatu), al-Wa>hid (Maha Esa tanpa ada yang menyamaiNya). Di samping itu, Allah juga memiliki nama-nama yang memberikan ketenangan di dalam hati seperti Ghafu>r(Maha Pengampun), dan al-Rahim(Maha Pengasih).34
Selain itu, Allah memliki nama-nama yang pada maknanya wajib Dia berbuat demikian seperti al-‘Afwu (Maha Pemaaf) serta nama-nama yang menunjukkan bahawa Dia wajib mengetahui setiap keadaan dan di setiap masa seperti al-Sami‘ (Maha Mendengar) dan al -Basir (Maha Melihat).Allah juga memiliki nama-nama yang menunjukkan kebesarannya seperti Jabbar (Maha Memaksa) dan al-Mutakabbir (Maha Memiliki Kesombongan).35
Imam Nawawi al-Jawi di dalam kitab tafsirnya Mirah Lubaid, menyatakan ayat 180 surah al-A‘ra>f mengandungi seruan agar hambaNya jangan menyeru kepada Allah kecuali dengan Asma-ul Husna (nama yang indah). Seruan ini hanya akan mendatangkan kesan kepada orang yang memohon apabila dia benar-benar mengetahui makna yang sebenarnya akan nama-nama Allah serta meyakini dalil bahawasanya Allah merupakan Tuhan yang berhak disembah, Maha Pencipta dan hanya Dialah yang paling berhak disifatkan dengan sifat-sifat yang paling mulia.36
Di dalam al-Kashshaf, Imam al-Zamakhsyari menyebutkan dalam penafsirannya terhadap ayat 180 surah al-A‘raf, beliau
menjelaskan bahwa Allah al-Ausaf al-Husna dengan memastikan ia merujuk kepada sifat yang adil dan mengandungi kebaikan. Ia juga merujuk kepada sifat Allah yang tidak berharap kepada makhluk sehingga tiada yang mempersekutukanNya dengan selain daripadaNya, keagungan Allah yang tidak pernah dipersoalkan apa jua perbuatanNya serta kalamNya yang paling benar dan janjiNya yang paling tepat.37
34 Lihat Imam al-Nasafi>, Madar>ik Tanzi>l wa Haqa>’iq Ta’wil. (Da>r al-Qala>m Beiru>t, 1979), 354.
35 Lihat Imam al-Nasafi>,Madar>ik al-Tanzi>l wa Haqa>’iq al-Ta’wil.…, 355. 36 Muhammad Nawawi, Mir’ah Lubaid. (Beirut: Da>r al-Fiqr, 1980), 154
12
Menurut Hamka di dalam kitab tafsirnya Tafsir al-Azhar, menyebutkan setelah Allah memberi peringatan tentang hidup yang sengsara ke atas golongan yang tidak mempergunakan hati, mata dan telinga di dalam ayat 179 surah al-A‘ra>f, maka Allah menyampaikan seruan ke atas orang-orang beriman supaya mendekatiNya di dalam ayat 180 surah al-A‘ra>f ini. Beliau menjelaskan, nama ialah perkataan yang menunjukkan atas sesuatu zat, atau menunjukkan zat dan sifat. Allah mempunyai nama-nama, dan kesemua nama tersebut adalah nama yang baik, maka serulah Dia dengan kesemua namaNya yang terbaik itu.
Masih menurut Hamka, ayat 180 surah al-A‘raf amat
berkaitan dengan ayat sebelumnya. Bagi beliau, jikalau kita telah menggunakan hati untuk berfikir dan memerhatikan untuk melihat warna dan bentuk, akhirnya kita akan sampai kepada Zat Yang Maha Kuasa dan alam ini keseluruhannya adalah saksi di atas kewujudanNya.38
Sedangkan menurut al-Sa’di>>> ketika menafsirkan ayat al-Rah}ma>n al-Rah}i>m, QS. al-fa>tih}ah (01):02,menurut beliau dalam ayat tersebut Allah memperkenalkan kepada hamba-hamba-Nya tentang dua nama yang juga sekaligus menunjukan sifat-Nya yang mulia yaitu (yang mempunyai rahmah).39 Menurut Al-Sa’di>>> ayat tersebut menjadi dalil tentang Allah memiliki nama dan sifat dimana kedua hal tersebut sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.40
Hal senada juga dikemukakan olehibn Ba>z, menurutnya dalam menetapkan sifat Allah dan mengimani takdir-Nya tersebut hendaknya mengimani semua sifat Allah dan juga mengimani tentang takdir-Nya baik yang ada dalam al-Qur´an maupun hadis-hadis yang sah}ih, dan kemudian menetapkan sifat tersebut secara benar dan layak bagi Allah.41
Ada beberapa ayat dalam al-Qur’an Allah menyebutkan
persamaan ‚lafaz}‛ antara sifat Allah dan sifat manusia, seperti dalam
sifat ‚al-sami>’ dan al-Bas}i>r‛. Allah telah menetapkan bahwa diri-Nya
38 Abdul Malik ibn Abdul Karim Amrullah (HAMKA), Tafsir al-Azhar. (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), 169.
39 Lihat Sa’di>>>> dalamTaysi>r Kari>m Rah}ma>n Fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n. (Beiru>t: Da>r Ibn H}azm, 2004), 25.
40 ‘Abd Rah}ma> al-Sa’di>, al-Qawl al-Sadīd Syarh Kitāb al-Tauhīd, (Riyadh: Dār al-Tsabāt, 2004), 148.
13
sami’ dan basi>r dalam surat Syu>ra> [42]:11 dan dalam surat al-Insa>n[76]: 2.
Dalam kedua ayat di atas diyakini bahwa Allah ‚Samī dan Basīr‛ dan manusiapun ‚Samī dan Basīr‛, akan tetapi hakekat
keduanya jelas berbeda walaupun berlafaz} sama. Pendengaran dan penglihatan Allah sesuai dengan keagungan-Nya dan pendengaran dan penglihatan manusia sesuai dengan kelemahannya. Dalam surat al-Baqārah [ 2]:235 Allah menyatakan dirinya memiliki ilmu dan dalam surat al-Mumtahanah/60:10, Allahpun menyebut manusia memiliki ilmu. Walaupun sama lafaz} maka pada hakekatnya berbeda karna
‚Laitha ka mithlihi shaiun‛.42 Dari sini maka Ahl al-Sunnah menetapkan bahwa Allah memiliki tangan, wajah, mata dan sifat lainnya tanpa merubah makna tersebut dan tanpa menyamakan dengan makhlukNya.
Menurut Quraish Shihab ketika menjelaskan surat al-An’a>m
[06]:59, bahwa Allah memilki sifatal-‘Ali>m (Maha Mengetahui), menurutnya ayat ini menunjukan tentang salah satu sifat Allah yaitu Maha Mengetahui, yang dengan sifat-Nya tersebut Dia mengetahui segala yang berkaitan dengan manusia dan makhluk lainnya. Menurut beliau jangankan yang nyata atau yang tersembunyi dan dirahasiakan, bahkan yang lebih dari yang dirahasiakanpun Dia Mengetahui.43
Menurut Lajnah Ilmiyyah Hasmi (Harakah Suniyyah untuk Masyarakat Islami)44, bahwa setiap kata mempunyai tiga rukun, yaitu: Lafaz}, arti dan hakikat. Lafaz} kata yang sama, bisa mempunyai arti yang sama dalam hal bahasa, tetapi mempunyai hakekat yang berbeda, tergantung pada zat si empunya kata tersebut. Contoh kata ‚kepala‛, ketika kata ‚kepala‛ ini dihubungkan dengan dua pemilik yang
berbeda, maka hakekatnya akan berbeda juga. Misalnya: kepala sekolah dan kepala macan. Lafaz} keduanya adalah k-e-p-a-l-a, dalam bahasapun mempunyai arti yang sama, yaitu zat yang diikuti oleh bagian yang lainnya, akan tetapi hakekat keduanya berbeda jauh
42Lihat ‘Abd Allāh ibn Musli>h dan Ṣalāh Ṣāwi, Mā Lā Yasa’u al-Muslim
Jahluhu. (Ria>d}: Dār Isybiliyā, 1419), 53.
43M. Quraish Shihab, Hidangan Ilahi Ayat-Ayat Tahli>l. (Jakarta: Lentera Hati, 1997), 139.
14
sekali. Contoh lainnya kaki meja dan kaki sapi, muka bumi dan muka manusia, dan lain-lain.45
Dari uraian di atas bisa diketahui bahwa persamaan lafaz} belum tentu sama dengan hakikat, karena hakikat lafaz} akan berbeda-beda tergantung disandarkan pada apa dan siapa. Hal ini terjadi antar makluk, maka perbedaan antara hakikat sifat Allah subh}a>nahu
wata’a>la dan makhluk-Nya akan lebih nampak sekali. Iini adalah esensi dari firman Allah surat al-Shu>ra[42]:11.46
Menurut H}aydar ibn Ah}mad Safa>h, ayat 11 dalam surat al-Shu>rādi atas adalah kaidah yang sangat sempurna dalam menetapkan nama dan sifat Allah. Ketika Allah menyebutkan diri-Nya Samī dan Bashīr setelah laitha ka mithlihi syai. Dan sudah maklum bahwa Samī
dan Bashīr pun dimiliki oleh manusia dan hewan, maka seakan-akan Allah melarang makhluk-Nya meniadakan sifat Samī dan Bashīr bagi Allah hanya karena khawatir akan menyamakan dengan makhluk lain, akan tetapi hal tersebut harus ditetapkan bagi Allah dengan tidak menyerupakan sifat tersebut dengan sifat makhluk-Nya.47
Selain masalah sifat Allah di atas, yang banyak kalangan membicarakan dan memperdebatkannya sehingga melahirkan madhab-madhab dalam Islam. Maka tidak sedikit juga terjadi ikhtilaf (perbedaan) di dalam tubuh umat Islam yaitu tentang permasalahan keimanan terhadap masalah takdir (takdir baik dan buruk).
Iman kepada takdir Allah Ta’a>la dan ketentuanNya yang berlaku bagi semua makhluk-Nya adalah salah satu prinsip dasar dan landasan utama agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muh}ammad S}allallahu ‘alaihi wa sallam. Maka tidaklah sempurna keimanan seorang hamba dan benar di sisi Allah Ta’a>la sehingga dia memahami dan meyakini masalah ini dengan baik benar.
Hal ini disebabkan karena iman kepada takdirNya secara khusus sangat berkaitan erat dengan masalah tauhid (keyakinan), khususnya tauhid rubu>biyah (mengesakan Allah Ta’a>la dalam perbuatan-perbuatan-Nya), seperti mencipta, melindungi, mengatur dan memberi rizki kepada semua makhluk-Nya), sekaligus berkaitan juga dengan tauhid nama dan sifat-sifat Allah Ta’a>la, karena
45Lihat Lajnah Ilmiyah Hasmi (Harakah Sunniyah untuk Masyarakat Islami), Din al-Islam. (Bogor: Purtakan MIM, 2006), 31.
46 Lajnah Ilmiyah Hasmi, Din al-Islam, 31.
15
menakdirkan dan menetapkan adalah termasuk sifat-sifat kesempurnaan-Nya.
Dalam hal ini, ‘Aliibn Muh}ammadibn Abi> al-‘Izz al-Dimasqi> berkata:48‚Di antara sifat-sifat Allah Ta’a>la adalah Dia Maha (kuasa) berbuat apa yang dikehendaki-Nya, tidak ada sesuatupun yang terjadi kecuali dengan kehendak-Nya dan tidak ada yang luput dari keinginan-Nya. Tidak ada sesuatupun di alam semesta yang lepas dari takdir-Nya dan semuanya terjadi dengan pengaturan-Nya. Maka tidak ada seorangpun yang (mampu) melepaskan diri dari takdir yang ditentukan-Nya dan melampaui ketentuan yang telah dituliskan-Nya dalam lawhul al-mahfuzh (kitab tempat penulisan semua takdir dan ketentuan-Nya terhadap seluruh makhluk-Nya), Dia maha menghendaki semua yang dilakukan oleh seluruh makhluk di alam semesta. Seandainya Dia menjaga mereka maka niscaya mereka tidak akan melanggar perintah-Nya, dan seandainya Dia menghendaki mereka semua mentaati-Nya maka niscaya mereka akan mentaati-Nya. Dia-lah yang menciptakan semua makhluk beserta semua perbuatan mereka, menakdirkan (menetapkan) rezki dan ajal mereka. Dia memberikan hidayah (petunjuk) kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya‛.49
Dari uraian di atas sangat jelas bahwa mengimani terhadap sifat Allah dan takdirNya adalah perkara penting yang harus menjadi perhatian umat Islam, oleh karenanya banyak kalangan cendekiawan muslim yang dan membahas dan mengkajinya. Di antara mereka ada yang sesuai dengan al-Qur´an dan al-Sunnah, ada yang menolak semua sifat Allah dan takdirNya, ada yang menerima sebagian sifat Allah dan menolak sebagian yang lain, ada pula yang memalingkannya dari makna yang sebenarnya. Banyak faktor yang melatarbelakangi perbedaan tersebut di antaranya adalah kurang tepat dalam memahami dalil, hal demikian terjadi karena faktor kurangnya ilmu dan karena hawa nafsu serta faktorta'as}ub (fanatik) buta.
Menurut Aḥmad Muḥammad Shākir agar kaum muslimin mendapatkan penjelasan al-Qur´an secara utuh dan benar dalam memahami ayat-ayatsifat Allah dan takdir, maka sudah
48 Lihat‘Ali ibn ‘Ali ibn Mu
ḥammad ibn Abi al-‘Izz Sharh al-Akīdah
al-Ṭaḥāwiyah. (Beirūt: Muassasah al-Risālah, 1415), 32.
16
selayaknyaberusaha memahami pesan-pesan yang terdapat dalam al-Qur´andengan cara membaca danmentadabburi makna-maknanya.50
Banyak pemikir muslim yang telah membahas tentang teologi(aqidah) dan macam-macam dan pembagiannya, tetapi sangat sedikit yang secara khusus membahas tentang takdir dan sifat Allah dalam al-Qur´an. Apalagi jika dipandang dari sudut penafsiran.
Al-Sa’di>>> adalah salah satu ulama dan juga seorang mufassir kontemporer yang mempunyai perhatian mendalam terhadap ajaran Islam tentang aqidah khususnya terhadap permasalahan takdir dan sifat Allah yang ada dalam ayat-ayat al-Qur´an.
Sebagai bukti perhatiannya terhadap al-Qur´andan pentingnya tafsir bagi umat Islam, al-Sa’di>>> dalam Muqadimah tafsirnya menyebutkan, bahwa ilmu tafsir adalah sebaik-baik ilmu secara mutlak, paling penting dan paling layak diteliti makna-maknanya serta dipahami pola-polanya, karena ia merupakan perkara yang diturunkan dari Dhat Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.51
Beliau memiliki banyak karya tulis, di antaranya adalah kitab
tafsir yaitu ‚Taysi>r al-Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n‛
yang merupakan karya magnum opusnya, al-Mawa>hib al-Rabbaniyah min al-A>ya>t al-Qur’aniyah, al-Qawa>id al-Hissa>n li Tafsi>r al-Qur´an, Fath} al-Rabb al-H}ami>d fi Us}u>l al-Aqa>id wa al-Tawh}id, al-Tawdi>h wa al-Baya>n li Shajarah al-I>ma>n, dan lain-lain.
Dalam karya-karyanya tersebut sangat jelas posisi beliau dalam memahami takdir dan sifat Allah yang beliau sarikan dari al-Qur´anal-Kari>m dan al-hadis al-s{ah}i>h.
Penulis tertarik untuk mendalami ayat-ayat al-Qur´anyang ditafsirkan oleh al-Sa’di>> dalam kitab tafsi>rnya dan kitab karya beliau lainnya, yang oleh beliau selanjutnya dijadikan sebagai hujjah (argumen), bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang mulia yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya dan tidak ada satu makhlukpun yang sama dengan-Nya, dan Allah telah menetapkan suatu kepastian yang berlaku bagi makhluk-Nya berupa takdir baik dan buruk.
Dalam penelitian tesis ini, penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang konsep-konsep dasar dalam memahami sifatAllah dan takdir yang ditulis al-Sa’di>>> dalam tafsirnya serta kitab
50 Aḥmad Muḥammad Shākir, ‘Umdah al-Tafsīr, (Miṣr: Dār al-Wafā, 1425), 40.
17
beliau lainnya. Dan penulis jadikan kitab tafsir ‚Taysi>r Kari>m al-Rah}ma>n fi> Tafsi>r Kala>m al-Manna>n‚ tersebut sebagai data primer di samping karya al-Sa’di>>lainnya.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah
Kajian tentangsifat Allah dan takdir dalam al-Qur´ansecara garis besar membahas permasalahan-permasalahan yang secara implisit terdapat dalam al-Qur´anterutama ketika melihat pandangan tersebut menurut perspektif al-Sa’di>>> kemudian dikaji dan dianalisa untuk ditemukan benang merah. Penafsiran disinyalir menjadi penyebab terjadinya pemahaman yang berbeda, terutama pandangan tentang memahami takdirdan sifat Allah yang ada dalam al-Qur´an. Akibat dari cara pandang yang berbeda tersebut tidak jarang menimbulkan penafsiran yang berbeda pula dalam mentransformasi ayat-ayat dengan problem umat Islam yang terjadi pada saat ini. Dengan demikian perlu menampilkan penafsiran yang lebih konseptual dan kontekstual dalam memahami takdir dan sifat Allah yang ada dalam al-Qur´an.
2. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya ayat-ayat yang membicarakan tentang takdir dan sifat Allah dalam al-Qur´an, maka penulis akan membatasi masalah yang dikaji dalam penelitian ini. Hal ini terkait dengan analisis penulis ketika mengaitkan dengan kitabtafsir karya al-Sa’di>>> dan kitab-kitab lainnya karya beliau.
Penulis akan mengkaji dan meneliti ayat-ayat dalam al-Qur´anyang mengandung term-term takdir dan sifat Allah. Ayat-ayat yang akan diteliti dalam tesis ini meliputi beberapa pembahasan utama. Pertama, suratT}a>ha> (20): 5, Ya>si>n [36]: 82, surat Ali Imra>n [3]: 47, surat al-Zumar [39]: 62, dan surat al S}a>fa>t [37]: 96. Kedua, membahas ayat-ayat tentang sifat Allah di antaranya, surat al-Baqarah [2]: 255,surat T}a>ha> [20]: 5, dan suratal-Maidah [5]: 5 al-Ara>f (6): 180, dan ayat-ayat yang lainnya.
al-18
Mu’jam al-Mufah}ras li Alfa>dh al-Qur´anal-Kari>m karya Fu’ad ‘Abd al-Ba>qi>.
Fokus pemasalahan dalam penelitian ini adalah tentangsifat Allah dan takdir yang ada dalam al-Qur´anyang penulis analisis dari ayat-ayat al-Qur´anyang ada dalam kitab Tafsirdan kitab lainnyakarya al-Sa’di>>>, dengan membandingkan beberapa pemikiran ulama klasik dan kontemporer Islam. Dalam hal ini penulis mengambil beberapa pemikiran ulama klasik dan konteporer seperti, al-T}aba>ri> al-Qut}u>bi>, Muh}ammad al-Ami>n al-Shinqity, Ibn Uthaymi>n,Buya Hamka, dan Muh}ammad Quraish Shihab. Pemilihan terhadap beberapa ulama kontemporer tersebut, di samping karena argumentasinya yang kuat tentang takdir dan sifat Allah, juga menjadi rujukan dalam wacana penafsiran dalam Islam Kontemporer.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas dengan melihat berbagai persoalan dan pembahsan yang sangat luas, maka penulis merumuskan masalah dengan pertanyaan:
Bagaimana pemahaman danpenafsiran al-Sa’di>>> terhadap ayat-ayatsifat Allah dan takdir?
C. Tujuan Penelitian
Ada beberapa tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, antara lain adalah:
1. Secara umum, untuk mengetahui metode dasar al-Sa’di>>> dalam menafsirkan ayat-ayat tentang sifat-sifat Allah dan takdir yang ada dalam al-Qur´an, karena perdebatan tentang takdir dan sifat-sifat Allah masih menjadi persoalan di kalangan tubuh umat Islam.
2. Secara akademis, peneliti ingin mengungkap bagaimana ayat-ayat yang menjelaskan tentang teologi dalam al-Qur´an khususnya yang berkaitan dengan sifat Allah dan takdir dipahami dan ditafsirkan oleh al-Sa’di>>.
D. Kegunaan Penelitian
19
1. Sebagai sumbangan informasi ilmiah bagi para peminat dan pemerhati masalah tafsir khususnya tentang wacana pemahaman teologi dalam al-Qur´an.
2. Ikut berkontribusi dalam rangka melengkapi dan memperkaya khazanah perpustakaan Islam, sehingga dapat membantu masyarakat dalam memperluas wawasan tentang konsep dasar penafsiran dalam memahami takdir dan sifat Allah terutama berkaitan dengan pandangan al-Sadi> dalam tafsirnya.
E. Kajian Terdahulu yang Relevan
Berdasarkan penelusuran penulis tentang informasi mengenai penelitian terhadap ide, konsep, gagasan dan pemikiranal-Sa’di>>, yang banyak di temukan adalah deskripsi tentang biografi al-Sa’di>> dalam bentuk makalah atau artikel ringkas (rasa>’il) yang tersebar di berbagai media massa, seperti majalah dan suratkabar, atau sebagai
‚pengantar‛dari pada murid (t}ullab) dan simpatisan (muhibbin)
al-Sa’di>> dalam berbagai karyanya yang telah diterbitkan.
Rasa>>’il berbobot ilmiah dan buku-buku yang menyorot tentang biografi al-Sa’di>> dan pemikiran intelektualnya adalah:
1. Athar ‘Alla>mah al-Qa>s}im al-Shaikh ‘Abd al-Rah}man ibn Nas}ir al-Sa’di>>> ‘ala> al-H}arakah al-‘ilmiyyah al-Mu’as}irah‛.
2. S}afah}at min H}ayah ‘Alla>mah al-Qas}im al-Shaikh ‘Abd al -RahmanibnNashir Al-Sa’di>>‛.
Kedua buku tersebutadalahkarya ‘Abd Allah ibn Muh}ammadibn Ahmad al-T}ayyar, Guru Besar Fikih di Universitas Islam Imam Muh}ammad ibn Su’u>d cabang Qa>s}im. Dalam buku pertama, biografi al-Sa’di>> tidak dipaparkan, karena sorotan utama karyanya adalah mendeskripsikan dan menganalisa metodologial-Sa’di>>> dalam pendidikan (ta’lim) dan penulisan karya ilmiah (ta’lif), dipaparkan pula beragam aktifitas ilmiah al-Sa’di>>> dan pengaruhnya bagi gerakan ilmiah kontemporer (harakah ‘ilmiyyahmu’ashirah) dalam berbagai aspek keilmuan dan pemikiran. Sedangkan dalam buku kedua, penulis mengurai biografi al-Sa’di>>> secara mendetail hingga menyentuh berbagaiaspek lain yang terkait dengan kehidupan al-Sa’di>>>.
20
Buku ini ditulis soleh ‘Abd al-Razza>q ibn ‘Abd al-Muh}sin
al-‘Abba>d, selain mengurai tentang biografi Al-Sa’di>>>, secara khusus mengupas pemikiran akidahAl-Sa’di>>> dalam beragam kiprahnya, khususnya dalam berbagai karya ilmiahnya. Buku tersebut di atas semula adalah tesis di jurusan akidah fakultas Ushuludin di Universitas Islam Madinah pada tahun 1407 H. Penelitian ilmiah lainnya yang pernah disusun adalah (a) tesis di Universitas Islam Imam Muh}ammadibnSu’ud Ria>d} berjudul ‚al-Shaikh ‘Abd al -Rah}ma>n Al-Sa’di>>>: Haya>tuhu, ‘Ilmuhu, Manha>juhu fi> al-Da’wah ila> Alla>h‛ karya ‘Abd Allah ibn Su’u>d al-‘Ammar, tahun 1405-1406 H; (b) tesis di Jurusan al-Qur´an dan Ilmu-Ilmunya Fakultas Us}uluddin Universitas Islam Imam Muh}ammad ibn Su’u>d Ria>d}
berjudul ‚al-Shaikh ‘Abd al-Rah}man Al-Sa’di>>> Mufassiran‛, tahun 1406-1407 H; (c) tesis di Jurusan Penyiaran Dakwah Fakultas Dakwah Universitas Islam Imam Muh}ammad ibn Su’u>d cabang
Madinah berjudul ‚al-Syaikh ‘Abd al-Rah}man al-Sa’di>>>: Manhajuhu wa Atharuhu fi al-Da’wah ila Alla>h‛, tahun 1414 H52; dan (d) disertasi di Jurusan Pendidikan Islam dan Perbandingannya Fakultas Pendidikan Universitas Umm al-Qurra> Makkah dengan
judul ‚al-Fikr al-Tarbawi ‘inda Al-Sa’di>>: Dira>sah Tahliliyyah Na>qidah‛ Karya ‘Abd al-‘Azi>z ibn‘Abd Allah ibn Muh}ammad al-Rashudi, tahun 1418 H.
Adapun tulisan yang ada relevansi dengan penelitian penulis adalah sebagai berikut:
1. Muh}ammad al-Ami>n al-Shinqiti, Manha>j wa Dirasat li al-A>ya>tal-Asma>i wa Al-S}ifa>t. Secara garis besar kitab tersebut membahas tentang dasar-dasar metodologi dalam memahami takdir dan sifat Allah yang bersumber dari al-Qur´andan penerapannya.
2. Muh}ammadibn Uthaymi>n, al-Qawa>id al-Muthla fi> al-S}ifa>t Alla>h wa al-Asma> al-‘Ulya>. Kitab tersebut berisi penjelasan tentang pokok-pokok aqidah Islam khususnya keimanan kepada takdir, nama dan sifat Allah dan bagaimana menetapkannya nama-nama dan sifat tersebut. Buku tersebut bisa dibilang lebih lengkap dalam membahas nama-nama dan sifat Allah dalam tataran teori maupun praktek.
52 ‘Abd ‘Aziz ibn ‘Abd Allah ibn Muh}ammad Ras}udi, ‚Fikr
21
3. M. Yunan Yusuf,Corak Pemikiran Kalam Tafsi>r al-Azha>r, Sebuah Telaah Atas Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam. Di dalam buku tersebut penulis mengulas tentang pemikiran teologi Hamka dalam tafsirnya al-Misbah, seperti konsep iman, kuasa Allah, keadilan Allah, perbuatan Allah, nama-nama dan sifat Allah. Namun dalam karya disertasi tersebut penjelasan tentang takdir dan sifat Allah tidak dibahas secara mendalam bagaimana keimanan terhadap takdir dan sifat Allah secara lengkap dan tuntas.
4. Rahendra Maya, Konsepsi Al-Sa’di>> tentang al-Ittiba> dan Relevansinya dalam Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia,Tesis ini mengupas tuntas tentang pemikiran Al-Sa’di>> khususnya tentang konsep al-Ittiba’nya dan korelasinya dengan
konsep pendidikan modern, dan hanya sedikit menyinggung sisi teologinya khususnya keimanan kepada takdir dan sifat Allah. 5. Muhammad Quraish Shihab, al-Asma> al-Husna, Buku ini berisi
tentang makna dan kandungan serta faidah dari al-Asma> al-Husna> yang ada dalam al-Qur´an. Dalam buku ini penulis hanya menjelaskan faidah dan hikmah dari masing-masing asma dan sifat Allah yang berjumlah 99 itu, namun tidak ada kaidah yang menjelaskan tentang hakikat keimanan terhadap yang dapat menjadi pegangan umat Islam dalam memahami sifat-sifat Allah khusunya yang ada dalam al-Qur´an .
6. Jam’iyyah al-Masyari’ al-Isla>miyyah, Ghayat al-Baya>n fi> Tanzi>h
Alla>h ‘An Jihat wa –Almaka>n. Alih bahasa oleh Khalil Abu Fateh
dengan judul ‚Alla>h Ada Tanpa Tempat dan Tanpa Arah’. Kitab
tersebut mengupas secara tuntas tentang keyakinan mayoritas umat Islam yaitu tentang sifatAllah yang ada (wujud),tapi tanpa tempat dan tanpa arah.
Adapun penelitian khusus yang menyorot pemikiran tafsir
al-Sa’di>> tentang sifat Allah dan takdir sejauh penelusuran penulis tampaknya belum ada yang mengungkap dan membedahnya. Olehkarena itu, penelitian mendalam penafsiran al-Sa’d{i> tentang sifat Allah dan takdir dalam al-Qur´an perspektif seorang tokoh sangat urgen untuk dilakukan. Urgen bukan karena penelitian ini akan memberikan informasi akurat dan data factual tentang pemikiran
Al-Sa’di>> secara ilmiah, akademis dan sistematis.
22
1. Metode Pe