• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Humas dalam Transformasi Reformasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Humas dalam Transformasi Reformasi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Humas dalam Transformasi Reformasi Birokrasi Oleh:

Dr. Ahmad Mulyana, M.Si1

Sejarah reformasi pada tahun 1998 silam telah membawa perubahan signifikan dalam sistem pemerintahan negara. Berbagai macam krisis yang melanda Indonesia melahirkan kesadaran dan kebutuhan terhadap adanya tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) yang menjamin transparansi, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sampai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) secara historis dilatarbelakangi oleh bergulirnya reformasi di dalam Negara Republik Indonesia.

Bertolak pada Kesepakatan Bersama Tiga Menteri: Mendagri, Menkominfo, dan Menpan, 30 Agustus 2007 tentang Revitalisasi fungsi Humas pada Instansi Pemerintah, Kesekretariatan Lembaga Lembaga Negara, Pemda dan BUMN/BUMD pasal 2 ayat g, revitalisasi fungsi Humas adalah melaksanakan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan fungsi hubungan masyarakat pemerintah.

Peran kehumasan di era reformasi dan otonomi daerah semakin dinilai strategis dan penting. Hubungan Masyarakat sebagai fungsi manajemen pada unit kerja yang integral menjadi bagian dari suatu lembaga tertentu dituntut membangun citra positif organisasi, mewujudkan kepercayaan public dan membina hubungan baik dengan masyarakat. Peranan humas di lingkungan pemerintahan sangat penting dalam membangun citra positif bangsa dan negara. Apalagi dewasa ini pemerintah tengah menghadapi berbagai persoalan kemasyarakatan yang mendasar.

(2)

Humas pemerintah selalu dituntut kemampuannya dalam menghadapi tantangan dan perubahan lingkungan yang sangat cepat. Humas memegang peranan yang sangat penting dan strategis. Selain itu, sebagai sebuah kegiatan komunikasi, humas juga berfungsi sebagai jembatan untuk membangun suasana yang kondusif dalam kerangka ‘win-win solutions’, antar berbagai stakeholders organisasi, baik internal maupun eksternal dalam rangka membangun image atau citra dari organisasi pemerintah itu sendiri.

Humas saat ini mendapatkan tugas yang sangat berat mengingat telah diberlakukannya UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Masing-masing instansi pemerintahan atau badan publik wajib untuk menyediakan informasi yang baik, akurat, cepat, tepat, transparan, akuntabel dan sederhana kepada masyarakat atau pengguna informasi.

Agar terimplementasi secara maksimal dalam mencapai tujuan di atas, maka melalui UU No.17 tahun 2007 tentang Arah Kebijakan Pendayagunaan Aparatur dilanjutkan dengan Perpres no 5 th 2010 tentang RPJMN Reformasi Birokrasi menegaskan semangat tersebut yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintah; 2. Sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong

tantangan abad ke 21;

3. Berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih antar fungsi pemerintah melibatkan jutaan pegawai dan menghabiskan anggaran yang tidak sedikit;

4. Upaya menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi sampai terendah;

5. Upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen.

(3)

kehumasan dari sisi pendidikan formal, serta masih terbatasnya pemahaman tentang arti dan fungsi dari humas itu sendiri.

Peran dan fungsi humas pemerintah selama ini masih kalah kelas bila dibandingkan dengan public relations organisasi bisnis atau kalangan dunia usaha lainnya. Untuk itu aparatur kehumasan pemerintah sebisa mungkin lebih memperluas wawasan, pemahaman dan pengetahuan di seputar dunia kehumasan agar kinerja dan profesionalisme tugas pemerintahan dapat terlaksana dengan baik.

Peran humas ke depan sangat penting dan strategis dalam mengkomunikasikan dan menginformasikan peraturan, kebijakan dan informasi kegiatan pemerintah kepada masyarakat.

Guna menjawab tantangan besar yaitu meningkatnya proses transmisi dan pertukaran informasi antar unit di dalam organisasi (internal pull), serta meningkatnya tekanan dari lingkungan eksternal yang menuntut tingkat partisipasi dan transparansi lebih besar dalam pengelolaan pelayanan publik (external push). Untuk itu diperlukan suatu transformasi yang merupakan gerakan sosial bagi insan-insan kehumasan.

Transformasi kehumasan adalah perubahan kehumasan dari sekedar jurubicara organisasi menjadi jembatan antara kepentingan organisasi dan publiknya. Selain itu, diperlukan adanya perubahan kehumasan dari pelaksana menjadi counselor , advisor dan interpreter bagi top management (Elvinaro:2007) Langkah humas kedepan harus secara kreatif mengimplemetasikan kebijakan kehumasan yang mencakup:

1. penentuan tujuan komunikasi dan tujuan organisasi;

2. penentuan public sasaran; menerapkan strategi komunikasi efektif;

3. bagaimana merancang dan menyampaikan pesan kepada khalayak, saluran media apa yang dapat mencapai khalayak.

4. siapa sumber informasi utama.

(4)

terutama para PNS. Masyarakat luas belum memahami relevansi dari program RB terhadap kepentingan publik. Muncul banyak miskonsepsi tentang RB, antara lain banyak pemangku kepentingan belum memahami secara utuh dan benar program RB, banyak pemangku kepentingan yang tidak memahami RB. Sosialisasi program RB belum dilakukan secara efektif kepada external stakeholders. RB sering dipahami oleh sebagian PNS sebagai perbaikan renumerasi, padahal RB mempunyai nilai dalam perbaikan struktur maupun kultural dikalangan PNS. Pelaksanaan program RB cenderung terpusat pada perbaikan internal dari birokrasi dan aparaturnya. Problem yang terjadi dalam birokrasi adalah hasil interaksi dari kondisi internal dan eksternal.

RB belum berhubungan langsung dengan kepentingan rakyat, terutama dalam pelayanan publik serta masih banyak pemangku kepentingan diluar pemerintah tidak peduli dengan reformasi birokrasi.

Jika Miskonsepsi dibiarkan berlanjut maka yang akan terjadi pada PNS adalah adanya pemahaman yang salah terhadap RB, mereka hanya melihat RB dari sisi kepentingannya yaitu perbaikan penghasilan. Konsekuensi dari penerapan RB tidak dipahami, akibatnya implikasi pelaksanaan RB terhadap perubahan sikap dan perilaku cenderung tidak jelas. Perubahan sikap dan perilaku PNS menjadi lebih costly dan sulit (resistensi menjadi semakin besar) ketika perbaikan remunerasi tidak diikuti oleh perubahan sikap dan perilaku.

Implikasi yang terjadi bagi publik yaitu kurang peduli dengan program RB dan menganggap program RB tidak relevan dengan kepentingannya. Dukungan dan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pelaksanan RB terbatas. Tekanan dan tuntutan publik terhadap pelaksanaan RB kurang optimal yaitu RB cenderung menjadi proyek pemerintah bukan menjadi gerakan nasional.

RB supaya menjadi gerakan nasional adalah perlu adanya social marketing yang efektif yaitu perlunya strategic stakeholders yang teridentifikasi secara jelas, yaitu:

1. siapa yang harus mengerti dan memahami RB, 2. bagaimana mereka seharusnya memahami RB,

(5)

4. bagaimana membentuk persepsi yang positip terhadap RB.

Sosialisasi yang dilakukan sampai tidak cukup dengan cara mengumpulkan pejabat pusat dan daerah, tetapi harus didukung dengan public awareness tentang RB. Membentuk persepsi yang benar tentang RB. Adanya Pusat informasi tentang RB seperti best practise, lesson learnt, validated best practise serta manajemen pengetahuan harus kuat.

Humas mempunyai peran yang strategis dalam pelaksanaan RB dimana seharusnya humas menjadi ujung tombak untuk menyampaikan sosialisasi kepada masyarakat. Humas harus menjadi aktor pro-aktif untuk membentuk opini publik agar terbentuk persepsi yang benar tentang RB. RB bukan government project tetapi project of the nation, akan berhasil kalau menjadi gerakan nasional.

Peran Humas didalam kelembagaan perlu dimaksimalkan dalam berbagai kegiatan terutama pada proses pembuatan kebijakan, karena biasanya kebijakan publik ada manfaatnya dan kerugian begitu pula juga ada yang pro dan kontra, Humas harus tahu siapa yang pro dan kontra, dan apa yang mesti harus dilakukan untuk memaksimalkan dukungan dan mengurangi resistens.

Humas harus menepatkan publik harus menjadi prioritas utama. Karena tanpa dukungan publiknya, pemerintah atau organisasi tidak dapat tumbuh optimal dan bahkan akan mengarah pada kemunduran. Prinsipnya “rakyat” adalah raja bagi kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan harus memposisikan diri sebagai abdi rakyat; pelanggan (costumer) adalah “raja” bagi perusahaan. Ini artinya para pengelola organisasi harus memiliki public accountability. Humas harus mampu membuat segala dugaan, perkiraan, pendapat, harapan dan pilihan dari orang banyak secara positif. Khususnya orang banyak atau publik yang mempunyai kepentingan khusus terhadap organisasi atau stakeholders.

(6)

1. belief (kepercayaan tentang sesuatu)

2. attitude (apa yang sebenarnya dirasakan seseorang)

3. perception (persepsi)

Untuk itu diperlukan suatu tindakan situasional yang berkelanjutan terkait dengan :

1. penentuan visi misi organisasi yang jelas dan terukur. Termasuk didalamnya filosofi dan sasaran.

2. Mengembangkan company profile yang mencerminkan kondisi internal organisasi dan kemampuan yang dimilikinya.

3. Penilaian terhadap lingkungan eksternal organisasi dari semangat kompetitif maupun secara umum.

4. Analisis terhadap peluang yanng terjadi di lingkungan (yang melahirkan alternatif pilihan)

5. Identifikasi atas pilihan yang dikehendaki.

6. Pemilihan strategi atas objektif jangka pendek, menengah dan panjang.

7. Implementasi atas hal-hal di atas menyesuaikan sumber yang tercantum dalam anggaran dan mensinkronkannya dengan SDM, struktur, teknologi dan segala sistem yang terkait.

8. Review dan evaluasi atas hal-hal yang telah dicapai dalam setiap periode sebagai suatu proses untuk melakukan kontrol dan sebagai input bagi pengambilan keputusan di masa depan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian didapatkan keadaan optimum dapat dicapai pada rasio gliserol/FFA sebesar 5 dan suhu sebesar 90 0 C, dengan konversi yang dihasilkan sebesar

mengetahui ينغلا زيزعلا نحبس هللا لا هلال Laa ilaaha illallaahu subhaanal `aziizil ghaniyyi Tiada Tuhan yang berhak disembah selain allah, maha suci Tuhan

Dari penelitian yang telah dilakukan tentang analisis vegetasi gulma pada perkebunan kelapa sawit ( Elaeis guineensis Jacq.) di desa Kilangan kecamatan Muaro Bulian

Akan tetapi, jika skalar yang dikalikan dengan angka negatif, maka disamping besarnya berubah, arah vektor pun menjadi kebalikannya (berputar sebesar 1800),vektor negatif dari

Penyebab tersering dari jatuh adalah masalah dalam diri lanjut usia sendiri dan didukung dengan keadaan lingkungan rumah yang berbahaya Tujuan penelitian adalah mengetahui

Hasil analisis tersebut akan menjadi dasar kajian dalam menentukan luas area yang dibutuhkan untuk penyediaan Ruang Terbuka Hijau pada lokasi penelitian dengan membandingkan

Hasil uji statistik dengan Wilcoxon pada kelompok eksperimen didapatkan hasil nilai signifikan p=0,02 (p<0,05), maka terdapat perbedaan kemampuan bersosialisasi

pengaruh domain kestabilan yang lain,sehingga menentukan resiliensi dari sistem yang ada. Untuk mengetahui tingkat resiliensi masyarakat Desa Jeruksawit dalam