• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Keberpihakan Pers Pada Pemilu 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Fenomena Keberpihakan Pers Pada Pemilu 2"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Fenomena Keberpihakan Pers Pada Pemilu 2014

Created by : “Leviathan”

1. Hanifa

2. Dwi Luthfan Prakoso

3. Devi Hapsari

Subtema : 1. Berpihak Secara Terang-Terangan: Sah?

CIPUTAT TANGERANG SELATAN

(2)

Kebebasan pers seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari demokrasi. Keberadaan pers dalam suatu negara yang berdaulat sangat mempengaruhi sikap masyarakat secara individu terhadap negaranya. Menurut Ashadi Siregar, kegiatan pers digunakan untuk mengisi alam pikiran khalayaknya.1 Terkait pemilu 2014,

maka pernyataan tersebut sangatlah mewakili fungsi pers dalam megawali berjalannya proses pemilu. Karena, secara tidak langsung pers telah mempengaruhi opini masyarakat dalam menentukan pilihan pemimpinnya.

Pada pesta demokrasi yang akan diadakan di Indonesia, yakni Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, pers semakin meningkatkan peranannya. Sebab, kebebasan pers sangat dilindungi oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Hal ini, terkait dengan pers sebagai salah satu alat kampanye pemilu. Tujuannya adalah memberikan pendidikan politik yang bertangung jawab terhadap masyarakat.

Upaya penyalur pendidikan politik tersebut telah disalah gunakan oleh sebagian aktor politik. Beberapa lembaga pers, khususnya media elektronik, mulai menunjukkan kecenderungan dalam hal mendukung salah satu partai politik atau individu yang terlibat dalam pemilu. Memang, hal ini tidak diatur dalam peraturan perundang – undangan Indonesia. Namun, yang perlu diperhatikan adalah apakah penyiaran yang dilakukan oleh mereka sudah memenuhi beberapa persyaratan yang telah diatur oleh Undang – Undang, khususnya UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu

Menurut Ashadi Siregar, dilihat dari kemunculannya, pers nasional didasari oleh adanya pers pergerakan yang memiliki motivasi politik. Karena itu, pers dapat disebut sebagai institusi politik. Hal ini, membuktikan bahwa pers dan politik memiliki kaitan erat. Menurut Ashadi, motivasi politik yang bersifat

opponent membuat pengelola pers membangun etos kerja jurnalismenya bersifat khas. Yaitu, dengan menjadikan jurnalisnya sebagai pejuang (aktivis).2

Pada teori libertarian, pers terkesan sebagai pilar keempat kekuasaan yang berada pada posisi tertinggi.3 Pers seolah menjadi watchdog dari kekuasaan

1 Ashadi Siregar, 1995, “Kebebasan Pers dan Pengembangan Demokrasi”, diunduh pada 27 januari 2014,” ashadisiregar.files.wordpress.com ”, hal: 1

2 Opcit, hal:12

(3)

eksekutif, legislative, dan yudikatif. Namun, pers juga berfungsi sebagai pengawas roda kehidupan masyarakat secara keseluruhan.4 Hal tersebut

menimbulkan pertanyaan dibenak khalayak saat mejelang pemilu 2014. Sampai manakah independensi pers menggiring opini masyarakat dalam menentukan pemimpinnya.

Ketika menjelang pemilu, banyak kalangan yang tiba-tiba memanfaatkan pers sebagai media kampanye. Perang media antar calon peserta pemilu seolah sebuah sinetron panjang dengan ratusan episode. Setiap hari, pemberitaan cetak maupun elektronik selalu menghadirkan konflik dan upaya pencitraan tokoh.

Berdasarkan undang-undang No. 8 tahun 2012 pasal 92 ayat 1 menyatakan bahwa kampanye, lembaga penyiaran publik harus memberikan alokasi waktu yang berimbang kepada peserta pemilu untuk menyampaikan materi kampanyenya. Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan keyataan. Terbukti, kepemilikan calon peserta pemilu terhadap suatu media massa tertentu memiliki alokasi waktu tersendiri dalam menayangkan iklan kampanye.

Pada masa perkembangan teknologi saat ini, media kampanye tidak hanya iklan dan alat peraga (poster, pamflet, dll). Namun, kampanye terselubung melalui acara reality show, kuis, maupun sinetron menjadi pilihan alternatif lain dalam pemilu kali ini. Hal tersebut, dilakukan oleh pasangan partai Hanura.

Reality show tersebut bertajuk “Mewujudkan Mimpi Indonesia”. Acara ini, menayangkan sisi baik dari Wiranto dan Hari Tanoe sebagai pasangan pilpres partai Hanura. Acara tersebut menayangkan upaya Wiranto dan Hari Tanoe merespon dan merasakan keluhan masyarakat kalangan bawah. Tidak hanya itu, mereka juga membuat suatu kuis yang bertemakan kebangsaan di beberapa televisi pimpinannya. Kedua acara ini memang tidak secara terang- terangan meminta dukungan. Namun, hal itu terlihat dari citra yang tercipta di masyarakat.

Selain itu, pelanggaran yang dilakukan mereka adalah penayangan unsur kampanye pada sinetron “Tukang Bubur Naik Haji”. Acara ini ditayangkan oleh

the Press. Urbana:University of Illinois. Dalam Tjipta Lesmana, 2005, “Kebebasan Pers Dilihat dari Perspektif Konflik, antara Kebebasan dan Tertib Sosial”, diunduh pada 27 februari 2014, hal : 5

4Kovach, Bill, Tom Rosenstiel. 2001. The Elements of Journalism. New York:

(4)

RCTI (bagian dari MNC Group)5. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sendiri telah

melayangkan surat teguran tersebut karena dianggap sebagai pelanggaran atas perlindungan kepentingan publik. Hal tersebut, menyiratkan bahwa kepemilikan media terutama televise lebih memberikan ruang besar bagi sarana kampanye terselubung.

Pembentukan citra politik yang dilakukan para aktor pemilu merupakan suatu upaya pembentukan karakter opini rakyat terhadap mereka. Menurut Anwar Arifin, citra politik merupakan gambaran seseorang tentang realitas politik yang tidak harus sesuai dengan realitas politik sebenarnya.6 Artinya, tayangan media

tidak sepenuhnya gambaran kenyataan politik. hal tersebut merupakan suatu tindak pembodohan masyarakat. Karena, wawasan politik yang disediakan merupakan hasil suntingan dari skenario pihak tertentu.

Pada pasal 97 ayat 1 UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu menyatakan bahwa “Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye Pemilu di televisi untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa Kampanye Pemilu”. Namun, dalam survey yang kami lakukan tanggal 12 Maret 2014 pukul 19.00 - 20.00 di stasiun televisi swasta TV One, penampilan iklan kampanye pemilu telah dilakukan oleh beberapa parpol yakni Partai Golkar 2 kali masing – masing berdurasi 25 detik dan Partai Gerindra 1 kali dengan durasi 35 detik.

Terdapat dua hal yang perlu dicermati, yakni pelanggaran mengenai durasi dan pelanggaran mengenai kampanye pemilu yang dilakukan di luar jadwal kampanye yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Partai Gerindra menyalahi aturan karena telah menampilkan iklan kampanye pemilu lebih dari 30 detik serta kedua partai melakukan kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan KPU. Padahal, KPU telah menetapkan bahwa jadwal kampanye terbuka dimulai dari 16 Maret – 5 April 2014.

Periklanan partai politik berarti berbicara tentang bagaimana parpol “berjualan” agar laku.7 Berjualan parpol pada dasarnya adalah suatu program

5

6 Anwar Arifin,” Komunikasi Politik: Paradigma Teori Aplikasi Strategi dan Komunikasi

Politik Indonesia”, Jakarta: PT. Balai Pustaka, hal 109

(5)

komunikasi, suatu penyampaian pesan dari suatu parpol kepada calon – calon konstituennya, untuk memperoleh suatu dukungan. Dukungan yang dimaksud sesuai dengan konsep pemasaran, adalah motivasi purchase untuk memilih saat pemilu berlangsung.

Menghadapi masalah tersebut, Dewan Pers melalui ketuanya, yakni Bagir Manan telah mengeluarkan Surat Edaran Dewan Pers Nomor: 02/SE-DP/II/2014 Tentang Independensi Wartawan dan Pemuatan Iklan Politik di Media Massa pada 24 Februari 2014. Surat tersebut berisi 5 poin utama untuk mendorong komunitas pers untuk tetap menjaga integritas dan martabat pers sebagai pranata publik yang independen.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Komisi Penyiaram Indonesia, terdapat 11 parpol yang melakukan pelanggaran iklan. Yakni, Golkar 487 spot, Nasdem 378, Gerindra 305, PDIP 273 spot, PKB 90 spot, Hanura 80 spot, PAN 67 spot, PKPI 42 spot, PKS 9 spot, Demokrat 8 spot. Penelitian ini dilakukan pada 7 – 8 maret.8

Selain pelanggaran tersebut, KPI mencatat pelanggaran penayangan kampanye politik oleh media televisi pada 1 februari hingga 11 maret. Media tersebut, diantaranya Trans TV 306 spot, RCTI 291 spot, Metro TV 220 spot, SCTV 172 spot, Indosiar 194 spot, ANTV 184 spot, Trans7 139 spot, MNC TV 137 spot, Global TV 133 spot, TVRI 7 spot.9

Kenyataan adanya pelanggaran diatas tidak membuat pihak KPI, KPU, dan BAWASLU melakukan tindakan tegas. Terbukti, dari pernyataan Iddy Muzayyad bahwa pihak KPI telah mengingatkan dan sempat memanggil pihak stasiun tv. Karena, KPI hanya memiliki wewenang untuk menegur.10

Adanya fenomena saling sindir, menjatuhkan, dan menaikkan karakter aktor pemilu melalui berbagai cara dan media kampanye, menurut Lasswell inilah bentuk ‘perang urat syaraf’ . Perang urat syaraf merupakan bentuk propaganda yang dilakukan oleh parpol ataupun kelompok kepentingan yang bertujuan untuk mencapai tujuan strategis atau tujuan taktis11. Menurut Harold Laswell, terdapat

8 Ridwan, “Iklan Kampanye dan Politik di Televisi Terbanyak Golkar”, www.pemilu.com diakses pada 18 Maret 2014

9“Duh, 11 Stasiun TV Langgar MoratoriumIklan Politik, Trans TV Paling Banyak”,

http://jateng.tribunnews.com , diakses pada 18 Maret 2014 10opcit

(6)

beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perang urat syaraf ini, yakni (i) Media apa yang akan digunakan, (ii) Pesan apa yang kan disebarkan, dan (iii) Apa yang menjadi tujuan dan efek apa yang diharapkan.

Pertama, media apa yang akan digunakan, terdapat banyak pilihan media untuk melancarkan perang urat syaraf. Diantaranya, media massa seperti radio, surat kabar, televisi, buku, dan media nir-massa seperti poster serta pamflet.

Kedua, bagaimana beberapa parpol menggunakan media elektronik, khususnya televisi. Mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia masih menjadikan televisi sebagai andalan utama dalam mendapatkan informasi. Hal tersebut, didukung oleh beberapa pimpinan parpol yang merupakan pemilik utama dari stasiun TV swasta. Misalnya, Harry Tanoesoedibyo sebagai pimpinan utama MNC Group, sehingga semakin memudahkan mereka dalam melakukan kampanye politik melalui media televisi.

Ketiga, Pesan apa yang akan disampaikan kepada masyarakat. Hal tersebut terkait dengan isi dari pesan yang akan disebarkan kepada lawan dalam ajang politik. Tujuan dari perang urat syaraf adalah mencapai kemenangan. Hal ini dapat dilihat dalam survey yang kami lakukan pada tanggal 14 Maret 2014. Saat Joko Widodo (Gubernur DKI Jakarta) mendapat mandat dari Ketua Umum PDIP untuk maju sebagai Capres dalam Pemilu Presiden 2014.

Pada situs www.okezone.com, tertulis beberapa headline seperti “nyapres, Jokowi keblinger jabatan” atau “Jokowi nyapres, Jakarta akan hancur”12. Hal ini

tentu dapat diapahami mengingat situs tersebut adalah bagian dari MNC Group pimpinan Hary Tanoesoedibjo yang akan maju sebagai cawapres dalam pilpres 2014 mendatang.

Keempat, adalah mengenai tujuan dan efek apa yang diharapkan dari perang urat syaraf tersebut. Tujuan dan efek yang diharapkan perang urat syaraf hampir tidak dapat dibedakan. Pada prosesnya, tujuan terdapat pada komunikator, yaitu perencana dan pelaku perang urat syaraf, sedangkan efeknya terdapat pada komunikan atau sasaran perang urat syaraf. Efek yang diaharapkan dari sasaran sebagai akibat dari upaya mempenaruhi sifat, pendapat, dan perilaku itu bisa

(7)

bermacam-macam bergantung pada pihak mana yang dijadikan sasaran, apakah pihak musuh, pihak yang netral, atau pihak yang bersimpati.

Berdasarkan paradigm mekanistis, proses komunikasi politik adalah pesan yang disampaikan oleh komunikator politik kepada khalayak politik melalui media politik.13 hal tersebut menghasilkan dua asumsi dasar. Pertama, masyarakat

tidak berdaya ketika menerima pesan dari komunikator. Artinya, komunikator dengan mudah mempengaruhi masyarakat. kedua, media massa sangat perkasa dan bahkan kekuatannya mendekati gaib. Artinya, semua pesan yang disampaikan oleh media massa dengan mudah mempengaruhi masyarakat.14

Teori diatas, sesuai jika dilihat dari kondisi masyarakat Indonesia yang tinggal didaerah terpencil. Masyarakat awam yang minim pendidikan dan pengetahuan akan memiliki cara pandang yang sama seperti dalam teori tersebut. Misalnya, televise RCTI yang digemari masyarakat dengan tayangan music dan sinetronnya. Kini, iklan partai hanura terutama capres dan cawapres ramai mengisi spot iklan di televise tersebut.selain itu, adanya program mimpi Indonesia kuis kebangsaan, bahkan, unsur kampanye dimasukkan dalam tayangan sinetron, “ Tukang Bubur Naik Haji The Series”.15 Hal tersebut, secara tidak langsung dapat

mempengaruhi pemikiran masyarakat awam. Citra sebagai pemimpin yang baik hati akan tertanam dibenak mereka secara tidak langsung.

Berbeda halnya dengan masyarakat yang tinggal pada lingkup peradaban maju, seperti dikota. Mereka lebih peka dan jeli melihat tayangan media. Bahkan, mereka lebih kritis menanggapi setiap isu yang diangkat oleh media. Artinya masyarakat kota tidak pasif dalam menerima pesan yang disampaikan media. Sebab, masyarakat kota memiliki akses pengetahuan yang lebih. Kemudahan jaringan listrik, internet, dan pendidikan yang memadai membentuk suatu pola berpikir yang lebih rasional dan empiris.

13 Dan Nimmo, “Komunikasi Politik (Komunikator, Pesan, Dan Media)”, terjemahan Tjun Sujaman, Bandung, Remadja Rosdakarya, 1999, dalam Anwar Arifin,” Komunikasi Politik: Paradigma Teori Aplikasi Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia”, Jakarta: PT. Balai Pustaka, hal: 42

14Ibid, hal: 44

15Ramadhani Fadillah, “Tukang Bubur Naik Haji The Series

(8)

Defleur dan ball rokeach (1975) menyatakan bahwa pertemuan khalayak dengan media massa didasarkan pada tiga teori. Pertama, teori perbedaan individu, memandang bahwa setiap orang memiliki potensi biologis yang berbeda, pengalaman dan lingkungan yang tidak sama, sehingga menimbulkan adanya pengaruh media massa yang tidak sama terhadap masyarakat. kedua, teori kategori social, memandang bahwa golongan social berdasarkan usia, jenis kelamin, agama, suku, tingkat pendapatan, pendidikan, dan tempat tinggal, akan menampilkan satu respon tertentu yang tidak sama satu sama lain. Ketiga, teori hubungan social, dilihat dari pentingnya pengaruh setiap individu terhadap individu lainnya, sehingga dapat membentuk satu pola pemikiran yang sama.16

Setiap lembaga media massa memiliki politik redaksi yang menjadi kerangka acuan para pekerja. Karna itu, pemanfaatan media massa dipengaruhi banyak factor terkait kepentingannya.17 Salah satu faktornya adalah kepentingan

politik. kebebasan media dalam menyaring berita yang ditayangkan akan menimbulkan citra yang berbeda antara media satu dengan lainnya. Disinilah netralitas media dipertanyakan.

Keberpihakan media dalam mengawal pemilu 2014 seolah mencederai hakikat pers dan media. media massa merupakan alat pemberi informasi kepada masyarakat. namun, adanya keberpihakan tersebut menjadikan media sebagai alat kebohongan bagi masyarakat. seharusnya, media massa mampu menjunjung tinggi netralitasnya. Selain itu, para pelaku politik juga harus mengerti posisi netralitas media. sehingga, tidak menjadikan media sebagai alat propaganda dan pencitraan untuk kepentingan pribadi atau golongan.

Kami tidak mempermasalahkan bagaimana independensi media dalam mendukung salah satu parpol atau individu dalam pesta demokrasi kali ini. Menurut UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, tidak terlihat adanya masalah besar jika pers menunjukkan keberpihakannya secara terang-terangan di muka umum. Namun, pada pasal 3 Undang - Undang Pers tentang peranan pers, menyatakan bahwa pers nasional mempunyai fungsi kontrol sosial.

Berdasarkan pasal tersebut, tersirat bahwa seharusnya pers nasional menunjukkan powernya untuk secara tegas mengontrol kegiatan kampanye politik

(9)

yang dilakukan oleh media pers swasta. Sehingga, tujuan utama pers, yakni memberikan pendidikan politik akan tercapai.

Karni Ilyas dalam bukunya, menceritakan bahwa ia pernah mengalami banyak tekanan selama menjadi jurnalis. Ketika masih bekerja di Tempo, Karni Ilyas pernah mengalami intervensi dari pemiliknya, yaitu Ir. Ciputra. Hingga kini, pada acara yang dipandunya Indonesia Lawyer Club (ILC) sebagai seorang pemimpin redaksi ia jarang ditemukan tema tentang lumpur Lapindo. Karena, tidak mungkin ia menyudutkan sang boss.18 Artinya, idealisme seorang jurnalis

bukanlah jaminan netralitasnya dalam menyajikan berita. Karena, power yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang akan mengalahkan idealism tersebut.

Keberpihakan pers secara terang- terangan merupakan fenomena yang terjadi pada pemilu 2014. Hal ini tidak dapat dipungkiri, karena undang- undang mengenai pers tidak mengaturnya. Hal tersebut menyebabkan, tidak adanya badan pemerintah yang memiliki power untuk menghindari fenomena ini. Karena, atas nama kebebasan dan demokrasi maka pers memiliki hak untuk menentukan keberpihakannya pada pemilu tahun ini.

Lampiran I

DAFTAR PUSTAKA

 Siregar, Ashadi. 1995. “Kebebasan Pers dan Pengembangan Demokrasi”,

diunduh pada 27 januari 2014,” ashadisiregar.files.wordpress.com

(10)

 Lesmana, Tjipta. 2005. “Kebebasan Pers Dilihat dari Perspektif Konflik, antara Kebebasan dan Tertib Sosial”, diunduh pada 27 februari 2014.

 Arifin, Anwar. 2003. ” Komunikasi Politik: Paradigma Teori Aplikasi Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia”. Jakarta: PT. Balai Pustaka

 Riswandi. 2009. Komunikasi Politik. Yogyakarta : Graha Ilmu.

 Ridwan. “Iklan Kampanye dan Politik di Televisi Terbanyak Golkar”. www.pemilu.com. diakses pada 18 Maret 2014

Rochman, Fatur “Duh, 11 Stasiun TV Langgar MoratoriumIklan Politik, Trans TV Paling Banyak”. Editor Rustam Aji. http://jateng.tribunnews.com. diakses pada 18 Maret 2014.

 http://m.okezone.com/pemilu. Diakses pada 14 Maret 2014 pukul 20.00.

 http://www.indonesiamedia.com/2012/10/29/kenapa-karni-ilyas-tidak-berani-menghantam-aburizal-bakrie-di-tv-one/. Diakses pada 19 Maret 2014 pukul 14.58.

 Fadillah, Ramadhani.”Tukang Bubur Naik Haji The series” http://m.merdeka.com/peristiwa/kpi-semprit-win-ht-main-sinetron-tukang-bubur-naik-haji.html. Diakses pada 15 Maret 2014. Pukul 09.50

Lampiran II

(11)

Tentang

Independensi Wartawan

dan Pemuatan Iklan Politik di Media Massa

Menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2014, Dewan Pers mencermati beberapa persoalan pers yang harus menjadi perhatian komunitas pers. Persoalan tersebut, antara lain, menyangkut independensi wartawan dan perusahaan pers serta pemuatan iklan politik peserta Pemilu. Dewan Pers menerima banyak laporan terkait penggunaan perusahaan pers oleh pemiliknya, terutama televisi, untuk kepentingan golongan atau partai politik tertentu. Dalam kasus lain, penyelenggara Pemilu (KPU/KIP/Bawaslu/Panwaslu), juga meminta pendapat Dewan Pers terkait pemuatan iklan politik di media massa yang mereka nilai tidak sesuai peraturan.

Menyikapi beberapa persoalan tersebut, dengan berpedoman kepada UU No.40/1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, Dewan Pers menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pelaksanaan Pemilu 2014 menjadi momentum besar bagi pers untuk menunjukkan fungsinya sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial secara independen. Apakah pers berhasil melalui tantangan ini akan diukur dari kemampuannya dalam turut menyukseskan Pemilu melalui liputan berkualitas. Karena itu, Dewan Pers menyerukan kepada komunitas pers agar tetap menjaga integritas dan martabat sebagai pranata publik yang independen, menjadikan Pemilu sebagai momentum guna meningkatkan profesionalitas. Pers tidak boleh sekali-kali merendahkan martabat serta menggoyahkan sendiri kebebasan dan independensi, sekedar menjadi alat keberpihakan kepada kepentingan politik partisan sesaat.

(12)

ditegakkan sebagai wujud upaya menjaga integritas pers dan memperjuangkan kepentingan publik. Integritas pers yang terjaga akan memperkuat kebebasan pers di negeri kita.

3. Sebelum memuat iklan politik peserta Pemilu, perusahaan pers harus memperhatikan bahwa pemuatan iklan tersebut sesuai dengan ketentuan-ketentuan di dalam UU Pemilu, UU Pers, UU Penyiaran (untuk media penyiaran), Peraturan KPU, dan Etika Pariwara Indonesia.

4. Perusahaan pers harus menegakkan prinsip “pagar api” yang tegas membedakan antara iklan politik dan berita ataupun iklan yang ditulis dengan menggunakan model dan struktur berita (pariwara). Pemuatan iklan harus disertai keterangan yang jelas sebagai iklan. Penegakan prinsip ini menjadi satu upaya serius untuk menjaga integritas pers dan independensi ruang redaksi selama proses Pemilu, sekaligus sikap jujur pers kepada publik yang berhak mendapat informasi yang benar.

5. Dewan Pers mempedomani ketentuan di dalam UU Pers dan KEJ dalam menindak perusahaan pers yang diduga melanggar ketentuan terkait berita atau iklan politik. Sedangkan sanksi terhadap peserta Pemilu sebagai pihak pemasang iklan di media massa, sesuai ketentuan UU Pemilu, akan diselesaikan oleh lembaga penyelenggara Pemilu (KPU/KIP/Bawaslu/Panwaslu).

Lampiran III (Lembar Biodata)

Fenomena Keberpihakan Pers Pada Pemilu 2014

(13)

i. Nama Peserta : Hanifa

ii. Tempat dan Tanggal Lahir : Surabaya, 20 September 1993

iii. Domisili : Villa Dago Pamulang, Blok B 21 No 7

Tangerang Selatan, Banten

iv. Alamat email : [email protected]

v. Telepon/Ponsel : 083898243335

Peserta 2

i. Nama Peserta : Dwi Luthfan Prakoso

ii. Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Mei 1994

iii. Domisili : Villa Dago Pamulang, Blok B 21 No 7

Tangerang Selatan, Banten

iv. Alamat email : [email protected]

v. Telepon/Ponsel : 085786922926

Peserta 3

i. Nama Peserta : Devi Hapsari

ii. Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 7 Desember 1993

iii. Domisili : Villa Dago Pamulang, Blok B 21 No 7

Tangerang Selatan, Banten

iv. Alamat email : [email protected]

v. Telepon/Ponsel : 087808016725

Lampiran IV

(14)

Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa paper ini adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

Paper ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk paper pada ajang kompetisi lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya.”

Judul Paper : Fenomena Keberpihakan Pers Pada Pemilu 2014

Tanggal : 20 Maret 2014

Nama Organisasi Pers : FISIP NEWS Nama Peserta 1 : Hanifa

NPM : 112113000016

Nama Peserta 2 : Dwi Luthfan Prakoso

NPM : 1113113000041

Nama Peserta 3 : Devi Hapsari

NPM : 112113000020

Tandatangan 1 :

Tandatangan 2 :

Tandatangan 3 :

(15)

1. Hanifa

2. Dwi Luthfan Prakoso

3. Devi Hapsari

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan dilihat dari karaktersitik perilaku remaja dengan status tempat tinggal tidak bersama orang tua sebelum diberikan intervensi pada kelompok intervensi

Perlindungan hukum tentang keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan AMDAL menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku telah dijamin hak- haknya tapi

jitter pada saat dilakukan pengaturan kapasitas link turun sebesar 1,64%. Universitas

Hasil produksi dari budidaya lele pada area pertambakan tidak lepas dari faktor habitat., terutama habitat sebagai tempat bertelur yang tepat bagi ikan

salah satu keluarga yang bergerak di bidang kepecinta-alaman / adalah kapalasastra // kelompok yang terbentuk pada tahun 1974 ini / merupakan komunitas dari mahasiswa pecinta alam

SEBUAH KEGIATAN REKREASI YANG BANYAK DIGEMARI OLEH MASYARAKAT.// INI TERLIHAT DARI SEMAKIN BANYAKNYA PUSAT REKREASI YANG MENYEDIAKAN PERMAINAN DENGAN.

Pada awal proses AHP hal yang dilakukan adalah memasukkan prioritas elemen, prioritas elemen didapat dari inputan pengguna dengan mengurutkan 5 kriteria yang

Dengan mengetahui perbandingan tingkat akurasi antara IVH Score, Modified Graeb Score, dan LeRoux Score untuk menilai outcome stroke. hemoragik, maka diharapkan penelitian