1
KONSEP DASAR
PELAYANAN PUBLIK
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat
:
1.
Menjelaskan latar belakang pelayanan publik.
2.
Menjelaskan Arti Penting Manajemen Pelayanan
3.
Menguraikan
Pengembangan
Model
Manajemen
Pelayanan
4.
Menjelaskan Hakikat Pelayanan Publik
5.
Menjelaskan Azas Pelayanan Publik
6.
Menjelaskan Prinsip Pelayanan Publik
7.
Menjelaskan Standar Pelayanan Publik
2
Deskripsi Singkat
Dalam buku ini Anda akan mempelajari latar belakang
pelayanan publik, arti penting manajemen pelayanan,
pengembangan model manajemen pelayanan, dan hakikat
pelayanan publik. Selian itu juga akan dipelajari tentang
azas pelayanan publik, prinsip pelayanan publik serta
standar pelayanan publik. Dan pada bagian akhir akan
dijelaskan tentang pola penyelenggaraan pelayanan publik.
Pokok Bahasan
Konsep Dasar Pelayanan Publik
A. Latar Belakang Pelayanan Publik
Memahami pelayanan publik di Indonesia tidak lepas dari
model birokrasi yang dikembangkan. Ia berjalan semenjak sejarah
pra Indonesia sampai saat ini. Pada setiap paruh sejarah,
masing-masing memiliki karakternya sendiri.
Akar historis dinamika birokrasi di Indonesia dimulai masa
kerajaan, penjajahan, Orde Lama, Orde Baru sampai Reformasi
(Dwiyanto, 2006, Said, 2007). Berikut ini adalah ringkasan
3
Dalam sistem kerajaan, birokrasi pemerintahan
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan raja (the king
assessment). Di antara ciri-cirinya adalah penguasa menganggap
dan menggunakan administrasi publik sebagai urusan pribadi
sekaligus perluasan rumah tangga istananya, tugas pelayanan
ditujukan kepada pribadi raja, gaji para pegawai adalah kewenangan
raja, para pejabat kerajaan dapat bertindak sekehendak hatinya
terhadap rakyat. Di dalam struktur birokrasi kerajaan Jawa, sistem
pemerintahan diatur secara terpusat dan bersifat otokratis, segala
kekuasaan terkonsentrasi pada level pemerintahan kerajaan.
Struktur politik kekuasaan yang berlaku dalam kesultanan
merupakan satu lingkaran konsentris, lingkaran yang paling dalam
adalah sultan dan lembaga kraton.
Birokrasi pada masa penjajahan ditandai dengan
pengenalan sistem administrasi kolonial dan birokrasi modern.
Birokrasi pemerintahan kolonial Belanda menempatkan Ratu
Belanda sebagai puncak kepemimpinan. Dengan begitu, kebijakan
pemerintahan di negara jajahan Indonesia, Ratu Belanda
menyerahkan kepada wakilnya, yakni seorang gubernur jenderal.
Ada beberapa pembaharuan sistem manajemen birokrasi (birokrasi
modern) tetapi secara subtansial sebenarnya tidak mengubah corak
birokrasi pemerintahan dalam berhubungan dengan publik.
Terpusatnya sistem birokrasi saat itu ditandai dengan rendahnya
4
inisiatif kebijakan dan otoritas formal berasal dari pemerintahan
pusat.
Birokrasi pada era Orde Lama ditandai dengan berakhirnya
penjajahan yang membawa perubahan sosial politik signifikan bagi
berlangsungnya birokrasi pemerintahan. Ada perubahan bentuk
negara dari negara kesatuan yang berdasarkan UUD 1945 menjadi
negara federal atau negara serikat yang berdasarkan konstitusi RIS
pada 1950. Pemerintah pernah menggunakan bentuk pemerintahan
parlementer dan sistem multi partai pada tahun 1950-1959 dan
mengakibatkan konsekuensi adanya reshuffle kabinet dalam tempo
cepat. Masa pemerintahan parlementer memunculkan persaingan
dan sistem kerja yang tidak sehat di dalam birokrasi. Birokrasi
menjadi tidak profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya, tidak
mempunyai kemandirian, dan tidak pernah melaksanakan program
kerjanya karena seringnya pergantian pejabat dan partai politik yang
menguasai birokrasi tersebut.
Birokrasi pada masa Orde Baru sering dikatakan sebagai
puncak dari buruknya birokrasi di Indonesia saat pemerintahan
masa ini menerapkan sentralisme birokrasi. Sentralisasi birokrasi
telah menyebabkan birokrasi terjebak sebagai pengembang kultur
organisasi yang lebih berorientasi vertikal-paternalistik. Pelayanan
birokrasi pasca jatuhnya pemerintahan Orde Baru tidak membuat
pelayanan publik semakin baik, tetapi kepercayaan masyarakat
terhadap birokrasi semakin rendah. Memburuknya kualitas birokrasi
5
“nilai merah” dalam praktik birokrasi. Berdasarkan laporan dari The World Competitiveness Yearbook (1999), birokrasi pelayanan publik
Indonesia berada pada kelompok negara yang memiliki indeks
competitiveness paling rendah di antara lainnya.
Memasuki masa reformasi, pelayanan birokrasi pemerintah
tidak banyak mengalami perubahan secara signifikan. Beberapa
perilaku aparat birokrasi masih menunjukkan rendahnya derajat
akuntabilitas, responsivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan
pelayanan publik. Ide reformasi yang menginginkan agar birokrasi
lebih bersifat transparan, terbuka, dan jujur masih jauh dari harapan.
Kultur kekuasaan juga masih sering dijumpai dalam aparat birokrasi
pada era reformasi ini. Masih melembaganya kultur feodal dalam
birokrasi adalah terkait dengan masih lemahnya kontrol masyarakat
terhadap praktrik-praktik tersebut.
B. Arti Penting Manajemen Pelayanan
Ada beberapa hal yang mengakibatkan menajemen pelayanan
menjadi suatu hal yang sangat penting sehingga kita harus
mempelajarinya, di antara adalah sebagai berikut:
1. Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat, akan semakin banyak aktivitas pelayanan
6
Daerah dituntut untuk dapat memahami dan mempraktikan ilmu
manajemen pelayanan.
2. Meskipun kedua Undang-Undang tersebut kemudian derivisi
dengan undang Nomor 32 Tahun 2004 dan
Undang-undang 33 Tahun 2004, akan tetapi tanggung jawab pelayanan
yang diemban oleh Daerah masih sangat besar.
3. Globalisasi dan berlakunya era perdagangan bebas
menyebabkan batas-batas antara negara menjadi kabur dan
kompetisi menjadi sangat ketat. Hal ini menuntut kemampuan
manajemen pelayanan yang sangat tinggi untuk dapat tetap
eksis dan mampu bersaing.
C. Pengembangan Model Manajemen Pelayanan
Kebijakan manajemen Pelayanan Umum dan Pelayanan Perizinan,
Manajemen pelayanan publik atau pelayanan umum di Indonesia
diatur dalam beberapa peraturan sebagai berikut:
1. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
90/MENPEN/ 1989 tentang Delapan Program Strategis Pemicu
Pendayagunaan Administrasi Negara. Di antara delapan
program strategi ini salah satu diantarannya adalah tentang
penyederhanaan pelayanan umum.
2. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 1/
1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum. Ini
7
dalam penyelenggaraan pelayanan umum, yang antara lain
mengatur tentang azas pelayanan umum, tatalaksana pelayanan
umum, biaya pelayanan umum, dan penyelesaian persoalan dan
sengketa.
3. Instruksi Presiden Nomor 1/1995 tentang perbaikan dan
peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada
Masyarakat. Inpres ini merupakan instruksi dari presiden
Republik Indonesia kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara untuk mengambil langkah-langkah yang terkoordinasi
dengan Departemen/ Instansi Pemerintah baik di pusat maupun
daerah untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan
Aparatur Pemerintah kepada masyarakat baik yang
menyenangkan penyelenggaraan pelayanan pemerintah,
pembangunan maupun kemsyarakatan.
4. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
06/1995 tentang Pedoman Penganugrahan penghargaan
Abdistya bhakti bagi Unit Kerja/ Kantor Pelayanan Percontohan;
5. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 1996. Di sini
Gubernur KDH TK I dan Bupati/ Walikotamadya KDH TK. II di
seluruh Indonesia diinstruksikan untuk: (a) mengambil
langkah-langkah penyederhanaan perizinan beserta pelaksanaanya, (b)
memberikan kemudahan bagi masyarakat yang melakukan
kegaitan di bidang usaha, dan (c) menyusun buku petunjuk
8
6. Surat Edaran Direktur Jendral PUOD Nomor 503/125/PUOD
Tanggal 16 Januari 1996. Dalam surat edaran ini seluruh
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota di Indonesia diperintahkan
untuk membentuk unit pelayanan terpadu pola satu atap secara
bertahap, yang operasionalnya dituangkan dalam Keputusan
Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.
7. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/ 757/ OTDA
Tanggal 8 Juli 2002 tentang Pelaksanaan Kewenangan Wajib
dan Standar Pelayanan Minimal.
8. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Kep.
MENPAN) Nomor 63/2003 Tentang Pedomanan
Penyelenggaraan Pelayanan;
9. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
25/2004 Tentang Transparansi dan Akuntabilitas Pelayanan;
10. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
118/ 2004 Tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat;
11. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
119/2004 tentang Pemberian Tanda Penghargaan ‘Citra
Pelayanan Prima’
D. Hakikat Pelayanan Publik
Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 menyatakan bahwa
9
kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban
aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.
E. Azas Pelayanan Publik
Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi
pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi azas
pelayanan sebagai berikut (Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun
2004)
a. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak
yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti.
b. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima
pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisien dan
efektifitas;
d. Partisipasif
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan
10
e. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras,
agama, golongan, gender dan status ekonomi;
f. Keseimbangan Hak Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak
dan kewajiban masing-masing pihak.
F. Prinsip Pelayanan Publik
Penyelenggara pelayanan publik perlu memperhatikan dan
menerapkan prinsip, standar, pola penyelenggara, biaya, pelayanan
bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil dan balita,
pelayanan khusus , biro jasa pelayanan, tingkat kepuasan
masyarakat, pengawasan penyelenggaraan, penyeselesaian
pengaduan sengketa, serta evaluasi kinerja penyelengara
pelayanan publik. Secara keseluruhannnya akan dijelaskan di
bawah ini.
Adapaun prinsip pelayanan publik didalam Keputusan
MENPAT Nomor 63 tahun 2003 disebutkan bahwa
penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip
sebagai berikut:
a. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakaan
11
Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal:
1) Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik;
2) Unit Kerja/ pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/
persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik;
3) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran;
4) Kepastian Waktu
c. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan;
d. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
e. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman
dan kepastian hukum;
f. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan
dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik;
g. Kelengkapan sarana dan prasana
Tersediannya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika);
12
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai,
mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan
teknologi telekomunikasi dan informatika;
i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun,
ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas;
j. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang
tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan
sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan,
seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
G. Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki
standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya
kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan
ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik
yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan
Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar
pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi:
a. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang diberlakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan termasuk pengaduan;
13
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan
permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk
pengaduan;
c. Biaya Pelayanan
Biaya/ tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan
dalam proses pemberian pelayanan.
d. Produk pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan;
e. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai
oleh penyelenggara pelayanan publik;
f. Kompetensi petugas pemberi pelayanan
Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan
dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan,
sikap, dan prilaku yang dibutuhkan.
H. Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Dalam kaitannya dengan pola pelayanan, Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2004
menyatakan adanya empat pola pelayanan yaitu:
a. Fungsional
Pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggara pelayanan,
14
b. Terpusat
Pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh
penyelenggara pelayanan terkait lainnya yang bersangkutan;
c. Terpadu
Pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1) Terpadu satu atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselengarakan dalam
satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang
tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui
beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang sudah dekat
dengan masyarakat tidak perlu di satu atapkan;
2) Terpadu satu pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada
satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang
memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.
d. Gugus tugas
Petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk
gugus ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi
pemberian palayanan tertentu;
Selain pola pelayanan sebagaimana yang telah disebutkan
tersebut di atas, instansi yang melakukan pelayanan publik dapat
mengembangkan pola penyelengaaraan pelayanan sendiri dalam
rangka upaya menemukan dan menciptakan inovasi peningkatan
15
I. Bahan Bacaan
1.
Ratminto & Septi, atik winarsih. 2007.
Manajemen
Pelayanan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2.
Halim, abdul & Damayanti, theresia. 2007.
Pengelolaan
Keuangan Daerah
. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN.
3.
Halim, abdul. 2007.
Akuntansi dan Pengendalian
Keuangan Daerah.
Yogyakarta: UUP Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YKPN.
4.
Halim, abdul & Subiyanto, ibnu. 2008.
Analisis Investasi
(Belanja Modal) Sektor Publik-Pemerintaha Daerah
.
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
5.
Bastian , indra.2006.
Sistem Perencanaan & Penganggaran
Pemerintah Daerah &Indonesia
. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.
6.
Mahmudi.
2007.
Analisis
Laporan
Keuangan
Pemerintahan Daerah
. Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN.
II. Pertanyaan Kunci
1.
Sebutkan faktor penyebab mengapa pelayanan publik itu
diperlukan.
2.
Uraikan prinsip pelayanan publik.
3.
Jelaskan perbedaan dan titik tekan dari tiap konsep
pelayanan publik.
16
17
PENGUKURAN
KINERJA
PELAYANAN PUBLIK
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat :
1.
Menjelaskan Latar Belakang Pengukuran Pelayanan
Publik.
2.
Menjelaskan Konsep Pengukuran Kinerja Pelayanan
Publik
18
Deskripsi Singkat
Dalam buku ini Anda akan mempelajari latar belakang
pengukuran, konsep pengukuran kinerja pelayanan publik
serta standar pelayanan minimal.
Pokok Bahasan
Pengukuran Kinerja Pelayanan Publik
A. Latar Belakang Pengukuran
Pengukuran kinerja pelayanan publik seringkali
dipertukarkan dengan pengukuran kinerja pemerintah. Hal ini
tidaklah terlalu mengherankan karena pada dasarnya pelaynan
publik memang menjadi tanggung-jawab pemerinatah. Dengan
demikian, ukuran kinerja pemerintah dapat dilihat dari kinerjanya
dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Demikian juga dengan
organisasi swasta, kinerja pelayanan organisasi tersebut swasta
sering dilihat sebagai kinerja pelaynan organisasi tersebut karena
memang organisasi tersebut mejalankan pelayanan. Sehingga
apabila organisasi tersebut menyelenggarakan pelayanan dengan
baik, maka kinerja organisasi dapat dianggap baik. Dengan
demikian kinerja organisasi dan kinerja pelayanan sesuatu
19
B. Konsep Pengukuran Kinerja Pelayanan Publik
Berdasarkan review literatur diketemukan adanya beberapa
indikator penyusun kinerja. Indikator-indikator ini sangat bervariasi
sesuai dengan fokus dan konteks penelitian yang dilakukan dalam
proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut. Beberapa
diantara indikator tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1. McDonald & Lawton (1977): output oriented measures
throughput, efficiency, effectiveness.
a. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang
menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara
masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan
pelayanan publik.
b. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang
telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran
jangka panjang maupun misi organisasi.
2. Salim & Woodward (1992): economy, efficiency, effectiveness,
equity.
a. Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumberdaya
yang sesedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan
pelayanan publik.
b. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang
20
masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan
pelayanan publik.
c. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang
telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran
jangka panjang maupun misi organisasi.
d. Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang
diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-aspek
kemerataan.
3. Lenvinne (1990):responsiveness, responsibility, accountability.
a. Responsiveness atau responsivitas ini mengukur daya
tanggap providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi
serta tuntutan customers.
b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan
publik itu dilakukan dengan tidak melanggar
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara
penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran-ukuran
eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stake
holders, seperti nilai dan norma yang berkembang dalam
masyarakat.
4. Zeithaml, Parasuraman & Berry (1990): tangibles, reliability,
21
a. Tangibles atau ketampakan fisik, artinya petampakan fisik
dari gedung, peralatan, pegawai, dan fasilitas-fasilitas lain
yang dimiliki oleh proveders.
b. Reliability atau reliabilitas adalah kemampuan untuk
menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.
c. Responsiveness atau responsivitas adalah kerelaan untuk
menolong customers dan menyelenggarakan pelayanan
secara ikhlas.
d. Assurance atau kepastian adalah pengetahuan dan
kesopanan para pekerja dan kemampuan mereka dalam
memberikan kepercayaan kepada customers.
e. Emphaty adalah perlakuan atau perhatian pribadi yang
diberikan oleh providers kepada customers.
5. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
Tahun 2004: Asas Pelayanan.
a. Transparansi
b. Akuntabilitas
c. Kondisional
d. Partisipatif
e. Kesamaan hak
f. Keseimbangan hak dan kewajiban.
6. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 63
Tahun 2004: Prinsip Pelayanan Publik.
a. Kesederhanan
22
c. Kepastian Waktu
d. Akurasi
e. Keamanan
f. Tanggung jawab
g. Kelengkapan sarana dan prasarana
h. Kemudahan akses
i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
j. Kenyamanan
7. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
Tahun 2004: Satndar pelayanan publik.
a. Prosedur Pelayanan
b. Waktu penyelesaian
c. Biaya pelayanan
d. Produk pelayanan
e. Sarana dan Prasarana
f. Kompetisi petugas pemberi pelayanan
8. Gibson, Ivancevich & Donnelly (1990): Kepuasan, efisiensi,
produksi, perkembangan, keadaptasian, dan kelangsungan
hidup.
a. Kepuasan, artinya seberapa jauh organisasi dapat
memenuhi kebutuhan anggotanya.
b. Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara keluaran dan
23
c. Produksi adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan
organisasi untuk menghasilkan keluaran yang dibutuhkan
oleh lingkungan.
d. Keadaptasian adalah ukuran yang menunjukkan daya
tanggap organisasi terhadap tuntutan perubahan yang terjadi
di lingkungannya.
e. Pengembangan adalah ukuran yang mencerminkan
kemampuan dan tangungjawab organisasi dalam
memperbesar kapasitas dan potensinya untuk berkembang.
Sebagaimana dapat dicermati dalam review tersebut diatas,
indikator-indikator kinerja sangat bervariasi. Akan tetapi dari sekian
banyak indikator tersebut, kesemuanya dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu indikator kinerja yang berorientasi pada proses
dan indikator yang berorientasi pada hasil. Adapun pengelompokkan
indikator-indikator tersebut menjadi dua sudut pandang atau
orientasi dapat dilihat dalam 1 di bawah ini:
Tabel 1.
Perbandingan Indikator Pelayanan Publik
PAKAR INDIKATOR
Orientasi Hasil Orientasi Proses
McDonald &
24
PAKAR INDIKATOR
Orientasi Hasil Orientasi Proses
25
PAKAR INDIKATOR
Orientasi Hasil Orientasi Proses
hidup Sumber: Hasil analisis
Berdasarkan pada review literatur tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja harus dipergunakan dua
jenis ukuran, yaitu ukuran yang berorientasi pada proses dan ukuran
yang berorintasi pada hasil. Adapun ukuran atau indikator-indikator
tersebut akan diuraikan berikut:
1. Ukuran Yang Berorientasi Pada Hasil
a. Efektivitas
Efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan,
baik itu dalam bentuk target sasaran jangka panjang maupun
misi organisasi. Akan tetapi pencapaian tujuan ini harus juga
mengacu pada visi organisasi.
b. Produktivitas
Produktivitas adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan
Pemerintah Daerah untuk menghasilkan keluaran yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
c. Efisiensi
Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara keluaran dan
masukan. Idelanya pemerintah Daerah harus dapat
menyelenggarakan suatu jenis pelayanan tertentu dengan
masukan (biaya dan waktu) yang sesedikit mungkin. Dengan
26
tinggi apabila tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat
dicapai dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dengan
biaya yang semurah-murahnya.
d. Kepuasan
Kepuasan, artinya seberapa jauh Pemerintah Daerah dapat
memenuhi kebutuhan karyawan dan masyarakat.
e. Keadilan
Keadilan yang merata, artinya cakupan atau jangkauan
kegiatan dan pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah
Daerah harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi
yang merata dan diperlakukakn secara adil.
2. Ukuran Yang Berorientasi Pada Proses
Ada tujuh ukuran yang berorientasi pada proses yaitu:
responsivitas, responsibilitas, akuntabilitas, keadaptasian,
kelangsungan hidup, transparansi dan empati. Adapun
penjelasan atas tujuh ukuran tersebut adalah sebagai berikut:
a. Responsivitas
Yang dimaksud dengan responsivitas disini adalah
kemampuan provider untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyususn agenda dan prioritas pelayanan,
serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat
27
tanggap providers terhadap harapan, keinginan dan aspirasi
serta tuntutan customers.
b. Responsibilitas
Ini adalah ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat
kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan dengan
hukum atau peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan.
c. Akuntabilitas
Ini adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar
tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan
dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat
dan dimiliki oleh stake holders, seperti nilai dan norma yang
berkembang dalam masyarakat.
d. Keadaptasian
Keadaptasian adalah ukuran yang menunjukkan daya
tanggap organisasi terhadap tuntutan perubahan yang terjadi
di lingkungannya.
e. Kelangsungan hidup
Kelangsungan hidup artinya seberapa jauh Pemerintah
Daerah atau program pelayanan dapat menunjukkan
kemampuan untuk terus berkembang dan bertahan hidup
dalam berkompetisi dengan daerah atau program lain.
f. Keterbukaan/tramsparansi
Yang dimaksud dengan ukuran keterbukaan atau
transparansi adalah bahwa prosedur/tatacara,
28
berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib
diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan
dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak
diminta.
g. Empati
Empati adalah perlakuan atau perhatian Pemerintah Daerah
atau penyelenggara jasa pelayanan atau providers terhadap
isu-isu aktual yang sedang berkembang di masyarakat.
3. Pengukuran Kinerja Pelayanan
Uraian diatas adalah tentang pengukuran kinerja pemerintah
secara umum. Sedangkan instrumen kinerja pelayanan publik
sampai saat ini masih belum ada. Akan tetapi ukuran kinerja
pelayanan untuk sektor swasta yang sudah baku dan banyak
dipergunakan di dunia telah dikembangkan oleh Zeithaml dan
teman-temannya yang dikenal sebagai SERQUAL, yang
ringkasannya diuraikan dibawah ini.
Pengukuran kinerja pelayanan dapat dilakukan dengan
mengunakan instrumen pengukuran kinerja pelayanan yang
telah dikembangkan oleh Zeithaml, Parasuraman & Berry dalam
buku mereka yang diberi judul Delivering Quality Service.
Menurut mereka (Zeithaml, Parasuraman & Berry, 1990), ada
sepuluh indikator kinerja pelayanan, yaitu:
a. Ketampakan fisik (Tangible)
29
c. Responsivitas (responsiviness)
d. Kompetensi (competence)
e. Kesopanan (courtessy)
f. Kredibilitas (credibility)
g. Keamanan (security)
h. Akses (Access)
i. Komunikasi (Communication)
j. Pengertian (understanding the customer)
Contoh-contoh pertanyaan yang dapat dikembangkan dari
indikator-indikator tersebut dapat dilihat dalam table 2 di bawah ini:
Tabel 2.
Instrumen Pengukuran Kinerja Pelayanan
No INDIKATOR Contoh Pertanyaan Yang
Dikembangkan
1 Tangibles a. Apakah fasilitas operasional sesuai dengan kebutuhan dalam pelaksanaan tugas?
b. Apakah fasilitas tersebut cukup mudah didapat dan dioperasionalkan serta dapat menghasilkan output yang berkualitas/bagus?
c. Apakah infrastruktur pendukung selalu memenuhi standar kualitas dan memenuhi perubahan kebutuhan konsumen?
2 Reliability a. Sejauh mana informasi yang diberikan kepada klien tepat dan dapat dipertanggungjawabkan?
b. Apakah konsumen segera mendapatkan perbaikan apabila terjadi kesalahan?
30
No INDIKATOR Contoh Pertanyaan Yang
Dikembangkan
klien yang komplain?
b. Apakah provider segera memberi penyelesaian secara tepat?
4 Competence a. Kesesuaian antara kemampuan petugas dengan fungsi/tugas
b. Apakah provider cukup tanggap untuk melayani klien?
c. Apakah organisasi mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan aparat sesuai dengan perkembangan/perubahan tugas? 5 Courtesy a. Bagaimana sikap petugas dalam
memberikan pelayanan kepada klien? b. Apakah petugas cukup ramah dan
sopan?
6 Credibility a. Bagaimana reputasi kantor/lembaga tersebut?
b. Apakah biaya yang dibayarkan oleh klien sesuai dengan output/jasa yang diperoleh?
c. Apakah petugas selalu ada selama jam kerja?
7 Security Apakah ada jaminan
keamanan/keselamatan terhadap klien dalam mekanisme tersebut?
8 Access a. Bagaimana klien mendapatkan informasi?
31
No INDIKATOR Contoh Pertanyaan Yang
Dikembangkan
mudah didapat dan jelas?
9 Communication a. Bagaimana petugas menjelaskan prosedur/mekanisme untuk mendapatkan pelayanan?
b. Apakah klien segera bisa mendapatkan respon jika terjadi kesalahan?
c. Semua keluhan atau pengaduan akan dijawab dengan segera dan jika perlu keluhan atau pengaduan diberi follow-up secara detail
d. Ketersediaan feedback lewat radio (feedbackinteractive)
10 Understanding the
customer
Apakah providers tanggap terhadap kebutuhan klien?
Sumber: Diadaptasi dari Zeithaml, Parasuraman & Berry, (1990)
C. Standar Pelayanan Minimal
1. Konsepsi Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Ketentuan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) diatur di
dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/757/OTDA
Tahun 2002, kemudian diatur lebih lanjut di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005. ketentuan tentang SPM yang
32
penyediaan pelayanan publik, adalah merupakan hal yang baru
dalam sejarah pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
Sebagai hal baru, wajar kalau pengertian SPM belum banyak
dipahami secara luas oleh masyarakat. Pemahaman SPM secara
memadaia bagi masyarakat merupakan hal yang sangat signifikan
karena berkaitan dengan hak-hak konstitusional perorangan
maupun kelompok masyarakat yang harus mereka peroleh dan
wajib dipenuhi oleh pemerintah, berupa tersedianya pelayanan
publik(pelayanan dasar) yang harus dilaksanakan Pemerintah
kepada masyarakat. Di jajaran birokrasi daerah sendiri, pengertian
SPM, masih sering dikacaukan dengan standar/persyaratan teknis,
standar kerja dan standar pelayanan prima.
2. Maksud dan Tujuan SPM
Di dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
100/757/OTDA, tangal 8 Juli 2002 dituliskan bahwa SE Mendagri ini
dirumuskan dengan maksud sebagai dasar penyelenggaraan
kewenangan wajib daerah dan penggunaan Standar Pelayanan
Minimal agar masing-masing Institusi Pemerintah memiliki
kesamaan persepsi dan pemahaman serta tindak lanjut dalam
penyelenggaraan Standar Pelayanan Minimal.
Selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun
2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal ditegaskan bahwa Pedoman Penyusunan dan
33
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dan
dalam penerapannya oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota. SPM disusun dan diterapkan dalam rangka
penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan
pemerintahan Daerah Kabupaten/kota yang berkaitan dengan
pelayanan dasar sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Di
dalam Peraturan pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 ini ada
beberapa pengertian dasar yang harus difahami, yaitu:
a. Pemerintah Pusat, yang di dalam PP selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik
indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan republik Indonesia.
c. Pemerintah Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
34
d. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah
daerah.
e. Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkatitang
dengan hak dan pelayanan dasar warga Negara yang
penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan kepada Daerah untuk perlindungan hak
konstitusional, kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat,
serta ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
pemenuhan komitmen nasioanal yang berhubungan dengan
perjanjian dan konvensi Internasional.
f. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM
adalah ketentuan tenteng jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal.
g. Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif
yang digunakan untuk menggambarkan besaran yang hendak
dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa
masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan.
h. Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar
dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
kehidupan sosial, ekonomi, dan pemerintahan.
i. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah selanjutnya disingkat
35
pertimbangan kepada presiden terhadap kebijakan otonomi
daerah.
3. Prinsip-Prinsip SPM
Adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam
penyusunan dan penerapan SPM adalah sebagai berikut (Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005):
a. SPM disusun sebagai alat pemerintah dan pemerintahan daerah
untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada
masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan
urusan wajib.
b. SPM ditetapkan oleh pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh
Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
c. Penerapan SPM oleh Pemerintah Daerah merupakan bagian
dari penyelenggaraan pelayanan dasar nasional.
d. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka,
terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyi
batas waktu pencapaian.
e. SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas
dan kemempuan keuangan nasional dan daerah serta
kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang
36 4. Penyusunan Standar Pelayanan Minimal
Sesuai dengan ketentuan di dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2005, proses dan mekanisme penyusunan SPM
adalah sebagai berikut:
1. Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen
menyusun SPM sesuai dengan urusan wajib dengan mengacu
pada peraturan perundang-undangan yang mengatur urusan
wajib.
2. Dalam penyusunan SPM tersebut ditetapkan jenis pelayanan
dasar, indikator SPM dan batas waktu pencapaian SPM.
3. Penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri/Pimpinan
Lembaga Pemerintah NONDepartemen dilakukan melalui
konsultasi yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Konsultasi ini dilakukan oleh masing-masing Menteri?pimpinan
Lembaga Pemerintah NON Departemen dengan tim konsultasi
yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Dalam Negeri,
Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,
Departemen Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan
Apartur Negara, dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan.
4. Tim Konsultasi dibentuk dengan Keputusan Menteri Dalam
Negeri.
5. Hasil konsultasi sebagaimana disampaikan oleh Menteri Dalam
Negeri, dalam hal ini Direktur Jenderal Otonomi Daerah, kepada
37
rekomendasi bagi Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non-Departemen yang bersangkutan dalam rangka penyusunan
SPM.
6. SPM yang disusun oleh masing-masing Menteri setelah
memperoleh dan mengakomodasikan rekomendasi dari DPOD
ditetapkan dengan Peraturan Menteri yang bersangkutan.
7. SPM yang disusun oleh masing-masing Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen setelah memperoleh dan
mengakomodasikan rekomendasi dari DPOD ditetapkan dengan
Peraturan Menteri terkait.
8. Dalam menyusun SPM, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah
Non-Departemen mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Keberadaan sistem informasi, pelaporan dan evaluasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menjamin
pencapaian SPM dapat dipantau dan dievaluasi oleh
pemerintah secara berkelanjutan.
b. Standar Pelayanan tertinggi yang telah dicapai dalam bidang
yang bersangkutan di daerah;
c. Keterkaitan antara SPM dalam suatu bidang dan antara SPM
dalam suatu bidang dengan bidang lainnya;
d. Kemampuan keuangan nasional dan daerah serta
kemampuan kelembagaan dan personil daerah yang dalam
38
e. Pengalaman empiris tentang cara penyediaan pelayanan
dasar tertentu yang telah terbukti dapat menghasilkan mutu
pelayanan ynag ingin dicapai.
9. Untuk mendukung penerapan SPM, Mentteri yang bersangkutan
menyusun petunjuk teknis yang ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
10. Untuk mendukung penerapan SPM, Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen menyusun petunjuk teknis yang
ditetapkan dengan Peraturan Menteri terkait.
5. Penerapan Standar Pelayanan Minimal
Dalam kaitanyya dengan penerapan SPM, didalam PP
Nomor 65 Tahun 2005 diatur halhal sebagai berikut:
a. Pemerintahan Daerah menerapkan SPM sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Peraturann Menteri.
b. SPM yang telah ditetapkan Pemerintah menjadi salah satu
acuan bagi Pemerintah Daerah untuk menyusun perencanaan
dan penganggaran penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
c. Pemerintah Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang
memuat target tahunan pencapaian SPM dengan mengacu pada
batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri.
d. Rencana pencapaian SPM tersebut dituangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan
Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra
39
e. Target tahunan pencapainan SPM tersebut dituangakan ke
dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Rencana
Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan
Umum Anggaran(KUA), Rencana Kerja dan Anggaran Satuan
Kerja Perangkta Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja
daerah dengan mempertinbangkan kemampuan keuangan
daerah.
f. Penyusunan rencana pencapaian SPM dan anggaran kegiatan
yang terkait dengan pencapaian SPM dilakukan berdasarkan
analisis kemampuan dan potensi daerah dengan mengacu pada
pedoman yang ditetapkan olen Menteri Dalam Negeri.
g. Rencana pencapaian target tahunan SPM serta realisasinya
diinformasikan kepada masyarakat sesuai peraturan
perundang-undangan.
h. Pemerintah daerah mengakomodasikan pengelolaan data dan
informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi daerah
yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
i. Dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
mengkibatkan dampak lintas daerah dan/atau untuk
menciptakan efisiensi, daerah wajib mengelola pelayanan publik
secara bersama dengan daerah disekitarnya sesuai peraturan
perundang-undangan.
j. Dalam pengelolaan pelayanan dasar secara bersama sebagai
40
disepakati bersama dan dijadikan sebagai dasar dalam
merencanakan dan menganggarkan kontribusi masing-masing
daerah.
k. Dalam upaya pencapaian SPM, Pemerintah Daerah dapat
bekerja sama dengan pihak swasta.
I. Bahan Bacaan
1.
Ratminto & Septi, atik winarsih. 2007.
Manajemen
Pelayanan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2.
Halim, abdul & Damayanti, theresia. 2007.
Pengelolaan
Keuangan Daerah
. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN.
3.
Halim, abdul. 2007.
Akuntansi dan Pengendalian
Keuangan Daerah.
Yogyakarta: UUP Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YKPN.
4.
Halim, abdul & Subiyanto, ibnu. 2008.
Analisis Investasi
(Belanja Modal) Sektor Publik-Pemerintaha Daerah
.
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
5.
Bastian , indra.2006.
Sistem Perencanaan & Penganggaran
Pemerintah Daerah &Indonesia
. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.
6.
Mahmudi.
2007.
Analisis
Laporan
Keuangan
Pemerintahan Daerah
. Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu
41
II. Pertanyaan Kunci
1.
Jelaskan tentang latar belakang pengukuran pelayanan
publik.
2.
Uraikan tentang perbedaan konsep pengukuran kinerja
pelayanan publik.
42
HAKIKAT
PELAYANAN PUBLIK
Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat :
1.
Menjelaskan latar munculnya masalah pelayanan publik.
2.
Menguraikan Pelayanan Publik dan Konsep Pelanggan
Deskripsi Singkat
43
Pokok Bahasan
Hakikat Pelayanan Publik
A. Latar Belakang Munculnya Pelayanan Publik
P
elayanan publik secara teori, sebuah negara dibentuk olehmasyarakat di suatu wilayah tidak lain bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup bersama setiap anggotanya dalam koridor
kebersamaan. Dalam angan setiap anggota masyarakat, negara
yang dibentuk oleh mereka ini akan melaksanakan fungsinya
menyediakan kebutuhan hidup anggotaberkaitan dengan konstelasi
hidup berdampingan dengan orang lain di sekelilingnya. Di
kehidupan sehari-hari, kebutuhan bersama itu sering kita artikan
sebagai “kebutuhan publik”. Contoh sederhana, Kartu Tanda
Penduduk (KTP) adalah kebutuhan publik bagi setiap orang yang
sudah memenuhi persyaratan tertentu. Tanpa KTP, seseorang akan
mengalami kesulitan dalam berurusan dengan orang lain atau
sebuah institusi. KTP perlu dikeluarkan oleh lembaga yang
berwenang yang dibentuk dan ditunjuk oleh negara, seperti
kelurahan atau desa.
Proses menerbitkan sebuah KTP bagi seorang anggota
44
diterjemahkan sebagai segala aktivitas yang dilakukan oleh petugas
berwenang dalam melayani pemenuhan kebutuhan publik anggota
masyarakatnya. Dalam konteks negara, pemenuhan kebutuhan
publik tersebut diartikan sebagai pemenuhan hak-hak sipil seorang
warga negara. Pelayanan publik umumnya tidak berbentuk barang
melainkan layanan jasa, termasuk jasa administrasi. Hasil yang
diperoleh dari adanya pelayanan publik oleh penyedia jasa layanan
dapat berbentuk barang maupun bentuk jasa-jasa. Pelayanan publik
biasanya dilakukan oleh pemerintah, namun dapat juga oleh pihak
swasta.
Untuk dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, negara
kemudian membentuk organisasi pemerintahan. Di Indonesia kita
kenal sturktur pemerintahan negara dari level paling atas yakni
presiden hingga ke level terbawah, Rukun Warga dan Rukun
Tetangga (RW/RT). Karena negara dibentuk oleh masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan publik anggotanya, maka sesungguhnya
pelayanan publik adalah kewajiban utama seluruh aparatur
pemerintah di setiap jenjang pemerintahan dan setiap jenis
pelayanan publik. Sebagai sebuah kewajiban, maka sudah
semestinya setiap aparat negara memberikan pelayanan publik
yang terbaik.
Pelayanan publik umumnya dibagi dalam dua kategori
sesuai dengan tingkat kepentingan kebutuhan warga negara, yakni
pelayanan publik primer dan pelayanan publik sekunder. Pelayanan
45
instansi baik pemerintah maupun swasta untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat mutlak dari seorang warga negara. KTP
bersifat mutlak bagi setiap warga negara yang sudah memenuhi
syarat, terutama dari segi usia (18 tahun ke atas). Pemenuhan
layanan air bersih, listrik, dan transportasi juga merupakan
kebutuhan layanan publik yang bersifat mutlak bagi setiap orang.
Sebaliknya, pelayanan publik sekunder merujuk kepada semua
layanan yang tidak mutlak bagi seorang warga negara, semisal
kebutuhan tata rias, hiburan, dan sejenisnya.
Untuk semua pelayanan yang bersifat mutlak, negara dan
aparaturnya berkewajiban untuk menyediakan layanan yang
bermutu dan mudah didapatkan setiap saat. Pada kehidupan
bernegara di abad moderen ini, komitmen suatu negara untuk
memberikan pelayanan publik yang memadai terhadap kebutuhan
publik merupakan implementasi dari pemenuhan hak-hak azasi
manusia dari warga negaranya. Oleh karena itu, ketika suatu
instansi pemerintah memberikan layanan publik yang buruk, hal
tersebut dianggap melanggar konvensi internasional tentang hak
azasi manusia. Sebagai contoh, disaat warga negara kesulitan
mendapatkan layanan pendidikan yang baik, bermutu, dan mudah
diakses, maka sesungguhnya pemerintah telah berlaku lalai,
melanggar hak azasi warga negaranya. Hal ini juga berlaku di setiap
lembaga penyedia layanan publik, seperti di kelurahan/desa,
46
Di sektor swasta, setiap lembaga swasta yang menyediakan
pelayanan publik sudah semestinya mengadopsi pola pelayanan
publik yang mencerminkan penghormatan kepada hak-hak warga
negara untuk mendapatkan layanan yang sebaik-baiknya. Saat ini,
dibandingkan dengan pihak pemerintah, sistim pelayanan publik
pihak swasta umumnya tergolong lebih baik. Hal ini terutama
disebabkan oleh tingginya persaingan antar pemberi layanan publik,
seperti terlihat pada perusahaan-perusahaan penyedia jasa
transportasi yang saling berlomba memberikan layanan terbaik bagi
masyarakat. Walaupun demikian, pemantauan dan evaluasi dari
masyarakat dan pemerintah tetap dibutuhkan agar kualitas
pelayanan publik tetap terjaga bahkan dapat ditingkatkan.
Sebaliknya, yang sering terjadi di lapangan, justru
lembaga-lembaga pemerintah selalu kedodoran dalam menyediakan
pelayanan publik. Pengurusan KTP, Surat Izin Mengemudi (SIM),
Izin Mendirikan Bangunan (IMB), sulitnya memperoleh layanan
pendidikan yang mudah dan bermutu, layanan kesehatan yang tidak
terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, dan sebagainya,
merupakan sebagian kecil dari contoh kesemrawutan pelayanan
publik oleh pemerintah. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan
semangat reformasi yang sudah berjalan selama satu dekade ini.
Faktor utama yang menjadi penghambat dalam pelayanan
publik yang baik dapat dianalisa dari dua sisi, yakni birokrasi dan
standar pelayanan publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa
47
dan jenisnya memiliki sturuktur birokrasi yang panjang, gemuk, dan
berbelit. Hal ini mengakibatkan panjang dan berbelit-belitnya suatu
urusan di sebuah lembaga penyedia layanan publik, yang tentu saja
membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya tinggi. Keadaan ini
diperburuk oleh mentalitas mayoritas aparat pemerintah yang masih
feodalistik dan justru minta dilayani oleh rakyat. Proses rekrutmen
kepegawaian yang kurang memperhatikan profesionalisme
seseorang juga menjadi faktor penghambat pelaksanaan pelayanan
publik dengan baik. Tambahan lagi, sistim penggajian yang rendah
seringkali menjadi pemicu setiap petugas negara menjalankan aksi
“mempersulit urusan” dari anggota masyarakat yang berurusan
dengan mereka.
Ketiadaan standarisasi pelayanan publik yang dapat menjadi
pedoman bagi setiap aparat pemerintah adalah sisi lain yang
menjadi kelemahan pemerintah (dan juga pihak swasta) dalam
memberikan pelayanan publik yang baik. Setiap institusi dapat
membuat aturan dan pedoman sendiri sesuai selera masing-masing,
dan standar inipun dapat berubah sewaktu-waktu sesuai keinginan
dan kebutuhan personal pemimpin institusi tersebut. Alhasil, kualitas
pelayanan publik amat beragam antar satu departemen dengan
lembaga negara lainnya, antar daerah yang satu dengan daerah
yang lain.
Sebagai sebuah negara besar yang sedang membangun,
kebutuhan pelayanan publik yang baik dan berkualitas adalah
48
pembangunan bangsa dan negara Indonesia menuju pencapaian
cita-cita nasional yakni mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil
dan makmur. Kerja keras pemerintah bersama Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) untuk melahirkan Undang-undang Pelayanan Publik
(UU PP) adalah sesuatu yang patut dihargai dan didukung bersama.
Walaupun, kita sama menyadari bahwa keberadaan sebuah UU di
negara tercinta ini belum bisa menjamin sebuah pelaksanaan aturan
secara murni dan konsekwen. Namun, paling tidak, masyarakat
telah memiliki acuan hukum yang dapat dijadikan landasan berpijak
dalam melakukan legal action terhadap ketidak-becusan aparat
negara (maupun swasta) dalam memberikan pelayanan publik.
B. Pelayanan Publik dan Konsep Pelanggan
Salah satu konsep dasar dalam memuaskan pelanggan,
minimal mengacu pada :
(1) Keistimewaan yang terdiri dari sejumlah keistimewaan produk,
baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang
dapat memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian
dapat memberikan kepuasan dalam penggunaan produk itu.
(2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan
atau kerusakan.
Acuan dari kualitas seperti dijelaskan diatas menunjukan
bahwa kualitas selalu berfokus pada kepentingan/kepuasan
49
produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk
memenuhi keinginan pelanggan.
Oleh karena itu, maka kualitas mengacu pada segala
sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang
dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan
keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik serta
didiproduksi dengan cara yang baik dan benar.
Sejalan dengan hal terdebut diatas, maka untuk memenuhi
keinginan masyarakat (pelanggan), Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara (MENPAN) dalam keputusannya Nomor : 81/1995
menegaskan bahwa pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai
dengan sendi-sendi sebagai berikut :
(1) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara
pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat dan
tidak berbelit-belit serta mudah difahami dan dilaksdanakan.
(2) Kejelasan dan kepastian, menyangkut :
a. Prosedur/tata cara pelayanan umum
b. Persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun
administratif
c. Unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan umum
d. Rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara
pembayarannya
50
f. Hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun penerima
pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan
permohonan/ kelengkapannya, sebagai alat untuk
memastikan pemrosesan pelayanan umum
g. Pejabat yang menerima keluhan pelanggan (masyarakat)
(3) Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan
umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta
dapat memberikan kepastian hukum.
(4) Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara,
persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi
pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif
dan hal-hal lain yang yang berkaitan dengan proses pelayanan
umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah
diketahui dan difahami oleh masyarakat, baik diminta maupun
tidak diminta.
(5) Efisien, meliputi :
a. Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal
yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran
pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan
antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang
diberikan
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuihan kelengkapan
persyaratan, dalam hal proses pelayanannya
mempersyaratkan kelengkapan persyaratan dari satuan
51
(6) Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum
harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan :
a. Nilai barang atau jasa pelayanan umum dengan tidak
menuntut biaya yang tinggi diluar kewajaran
b. Kondisi dan kemampuan pelanggan (masyarakat) untuk
membayar secara umum
c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(7) Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan
pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan
distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.
(8) Ketepapatan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Kompetensi pelayanan prima yang diberikan oleh aparatur
pemerintahan kepada masyarakat, selain dapat dilihat dalam
keputusan Menpan nomor 81/1993, juga dipertegas dalam instruksi
Presiden nomor 1/1995 tentang peningkatan kualitas aparatur
pemerintah kepada masyarakat. Oleh karena itu, kualitas pelayanan
masyarakat dewasa ini tidak dapat diabaikan lagi, bahkan
hendaknya sedapat mungkin disesuaikan dengan tuntutan era
globalisasi.
Sudarsono Hardjosoekarto dalam Bisnis dan Birokrasi
Nomor 3/Vol. IV/September 1994 (p. 16) menyebutkan beberapa
kategori dalam mengkaji pelayanan prima. Pertama, kategori
berdasar yang meliputi analisa makro dan analisa mikro. Kedua
52
mengkaitkan upaya pelayanan prima dengan 7 (tujuh) unsur S,
yakni :
a. Strategi
b. Struktur
c. Sistem
d. Staff
e. Skill
f. Style
g. Share Value
Tuntutan dibuatnya “Standar Pelayanan Prima” didasarkan
pada pandangan bahwa :
a. The customer is always right
b. If the customer is wrong, see rule number one
Meskipun rumusan diatas seperti sesuatu yang tidak serius,
namun mengandung konsekuensi penting yakni adanya adanya
tuntutan untuk terus memperhatikan secara serius terhadap
kepentingan pelanggan dan pengembangan pelayanan prima tetap
terpusat pada manusia disamping jika dikaitkan dengan masalah
kepemimpinan sering diungkapkan bahwa “Excellence starts at the top… leadership by example”. Suatu pertanyaan yang muncul dari
uraian diatas, yaitu apakah kita cukup banyak pemimpin yang
mampu dan mau melayani pelanggan secara prima melebihi apa
yang diperlihatkan oleh anak buahnya dalam melayani ?. Ini
merupakan suatu tantangan riil yang bukan pada ribuan karyawan,
53
Prinsip-prinsip yang diuraikan oleh Sudarsono
Hardjosoekarto diatas dapat diperluas lagi sebagaimana yang
dikemukakan De Vry (1994) yang mengarahkan elaborasi ini
kedalam 7 (tujuh) simple strategi for success yang kemudian dalam
perjalanan waktu disebut service model, yang meliputi :
a. Self-esteem
b. Exceed expecctation
c. Recover
d. Vision
e. Improve
f. Care
g. Empower
Kepuasan pelanggan (masyarakat) dapat dicapai apabila
aparatur pemerintah yang terlibat langsung dalam pelayanan, dapat
mengerti dan menghayati serta berkeinginan untuk melaksanakan
pelayanan prima. Untuk dapat melaksanakan pelayanan prima,
unsur aparatur seyogiyanya mengerti dan memahami apakah
kepemimpinan pelayan itu ?, dan siapakan pemimpin pelayan ?.
Kepemimpinan pelayan membahas realitas kekuasaan
dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi legitimasi, kekangan
etika dan hasil yang menguntungkan yang dapat dicapai melalui
penggunaan kekuasaan yang semestinya. Larry Spears dalam
karyanya Greenleaf mengidentifikasi sepuluh ciri khas pemimpin
pelayan, yakni :
54
(2) Empati
(3) Menyembuhkan
(4) Kesadaran
(5) Bujukan atau persuasif
(6) Konseptualisasi
(7) Kemampuan meramalkan
(8) Kemampuan melayani
(9) Komitmen terhadap pertumbuhan manusia
(10) Membangun Masyarakat
Kepemimpinan pelayan seperti yang dikemukakan diatas
dapat bermakna terhadap masyarakat pelanggannya apabila
aparatur pelayan (pemerintah) sungguh-sungguh memperhatikan
beberapa dimensi atau atribut perbaikan kualitas jasa termasuk
kualitas pelayanan, yang terdiri :
a. Ketepatan waktu pelayanan
b. Akurasi pelayanan
c. Kesopanan, keramahan dalam memberikan pelayanan
d. Tanggung jawab
e. Kelengkapan
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan
g. Variasi model pelayanan
h. Pelayanan pribadi
i. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan
55
Masyarakat (pelanggan) dapat terpuaskan dari pelayanan
aparatur (pemerintah) hanya berorientasi pada kepuasan total
pelanggan. Pelanggan membutuhkan komitmen dan tindakan nyata
dal;am memberikan pelayanan prima. Adapun kriteria yang
mencirikan pelayanan sekaligus membedakannya dari barang
adalah :
a. Pelayanan merupakan output tak berbentuk
b. Pelayanan merupakan output variabel, tidak standar
c. Pelayanan tidak dapat disimpan dalam inventori, tetapi dapat
dikonsumsi dalam produksi
d. Terdapat hubungan langsung yang erat dengan pelanggan
melalui proses pelayanan
e. Pelanggan berpartisipasi dalam proses memberikan pelayanan
f. Keterampilan personil diserahkan atau diberikan secara
langsung kepada pelanggan
g. Pelayanan tidak dapat diproduksi secara massal
h. Membutuhkan pertimbangan pribadi yang tinggi dari individu
yang memberikan pelayanan
i. Perusahaan pada umumnya bersifat padat karya
j. Fasilitas pelayanan berada dekat lokasi pelanggan
k. Pengukuran efektivitas pelayanan bersifat subyektif
l. Pengendalian kualitas terutama dibatasi pada pengendalian
proses
56
Peningkatan kualitas pelayanan pada masyarakat dalam
menghadapi era globalisasi sangat memerlukan sebuah strategi,
mulai dari strategi perancangan pelayanan prima dalam manajemen
kualitas modern hingga kepada implementasi dari rancangan
terhadap kualitas pelayanan. Untuk itu, Gaspersz, 1997
merumuskan strategi pelayanan dengan manajemen jasa modern
yang kemudian dikenal dengan strategi 7 (tujuh) P, yakni :
a. Product
b. Price
c. Place
d. Promotion
e. Phisical evidence
f. Proses desain
g. Participants
Agar pelayanan aparatur pemerintah dapat lebih
memuaskan masyarakat, selain dituntut memahami strategi 7 (tujuh)
P, kriteria yang mencirikan yang pelayanan, ciri khas dari pemimpin
pelayan, model 7 (tujuh) S dari Mc Kinsey, juga semua aparatur
pelayan dituntut untuk memahami visi, misi dan standar pelayanan
prima. Kiranya kepedulian kita terhadap kualitas pelayanan pada
57
I. Bahan Bacaan
1.
Sudarsono Hardjosoekarto dalam Bisnis dan Birokrasi
Nomor 3/Vol. IV/September 1994
2.
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara (MENPAN) Nomor : 81/1995
II. Pertanyaan Kunci
1.
Uraikan tentang latar belakang munculnya masalah
pelayanan publik
58