• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN MASYARAKAT DALAM MENJAGA KELESTARIAN HUTAN SEBAGAI SUMBER KEHIDUPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERANAN MASYARAKAT DALAM MENJAGA KELESTARIAN HUTAN SEBAGAI SUMBER KEHIDUPAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

44

PERANAN MASYARAKAT DALAM MENJAGA KELESTARIAN HUTAN SEBAGAI SUMBER KEHIDUPAN

1)

Azwir,2)Jalaluddin dan3)Ibrahim

Dosen FKIP Biologi Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh himsufi@gmail.com. Wirbio@yahoo.co.id

Abstrak

Menajemen pengelolaan hutan perlu diajarkan kepada masyarakat umum terutama yang berdomisili dekat areal hutan. Berdasarkan pengalaman yang ada peran masayarakat sekitar hutan cukup vital dalam menjaga dan melestarikan fungsi hutan secara benar dan berkelanjutan. Aksi utama pawang

uteun dalam memberikan pembelajaran langsung bagi warga sekitar hutan sangat diperlukan sehingga semua warga mempunyai rasa tanggung jawab dalam mengelola hutan dengan istilahpageu gampong.

Beberpa negara besar di Asia memberikan peranan yang besar kepada pemerintah otonomi kepada pihak Provinsi/distrik untuk pelestarian hutan diwilayah masing-masing dengan talangan dana luar negeri untuk penyelamatan hutan Masyarakat berperan melaporkan praktek illegal loging, pembakaran hutan, pembalak marak terjadi pada kantong-kantong aliran sungai. Perlu menjalin komunikasi dengan pihak polisi hutan danPeutua Uteun(Panglima Hutan) serta Polsek terdekat dalam menjaga kelestarian hutan dipinggiran kawasan hutan lindung agar tidak rusak. Kalau terjadi kerusakan wilayah tersebut secara signifikan, elemen-elemen ekosistem ikut rusak, sirkulasi air untuk sawah serta irigasi berkurang menjadi kendala utama. Ada target mudah dalam menegakkan hukum kepada semua yang terlibat atas jasa pembalakan hutan dari tukang siensaw, supir yang angkut, penadah di gudang, bila perlu kepada pembeli kayu dalam jumlah besar (toke) perlu di tindak. Maka pawang uteun hari jeli dalam bergerak mana kayu yang dijual oleh pihak oknum pembalak atau yang digunakan oleh masyarakat hanya untuk perumahan saja.

Kata Kunci. Pawang uteun, pageu gampong, pelestarian, rusak ekosistem

Abstract

Management of forest management need to be taught to the general public especially those living near the forests. Based on existing experience the role of communities around the forests is vital in maintaining and preserving function properly and sustainable forests. The main action handler uteun in providing direct instruction for residents around the forest is very necessary so that all citizens have a sense of responsibility in managing forests in terms pageu village. Some major countries in Asia gives a major role to the government of autonomy to the provincial / district for forest conservation in the region each with a bailout abroad to save forests Society acts reported practice of illegal logging, forest fires, logging is rife in the pockets of the flow river. Need to establish communication with the rangers and Peutua Uteun (Commander Forest) as well as the nearest police station in the outskirt of the forest preservation protected forest areas to prevent damage. If there is damage to the region significantly, the elements were damaged ecosystems, circulating water to rice fields and irrigation reduced the main obstacle. There are easy targets in enforcing the law to all involved for the services of a handyman siensaw logging, transport driver, a receiver in the barn, if necessary, to purchasers of wood in large quantities (toke) need to be followed. Then the handler uteun day moving jelly in which the timber sold by the unscrupulous loggers or used by the public only for housing only.

Keywords. The divener forest, village fance, preservation, damaged ecosystem

PENDAHULUAN.

Fungsi hutan sebagai tempat plasma nutfah terbesar dimuka bumi merupakan rahmat Allah yang paling besar untuk kelangsungan hidupan hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia

(2)

hidup dijagad raya ini peranan hutan sebagai suatu lingkungan tempat berdomisili ribuan bahkan jutaan species makhluk hidup perlu dipertahankan secara baik dengan penanganan yang benar. Menajemen pengelolaan hutan perlu diajarkan kepada masyarakat umum terutama yang berdomisili dekat areal hutan. Berdasarkan pengalaman yang ada peran masayarakat sekitar hutan cukup vital dalam menjaga dan melestarikan fungsi hutan secara benar dan berkelanjutan. Menurut (Abubakar, 2015) ada lima bahagian utama yang terkait dengan penjagaan hutan agar terhindar dari kerusakan 1) peran warga desa yang berdomisili dalam hutan, 2) masyarakat yang hidup sekitar hutan, 3) pawang hutan sebagai koordinor areal hutan, 4) pemerintahan desa dan pihak kecamatan, 5) keterlibatan polisi hutan, polsek dan Muspika setempat.

Masyarakat yang merupakan pelaku utama dalam suksesi kehidupan, baik ditinjau dalam pandangan ekonomi, edukasi, sosial kemasyarakatan selalu berinteraksi sebagai makhluk sosial diperlukan lingkungan yang memadai. Hutan sebagai sumber kehidupan perlu dijaga dari aksi pengrusakan seperti pembukaan lahan baru, penebangan liar, pembukaan akses jalan baru, pengalihan hak guna lahan yang berakibat kepada kerukasan ekosistem dalam hutan. Pemerintah perlu memperketat aturan dan izin tempat tinggal, izin usaha yang langsung terakses dengan lingkungan hutan, sehingga tidak terganggu kehidupan masyarakat sekitar hutan. Peran

Petua Uteun (Pawang Hutan) sebagai benteng utama dalam menjaga dan mengelola menejemen hutan dengan mengaitkan kearifan budaya lokal merupakan salah satu adat dalam masyarakat Aceh yang diataur dengan payung hukum sesuia dengan kehidupan masyarakat

(Rusdi Sufi, 2013). Aksi utama pawanguteun

dalam memberikan pembelajaran langsung bagi warga sekitar hutan sangat diperlukan sehingga semua warga mempunyai rasa tanggung jawab dalam mengelola hutan dengan istilah pageu

gampong. Beberapa negara besar di Asia

memberikan peranan yang besar kepada pemerintah otonomi kepada pihak Provinsi/distrik untuk pelestarian hutan diwilayah masing-masing dengan talangan dana luar negeri untuk penyelamatan hutan (Minte, 2006; Sconter, 2014 & Bregf 2016). Program ini dijalankan untuk menghindari komplik antara penduduk tempatan, pengusaha dalam bisnis lahan, baik perkebunan dan pertanian yang tujuan sasaran mereka terhadap hutan yang produktif termasuklah proyek illegal logging, hak pengelolaan hutan, alih fungsi lahan. Oleh karena itu sangat perlu kontribusi dari pihak Dinas Kehutanan, Polisi Hutan, Muspika Kecamatan, Imum Mukim, Pawang Hutan, Tokoh masyarakat, kepala Desa dan masyarakat yang berdomisili sekitar hutan. Struktur dari menajemen ini merupakan gambaran yang terlibat langsung dengan akses pengangan hutan untuk mengatasi masalah kerusakan hutan.

Dalam terminologi budaya Aceh

konsep pemberdayaanPeutua Uteun (Panglima Hutan) telah dipraktekkan sejak zaman kolonial Belanda untuk mencegah monopoli hasil bumi seperti tebu, karet, kopi, lada, cengkeh dengan

cara pageu gampong tetap dipegang oleh

(3)

untuk kehidupan makhluk hidup dalam menyediaan kebutuhan hidup manusia dari unsuk nabati dan hewani (Ibrahim, 2015), adaikan hutan itu rusak maka seluruh tatanan kehidupan ekosistem akan menjadi rusak serta ikut pula kerusakan pada siklus air dalam tanah.

METODOLOGI

Menggunakan metode observasi dan wawancara terhadap pelaksanan pengamanan hutan yang ada disekitar wilayah pedalaman Pidie, mencakup Kecamatan Geumpang, Kecamatan Mane, Kecamatan Tangse dengan menggunakan wawancara tertutup/ terbatas kepada responden secara acak. Data lapangan juga ditambah dengan hasil angket terhadap pimpinan desa yang dekat langsung dengan hutan yang boleh berinteraksi dengan masayarakat. Pengolahan data secara deskripsi dapat disajikan dalam bentuk paparan dari observasi perang dan keterlibaan pawang, cara mengatasi dengan kearifan lokal.

HASIL dan PEMBAHASAN

Bermacam musibah dan bencana yang menimpa masyarakat kita dewasa ini akaibat dari ulah kita sendiri yang tidak lagi bersahabat dengan alam. Berita bencana alam yang saban hari kita lihat, kita baca, kita dengar dari siaran mass media baik lokal, nasional bahkan tingkat internasional seperti, banjir bandang, meluap air sungai, kekeringan, gagal panen, muncul wabah bagi tanaman yang tiada habis-habisnya. Seperti yang dilansir harian (Kompas news, Jan 2017) tentang akibat dari kerusakan hutan dari ekses praktek-praktek illegal loging oleh orang-orang tidak bertanggung jawab yang mempunyai hubungan dan sokongan dari cukong pemegang modal baik dari kalangan

sipil maupun meliter. Menurut (Irwandi 2013) pembalak hutan merupukan musuh bersama maka perlu ada sistem pemberantasan illegal loging mulai dari hulu hingga ke hilir. Dari sinilah peran peutua hutan dapat mengambil alih monitoring dari jarak dekat dengan cara mengaktifkan pague gampong terhadap kayu-kayu haram tersebut. Pihak pemerintah mengaudit para HPH agar patuh dan taat hukum dalam praktek-praktek pemeliharaan lahan dan penggunaan secara proforsional. Perkara kasus-kasus besar illegal loging di negara kita sejak tahun 2003 hingga kini terdapat 253 kasus, dari jumlah itu hanya 20% kasus yang telah divonis pengadilan atas kesalahan mereka sedangkan sisanya masih tak jelas nasibnya. Data ini memperlihatkan bahwa kekuatan hukum di negeri ini masih sangat lemah secara nasional seperti kasus hutan Kalimantan, Riau, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara mempengaruhi kebijakan penyelamatan hutan ( Dishut co.id dalam http://www.dephut.go.id).

(4)

Musibah ini merata pada tiap-tiap Provinsi di Indonesia yang berakibat kepada kerusakan tatanan ekonomi, pangan, industri serta kesehatan masyarakat secara luas (Tempo, 2016) Penjagaan hutan dengan melibatkan

Peutua Uteun sebagai kearifan lokal yang

dibentuk oleh pemerintah Aceh berdasarkan qanun yang berlaku untuk menjaga hutan Keterlibatan masyarakat sekitar hutan dalam mendukung, memelihara dan menjaga hutan di wilayah mereka perlu diperkuat dengan peraturan pemerintah/gubernur. Masyarakat berperan melaporkan praktek illegal loging, pembakaran hutan, pembalak marak terjadi pada kantong-kantong aliran sungai. Perlu menjalin komunikasi dengan pihak polisi hutan dan

Peutua Uteun (Panglima Hutan) serta Polsek

terdekat dalam menjaga kelestarian hutan dipinggiran kawasan hutan lindung agar tidak rusak.

Kalau terjadi kerusakan wilayah tersebut secara signifikan, elemen-elemen ekosistem ikut rusak, sirkulasi air untuk sawah serta irigasi berkurang menjadi kendala utama. Mengingat bahaya yang ditimbulkan oleh kerusakan hutan sangat besar terhadap kehidupan ummat manusia dan generasi-generasi berikutnya maka pencegahan kerusakan hutan sudah lama menjadi isu penting dalam menjaga kelestarian alam di semua negara. Kerusakan hutan menjadi kajian yang kompleks berbagai pihak, dan disebabkan oleh berbagai faktor penyebab, salah satu penyebab klasik kerusakan hutan untuk memenuhi kebutuhan keseharian penduduk dan pembukaan lahan baru dengan cara membakar hutan. Masalah ini telah terjadi sejak peradaban manusia dimuka bumi ini dimulai karena secara alami mereka memerlukan ruang /tmpat bahan

makanan serta kebutuhan dasar untuk manusia yaitu sandang, pangan dan papan (Reids, 2015).

1. Peranan dan keterlibatan Pawang Uteun

Keterlibatan masyarakat secara langsung dengan mengaitkan peran masyarakat adat mempunyai nilai edukasi yang baik dalam budaya dan hukum yang berlaku secara sah. Dalam hal ini diperlukan pula pendekatan kultural, agama yang memungkinkan keterlibatan masyarakat lokal dalam segala aktifitas. Berdasarkan peran dan tugas – tugas yang perlu dilakukan oleh peutua uteun, polhut, mempunyai wewenang yang luas menjamin penyelesaian konflik kepentingan antara pengelola hutan, HPH, oleh karena itu perlu memperhatikan qanun Pemerintan Aceh, No 11 tahun 2006 berikut ini:

1.1 Mengarahkan pawang uteun, keujruen uteun berupa petunjuk-petunjuk untuk melalkukan aktivitas ke dalam hutan sehingga tidak terjadi kerusakan hutan, atau gangguan dari binatang buas dalam wilayah tertentu.

1.2. Dapat menjalankan aturan kebiasaan orang setempat berkaitan degan pengelolaan hutan, seperti berladang atau mengelola lahan pertanian secara terbatas dalam satu kelompok..

(5)

1.4. Meningkatkan penghasilan masyarakat tani yang ada sekitar hutan dengan cara bagi hasil antara pengelola hutan dengan pihak penyedia dana /donatur (membayar sewa hutan) yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

1.5. Menyediakan advokasi secara gratis jika ada konflik yang berhubungan dengan tugas pengeloaan tugas menjaga hutan terutama dengan pemodal atao cukong yang selalu memprovokasi masyarakat yang lemah ekonominya.

1.6. Dapat menjaga hutan secara gotong royong dengan melibatkan pihak pemuda desa, karang taruna, pramuka, atau organisasi kepemudaan lainnya yang aktif ke arah yang kondusif.

Wadah tempat berkiprah ini dibentuk pemerintah dengan nama Peutua Uteun

(Panglima Hutan) merupakan suatu tempat pemberdayaan masyarakat dengan fungsinya, untuk dapat memaksimalkan pelestarian hutan secara continue. Oleh sebab itu tulisan ini dapat memberikan konsep menajemen hutan yang layak dipergunakan secar berkelanjutan dalam pelestarian berdasarkan hukum adat yang berlaku di suatu daerah dengan kriteria tertentu.

2.2. Cara Pengendalian Kerusakan Hutan

Ada beberapa alasan mengapa aktivitas penebangan liar/ pembalak hutan sulit untuk dikendalikan secara penuh dan total oleh pihak pemerintah atau penguasa. Dalam pandangan (Refless, 2015). Upaya pemerintah membentengi dan menjaga hutan sebagai

paru-paru dunia, tempat tersimpan plasma nutfah, sumber air, sumber segala jenis ubat nabati mestinya tidak kalah dengan para cukong yang bekerja sampingan. Pembalak liar yang mendapat dukungan dana cukong kelas kakap perlu ditindak dengan hukum yang setimpal, mereka bekerja seperti sebuah instansi yang terorganisir secara rapi. Perlu ada penegak hukum yang kuat dan berani dalam menghadapi cukong-cukong tersebut tentu berkat dukungan pemerintah. Penegak hukum hanya memfokuskan pada penemuan bukti-bukti fisik serta dapat berlanjuk kepada penyidik dan jaksa berani memeustuskan hukmu secara adil kepada seperti pemilik, pekerja, agen/calo kayu, proses distribusi dan penadah yang ada pada panglong-panglong kayu olahan. Pemerintah mengeluarkan Surat Keterangan kayu Olahan (SAKO) yang berlisensi dari pihak HPH, Dinas terkait atau dari industri yang sah dokumennya Oleh karena itu target mudah dalam menegakkan hukum kepada semua yang terlibat atas jasa pembalakan hutan dari tukang siensaw, supir yang angkut, penadah di gudang, bila perlu kepada pembeli kayu dalam jumlah besar (toke) perlu di tindak. Maka pawang uteun hari jeli dalam bergerak mana kayu yang dijual oleh pihak oknum pembalak atau yang digunakan oleh masyarakat hanya untuk perumahan saja. Pihak penegak hukum tidak boleh main mata dengan pembalak hutan kalao memang punya niat untuk menyelamatkan hutan kita. Pihak hakim berani memvonis secara berat atas dasar pencurian kayu hasil hutan utk diperdagangkan bahkan deekspor kemanca negara.

(6)

penerbangan liar ini atas dasar bisnis kayu ilegal ini sesungguhnya masih banyak petugas atau aparat yang bekerja baik dan bertanggung jawab dalam upaya pemberantasan penebang liar. Pencegagahan kayu curian tetap harus diupayakan hingga kegiatan ini berhenti sebelum beresiko jika hutan sebagai sumber daya air dapat ditebang. Pengendalian illegal logging ini dapat dilakukan melalui kombinasi dari upaya pague gampong dengan melibatkan unsur masyarakat, pemuda, aparat keamanan, yang amanah dalam bertugas sehingga hutan terjaga secara baik dan berkelanjutan.

Andaikan ada kerusakan hutan secara sistematis atau kerusakan hutan terparah dimulai sejak adanya pembalakan liar untuk menguasai sumberdaya hutan secara membabi buta demi kepentingan pribadi mereka. Pola reboisasi yang digagas oleh pemerintah dengan penanaman kembali tanaman industri seperti jabon, jati super yang hasilnya dikirim di ekspor negeri tetangga menjadi proyek utama pemerintah. Ada juga kepentingan pembangunan berbagai proyek seperti listrik, batu bara, jalan tembus antara di dalam negerinya maupun proyek lain perlu izin yang ketat dari pemerintah. Rincinya kajian pihak Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) terhadap ketahanan hutan dan proyek perlu dipelajari atas

dasar masih besar dampak melarat dan sedikit dapat manfaat maka dalam peribahasa Aceh di sebutmangat ube pijeed sakit ubee raga.

Kesimpulan

Keberhasilan lembaga pawang upat dilihat sebaik mana menajemen mereka dalam mengurus tata kelola hutan demi menjaga keseimbngan ekosistem yang berkaitan dengan kehidupan ummat manusia. Mengurus hukum adat uteun yang masih berpartisipasi aktif secara efektif harus ditingkatkan oleh pemerintah dengan memeberikan reloan atau gaja yang mencukupi secara standar dan cocok dengan hukum yang berlaku. Peran Peutua

Uteun dan dinas /instansi terkait untuk

mem]lestarikan hutan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, sehingga segala keperluan masyarakat dapat dipenuhi. Harus ada peran pagaue

gampong untuk mencegah illegal loging,

pembukaan lahan baru, pembakaran hutan

dengan cara memberi hukuman maksimal dan tanpa amnesty. Namun konsep manajemen hutan sebetulnya cara berat atau seumur hidupnya. Pemerintah memperketat aturan dan izin pengelolaan hutan seperti mengikuti kriteria pengelolaan hutan lestari dan berkesinambungan dengan konsep tanpa merusak hutan dan lingkungan sekitarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah 2009. Solusi Alternatif Penyelesaian

Konflik Gajah denganManusia.

Jurnal Hayati Indonesia 3(2) 201-209.

Abubakar Karim, 2015. Kerusakan hutan sangat memprihatinkan terutama kawasan tengah dan tenggara. Haba Bapeda Aceh p.p 1(8--12)

Bregf. M.H. 2016. The web of live: A forest

understanding of living systems,

New York: Anchor.

Coleman, James dan Donald Cressey. 2004.

Social Problem, Harper & Row Publishers Inc. USA

Djufri, 2013Komposisi Flora Kawasan Rawa Tripa di Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Edu Bio Tropika, 1(1) 20-30.

(7)

Kawasan Hutan Lindung. Rineka Cipta. Bandung

Gumai, Dewa. 2009. Undang-undang

Kehutanan Mandul.

http://www.undan-undangkehutanan.com

Hastuti, Hesty. 1995 Peran Serta Masyarakat

dalam Pengelolaan Lingkungan.

Dalam Bandan Pembinaan Hukum Nasional Depkeh. Himpunan Karya

Tulis Bidang Hukum.Jakarta

Ibrahim, 2015. Biologi Umum. Bandar Publising Lam gugob. Banda Aceh. Ibrahim, 2016. Peran Kurikulum Integratif

dalam menyedapadukan muatan lokal.Jurnal Bio edukation. 3(4) 80-87.

Irwandi, 2013. Polisi hutan sebagai garda utama dalam memerangi Illegal logging. Tabangun Aceh p.p 5(23-28) Jalaluddin 2013 Keanekaragaman Makrobentos

di Krueng Sarah Kecamatan Leupung Aceh Besar, Jurnal Multi Sains 4(3) 23-34

Jalaluddin, 2014 Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Kabupaten Aceh

Utara Laporan hasil Penelitian

Hibah Bersaing Dikti Jakarta. Krell, G.T. 2015. Bringing Change to Scale:

The next Big Reform Challenge in

Karl Weber, ed., Waiting for Superman. New York: Public Affairs.

Minte, P. 2006. Theories of Manajemen and Forest Construction: A Personal

View. Paper symposium on Trends

and Perspectives in Forest, Klagenfurt: Germany.

Moleong, L.J. 2000. Metodologi Penelitian

Kualitatif , Remaja Rosdakarya:

Bandung

Reids, G. A. 2015. A paradigm for developing better measures of marketing constructs. Journal of Marketing Research,16, hlm. 64-73.

Rusdi Sufi 2013. Peran Adat dalam Demensi

ukuran dan Sukatan yang

digunakan oleh Penduduk Aceh

Tempo doeloe. PDIA Provinsi Aceh.

Serambinews.2016. Banjir Bandang akibat

rusaknya Ekosistem hutan

dipedalamn http:///.serambi

news.com.

Serambinews.2017. Peran Peutue Uteun dan

Masyarakat ,http:///.serambi

news.com.

Soemarwoto, Otto. 2001. Ekologi, Lingkungan

Hidup dan Pembangunan.

Djembatan, Jakarta.

Soerjani, Mohamad, 1996. Permasalahan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Filosofis Ekologis. Dalam Sudjana, Eggi dan Burhan, Latief (Editor), Upaya Penyamaan Persepsi, Kesadaran dan Penataan terhadap Pemecahan Masalah Lingkungan HIdup. CIDES

Taqwadin, 2008.Adat Pelestarian Hutan Aceh,

Makalah Seminar Moratorium

Loging Mewujudkan Hutan Aceh Lestari. Tanggal 17-11-2008. Hotel Grand Nanggoe. Banda Aceh Tempo news.2016. Kerusakan hutan dalam

statistik Nasional berdasarkan

Laporan Bapedalda,http:///.tempo

Referensi

Dokumen terkait

Murdiati, C.Woro dan Suliantoro, Bernardus Wibowo., 2008, Potensi Kearifan Lokal Masyarakat Adat Desa Beji Kecamatan Ngawen Gunung Kidul Dalam Melestarikan Hutan Adat.

Murdiati, C.Woro dan Suliantoro, Bernardus Wibowo., 2008, Potensi Kearifan Lokal Masyarakat Adat Desa Beji Kecamatan Ngawen Gunung Kidul Dalam Melestarikan Hutan

Bentuk-bentuk kearifan lokal masya- rakat Desa Pedalaman dalam menjaga kawasan danau Bekat Bekat di Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau menca- kup; Tradisi “Umpan Danau”,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor pendorong masyarakat Desa Peninsung dalam menjaga hutan adat serta menganalisis hubungan dari masing-masing

Adapun bentuk-bentuk kearifan lokal yang dilakukan masyarakat untuk tetap menjaga keasrian Danau Toba adalah tidak membuang limbah di sekitar Danau Toba, mengurangi hasil

Sedangkan nilai kearifan lokal pada kawasan sekitar Danau Toba itu sendiri sudah mulai luntur sebagai contoh nilai-nilai kearifan lokal budaya suku Batak membuat fungsi Danau

Faktor dasar yang memengaruhi terpelihara- nya kearifan lokal dalam mengelola hutan TWA Sicike-Cike terdiri dari adat istiadat dalam bentuk pola hidup gotong-royong didasarkan

Sehingga penelitian ini melihat bagaimana strategi panglima laot sebagai lembaga adat laot atau kearifan lokal yang merupakan warisan budaya maritim yang berkembang di pesisir Aceh