• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat dalam Mempertahankan Kelestarian Ekosistem Hutan di Kawasan Danau Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bentuk Kearifan Lokal Masyarakat dalam Mempertahankan Kelestarian Ekosistem Hutan di Kawasan Danau Toba"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Letak Geografis

Danau Toba terletak di pegunungan Bukit Barisan Propinsi Sumatra Utara, dengan posisi geografis antara 2o 21’32” – 2o 56’ 28” Lintang Utara dan 98o 26’ 35” – 99o15’ 40” Bujur Timur. Jaraknya kurang lebih 176 km arah selatan kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Danau ini berbatasan dengan tujuh wilayah administratif kabupaten yakni kabupaten Samosir, Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi dan Karo. Luas permukaan air Danau Toba adalah 1.124 Km2 yang merupakan danau terbesar di Asia Tengara. Luas daratan DTA (Daerah Tangkapan Air) adalah 2.486 Km2. Permukaan danau berada pada ketinggian 903 M dpl (di atas permukaan laut). Panjang maksimumnya kurang lebih 50 Km dan lebar maksimumsekitar 27 Km. Topografi

(2)

cukup panjang dibandingkan dengan danau-danau lain di Indonesia. Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah Tangkapan Air Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400 mm/tahun (Limbong, 2013).

Kearifan Lokal Masyarakat Terhadap Kelestarian Danau Toba

Memfokuskan perhatian terhadap prinsip-prinsip atau nilai-nilai budaya yang mendasari suatu praktik kearifan lokal dipandang penting karena hal itu merupakan bagian inti dari suatu kebudayaan yang memiliki karakteristik universal, yang dengan itu dimungkinkan untuk upaya-upaya pelestariannya di masa datang. Kearifan lokal yang dipraktikkan oleh suatu masyarakat dapat dilihat sebagai logika-logika kebudayaan yang dimiliki masyarakat tersebut untuk mengelola kehidupan warganya dalam berbagai aspek. Logika-logika kebudayaan tersebut diuji dan direvisi dari generasi ke generasi agar selalu berfungsi bagi kelangsungan hidup warga masyarakat, yang dapat dikenali wujudnya berupa pranata-pranata lokal untuk berbagai lapangan kehidupan seperti pertanian, ekonomi, organisasi, kekerabatan, religi, politik dan lain sebagainya

Kajian-kajian mengenai kearifan lokal menunjukkan peningkatan sejak dekade terakhir abad ke-20, seiring dengan tumbuhnya apresiasi kalangan akademisi maupun agen-agen pembangunan dunia terhadap potensinya untuk mendorong keberhasilan pembangunan. Dalam literatur-literatur barat ditemukan beberapa terminologi yang mengandung makna sebagai kearifan lokal, yaitu local wisdom (kearifan lokal), local knowledge (pengetahuan lokal), indigenous

technical knowledge (pengetahuan teknis pribumi), indigenous knowledge

(3)

Penelitian-penelitian mengenai kearifan lokal dari berbagai kelompok masyarakat yang ada di Indonesia perlu dilakukan secara luas dan komprehensif sebagai upaya terencana untuk menggali dan mendokumentasikan dan kemudian mengembangkannya sebagai potensi modal sosial untuk penguatan masyarakat sipil dan karakter bangsa. Potensi kearifan lokal yang dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup didefinisikan sebagai “nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari” telah nyaris punah selama ini sebagai akibat dari penerapan model pembangunan berpusat pertumbuhan yang berusaha mengeliminasi semua aspek tradisionalitas dalam kehidupan masyarakat. Hilangnya pengetahuan-pengetahuan lokal yang selama bergenerasi diwariskan dan dimanfaatkan oleh komunitas-komunitas lokal di berbagai daerah juga merupakan implikasi dari penerapan program-program revolusi hijau di bidang pertanian, yang berlaku efektif di Indonesia sejak dimulainya pemerintahan Orde Baru pada akhir 1960-an. Selain itu, penerapan UU No. 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan desa, yang pada intinya merupakan kebijakan homogenisasi struktur pemerintahan terendah di seluruh Indonesia diduga kuat juga menjadi faktor yang sangat signifikan melumpuhkan struktur-struktur sosial tradisional sebagai penyangga bagi berbagai bentuk pranata dan kearifan lokal. Keberadaan dari suatu kearifan lokal seringkali tidak disadari oleh komunitas yang memilikinya, namun kemudian dilabeli oleh pihak luar (misalnya peneliti) sebagai sesuatu kearifan setelah melihat implikasinya ( Sahlan, 2013).

(4)

Danau Toba terus terjadi baik di bagian daerah tangapan air (DTA) Danau Toba maupun di kawasan Danau Toba itu sendiri, hal ini disebabkan oleh belum adanya persepsi diantara pemangku kepentingan dan instansi-instansi terkait sistem tenurial atas penguasium latran yang belum jelas dan tertata dengan baik. Disamping itu perekonomian masyarakat di DTA Danau Toba masih didominasi sector pertanian dan sektor pertanian tersebut belum bisa diandatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat, maka perlu dikembangkan sumber pendapatan alternative yang sekaligus mendukung pelestarian kawasan Danau Toba bahwa kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan dan di implementasikan oleh para pemangku kepentingan diharapkan tetap mengacu pada kelestarian ekosistem kawasan Danau Toba dan sifatnya tidak menghabat dalam pelaksanaan program. dan kegiatan pemulihannya. Secara umum bahwa pengelolaan kawasan Danau Toba tidak dapat dipisahkan dari pengembangan sosial budaya masyarakat.

Bentuk kearifan lokal dalam terjadinya Danau Toba bukan berupa ajaran atau tradisi lisan yang memperingatkan datangnya bencana. Kearifan lokal di Sumatera Utara ini berupa dongeng mengenai peristiwa pada masa lampau yang dapat digunakan sebagai pelajaran pada masa mendatang. Terlepas apakah dongeng itu pernah terjadi secara empiris atau hanya realita atau fiksi, keberadaannya dapat digunakan sebagai pijakan untuk memahami kejadian masa kini dari perspektif budaya (Sardjono, 2004).

(5)

mungkin. Adapun bentuk-bentuk kearifan lokal yang dilakukan masyarakat untuk tetap menjaga keasrian Danau Toba adalah tidak membuang limbah di sekitar Danau Toba, mengurangi hasil tangkapan ikan dengan cara pencemaran, sedikit tidaknya melakukan reboisasi kawasan hutan di setiap kecamatan pada daerah Danau Toba serta pemanfaatan irigasi sebagai sumber air ( Sudawati, 2009).

Partisipasi lokal dari masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan Danau Toba dalam upaya konservasi kawasan dan menjaga kelestarian kawasan sangat diperlukan, baik melalui dukungan maupun keterlibatan masyarakat terhadap program pengelolaan. Partisipasi tersebut akan berhasil apabila masyarakat memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam berpartisipasi. Selain itu insentif yang cukup untuk merangsang masyarakat berpartisipasi dan dukungan dari lembaga terhadap kegiatan masyarakat juga diperlukan. Masyarakat memiliki nilai-nilai kearifan tradisional yang terbentuk dari interaksi berulang-ulang antara masyarakat dengan sumberdaya hutan. Akibatnya, terbangun suatu sistem tatanan sosial budaya masyarakat desa sekitar kawasan yang menyatu dengan ekosistem danau dan hutan yang ada disekitar kawasan Danau Toba (Fandeli, 2001).

Desa Tuktuk Siadong

Tuktuk Siadong sendiri merupakan semenanjung yang berada di sebelah Timur Pulau Samosir. Kelurahan Tuktuk Siadong merupakan sebuah daerah yang semua wilayahnya terdiri dari bebatuan. Menurut masyarakat sekitar dahulunya ketika bebatuan tersebut diketuk akan menghasilkan bunyi “tuktuk”

(6)

Tuktuk Siadong terbagi atas 3 lingkungan yakni lingkungan pertama Huta Irnga, Lumban Holbung, Sibolopian, Jalan Gereja Atas, Lumban Nangka, dan Lumban Bakkara. Lingkungan Dua terdiri dari Jalan Gereja Bawah, Pandan, Lumban Manurung dan Kompleks Ambaroba. Lingkungan Tiga terdiri dari Tuktuk Pulo, Sosor Galung, dan Lumban Bakara. Kelurahan Tuktuk Siadong berada pada ketinggian 904-2.157 m diatas permukaan laut. Suhu rata-ratanya berkisar antara 18°- 24°C dan luas daratan Kelurahan Tuktuk Siadong 340 Ha dan luas perairan (danau) adalah 410 Ha ( Siagian, 2000).

Begitu pula yang terdapat di daerah penelitian ini, bahasa yang sering dipergunakan adalah bahasa Batak Toba. Hal ini disebabkan mayoritas penduduk di Kelurahan ini adalah suku bangsa Batak Toba. Terkadang penduduk lokal menggunakan bahasa nasional ketika berinteraksi dengan wisatawan, tak jarang pula mereka menggunakan bahasa inggris. Hal ini dikarenakan Kelurahan Tuktuk Siadong merupakan salah satu destinasi wisata yang ada di Samosir, sehingga penduduk setempat cukup fasih berbahasa inggris.

(7)

Jumlah penduduk Kelurahan Tuktuk Siadong dalam data statistik tahun 2008/2009 yang diperoleh dari kantor Kelurahan Tuktuk Siadongl adalah 1997 jiwa. Dimana mayoritas penduduk bersuku Batak Toba dan sebagian kecil suku Jawa dan Nias. Mata pencaharian yang digeluti oleh masyarakat KelurahanTuktuk Siadong seperti petani, pedagang, nelayan, pegawai negeri, pengusaha, buruh dan lain sebagainya. Selain sebagai pedagang dan pengusaha, di Kelurahan Tuktuk Siadong juga banyak ditemui karyawan atau guide lokal yang bekerja di fasilitas pelayanan jasa kepariwisataan seperti hotel atau restoran. Desa Tomok Parsaoran

Tomok adalah gerbang bagian Timur dari Pulau Samosir. Desa ini telah dilengkapi sarana pelabuhan ferry yang mampu mengangkat kendaraan bermotor roda dua, empat, maupun bus, truk, dan tronton. Di samping itu juga dilengkapi dengan pusat kedatangan wisatawan, dilayani beberapa guide yang siap melayani para pengunjung tersebut. Dengan bantuan para guide ini, pengunjung akan dibawa berkeliling untuk mengunjungi lokasi-lokasi wisata yang banyak tersebar di Desa Tomok tersebut, namun perlu dicermati adanya beberapa guide yang tidak memiliki kartu tanda pengenal sehingga sangat dimungkinkan para guide yang demikian akan menjadi hambatan bagi pengembangan pariwisata Tomok di kemudian hari. Atraksi-atraksi dan objek wisata yang menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara seperti sigale-gale, makan Raja Sidabutar , batu persidangan, rumah tradisional Siallagan, pertunjukan tari tradisional. Desa Tomok dengan jumlah penduduk 3.580 jiwa dengan luas 10,55 km2 dengan kerapatanya 339,4 jiwa/km2 (Badan Statistik Kabupaten Samosir, 2010).

(8)

kemudian ada 1 Gereja Katolik Santo Antonio Tomok. Desa Tomok Parsaoran hanya ada 1 bangunan bangunan sekolah taman kanak-kanak dan pendidikan usia dini (PAUD) dan 1 bangunan sekolah dasar (SD). Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi seperti sekolah menengah pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Sekolah Mengengah Kejuruan (SMK) harus keluar Desa Tomok Parsaoran. Penduduk yang menetap di desa ini adalah 1.399 Jiwa dari 292 KK dengan Perincian 682 Pria dan 717 Perempuan dengan kepadatan penduduk 174 jiwa/KM2 (Propil desa Pardamean Simanindo : 2014 )

Referensi

Dokumen terkait

Mampu mengaplikasikan matematika dan statistika baik menggunakan sistem perhitungan manual dan sistem perhitungan digital melalui perangkat lunak teknologi informasi

[r]

Perbandingan yang akan dilakukan adalah performa sistem kontrol kecepatan motor brushless DC menggunakan konverter Zeta dalam memperbaiki power factor dan

Berdasarkan penelitian komparatif, yaitu deskriptif, metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah sebagai berikut: menganalisis sistem pengukuran kinerja dan tuas

Dari hasil kultur jamur yang paling banyak terdapat pada kuku adalah golongan nondermatofita yaitu sebanyak 13 sampel (50,0%) dan golongan dermatofita mempunyai sampel

Di UPTD Griya Wredha Jambangan Surabaya untuk resiko jatuh para lansia belum di berikan latihan Senam Keseimbangan, akan tetapi para lansia dalam aktivitas

Guru mengirim materi melalui Zoom, Google Meet, Classroom, Google Form dan aplikasi daring lainnya (Orientasi) berupa slide dan video tentang Gerakan

Aset keuangan dan liabilitas keuangan dilakukan saling hapus dan nilai bersihnya disajikan dalam laporan posisi keuangan konsolidasian jika, dan hanya jika Bank