• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Bicara Mahasiswa Sastra Prancis Pas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gaya Bicara Mahasiswa Sastra Prancis Pas"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Gaya Bicara Mahasiswa Sastra Prancis Pasca Pengajaran Locuteur Natif (Marianne)

disusun guna memenuhi tugas Sociolinguistique

oleh:

Mary Wulan Rahayu (2311412016)

SASTRA PERANCIS

BAHASA DAN SASTRA ASING

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

A. Judul : “Gaya Bicara Mahasiswa Sastra Prancis Pasca Pengajaran Locuteur Natif (Marianne)”

B. Latar Belakang

Manusia belajar dengan meniru. Hal tersebut sangat terlihat pada orang tua yang mengajari anaknya, entah berbicara, mengenal huruf, atau menghitung, sang anak pasti meniru dan menerapkan apa yang telah diajarkan kedua orang tuanya. Proses belajar bahasa asing pun merupakan proses ‘meniru’ bahasa orang lain. Tak disadari, para mahasiswa bahasa asing pun terkadang menirukan apa yang mereka dengarkan dan apa yang mereka pelajari sehingga mereka dapat memahami bahasa asing tersebut. Proses meniru atau yang biasa disebut dengan

imitasi.

Salah satu teori belajar yang terkenal adalah teori belajar sosial Bandura. Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar social jenis ini. Contohnya, seseorang yang hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan multilingual, maka dia cenderung memiliki keberagaman pola pikir dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya maupun lingkungan yang baru dikenalnya. Sehingga ia tidak terlalu mengalami kesulitan apabila akan ditempatkan dalam lingkungan yang baru.

Belajar bahasa tentunya belajar budaya. Bahasa Indonesia dengan Bahasa Perancis memiliki perbedaan yang sangat signifikan, baik di bidang pengucapannya maupun tata bahasanya. Perbedaan inilah yang membuat para pembelajar bahasa asing mengalami kesulitan menguasai bahasa yang dipelajarinya. Maka dari itu, proses peniruan tersebut sangat diperlukan dalam mempelajari bahasa asing.

(3)

Perancis pada awalnya mengalami kesulitan ketika bertemu dengan locuteur natif. Faktor kebiasaan menjadi faktor utama pendukung keberhasilan seorang pembelajar bahasa asing dalam memahami dang mengerti bahasa tersebut. Hal inilah yang menjadi kendala para mahasiswa. Mahasiswa yang kurang mengerti bahasa asing tersebut biasanya membuat plesetan dalam bahasanya sendiri seperti dalam bahasa Jawa kesusu (tergesa-gesa) di’terjemahkan’ dalam bahasa Perancis menjadi au lait sehingga menjadi n’au lait pas yang membuat dosen locuteur Natif menjadi bingung dan menjadi bahan tertawaan. Idiolek locuteur natif yang menurut para mahasiswa itu lucu pun menjadi bahan perbincangan tersendiri. Hal ini pula yang mempengaruhi proses pembelajaran bahasa Perancis para mahasiswa Sastra Perancis khususnya semester 5. Idiolek adalah varitas bahasa yang bersifat peseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai varitas bahasanya, atau idioleknya masing-masing. Idiolek ini berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah warna suara, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya.

Mengenali idiolek seseorang dari bicaranya memang lebih mudah daripada melalui karya tulisnya.Masing-masing orang memiliki idiolek yang berbeda-beda. Namun kalau kita sering membaca karya Hamka, Alisjahbana, atau Shakespeare, maka pada suatu waktu kelak bila kita menemui selembar karya mereka, meskipun dicantumkan nama mereka, kita dapat mengenali lembaran itu karya siapa. Sama seperti kasus Marianne yang merupakan dosen locuteur natif Prancis yang amat dihafal oleh mahasiswa karena warna suara dan gaya bahasanya yang unik. Para mahasiswa sering menirukan ucapan maupun kosakata baru yang dianggap menarik.

(4)

C. Rumusan Masalah

1. Apakah pengaruh idiolek locuteur natif dapat mempengaruhi pembelajaran bahasa perancis pada mahasiswa Sastra Perancis?

2. Apakah peniruan idiolek tersebut hanya guyonan semata?

3. Apakah mahasiswa Sastra Perancis meniru idiolek tersebut dalam kehidupan sehari-hari?

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui apa saja pengaruh idiolek dalam pembelajaran bahasa Perancis.

2. Mengetahui fungsi peniruan idiolek locuter natif.

3. Mengetahui peniruan idiolek dalam kehidupan sehari-hari atau dalam proses pembelajaran.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua manfaat yaitu manfaat teoritis, yaitu 1. Mengembangkan teori psikologi khususnya teori belajar sosial

2. Mengembangkan teori sosiolinguistik khususnya idiolek individu Sedangkan manfaat praktis dapat dihasilkan

1. Untuk pembelajar bahasa Perancis dapat mempraktekkan hasil belajarnya melalui peniruan dosen Perancis

2. Dapat menambah koleksi pustaka mengenai kajian psiko-sosiolinguistik

F. Kajian Teoritis

1. Teori belajar Albert Bandura

Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert Bandura (1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) Cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) Begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity.

(5)

perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.

Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling. Proses yang terjadi dalam observational learning

tersebut antara lain :

1. Atensi atau memperhatikan, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model dengan cermat.

2. Retensi atau mengingat, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.

3. Reproduksi gerak, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.

4. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.

Ciri – ciri teori Pemodelan Bandura

1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan

2. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain

3. Individu meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model

4. Individu memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif

(6)

Jenis – jenis Peniruan (modeling): 1. Peniruan Langsung

Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran sosial Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.

2. Peniruan Tak Langsung

Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.

3. Peniruan Gabungan

Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.

4. Peniruan Sesaat / seketika.

Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.

5. Peniruan Berkelanjutan

Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.

Hal lain yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip – prinsip sebagai berikut :

(7)

daripada hanya melihat saja. Sebagai contoh : Belajar gerakan tari dari pelatih memerlukan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin dan seterusnya ditiru oleh para pelajar pada masa yang sama, kemudian proses meniru akan efisien jika gerakan tari tadi juga didukung dengan penayangan video, gambar, atau kaedah yang ditulis dalam buku panduan. 2) Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.

3) Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.

2. Dialek dan Idiolek a. Dialek

Dialek merupakan idiolek-idiolek yang menunjukan persamaan dengan idiolek-idiolek lainnya. Besarnya persamaan tersebut bisa dipengaruhi oleh letak geografi yang berdekatan sehingga antara satu dengan yang lainnya terjadi komunikasi yang sering terjadi. Contoh penutur bahasa Indonesia dari kawasan geografis yang berbeda dan dari kelompok sosial yang beralainan akan cenderung memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang sistematik. Disini maka akan timbul sebuah dialek bahasa Indonesia. Misalkan dialek jawa, dialek sunda dan sebagainya.

b. Idiolek

Menurut Chaer, idiolek adalah Bahasa seseorang atau ciri khas yang dimilikioleh seorang individu dalam menggunakan bahasa. Bisa dikatakan bahwa idiolek merupakan suatu identitas seseorang dalam bertutur dan berkomunikasi. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai varitas bahasanya, atau idioleknya masing-masing. Idiolek ini berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan adalah warna suara, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya.

(8)

Bunyi suprasegmental adalah bunyi yang menyertai bunyi segmental. Bunyi suprasegmental dapat diklasifikasikan menurut ciri-cirinya waktu diucapkan (ciri prosodi). Ciri-ciri bunyi suprasegmental menurut Bloch dan George L. Trager dalam Samsuri (1970:6-7) adalah sebagai berikut.

a. Panjang atau durasi, yaitu lamanya bunyi diucapkan

b. Nada (Pitch), menyangkut tinggi-rendahnya suatu bunyi. Nada dibedakan menjadi lima, yaitu

1) Nada naik, yaitu nada yang meninggi [ ˊ]

2) Nada datar, yaitu nada yang datar, tidak tinggi ataupun turun [ ˉ] 3) Nada turun, yaitu nada yang merendah [ˋ ]

4) Nasa turun naik, yaitu nada yang merendah kemudian meninggi [ˇ]

5) Nada naik turun naik, yaitu nada yang meninggi kemudian merendah [ ˆ ]

c. Tekanan (Stress), menyangkut keras-lunaknya (lemah) nya bunyi. d. Jeda atau Persendian, menyangkut perhentian bunyi dalam bahasa.

Menurut tempatnya, jeda dapat dibedakan menjadi 4, yaitu 1) Jeda antar suku kata [ + ]

(9)

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ilmiah seorang peneliti harus melewati tiga tahapan, yaitu: penyediaan data, penganalisisan data yang telah disediakan itu, dan penyajian hasil analisis data yang bersangkutan. Tahap penyediaan data merupakan upaya sang peneliti menyediakan data secukupnya. Data di sini dimengerti sebagai fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud. Data yang demikian itu, substansinya dipandang berkualifikasi valid atau sahih dan reliable atau terandal. Upaya penyediaan data itu semata-mata untuk dan demi kepentingan analisis. (Sudaryanto, 1993: 5-6). Metode penelitian diambil secara kuantitatif dengan mengedepankan hasil yang realistis, tidak dalam kapasitas namun pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.

1. Data, sumber data, populasi, dan sampel

Data penelitian ini diperoleh dari percakapan antara mahasiswa Sastra Perancis yang pernah mengikuti kuliah Marianne dengan sesama mahasiswa prodi bahasa Perancis maupun dengan dosen, sedangkan sumber data, peneliti berorientasi pada mahasiswa Sastra Perancis, terutama mahasiswa yang telah mendapat mata kuliah yang diampu oleh locuteur natif. Populasi penelitian ini adalah 21 mahasiswa Sastra Perancis yang pernah mengikuti mata kuliah PO bersama Marianne ketika sedang mengikuti kuliah maupun sedang beristirahat. Dan sampel dari penelitian ini diambil 8 responden dari populasi penelitian dipilih oleh peneliti secara acak (random).

2. Penyediaan dan pengumpulan data

Penyediaan data dilakukan dengan mengobservasi sumber data, dilanjutkan dengan mewawancarai sumber data, menyimak percakapan dalam berbahasa Perancis maupun bahasa Indonesia. Proses ini dilakukan dengan mendengarkan, merekam dan menyimak pembicaraan sumber data. Hal ini dapat dijumpai dalam percakapan sehari-hari. Peneliti meneliti data sekunder dan data primer saat sebelum, sesudah maupun saat berlangsungnya perkuliahan bersama Marianne. 3. Analisis data

(10)

melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono 2011: 335). Peneliti menganalisis responden dengan mewawancarai atau merekam hasil percakapan kemudian memasukkan dan memilah data dalam tabel serta disesuaikan dengan cara analisis Bandura. Pertama yang dilakukan adalah mengamati apakah model (Marianne) bisa menjadi model atau tidak, sehingga dibuat tabel seperti dibawah ini.

Tabel a. Kelayakan Model

Ciri menurut Bandura Objek (Mahasiswa)

Setelah diketahui apakah model layak atau tidak maka dibuat tabel responden sebelum terpengaruh oleh idiolek Marianne.

Tabel b. Dialek Asli

No Responden Jenis Kelamin Gaya Bicara/Dialek

Untuk mengetahui siapa saja yang menjadi sampel dan apa saja yang ditiru responden terhadap model, maka dibuat 3 tabel seperti di bawah ini.

Tabel i. Responden Idiolek Marianne

Responden Jenis Kelamin

Idiolek Marianne Gaya Bahasa (nada,

intonasi) Pilihan

kata/Kalimat

Tabel ii. / iii. Peniruan Bahasa Perancis/Indonesia Marianne Kat

a/ Kali

mat

Responden

Laki-laki Perempuan

Respo

nden a Responden b Responden c Responden d Responden e Responden f Responden g Responden h Tabel iv. Peniruan Bunyi Suprasegmental

Pengucapan

(11)

at

Luthfi Subhan Arif Anisa Vina Sandra Nebti Gista

4. Penyajian Hasil

Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan dalam bahasa formal-informal karena objek penelitian dilaksanakan saat para mahasiswa melakukan percakapan biasa serta pada saat kuliah berlangsung. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis fungsi pemakaian kata tersebut.

H. Hasil Penelitian

Hal pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah melihat dan mengamati apakah si model (Marianne) memenuhi syarat sebagai model atau tidak. Sesuatu dapat dijadikan model apabila:

Tabel a. Kelayakan Model

No Ciri menurut Bandura Objek (Mahasiswa)

1 Individu mengamati, mengingat dan mengulangi perilaku secara simbolik

kemudian melakukannya V

2 Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya

V

3 Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat

V

Kenyataan di lapangan seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas dapat membuat Marianne menjadi model belajar sosial terutama dalam kajian

observation learning atau pembelajaran pengamatan atau peniruan.

Sebelum meneliti responden lebih lanjut, peneliti mengumpulkan rekaman percakapan mahasiswa ketika belum mengenal Marianne, yaitu rekaman pembicaraan pada semester-semester awal dan diperoleh hasil seperti pada tabel di bawah ini.

(12)

No Responden

5 Vina P Dialek Jawa Timuran

6 Sandra P Dialek Jawa-Solo Jogja

7 Nebti P Dialek Jawa-Semarangan

8 Gista P Dialek Jawa-Semarangan

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa para responden sebelum mengikuti mata kuliah yang diampu Marianne masih menggunakan logat atau dialek dari daerah asalnya masing-masing atau bahasa yang sering mereka gunakan pada kehidupan sehari-hari.

Sebanyak 8 responden yang terdiri dari 3 responden berjenis kelamin laki-laki dan 5 responden berjenis kelamin laki-laki-laki-laki. Jumlah ini adalah perbandingan dari keseluruhan mahasiswa Sastra Perancis (berjumlah 21 orang) yang mengikuti mata kuliah PO (dosen Marianne) didapat hasil seperti pada tabel berikut.

(13)

tidak menirukan gaya bahasa Marianne. Mereka masih menggunakan gaya bahasa mereka sendiri dalam menggunakan kata atau kalimat tersebut

Tabel ii. Peniruan Bahasa Perancis Marianne

Kata/Kalimat

Dari tabel di atas didapat hasil bahwa dalam penyerapan Bahasa Perancis yang sering diungkapkan Marianne hanya 4 yang digunakan oleh mahasiswa. Pada mahasiswa berjenis kelamin laki-laki yang paling sering menggunakan kata/kalimat Marianne adalah Luthfi, sedangkan pada mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan adalah Anisa. Hal ini menghasilkan hasil seimbang antara laki-laki dan perempuan. Hasil pengamatan dari subhan dan vina sama-sama sering menggunakan tiga kata, subhan sering menggunakan kalimat Au secours, Là bas, dan oh lala... tetapi vina menggunakan kalimat Au secours, Conviture ou nourriture dan Oh lala, hanya berbeda satu kalimat saja. Sedangkan Nebti menggunakan 2 kalimat saja seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas. Hasil yang sama diperoleh dari Arif, Sandra dan Gista. 1 responden dari variabel jenis kelamin laki-laki dan 2 responden dari variabel jenis kelamin perempuan. Kata-kata tersebut tidak hanya digunakan dalam percakapan sehari-hari namun digunakan pula dalam proses pembelajaran bahasa Perancis dalam menyusun kalimat berbahasa Perancis, misal au secours dan là bas. Namun untuk kalimat conviture ou nourriture? Digunakan untuk menyindir atau untuk hiburan saja karena kalimat tersebut lebih mengkritik antar teman. Sedangkan ungkapan

Oh lala... sering digunakan oleh semua mahasiswa untuk mengungkapkan keterkejutan.

(14)

Kata/Kalimat

Responden

Laki-laki Perempuan

Luthf

i Subhan Arif Anisa Vina Sandra Nebti Gista

Mahasiswa v v v v v v v v

Sama ini v v v v v - v

-Bagus ou tidak? v - - v v - v

-Ada apa di

kepala? v - - v - - -

-Untuk apa? v v v v v v v v

Lebih baik... v v v v v - -

-Sendiri! v v v v v - -

Gambar

Tabel i. Responden Idiolek Marianne
Tabel b.  Dialek Asli
Tabel i. Responden Idiolek Marianne
Tabel ii. Peniruan Bahasa Perancis Marianne
+2

Referensi

Dokumen terkait

BAGAIMANA MERAWAT IKAN HIAS INI / BERIKUT KISAH THOMAS YANG JUGA PEMBUDIDAYA IKAN HIAS ///.. NEWS READER : DESA GAMPLONG

Meski didirikan oleh seorang Budha, Keraton Ratu Boko merupakan sebuah situs kombinasi antara Budha dan Hindu, ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk yang ada, yang biasanya

Pangsa atau persentase pengeluaran pangan pada tingkat rumah tangga adalah.. rasio pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran

Pada hari ini, Jum’at tanggal Dua Puluh tahun Dua Ribu Dua Belas, Pokja Sekretariat Jenderal III ULP Kementerian Perdagangan telah mengadakan rapat atas hasil evaluasi

Semoga dengan hadirnya Buku panduan tahfidz ini dapat membantu bagi para siswa dalam penghafal al-Quran dengan baik dan juga bagi para guru pembimbing dapat

[r]

In this study, the research stage are: 1) Sulose Equation Model. In fuzzy logic a representation of the membership functions of the independent variables X1, X2, X3, ..., Xn as an

Kepada seluruh peserta Pengadaan Jasa Konsultansi yang merasa keberatan atas ditetapkannya pemenang tersebut di atas, dapat mengajukan sanggahan secara online kepada