• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Anak Pesisir Anak Pesisir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perkembangan Anak Pesisir Anak Pesisir"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN ANAK PESISIR

.

Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu wilayah yang unik secara geologis, ekologis, dan merupakan domain biologis yang sangat penting bagi banyak kehidupan di daratan dan di perairan, termasuk manusia (Beatley et al 1994 dalam Bohari 2012. Perbedaan letak wilayah dan tempat tinggal ( seperti desa , kota, daratan, perairan, pegunungan, iklim, musim ) akan mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku seseorang.

Dalam pandangan ini, perkembangan seseorang amat ditentukan oleh faktor lingkungannya. Lingkungan memiliki peran besar bagi perubahan yang positif atau negatif pada individu. Hal ini tergantung bagaimana karakteristik lingkungan itu sendiri. Lingkungan yang baik tentu membawa pengaruh positif bagi individu, sebaliknya lingkungan yang kurang baik, rusak, buruk cenderung memperburuk perkembangan individu. Dalam pandangan ini, seorang psikolog ekologis, Urie Brofenbrenner ( dalam papalia, Olds & Feldman, 2004 ) menyatakan bahwa lingkungan tersebut bersifat stratafikasi yakni berlapis – lapis dari yang terdekat sampai terjauh. Ia mengistilahkan sebagai sitem mikro ( microsystem ), sistem meso ( mesosystem ), sistem ekso ( exosystem ), sistem makro ( macrosystem ), dan sistem krono ( cronosystem ).

Sistem mikro ( microsystem ) ialah sistem lingkungan yang memberi kesempatan seorang anak dapat menjalin komunikasi secara langsung dengan orang – orang terdekat seperti keluarga ( orangtua, saudara kandung ), sekolah ( guru, teman – teman sekolah ), tempat ibadah ( ulama, pendeta, ustad ). Sistem mikro ini memberi pengaruh langsung terhadap perkembangan seorang anak.

Sistem meso ( mesosystem ) ialah sistem lingkungan sosial yang terdiri dari 2 atau lebih sistem mikro seperti interaksi antar keluarga ( interfamily interaction ), interaksi antar sekolah , interaksi antar kelompok teman sebaya . seorang anak dapat menyelesaikan tugas – tugas pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru di sekolah, cenderung akan merasa puas , percaya diri, bangga dan mengembangkan kepribadian yang positif, dibandingkan dengan anak yang gagal dalam menyelesaikan tugas pekerjaan rumah dari gurunya. Sistem meso ini memberi pengaruh langsung terhadap erkembangan seorang anak.

(2)

Sistem makro ( macrosystem ) ialah suatu sistem lingkungan sosial yang terdiri dari pola – pola nilai budaya, norma – norma , adat – istiadat, kepercayaan yang berlaku dalam suatu wilayah negara tertentu.

Sistem krono ( cronosystem ) ialah sistem yang berhubungan dengan dimensi waktu yang mempengaruhi taraf kestabilan atau perubahandalam kehidupan anak. Hal ini berkaitan dengan kondisi kerusuhan, bencana alam, masa perang, krisis sosial, politik atau ekonomi, gelombang migrasi dan sebagainya. Kondisi – kondisi tersebut akan mempengaruhi kehidupan keluarga , usaha kerja orangtua dan kemuadian berpengaruh terhadap perkembangan anak.

Interaksi anak dengan lingkungan terdekat mengakibatkan besarnya pengaruh lingkungan ini terdekat mengakibatkan besarnya pengaruh lingkungan ini terhadap perkembangan emosi anak. Mengacu pada teori Albert Bandura ( dalam Santrock, 2002 ) mengenai social learning theory, anak mengembangkan perilakunya melalui proses modeling atau imitasi. Bandura menyatakan bahwa modeling terbentuk karena adanya proses kognitif yang terdiri dari empat hal yaitu adanya ettention, retention, motor reproduction, dan motivation.

Proses attention merupakan suatu kondisi dimana anak harus menemukan model yang cukup menarik untuk mengikat perhatian anak ( Salkind, 2002 ) dan khususnya aspek perilaku yang signifikan dengan perilaku yang ditiru. Perhatian saja tanpa aspek perilaku yang cukup bermakna untuk ditiru, tidak akan membuat individu meniru model ( Ormmrod, 2004 ).

Proses retention merupakan tahap kedua dalam belajar melalui model dengan mengingat perilaku yang telah diobservasi ( Ormrod 2004 & Salkind,2002 ). Salah satu cara yang sederhana unutk mengingat apa yang telah dilihat adalah dengan rehearsal, yaitu mengulang apapun yang dibutuhkan untuk diingat berkali – kali. Mengacu pada teori Bandura , individu mengingat representasi verbal ( seperti langkah – langkah instruksi atau labels yang mendeskripsikan suatu kegiatan yang dibentuk ) maupun gambaran visual perilaku yang telah dilihat. Kode – kode ingatan verbal dan visual ini sebagai guaide, ketika individu membentuk perilaku yang diobservasi ( Ormrod,2004 ).

Proses motor reduction merupakan proses ketiga dalam modeling sebagai replikasi perilaku yang telah didemonstrasikan model ( Ormrod, 2004 ) , namun tanpa kontrol motorik yang tepat, anak tidak akan mampu menirukan perilaku model ( Salkind , 2002 ). Proses motivasi sebagai tahap terakhir dalam modeling. Motivasi dibutuhkan, karena tanpa keinginan untuk mempergeragakan apa yang telah dipelajari maka perilaku yang telah diamati tidak akan ditiru ( Ormrod, 2004 & Salkind, 2002 ). Dalam perkembangan emosi, proses modeling terhadap lingkungan mikro dapat terbentuk ketika anak mendapat stimulus berupa pengalaman – pengalaman emosi dari orang – orang yang disekitarnya.

(3)

“Moral sebagai sesuatu yang berkaitan atau ada hubungan dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya sesuatu tingkah laku”. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa moral merupakan cara berfikir atau cara pandang seseorang yang akan tercermin dalam pola pikir dan pola tindak seperti dalam bersikap, berbicara atau mempersepsikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dimana ia berada.

Masa anak-anak pada dasarnya merupakan masa awal dalam tahap perkembangan sepanjang kehidupan manusia. Yang membedakan masa anak-anak dengan masa kehidupan yang lain adalah pada masa anak-anak individu cenderung lebih ingin dipahami. Comenius dalam (Hurlock, 1978) juga menyatakan bahwa “anak-anak harus dipelajari sebagai embrio orang dewasa melainkan dalam sosok alami anak yang penting untuk memahami kemampuan mereka dan mengetahui bagaimana berhubungan dengannya”. Dengan demikian anak pada dasarnya merupakan masa yang memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi daripada masa perkembangan lain oleh karena itu anak-anak ingin dipahami lebih dari orang remaja.

Pada masa anak-anak pada dasarnya penting untuk dipelajari karena Locke menyatakan bahwa pengalaman masa anak akan berperan penting dalam pembentukan karakteristik pada saat dewasa. Selanjutnya terdapat pula pandangan dari J.J. Rosseau yaitu innate goodness yang menyatakan bahwa anak-anak pada dasarnya baik, karena itu mereka seharusnya diperbolehkan untuk bertumbuh secara alamiah dengan pantauan atau pembatasan dari orang tua. Pernyataan tersebut menjadi kontradiksi apabila perkembangan tersebut ditinjau dari sisi kelautan dan diaplikasi pada kalangan anak-anak nelayan.

Anak-anak yang berada pada permukiman nelayan mengalami hal yang berbeda dari yang seharusnya. Anak tersebut kurang mendapat perhatian dan pendidikan yang seharusnya mereka dapatkan. Hal tersebut ternyata berdampak pada perkembangan pada masa selanjutnya. Sama seperti yang dikatakan oleh Erikson dalam (Hurlock, 1978) bahwa “masa kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai seorang manusia”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun pada masyarakat pesisir anak-anak seharusnya juga mendapat pengawasan terhadap perkembangannya karena hal itu berpengaruh pada masa dewasa nantinya.

TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

Pada dasarnya banyak teori yang dikemukakan para ahli berkenaan dengan psikologi perkembangan.

1. Sigmund Freud

(4)

Apabila individu tidak melalui masing-masing tahapan tersebut dengan baik maka akan berpengaruh pada perkembangan perilaku dan pembentukan kepribadian individu tersebut.

Melalui teori Freud, psikodinamikanya memandang bahwa komponen yang bersifat sosio-afektif sangat fundamental dalam kepribadian dan perkembangan seseorang. Menurut teori ini, komponen yang bersifat sosio-afektif adalah ketegangan yang ada dalam diri seseorang, sebagai penentu dinamikanya.

Menurut teori psikodinamika yang dikemukakan oleh Freud ini juga menyatakan bahwa seorang anak dilahirkan dengan dua macam kekuatan biologis yaitu libido dan nafsu mati. Dalam teori ini juga memaparkan hal yang penting yaitu anak juga memiliki struktur kepribadian id, ego dan super ego.

2. Erik Erikson

Erikson memiliki pandangan bahwa terdapat delapan tahap perkembangan individu yang dialami selama siklus kehidupan individu tersebut. Tahapan tersebut adalah:

a) Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (trust vs mistrust)

b) Otonomi vs Rasa Malu dan Keragu-raguan (autonomy vs shame & doubt)

c) Prakasa vs Rasa Bersalah (initiative vs guilt)

d) Tekun vs Rendah Diri (industry vs inferiority)

e) Identitas vs Kebingungan Identitas (identity vs identity confusion)

f) Keintiman vs Keterkucilan (intimacy vs isolation)

g) Bangkit vs Berhenti (generativity vs stagnation)

h) Integritas vs Kekecewaan (integrity vs despair)

3. Piaget

Piaget meyakini bahwa terdapat empat tahapan perkembangan kognitif yang dilalui oleh seorang anak, yaitu tahap sensorimotor, tahap pra operasional, tahap operasional konkrit, dan tahap operasional formal. Piaget juga memandang perkembangan berbdasarkan teori yang berorientasi biologis.

(5)

Kelemahan teori yang berorientasi biologis ini juga terlihat ketika anak mampu melakukan suatu perilaki yang lebih awal dari stadium perkembangannya. Misalnya anak sudah dapat membaca pada usia yang masih sangat awal. Hal tersebut yang membuat teori ini tidak dapat menjadi patokan sepenuhnya dan harus merujuk pada teori perkembangan lain sebagai tinjauan dalam analisan psikilogis.

4. Albert Bandura

Melalui teori belajar sosial yang dikembangkannya, Bandura menyatakan bahwa anak akan belajar dengan mengamati apa yang dilakukan oleh orang lain. Melalui pengamatan yang dilakukan (modeling), seorang anak akan menampilkan perilaku orang yang diamatinya serta bahkan mengadopsi perilaku tersebut dalam dirinya.

Dalam hal ini teori yang bersinggungan dengan apa yang dikemukan oleh bandura adalah teori lingkungan. Dalam kelompok teori lingkungan atau teori milieu mencakup teori belajar dan teori sosiologis. Kedua macam teori itu sebenarnya sama karena prinsip sosialisasi pada dasarnya merupakan suatu bentuk proses dari social learning. Teori belajar memiliki sifat dan karakter yang berbeda-beda. Persamaan yang ada di antara teori belajar tersebut adalah bahwa individu memandang belajar sebagai suatu bentuk peribahan dalam diri seseorang yang bersifat relatif tetap.

Menurut teori ini perkembangan merupakan suatu proses pertambahan bertambahnya potensi untuk bertingkah laku. Berjalan harus dipelajari, bergaul dengan orang lain harus dipelajari, demikian pula dengan berpikir logis juga harus dipelajari. Belajar berjalan merupakan cara belajar sensori-motorik, belajar bergaul termasuk dalam kategori belajar sosial, dan berpikir logis termasuk dalam proses belajar kognitif.

Teori ini beranggapan bahwa perilaku yang ditunjukkan oleh individu bukanlah hasil spontan dari struktur organisme melainkan tergantung dari apa yang kita pelajari dengan teknik-teknik yang diadopsi dari lingkungan. Jadi bila anak hidup dalam suatu lingkungan tertentu, makaanak tadi akan memperlihatkan pola tingkah laku yang khas dari lingkungan tersebut (Monks, 1982).

TUGAS PERKEMBANGAN ANAK

(6)

Sedangkan menurut Havighurts (dalam Gunarsa, 1986) tugas-tugas perkembangan pada anak bersumber pada tiga hal, yaitu : kematangan fisik, rangsangan atau tuntutan dari masyarakat dan norma pribadi mengenai aspirasi-aspirasinya. Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah sebagai berikut: tugas-tugas perkembangan anak usia 0-6 tahun, meliputi belajar memfungsikan visual motoriknya secara sederhana, belajar memakan makanan padat, belajar bahasa, kontrol badan, mengenali realita sosial atau fisiknya, belajar melibatkan diri secara emosional dengan orang tua, saudara dan lainnya, belajar membedakan benar atau salah serta membentuk nurani. Tugas-tugas perkembangan anak usia 6-12 tahun adalah menggunakan kemampuan fisiknya, belajar sosial, mengembangakan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung, memperoleh kebebasan pribadi, bergaul, mengembangkan konsep-konsep yang dipadukan untuk hidup sehari-hari, mempersiapkan dirinya sebagai jenis kelamin tertentu, mengembangkan kata nurani dan moral, menentukan skala nilai dan mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial atau lembaga (Havighurts dalam Gunarsa, 1986).

ASPEK PERKEMBANGAN ANAK

Dalam perkembangan anak terdapat aspek-aspek yang nampak dari perkembangan tersebut. Berikut ini penjelasan dari masing-masing aspek :

1. Perkembangan Fisik (Motorik).

Dua kata mendeskripsikan pertumbuhan fisik anak usia ini adalah lamban dan stabil. Anak pada usia ini mengalami pertumbuhan terus menerus, mengembangkan kendali yang terus bertambah atas tubu mereka, dan menjelajahi hal-hal yang mampu mereka lakukan. Perkembangan fisik (motorik) merupakan proses tumbuh kembang kemampuan gerak seorang anak. Setiap gerakan yang dilakukan anak merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak. Perkembangan fisik (motorik) meliputi perkembangan motorik kasar dan motorik halus.

a) Perkembangan motorik kasar. Kemampuan anak untuk duduk, berlari, melompat, menangkap bola, dan menendang termasuk contoh perkembangan motorik kasar. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.

(7)

2. Perkembangan Emosi.

Perkembangan pada aspek ini meliputi kemampuan anak untuk merasakan dan memahami gejolak perasaan seperti mencintai, merasa nyaman, berani, gembira, takut, marah serta bentuk-bentuk emosi lainnya. Pada aspek ini, anak sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya. Emosi yang berkembang/dikeluarkan anak akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Misalnya, jika anak mendapatkan curahan kasih sayang, mereka akan belajar untuk menyayangi.

3. Perkembangan Kognitif.

Pemikiran operasi konkret merupakan tonggak kognitif yang memungkinkan anak pada awal sekolah dasar pemikiran dan bertindak bagaimana semestinya. Pada aspek koginitif, perkembangan anak nampak pada kemampuannya dalam menerima, mengolah, dan memahami informasi-informasi yang sampai kepadanya. Kemampuan kognitif berkaitan dengan perkembangan berbahasa (bahasa lisan maupun isyarat)seperti: memahami kata, mengeluarkan apa yang dia pikirkan, kemampuan logis, seperti memahami sebab akibat suatu kejadian, memahami makna dari symbol dan hal-hal yang berkaitan dengan pengetahuan diri dan di lingkungannya. Kognitif perkembangannya diawali dengan perkembangan kemampuan mengamati, melihat hubungan dan memecahkan masalah sederhana. Kemudian berkembang ke arah pemahaman dan pemecahan masalah yang lebih rumit. Aspek ini berkembang pesat pada masa anak mulai masuk sekolah dasar (usia 6-7 tahun). Berkembang konstan selama masa belajar dan mencapai puncaknya pda masa sekolah menengah atas (usia 16-17 tahun).

Menurut Piaget, dinamika perkembangan intelektual individu mengikuti dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau pengalaman baru ke dalam struktur kognitif yang sudah ada di dalam pikirannya. Ada dua fungsi guru SD sekaitan proses asimilasi, yakni meletakkan dasar struktur kognitif yang tepat tentang sesuatu konsep pada kognisi anak dan memperkaya struktur kognitif menjadi semakin lengkap dan mendalam. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan individu dalam situasi ini, yakni

a. membentuk struktur kognitif baru yang cocok dengan rangsangan atau pengalaman baru;

b. memodifikasi struktur kognitif yang ada sehingga cocok dengan rangsangan atau pengalaman baru.

Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi terus berlangsung pada diri seseorang. Dalam perkembangan kognitif, diperlukan keseimbangan antara kedua proses ini. Keseimbangan itu disebut ekuilibrium, yakni pengaturan diri secara mekanis yang perlu untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi.

(8)

a) Periode sensori motorik (0;0-2;0),

b) Periode praoperasional (2;0-7;0 tahun),

c) Periode operasional konkrit (7;0-11 atau 12;0 tahun),

d) Periode operasional formal (11;0 atau 12;0 – 14 atau15;0).

4. Perkembangan sosial.

Aspek sosial berkaitan dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya, dimana lingkungan itu mampu untuk membuat anak untuk berinteraksi dengan lingkungan yang dapat membantunya untuk bersosialisasi. Misalnya, kemampuan anak untuk menyapa, berinteraksi dan bermain bersama teman-teman sebayanya.

Pendidikan Anak Pesisir

Pendidikan yang seharusnya menjadi perhatian penting dalam masyarakat yang pada hal ini sesuai dengan tujuan Millenium Development Goal’s adalah satu program yang seharusnya diprioritaskan pada masyarakat pesisir, namun hal ini yang terjadi pada masyarakat pesisir pantai tuban menjadi tujuan sampingan yang ada pada pola atau pemikiran masing-masing keluarga, hal ini terbukti dengan tingkat pendidikan yang rendah, rata rata tingkat pendidikan masyarakat pesisir berhenti sampai batas SMP atau SMA saja. Hal ini dipengaruhi dengan beberapa faktor diantaranya yaitu, faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor keluarga

1. Faktor ekonomi.

(9)

2. Faktor Lingkungan

Dalam bagian ini akan diuraikan sedikit tentang pengaruh lingkungan terhadap pendidikan masyarakat pesisir. Dunia pendidikan yang banyak dialami pada anak-anak menjadi fenomena terbalik ketika dihadapkan pada masyarakat pesisir. Lingkungan masyarakat yang sudah mengenalkan cara mendapatkan uang dengan mudah bahkan anak-anakpun ikut andil dengan mudah untuk mendapatkannya, merubah perilaku anak-anak yang seharusnya mengemban dunia pendidikan di balikan menjadi perilaku selayaknya orang dewasa pada umumnya, hal ini dipacu dengan kemampuan mereka untuk menghasilkan uang sendiri. Sehingga pada hal ini lingkungan anak-anak lebih terbiasa untuk melakukan perilaku orang dewasa. Pola seperti ini mengarahkan anak anak untuk mengisi kesibukanya dengan kegiatan kegiatan orang dewasa dari pada mengisi keseharianya dengan menemban pendidikan. Lebih frontalnya kebiasaan kebiasaaan orang dewasa yang belum bisa di saring oleh anak-anak juga akan mempengaruhi mereka untuk bertindak kriminal.

3. Faktor Keluarga

Dalam tulisan ini akan dijelaskan bagaimana kurang pentingnya peran keluarga dalam melihat pendidikan sebagai hal penting terhadap masa depan anaknya. Di dalam masyarakat pesisir, orang tua menganggap pendidikan itu kurang penting. Hal ini dapat dilihat ketika anak-anak yang sudah menginjak usia produktif atau 17 tahun ke atas banyak yang disuruh untuk bekerja ketimbang melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pola pandang orang tua yang secara turun-temurun yang lebih mementingkan mencari uang. Selain itu, faktor ekonomi yang pas-pasan membuat orang tua pikir-pikir dalam hal menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.

Karakteristik Masyarakat Pesisir

Secara teoritis, masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.

(10)

lain-lain. Yang harus diketahui bahwa setiap komunitas memiliki karakteristik kebudayaan yang berbeda-beda.

Masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based), seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut. Penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu tahun 2010 berpenduduk 21.071 jiwa, sekitar 69,36 % merupakan nelayan sedangkan sisanya terdiri dari pedagang, buruh, PNS, swasta dan lain-lain. Tingkat pendidikan penduduk wilayah pesisir juga tergolong rendah, dimana penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu sekitar 6.800 jiwa hanya menamatkan Sekolah Dasar (SD), 1.463 jiwa tamat SMP dan 1.076 jiwa tamat SMA dengan fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas.

Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Masyarakat pesisir juga dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.

Karakteristik masyarakat pesisir berbeda dengan karakterisik masyarakat agraris atau petani. Dari segi penghasilan, petani mempunyai pendapatan yang dapat dikontrol karena pola panen yang terkontrol sehingga hasil pangan atau ternak yang mereka miliki dapat ditentukan untuk mencapai hasil pendapatan yang mereka inginkan. Berbeda halnya dengan masyarakat pesisir yang mata pencahariannya didominasi dengan pelayan. Pelayan bergelut dengan laut untuk mendapatkan penghasilan, maka pendapatan yang mereka inginkan tidak bisa dikontrol.

“Nelayan menghadapi sumberdaya yang bersifat open acces dan beresiko tinggi. Hal tersebut menyebabkan masyarakat pesisir sepeti nelayan cenderung memiliki karakter yang tegas, keras, dan terbuka”

(11)

Masyarakat pesisir pada umumnya telah menjadi bagian masyarakat yang pluraristik tapi masih tetap memiliki jiwa kebersamaan. Artinya bahwa struktur masyarakat pesisir rata-rata merupakan gabungan karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan. Karena struktur masyarakat pesisir sangat plurar, sehingga mampu membentuk sistem dan nilai budaya yang merupakan akulturasi budaya dari masing-masing komponen yang membentuk struktur masyarakatnya.

Hal menarik adalah bahwa bagi masyarakat pesisir Indonesia, hidup di dekat pantai merupakan hal yang paling diinginkan untuk dilakukan mengingat segenap aspek kemudahan dapat mereka peroleh dalam berbagai aktivitas kesehariannya. Dua contoh sederhana dari kemudahan-kemudahan tersebut diantaranya, pertama, bahwa kemudahan aksesibilitas dari dan ke sumber mata pencaharian lebih terjamin, mengingat sebagian masyarakat pesisir menggantungkan kehidupannya pada pemanfaatan potensi perikanan dan laut yang terdapat di sekitarnya, seperti penangkapan ikan, pengumpulan atau budidaya rumput laut dan sebagainya. Kedua, bahwa mereka lebih mudah mendapatkan kebutuhan akan MCK (mandi, cuci, kakus) di mana mereka dapat mengaksesnya secara lebih mudah.

Masyarakat pesisir, khususnya yang tinggal di wilayah Indonesia, mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang khas atau unik. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di bidang perikanan itu sendiri. Karena sifat-sifat dari usaha perikanan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti lingkungan, musim dan pasar, maka karakteristik masyarakat pesisir juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut dan faktor-faktor lainnya. Beberapa sifat dan karakteristik masyarakat pesisir diuraikan sebagai berikut :

1. Ketergantungan Pada Kondisi Lingkungan

Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia dapat dilihat dari dua aspek, yaitu : Pertama, secara sosial ekonomi wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena (a) sekitar 140 juta (60 %) penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan rata-rata 2 % per tahun); (b) sebagian besar kota, baik propinsi dan kabupaten) terletak di kawasan pesisir; (c) kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional sekitar 20,06 % pada tahun 1998 dan (d) industri kelautan (coastal industries) menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung.

(12)

Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan modal pembangunan yang dapat dikelola untuk menyediakan barang dan jasa (goods & services) bagi kemakmuran masyarakat dan bangsa. Dilihat dari potensi dan kemungkinan pengembangannya, wilayah pesisir memiliki peranan penting dalam pembangunan nasional, apalagi bangsa Indonesia saat sekarang sedang mengalami krisis ekonomi. Peranan tersebut tidak hanya dalam penciptaan pertumbuhan ekonomi (growth), tetapi juga dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan pemerataan kesejahteraan (equity). Namun demikian, peranan tersebut tidak akan tercapai dengan baik apabila mengabaikan aspek kelestarian lingkungan (environmental sustainability) dan kesatuan bangsa (unity).

Salah satu sifat usaha perikanan yang sangat menonjol adalah bahwa keberlanjutan usaha tersebut sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Keadaan ini mempunyai imlikasi yang sangat penting bagi kondisi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, terutama di Indonesia. Kondisi masyarakat pesisir itu menjadi sangat bergantung pada kondisi lingkungan sekaligus sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan, khususnya pencemaran, karena limbah-limbah industri maupun domestik dapat mengguncang sendi-sendi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat pesisir.

2. Ketergantungan Pada Musim

Karakteristik lain yang sangat mencolok di kalangan masyarakat pesisir, terutama masyarakat nelayan, adalah ketergantungan mereka pada musim. Ketergantungan pada musim ini akan semakin besar pada nelayan kecil. Pada musim penangkapan, para nelayan akan sangat sibuk melaut. Sebaliknya, pada musim peceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur.

Keadaan ini mempunyai implikasi besar terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pantai secara umumdan kaum nelayan khususnya. Mereka mungkin mampu membeli barang-barang yang mahal pada musim tangkap. Namun pada musim peceklik, pendapatan mereka drastis menurun sehingga kehidupan mereka juga semakin buruk. Belum lagi ditambah pola hidup mereka yang menerapakan prinsip ekonomi yang “tidak hemat”, artinya saat hasil tangkap memuncak, mereka cenderung tidak menyimpan hasil untuk menutupi kekurangan ekonomi di saat kegiatan tangkap menurun sehingga banyak dari nelayan-nelayan tersebut yang harus meminjam uang bahakan menjual barang-barang mereka untuk memenuhi kebutuhannya.

Secara umum, pendapatan nelayan memang sangat berfluktuasi dari hari ke hari. Pada suatu hari, mungkin nelayan memperoleh tangkapan yang sangat tinggi, tapi pada hari berikutnya bisa saja “kosong”. Hasil tangkapan dan pada giliranya pendapatan nelayan juga dipengaruhi oleh jumlah nelayan operasi penangkapan di suatu daerah penangkapan. Di daerah yang padat penduduknya, akan mengalami kelebihan tangkap (overfishing). Hal ini mengakibatkan volume hasil tangkap dari para nelayan menjadi semakin kecil, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan mereka.

(13)

pola hubungan yang bersifat patron-klien. Karena keadaan ekonomi yang buruk, maka para nelayan kecil, buruh nelayan, petani tambak kecil dan buruh tambak seringkali terpaksa meminjam uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari dari para juragan atau dari para pedagang pengumpul (tauke).

Konsekuensinya, para peminjam tersebut menjadi terikat dengan pihak juragan atau pedagang. Keterkaitan tersebut antara lain berupa keharusan menjual produknya kepada pedagang atau juragan. Pola hubungan yang tidak simetris ini tentu saja sangat mudah berubah menjadi alat dominansi dan ekploitasi.

Secara sosiologis, masyarakat pesisir memiliki ciri yang khas dalam hal struktur sosial yaitu kuatnya hubungan antara patron dan klien dalam hubungan pasar pada usaha perikanan. “Biasanya patron memberikan bantuan berupa modal kepada klien. Hal tersebut merupakan taktik bagi patron untuk mengikat klien dengan utangnya sehingga bisnis tetap berjalan”.

3. Terdapatnya Stratifikasi Sosial Dalam Masyarakat

Stratifikasi sosial yang sangat menonjol pada masyarakat nelayan dan petani tambak adalah stratifikasi berdasarkan misalnya membedakan stratifikasi sosial menjadi tiga jenis yaitu (1) strafikasi karena status ekonomi (economically stratified); (2) stratifikasi karena perbedaan status politik (politically stratified) dan (3) stratifikasi karena perbedaan status pekerjaan (occupationally stratified).

a. Berdasarkan ekonomi dan penguasaan alat tangkap, yaitu jika dalam suatau masyarakat terdapat perbedaan atau tidak ketidaksetaraan status ekonomi, pada masyarakat nelayan umumnya terdapat tiga strata kelompok, yaitu :

- Starata atas, yaitu mereka yang memiliki kapal motor lengkap dengan alat tangkapnya. Mereka ini biasanya dikenal dengan nelayan besar atau modern. Biasanya mereka tidak ikut melaut. Operasi penangkapan diserahkan kepada orang lain. Buruh atau tenaga kerja yang digunakan cukup banyak bisa sampai dua atau tiga puluhan. Seringkali nelayan besar juga merangkap sebagai pedangang pengumpul. Namun demikian, biasanya ada pula pedagang pengumpul yang bukan nelayan, sehingga pedagang ini merupakan kelas tersendiri.

- Strata kedua, adalah mereka yang memiliki perahu dengan motor tempel. Pada strata ini, biasanya pemilik tersebut ikut melaut dan memimpin kegiatan penagkapan. Buruh yang ikut mungkin ada tetapi terbatas dan seringkali merupakan anggota keluarga saja.

- Strata terakhir adalah buruh nelayan. Meskipun para nelayan bisa juga merangkap menjadi buruh, tetapi lebih banyak pula buruh ini yang tidak memiliki sarana produksi apa-apa, hanya tenaga mereka itu sendiri.

(14)

c. Stratifikasi karena perbedaan status pekerjaan (occupationally stratified), misalnya stratifikasi pada petani tambak, yaitu :

1. Strata atas adalah mereka yang menguasi tambak yang luas.

2. Strata menengah yang memiliki luas tambak yang sedang/kecil.

3. Strata bawah adalah mereka yang tidak memiliki tambak, melainkan hanya mengelola atau sebagai buruh.

4. Ketergantungan Pada Pasar

Karakteristik lain masyarakat pesisir ini adalah sifat ketergantungan terhadap keadaaan pasar. Hal ini disebabkan karena hasil tangkap mereka itu harus dijual terebih dahulu sebelum hasil penjualannya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karakteristik tersebut mmepunyai implikasi yang sangat penting, yakni masyarakat pesisisir sangat peka terhadap harga. Perubahan harga produk perikanan sangat mmepengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat tersebut.

5. Aktivitas Kaum Perempuan dan Anak-Anak

Ciri khas lain dari suatu masyarakat pesisir adalah aktivitas kaum perempuan dan anak-anak. Pada masyarakat ini, umumnya perempuan dan anak-anak ikut bekerja mencari nafkah. Kaum perempuan (orang tua maupun anak-anak) seringkali bekerja sebagai pedagang ikan (pengecer), baik pengecer ikan segar maupun ikan olahan. Mereka juga melakukan pengolahan hasil tangkapan, baik pengolahan kecil-kecilan di rumah untuk dijual sendiri maupun sebagai buruh pada pengusaha pengolahan ikan atau hasil tangkap lainnya. Sementara itu anak laki-laki seringkali telah dilibatkan dalam kegiatan melaut. Ini antara lain yang menyebabkan anak-anak nelayan banyak yang tidak sekolah.

6. Rentan Terhadap Pengaruh Eksternal

Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan. Ditinjau dari aspek kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di dalamnya sering tidak mempunyai kepemilikan yang jelas (open access), kecuali pada beberapa wilayah di Indonesia, seperti Ambon dengan kelembagaan sasi, NTB dengan kelembagaan tradisional Awig-awig dan Sangihe Talaud dengan kelembagaan Maneeh.

Dengan karaktersitik yang khas dan open access tersebut, maka setiap pembangunan wilayah dan pemanfaatan sumberdaya timbul konflik kepentingan pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta sangat mudah terjadinya degradasi lingkungan dan problem eksternalitas.

(15)

menurunkan hasil tangkap mereka sehingga pendapatan mereka pun merosot. Jika hal ini terjadi maka kondisi ekonomi mereka akan semakin terpuruk.

7. Rendahnya Tingkat Kesejahteraan dan Ilmu Pengetahuan

Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan pokoknya.

Sebagian besar penduduk di wilayah pesisir bermata pencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resources base), seperti nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut), Kemiskinan masyarakat nelayan (problem struktural), penambangan pasir, kayu mangrove dan lain-lain. Sebagai contoh : Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara dengan penduduk 17.991 jiwa, sekitar 71,64 % merupakan nelayan (Tahun 2001).

Sebagian besar penduduk wilayah pesisir memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Sebagai contoh : penduduk Kecamatan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara (Tahun 2001) sekitar 70,10 % merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) dan sejalan dengan tingkat tersebut, fasilitas pendidikan yang ada masih sangat terbatas.

Dilihat dari aspek pengetahuan, masyarakat pesisir mendapat pengetahuan dari warisan nenek moyangnya misalnya mereka untuk melihat kalender dan penunjuk arah maka mereka menggunakan rasi bintang.

8. Memiliki Kepribadian Yang Keras, Tempramental dan Boros

Masyarakat nelayan akrab dengan ketidakpastian yang tinggi karena secara alamiah sumberdaya perikanan bersifat invisible sehingga sulit untuk diprediksi. Sementara masyarakat agraris misalnya memiliki ciri sumberdaya yang lebih pasti dan visible sehingga relatif lebih mudah untuk diprediksi terkait dengan ekspetasi sosial ekonomi masyarakat. Dalam kondisi seperti ini maka tidak jarang ditemui karakteristik masyarakat nelayan yang keras, sebagian temparemental dan tidak jarang yang boros karena ada persepsi bahwa sumberdaya perikanan “tinggal diambil” di laut.

9. Memiliki Sistem Kepercayaan dan Adat Yang Kuat

(16)

Pola Asuh Orangtua Mempengaruhi Perkembangan Anak, Khususnya di Wilayah Pesisir.

Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan ibu yang melahirkan manusia baru (anak) serta mempunyai kewajiban untuk mengasuh, merawat dan mendidik anak tersebut agar menjadigenerasi yang baik. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan mental spiritual anaknya seperti:

 Memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar agar anak tidak merasa tertekan.

 Mengajarkan kepada anak tentang dasar-dasar pola hidup pergaulan yang benar.

 Memberikan contoh perilaku yang baik dan pantas bagi anak-anaknya.

Pola Asuh Anak

Secara etimologi, pola berarti bentuk, tata cara, sedangkan asuh berarti menjaga, merawat dan mendidik. Sehingga pola asuh berarti bentuk atau system dalam menjaga, merawat dan mendidik. Jika ditinjau dari terminology, pola asuh anak adalah suatu pola atau system yang diterapkan dalam menjaga, merawat, dan mendidik seorang anak yang bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak dari segi negative atau positif.

Macam-macam Pola Asuh Orang Tua

Menurut Baumrind (1967), pola asuh dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu:

a) Pola asuh secara demokratis

Pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu dalam mengendalikan anak. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran- pemikiran. Orang tua type ini juga bersifat realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap melebihi batas kemampuan anak. Orang tua type ini juga memberikan kebebasan pada anak, dalam memlih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya terhadap anak bersifat hangat.

b) Pola Asuh Otoriter

(17)

tidak mengenal kompromi dalam berkomunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti dan mengenal anaknya.

c) Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif atau pemanja biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anaknya untuk melaakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan olaeh mereka. Namun oraang tu tipe ini biasanya bersifat hangat sehingga seringkali disukai oleh anak.

d) Pola Asuh Penelantar

Pola asuh tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak dignakan untuk keperluan pribadi mereka seperti bekerja. Dan kadangkala mereka terlalu menghemat biaya untuk anak-anak mereka. Seorang ibu yang depresi adalah termasuk dalam kategori ini, mereka cenderung menelantarkan anak-anak mereka secar fisik dan psikis. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mau memberikan perhatian fisik dan psikis pada anak-anaknya.

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak a. Pengaruh Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal yang baru. Dan kooperatif terhadap orang lain.

b. Pengaruh Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma-norma, berkepribadian lemah, cemas dan terkesan menarik diri.

c. Pengaruh Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang matang secara sosisal dan kuranag percaya diri.

d. Pengaruh Pola Asuh Penelantar

(18)

Faktor Utama yang Mempengaruhi Pola Asuh a) Budaya

Orang tua mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang tua merasa bahwa orang tua mereka berhasil mendidik mereka dengan baik, maka mereka menggunakan teknik yang serupa dalam mendidik anak asuh mereka.

b) Pendidikan Orang Tua

Orang tua yang memiliki pengetahuan lebih banyak dalam mengasuh anak, maka akan mengerti kebutuhan anak.

c) Status Sosial Ekonomi

Orang tua dari kelas menengah rendah cenderung lebih keras/lebih permisif dalam mengasuh anak (Hurlock, E,B 2002).

Pendekatan Orang Tua yang Berpotensi Mengganggu Kepribadian Anak

Berikut adalah dua sisi pendekatan atau cara mengasuh orang tua yang mempunyai potensi mengganggu kepribadian anak, yaitu :

a) Pendekatan orang tua yang negatif

Ada orang tua yang menyikapi anak-anaknya dengan cara yang negative, bahkan ada yang sampai menjadikan anak-anak mereka objek kekerasan atau pelampiasan amarah. Ada pula sebagian anak yang terus-menerus dipandang sebagai anak kecil, akibatnya anak tersebut jadi merasa tak berarti dalam hidup, mereka merasa tak dihargai sebagai manusia, padahal mungkin ia sudah bisa memberi pandangan-pandangan yang bermanfaat bagi anggota keluarga yang lain.

(19)

melakukan hal-hal yang mnyimpang seperti mengkonsumsi narkoba, mendekati miras, pergaulan bebas, tawuran, dan lain sebagainya.

b) Orang tua yang terlalu baik

Selain orang tua yang bersikap negatif pada anak-anaknya, ada juga yang justru bersikap terlalu positif. Mereka sangat sayang terhadap anak-anaknya, tetapi mereka tidak tahu cara mendidiknya, sehingga akhirnya sang anak jadi manja. Hal yang perlu dituturkan disini karena pengalaman dilapangan menunjukkan betapa banyak anak-anak yang dimanjakan dan memperoleh fasilitas yang lebih dari orang tua mereka, mereka ini cenderung akan bersikap arogan, malas dan merasa tidak perlu bekerja keras dalam hidup serta kurang memiliki tanggung jawab terhadap apa yang ia perbuat.

Jadi pendekatan orang tua yang negative akan membawa dampak buruk pada perekembangan kepribadian anak-anaknya.

Syarat Pola Asuh Efektif

Pola asuh yang efektif itu bisa dilihat dari hasilnya anak jadi mampu memahami aturan-aturan di masyarakat, syarat paling utama pola asuh yang efektif adalah landasan cinta dan kasih sayang.

Berikut hal-hal yang dilakukan orang tua demi menuju pola asuh efektif :

a) Pola Asuh harus dinamis

Pola asuh harus sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebagai contoh, penerapan pola asuh untuk anak balita tentu berbeda dari pola asuh untuk anak usia sekolah. Pasalnya,kemampuan berfikir balita masih sederhana. Jadi pola asuh harus disertai komunikasi yag tidak bertele-tele dan bahasa yang mudah dimengerti.

b) Pola asuh harus sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak

Ini perlu dilakukan karena kebutuhan dan kemampuan anak yang berbeda. Shanti memperkirakan saat usia satu tahun, potensi anak sudah mulai dapat terlihat seumpama jika mendengar alunan musik, dia lebih tertarik ketimbang anak seusianya, kalau orang tua sudah memiliki gambaran potensi anak, maka ia perlu diarahkan dan difasilitasi.

c) Ayah ibu mesti kompak

(20)

d) Pola asuh mesti disertai perilaku positif dari orang tua

Penerapan pola asuh juga membutuhkan sikap-sikap positif dari orang tua sehingga bisa dijadikan contoh/panutan bagi anaknya. Tanamkan nilai-nilai kebaikan dengan disertai penjelasan yang mudah dipahami.

e) Komunikasi efektif

Syarat untuk berkomunkasi efektif sederhana yaitu luangkan waktu untuk berbincang-bincang dengan anak. Jadilah pendengar yang baik dan jangan meremehkan pendapat anak. Dalam setiap diskusi, orang tua dapat memberikan saran, masukan atau meluruskan pendapat anak yang keliru sehingga anak lebih terarah.

f) Disiplin

Penerapan disiplin juga menjadi bagian pola asuh, mulailah dari hal-hal kecil dan sederhana. Misal, membereskan kamar sebelum berangkat sekolah anak juga perlu diajarkan membuat jadwal harian sehingga bisa lebih teratur dan efektif mengelola kegiatannya. Namun penerapan disiplin mesti fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan / kondisi anak.

g) Orang tua konsisten

Orang tua juga bisa menerapkan konsistensi sikap, misalnya anak tidak boleh minum air dingin kalau sedang terserang batuk, tapi kalau anak dalam keadaan sehat ya boleh-boleh saja. Dari situ ia belajar untuk konsisten terhadap sesuatu, sebaliknya orang tua juga harus konsisten, jangan sampai lain kata dengan perbuatan (Theresia S. Indira, 2008).

Pengaruh Pola Asuh Orangtua terhadap Anak di Wilayah Pesisir

Pola asuh orangtua mempengaruhi perkembangan anak. Di wilayah pesisir dengan karakteristik masyarakat pesisirnya yang khas, tentunya mempengaruhi perkembangan anak – anak yang ada di wilayah pesisir. Dengan karakteristik masyarakat pesisir yang tempramen, keras , pekerja, minim mengenyam pendidikan, ketergantungan pada pasar, lingkungan yang kumuh , cenderung membiarkan anak. Tentunya sangat mempengaruhi perkembangan kognitif, kepribadian, fisik, emosi, sosial anak.

Orangtua yang tempramen, orangtua yang keras cenderung memberikan pola asuh yang otoriter terhadap anak yang berdampak karakter anak menjadi moody, impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, self esteem (harga diri) yang rendah, sermg bermasalah dengan teman-temannya. Banyak anak di wilayah pesisir yang tidak sekolah dan sudah dilibatkan kedalam aktivitas berlayar mencari ikan unutk membantu orangtua mencari kebutuhan ekonomi.

(21)

ekonomi dan sering lupa akan kebutuhan perkembangan anak – anaknya, inilah yang membuat pola asuh orangtua di wilayah pesisir yang permisif dan penelantar. Banyak fenomena yang menunjukkan bahwa anak pesisir minim unutk mengenyam pendidikan, dan anak – anak cenderung lebih keras, bertindak agresif serta bertindak kriminal. Ini semua disebabkan oleh ketidakpahaman orangtua terhadap kebutuhan perkembangan anak, sehingga karakter anak menjadi keras dan sulit dikontrol dan cenderung semaunya sendiri.

Dunia pendidikan pada anak – anak menjadi fenomena terbalik ketika dihadapkan pada pendidikan anak – anak yang berada dalam masyarakat pesisir. Lingkungan masyarakat yang sudah mengenalkan cara mendapatkan uang dengan mudah bahkan anak-anakpun ikut andil dengan mudah untuk mendapatkannya, merubah perilaku anak-anak yang seharusnya mengemban dunia pendidikan di balikan menjadi perilaku selayaknya orang dewasa pada umumnya, hal ini dipacu dengan kemampuan mereka untuk menghasilkan uang sendiri. Sehingga pada hal ini lingkungan anak-anak lebih terbiasa untuk melakukan perilaku orang dewasa. Pola seperti ini mengarahkan anak anak untuk mengisi kesibukanya dengan kegiatan kegiatan orang dewasa dari pada mengisi keseharianya dengan menemban pendidikan. Lebih frontalnya kebiasaan kebiasaaan orang dewasa yang belum bisa di saring oleh anak-anak juga akan mempengaruhi mereka untuk bertindak kriminal.

KESIMPULAN

Masa anak-anak pada dasarnya merupakan masa awal dalam tahap perkembangan sepanjang kehidupan manusia. Yang membedakan masa anak-anak dengan masa kehidupan yang lain adalah pada masa anak-anak individu cenderung lebih ingin dipahami. Comenius dalam (Hurlock, 1978) juga menyatakan bahwa “anak-anak harus dipelajari sebagai embrio orang dewasa melainkan dalam sosok alami anak yang penting untuk memahami kemampuan mereka dan mengetahui bagaimana berhubungan dengannya”. Dengan demikian anak pada dasarnya merupakan masa yang memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi daripada masa perkembangan lain oleh karena itu anak-anak ingin dipahami lebih dari orang remaja.

Pada masa anak-anak pada dasarnya penting untuk dipelajari karena Locke menyatakan bahwa pengalaman masa anak akan berperan penting dalam pembentukan karakteristik pada saat dewasa. Selanjutnya terdapat pula pandangan dari J.J. Rosseau yaitu innate goodness yang menyatakan bahwa anak-anak pada dasarnya baik, karena itu mereka seharusnya diperbolehkan untuk bertumbuh secara alamiah dengan pantauan atau pembatasan dari orang tua. Pernyataan tersebut menjadi kontradiksi apabila perkembangan tersebut ditinjau dari sisi kelautan dan diaplikasi pada kalangan anak-anak nelayan.

(22)

kanak-kanak merupakan gambaran awal manusia sebagai seorang manusia”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun pada masyarakat pesisir anak-anak seharusnya juga mendapat pengawasan terhadap perkembangannya karena hal itu berpengaruh pada masa dewasa nantinya.

Perkembangan moral pada anak dapat dilihat dari sikap dan perilakunya sehari-hari, apakah anak dapat membedakan sesuatu perbuatan yang ia lakukan itu baik atau buruk, hal ini sesuai dengan Webster’s New World Distionaruy (Wantah, 2005:45) mengatakan bahwa “Moral sebagai sesuatu yang berkaitan atau ada hubungan dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik buruknya sesuatu tingkah laku”. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa moral merupakan cara berfikir atau cara pandang seseorang yang akan tercermin dalam pola pikir dan pola tindak seperti dalam bersikap, berbicara atau mempersepsikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dimana ia berada.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Masyarakat Pesisir. http://fdcipb.wordpress.com. Diakses tanggal 16/12/pukul 07.30 WIB

Ayunita, Anvina. 2011. Karakteristik Masyarakat Pesisir. http://anvinaayunita.blogspot.com. Diakses tanggal 16/12/pukul 08.20 WIB

http://uphilunyue.blogspot.com/2013/01/pengaruh-pola-asuh-orang-tua-terhadap.html

http://uphilunyue.blogspot.com/2013/01/pengaruh-pola-asuh-orang-tua-terhadap.html#ixzz2OY4x08od

Bjorklund, D.F. 2005. Childern’s Thinking, Cognitive Development and Individual Differences. Fourth Edition. Australia : Thomson Wadsworth.

Mashar, Riana. Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya. Jakarta : Kencana,2011.

Hurlock, E. 1991. Psikologi Perkembangan Anak. Jilid I (terjemahan). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Lazarus, R.S. 1991. Emotion and Adaptation. New York : Oxford University Press.

(24)

TUGAS PSIKOLOGI PERKEMBANGAN

PERKEMBANGAN ANAK PESISIR

NOVI JANICERYTI 2010.08.0.0069

SANTIKO ANANTO PRIHATNOKO 2011.08.0.0059

FAKULTAS PSIKOLOGI HANGTUAH SURABAYA

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari identifikasi masalah di atas, penulis memberikan pembatasan masalah dengan menitik beratkan serta memfokuskan pembahasan mengenai keabsahan

Debitor : Pihak yang berutang ke pihak lain, biasanya dengan menerima sesuatu. dari kreditur yang dijanjikan debitor untuk dibayar kembali

Data yang terkumpul dikategorisasi, dipetakan ( mapping ), kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasilnya yaitu: 1) salah satu tahapan dari sepuluh tahapan dalam

memenuhi kebutuhan perusahaan sehingga investor tidak takut untuk menanamkan modal karena dividen yang tinggi mampu mengembalikan modal dengan nilai resiko

Komunikasi antara organisasi anda dan publik merupakan tujuan utama aktivitas E-PR karena aktivitas ini akan membantu anda dalam membangun hubungan yang kuat dan saling

DISERTASI PERADILAN PAJAK DALAM SISTEM ..... DISERTASI PERADILAN PAJAK DALAM

Deskriftif yaitu menggambarkan secara faktual dan sistematis mengenai fakta- fakta yang berkaitan dengan bimbingan tahfidz menggunakan metode Dauroh (Penelitian di

Dalam hal ini, kedua belah pihak saling megetahui bahwa setiap bagian gabah yang diutangkan kepada penerima utang akan dikembalikan dengan penambahan minimal 5