• Tidak ada hasil yang ditemukan

MASYARAKAT KAMPUNG KOTA KONDISI PEMUKIMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MASYARAKAT KAMPUNG KOTA KONDISI PEMUKIMAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MASYARAKAT KAMPUNG KOTA – KONDISI PERMUKIMANNYA DAN UPAYA PERBAIKAN LINGKUNGAN KAMPUNG KOTA

(Studi Kasus RW-12 Kel.Babakan Surabaya Kec.Kiaracondong Kota Bandung)

Oleh : Ir. Udjianto Pawitro, MSP., IAP., IAI.

Jurusan Teknik Arsitektur FTSP Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung Gedung 17 Lantai 1 Jalan PH Hasan Mustopha 23 Bandung 40124

E-mail: udjianto_pawitro@yahoo.com

ABSTRAK

Masyarakat ‘kampung kota’ adalah kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan perkotaan yang secara social-budaya mempertahankan pola perilaku dan kebiasaan budaya ‘kampung’ di kawasan tempat tinggalnya. Akibat dari mempertahankan budaya ‘kampung’ didalam kehidupan sehari-harinya, maka tatanan fisik kawasan kampong kota cenderung tidak tertata baik, cenderung kumuh / kusam dan tidak teratur. Masyarakat kampong kota ini pada dasarnya masih tetap ada dan mendiami kawasan perkotaan selama kondisi social-budaya masyarakatnya tetap bertahan, dan pada perkembangan kemudian kondisi fisik kampong kota menjadi salah satu masalah yang muncul di perkotaan hingga sekarang ini.

Melihat kondisi permukiman dari kampong kota, secara fisikal lingkungan permukimannya cenderung tidak tertata, tidak teratur bahkan cenderung kusam / kumuh. Sallah satu penyebab utama dari kondisi tersebut diatas adalah secara social-ekonomi masyarakat kampong kota hidup dalam tingkat ‘sub-sisten’ (= pada tingkat berupaya mempertahankan kelangsungan hidupnya). Kemampuan ekonomi yang terbatas, menyebabkan alokasi biaya untuk perbaikan rumah dan lingkungan sekitar menjadi sangat minim / terbatas. Hanya sedikit dari kelompok masyarakat kampong kota yang dapat berupaya untuk memelihara dan memperbaiki kualitas rumah maupun lingkungan permukiman yang mereka tinggali.

Upaya perbaikan lingkungan permukiman masyarakat kampong kota pada dasarnya sejalan dengan upaya perbaikan lingkungan permukiman kumuh (slumb areas) di perkotaan. Upaya-upaya pihak Pemerintah Kota dalam hal diatas juga telah dilakukan sejak tahun 1974 dengan adanya bantuan Bank Dunia melalui program KIP (Kampoong Improvement Program) yang di beberapa lokasi / tempat dinilai berhasil mencapai sasaran. Namun banyak pula lokasi / tempat lain yang terkena program KIP ini belum banyak mengalami kemajuan. Sebagai studi kasus dalam makalah ini diangkat masyarakat kampong kota dan kondisi permukimannya di RT 12 Kelurahan Babakan Surabaya Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung.

Kata Kunci : masyarakat kampong kota, sosial-ekonomi, permukimannya dan upaya perbaikannya.

LATAR - BELAKANG.

Dalam dekade tahun 1970 sampai dengan 2010-an, terjadi pertumbuhan dan perkembangan wilayah perkotaan (urban areas) yang terjadi dengan sangat

(2)

pesat. Hal diatas mudah dilihat dan sering terjadi terutama sekali di kota-kota besar di Indonesia. Pertumbuhan dan perkembangan kawasan perkotaan yang sangat pesat terjadi sebagai contoh misalnya di kota - kota: Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Ujung Pandang, dsb. – Kota-kota dimaksud secara faktual mengalami pertumbuhan wilayah yang pesat disamping terjadi pula perkembangan kawasan kota yang sangat meningkat. Jika diamati pada dekade tahun 1970 hingga 2010-an saat ini, banyak kota-kota besar di Indonesia mengalami pertumbuhan area perkotaan yang sangat pesat

Faktor pendorong dari proses pertumbuhan kota ini sudah banyak dibahas dan dikaji oleh para pakar perkotaan, terutama sekali dilakukan untuk mengamati upaya pengendalian dari laju pertumbuhan yang sangat pesat. Faktor - faktor pendorong laju pertumbuhan wilayah perkotaan (urban area) terutama disebabkan oleh : (a) laju pertumbuhan penduduk kota yang sangat tinggi, (b) laju urbanisasi ke kawasan perkotaan yang tinggi, (c) perubahan budaya kehidupan dari corak rural ke corak urban yang dikenal sebagai ‘urbanisme’, (d) makin mahalnya harga jual lahan / tanah di kawasan perkotaan, hingga (e) intensitas pemanfaatan atau penggunaan tanah yang sangat tinggi untuk kawasan perkotaan.

Pembentukan masyarakat ‘kampung kota’ di kota-kota besar di Indonesia, sepatutnya untuk diperhatikan berkaitan dengan membahas masalah-masalah perkotaan. Sebagai suatu fenomena atau peristiwa yang bersifat social-budaya – maka fenomena tersebut tidak dapat lepas dari kegiatan sosial-budaya dari penduduk kawasan perkotaan. Kampung kota pada dasarnya tumbuh dan berkembang di kawasan tertentu kota akibat adanya latar belakang sosial-budaya dari masyarakatnya yang dipertahankan.

Fenomena masyarakat kampung kota yang tengah terjadi di kota-kota besar terutama di Negara-negara sedang berkembang – termasuk di Indonesia, merupakan hal menarik untuk dibahas atau ditelaah. Peristiwa pembentukan ‘kampung kota’ (urban kampoong) pada dasarnya berkaitan dengan aspek sosial-budaya dan sekaligus aspek sosial-ekonomi dari penduduk kampung kota yang diamati. Bahasan aspek sosial-budaya dan sosial ekonomi dalam skala yang lebih luas khususnya di kawasan perkotaan, menarik untuk dibahas adalah proses munculnya fenomena ‘kampung kota’ secara fisikal yang berkaitan dengan kondisi permukiman yang mereka huni.

Masyarakat ‘kampung kota’ adalah kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan perkotaan dengan tetap mempertahankan budaya ‘kampung’ di kawasan tempat tinggalnya walaupun kawasan tersebut sudah berubah menjadi kawasan perkotaan. Akibat tradisi atau kebiasaan mempertahankan budaya ‘kampung’ di dalam kehidupan sehari-harinya, maka tatanan fisik kawasan kampong kota dimaksud cenderung tidak tertata dengan baik, tidak teratur dan mengarah ke kondisi kumuh / kusam serta cenderung tidak teratur. Masyarakat kampong kota pada dasarnya masih tetap ada mendiami kawasan perkotaan dan menjadi salah satu masalah perkotaan yang sering muncul di kota - kota besar.

(3)

masalah-masalah perkotaan (the urban problems). Demikian pula dalam membahas kegiatan pembangunan di Jawa Barat, masalah fenomena masyarakat kampong kota beserta kondisi permukimannya – merupakan bahasan yang tidak dapat dilepas – terutama berkaitan dengan kegiatan pembangunan sosial – budaya dan kegiatan sosial – ekonomi di lingkungan perkotaan secara keseluruhan.

FENOMENA MASYARAKAT KAMPUNG - KOTA DAN KONDISI PERMUKIMAN-NYA DI KAWASAN PERKOTAAN.

(a) ‘Kampung Kota’ (Urban Kampoong) dan Kondisi Masyarakatnya.

Kampung kota atau ‘urban kampoong’ yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, pada dasarnya merupakan hal yang menarik untuk dibahas dan diungkap. Fenomena ‘kampung kota’ pada dasarnya menyangkut aspek sosial-budaya – yang didalamnya berisikan: pola perilaku, kebiasaan (habits), ikatan-ikatan sosial dan adat - istiadat setempat yang tetap dipertahankan dalam kehidupannya. Akibat dari aspek social budaya yang khas dan unik, bentukan lingkungan fisik dari kampong kota menjadi berbeda dengan lingkungan masyarakat lainnya.

Sedangkan aspek sosial-ekonomi dari keseluruhan warga / penduduk pada masyarakat kampung kota, didalamnya memuat antara lain: kondisi pendapatan / penghasilan warga masyarakat, jenis pekerjaan atau profesi dari warga masyarakat, jumlah pengeluaran atau besarv pembiayaan dalam kehidupan, orientasi dalam prioeritas pembiayaan dari keluarga, hingga kemampuan menyisihkan atau besar dana untuk menabung guna keperluan perawatan dan pemeliharaan rumah (tempat tinggal). Kondisi aspek social ekonomi ini juga akan mempengaruhi kondisi lingkungan fisik dari permukiman kampong kota yang diamati. .

Fenomena kampung kota di kota-kota besar di Indonesia, pada dasarnya merupakan hal yang menarik untuk dibahas dan dikaji, karena dalam mengungkap fenomena kampung kota dimaksud pada dasarnya juga melibatkan atau menyangkut aspek sosial-budaya dan sosial-ekonomi dari keseluruhan warga / penduduk kampung kota yang diamati. Latar belakang serta penyebab dari kondisi social-budaya dan social ekonomi pada masyarajkat kampong kota akan juga bertautan dengan skala yang lebih luas yaitu kondisi social-budaya dan social ekonomi pada kawasan perkotaan (urban areas).

(4)

(b) Permukiman Di Kawasan Perkotaan (Urban Areas).

‘Permukiman’ atau settlement pada dasarnya merupakan usaha yang ‘padat tanah’ (land intensive activities), yaitu kira-kira sekitar 45 s/d 50 persen dari tanah di kawasan kota merupakan lahan untuk permukiman. Permukiman (disini secara sempit disebut: rumah / tempat tinggal), merupakan barang modal yang tahan lama, investasi pada permukiman merupakan hal yang dapat dipertanggung-jawabkan secara ekonomis. Dalam konteks permikiman, nilai rumah dapat naik 10 kali lipat dalam jangka waktu sekitar 8 tahun, karenanya usaha dalam bidang permukiman menjadi kegiatan ‘usaha’ yang semakin menarik walaupun terdapat banyak peraturan dan persyaratan untuk melakukannya.

Dalam permukiman di kawasan perkotaan, dapat dibagi menjadi beberapa kelompok kondisi, yaitu: ‘sangat buruk’. ’buruk’, ‘sedang/ sedang’, ‘baik’ dan ‘sangat baik’. Dari segi pengaturan atau penataan lingkungannya - kondisi permukiman kawasan kota dapat dibagi kedalam berbagai kelompok, yaitu: penataan ‘sangat baik’, ‘baik’, ‘sedang/cukup’, ‘kurang baik’ dan ‘tidak baik (buruk)’. Dan dilihat dari segi kesehatan lingkungannya, kondisi permukiman di kawasan kota dapat dibagi ke dalam berbagai kelompok, yaitu: permukiman sehat, sedang/cukup dan permukiman buruk (tidak sehat). Permukiman yang dalam kondisi buruk dan buruk pula kondisi kesehatan lingkungannya, kita sebut sebagai permukiman kawasan kumuh / kawasan kotor (the slumb setlement).

Di kota-kota besar dan kota metropolitan di Indonesia, masalah kesehatan lingkungan permukiman menjadi masalah yang cukup penting untuk mendapatkan perhatian. Penanganan kawasan permukiman kotor atau kawasan kumuh (slumb areas) telah banyak ditangani oleh pihak Pemerintah - yaitu Tingkat Pusat: Kantor Menpera RI, Kantor Kementerian PU, Kantor Kementerian Lingkungan Hidup. Di Tingkat Daerah : Dinas Cipta-Karya, Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah, Dinas Kesehatan, Bappeda - Propinsi / Kota). Selain itu penanganan lingkungan permukiman kotor atau slumb areas di perkotaan – juga tidak lepas dari Dinas Tata Kota, Dinas Perumahan, dan Dinas Pengawasan Bangunan.

Perbaikan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sudah lama dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung, yaitu dengan dilakukan program KIP (Kampoong Improvement Program) = Program Perbaikan Kampung. Program KIP yang dilakukan Pemkot Bandung sudah dimulai sejak tahun 1974 dengan beberapa pilot project-nya antara lain di: Kelurahan Babakan Surabaya, Kelurahan Cibangkong, Kelurahan Nyengseret, Kelurahan Kebon Pisang, dsb. – dimana pilot project tersebut dibawah supervisi Kantor Menpera RI dengan dukungan bantuan dari Bank Dunia (Word Bank).

(5)

permukiman ini – menyebabkan permukiman kawasan kumuh atau slumb areas – menjadi sulit untuk diatasi. Akibatnya keberadaan ‘slumb areas’ di kota - kota besar menjadi masalah serious yang perlu penanganan dengan segera dari pihak Pemerintah Kota.

METODOLOGI PENELITIAN.

Dalam kegiatan pengamatan dan telaah terhadap fenomena kampong kota dan kondisi permukimannya di wilayah RW 12 Kelurahan Babakan Surabaya Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung ini, digunakan metoda pengambilan data lapangan, dengan : (a) observasi / pengamatan lapangan secara langsung (melalui photo-photo survey), (b) penyebaran kuesioner kepada 40 orang / KK sebagai responden, dan (c) mengadakan wawancara (terstruktur) kepada tokoh masyarakat setempat.

Sedangkan pada tahap analisis atau pembahasan digunakan: (a) metoda kualitatif secara ‘topikal’ (yaitu analisis berbasis topic utama penulisan) dari data hasil wawancara, dan (b) metoda kuantitatif (secara statistik sederhana) yang diturunkan dari data hasil penyebaran kuesioner.

DATA-DATA PENGAMATAN LAPANGAN

(KONDISI SOSIAL-EKONOMI MASYARAKAT KAMPUNG KOTA DAN KONDISI PERMUKIMAN-NYA).

(1) Deskripsi Data Wilayah Pengamatan:

Wilayah atau areal Kampung Kota RW-12 Kelurahan Babakan Surabaya Kecamatan Kiaracondong Kota Bandung - merupakan wilayah kampung kota yang disebut ‘Blok Hantap’. Areal ini dibatasi oleh : (a) Sebelah Barat – Sungai / Kali Cidurian, (b) Sebelah Utara : Jalan Terusan jalan Jakarta dan Kelurahan Antapani, (c) Sebelah Selatan – RW-11 dan RW-13 Blok Hantap Kelurahan Babakan Surabaya, dan (d) Sebelah Timur adalah Kelurahan Antapani Kulon Kecamatan Antapani.

(2) Data-data Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kampung Kota:

Jumlah responden keseluruhan = 50 orang / kepala keluarga. (1) Jenis Pekerjaan / Mata Pencaharian :

Jenis Pekerjaan / Mata Pencaharian Jumlah Prosentase a) Menganggur / Tdk-Belum Ada Pekerjaan) 3 orang 6,00 % b) Sektor Informal / Buruh / Tidak Tetap. 21 orang 42,00 %

c) Pegawai Swasta (Sektor Formal) 16 orang 32,00 %

d) Pegawai Negeri (PNS) 2 orang 4,00 %

e) Wirausaha / Dagang, dsb. 8 orang 16,00 %

(2) Jumlah / Besar Penghasilan atau Pendapatan dari Responden :

Jumlah / Besar Penghasilan atau Pendapatan Jumlah Prosentase

a) Dibawah Rp 500.000,- / bulan 3 orang 6,00 %

(6)

d) Rp 1.501.000,- s/d Rp 2.000.000,- / bulan 8 orang 16,00 % e) Rp 2.001.000,- s/d Rp 2.500.000,- / bulan 2 orang 4.00 %

e) Lebih dari Rp 2.500.000,- / bulan -- orang 0.00 %

(3) Prioritas atau Konsentrasi Dalam Pembiayaan / Pengeluaran Keluarga :

Prioritas Dalam Pembiayaan (Pengeluaran) Jumlah Prosentase a) Prioritas I - Untuk Biaya Kebutuhan Dasar (Makan) 38 orang 76,00 % b) Prioritas II - Untuk Biaya Pendidikan & Kesehatan 36 orang 72,00 % c) Prioritas III - Untuk Biaya Kebutuhan Transportasi. 31 orang 62,00 % d) Prioritas IV- Untuk Biaya Pemeliharaan Rumah. 12 orang 24,00 % a) Prioritas V –U/ Tabungan, Cadangan & Rekreasi. 5 orang 10.00 %

(4) Kondisi Usia Rumah / Tempat Tinggal Pada Saat Ini :

Kondisi Usia Rumah / Tempat Tinggal : Jumlah Prosentase a) Kondisi Rumah Sangat Tua (Usia rumah > 35 thn) 4 rumah 8,00 % b) Kondisi Rumah Tua(Usia rumah 25 thn s/d 35 thn) 24 rumah 48,00 % c) Kondisi Rumah Cukup Tua (Usia : 15 s/d 25 thn) 15 rumah 30,00 % d) Kondisi Rumah Sedang (Usia rumah 5 s/d 15 thn) 7 rumah 14,00 % e) Kondisi Rumah Masih Baru (Usia rumah < 5 thn) -- rumah 0.00 %

(5) Kondisi Tingkat Pemeliharaan Dari Rumah (Tempat Tinggal) :

Kondisi Tingkat Pemeliharaan Rumah / Tmp Tinggal. Jumlah Prosentase

a) Kondisi Sangat Tidak Terawat 7 rumah 14,00 %

b) Kondisi Tidak Terawat 17 rumah 34,00 %

c) Kondisi Cukup Terawat 20 rumah 40,00 %

d) Kondisi Terawat 5 rumah 10,00 %

e) Kondisi Terawat Baik. 1 rumah 2.00 %

(6) Kondisi Tingkat Pemeliharaan Rumah Dilihat Dari Aspek Pembiayaan :

Tingkat Pemeliharaan Rumah Dari Aspek Pembiayaan Jumlah Prosentase a) Kondisi Sangat Sulit Untuk Pemeliharaan Rumah 8 KK 16,00 % b) Kondisi Sulit Untuk Pemeliharaan Rumah 24 KK 48,00 % c) Kondisi Sedang/Cukup Untuk Pemeliharaan Rumah 14 KK 28,00 % d) Kondisi Baik Untuk Pemeliharaan Rumah 4 KK 8,00 % e) Kondisi Sangat Baik Untuk Pemeliharaan Rumah -- KK 0.00 %

ANALISIS - PEMBAHASAN DAN DISKUSI.

(a)Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat Kampung Kota.

(7)

responden berpenghasilan diantara Rp 2.001.000,- hingga Rp 2.500.000,- perbulan. Berdasar kondisi diatas didapat angka rata-rata penghasilan responden adalah sebesar Rp 1.205.000,- perbulan.

Aspek lain yang diamati adalah melihat prioritas dalam pembiayaan atau pengeluaran keluarga, didapat urutan-urutan sbb.: (a) Prioritas I - Untuk Biaya Kebutuhan Dasar Keluarga (Sandang-Pangan) sebesar 76% responden, (b) Prioritas II - Untuk Biaya Pendidikan & Kesehatan, sebesar 72% responden, (c) Prioritas III - Untuk Biaya Kebutuhan Transportasi sebesar 62 % responden, (d) Prioritas IV- Untuk Biaya Pemeliharaan Rumah hanya sebesar 24% dari responden, dan (e) Prioritas V - Untuk Tabungan, Cadangan & Rekreasi – dengan besaran 10% dari responden. Berdasarkan pada prioritas / konsentrasi pembiayaan dalam keluarga, maka pembiayaan untuk pemeliharaan rumah (tempat tinggal) merupakan prioritas tingkat ke-IV (kuarter) bagi responden di kawasan kampung kota yang diberada di RW-12 Kelurahan Babakan Surabaya Kota Bandung.

(b) Kondisi Permukiman Kampung Kota - Khususnya Rumah Tinggal.

Melihat kondisi permukiman khususnya kondisi rumah (tempat tinggal) di wilayah kampong kota yang diamati, didapat data-data kondisi sbb.: terbanyak sebesar 48% dalam ‘kondisi tua’ (usia rumah 25 tahun s/d 35 tahun), terbanyak kedua sebesar 30% dalam kondisi cukup tua (usia rumah antara 15 tahun s/d 25 tahun). Kondisi terbanyak ketiga sebesar 14% dalam kondisi ‘sedang’ (usia rumah 5 hingga 15 tahun), sedang sisanya sebesar 8% dalam kondisi sangat tua (usia rumah lebih dari 35 tahun). Jika dihitung usia atau umur rumah (tempat tinggal) rata-rata secara kuantitatif didapat angka sekitar 24,60 tahun.

Jika melihat kondisi tingkat pemeliharaan / perawatan dari rumah (tempat tinggal) di kawasan kampong kota di RW-12 Kelurahan Babakan Surabaya Kecamatan Kiaracondong ini, didapat gambaran sbb.: terbanyak pertama dalam kondisi ‘cukup terawat’ yaitu sebanyak 40% (20 rumah), terbanyak kedua dalam kondisi ‘tidak terawat’ sebesar 34%, terbanyak ketiga dalam kondisi ‘terawat’ sebanyak 10%. Sisanya adalah dalam kondisi ‘terawat baik’ sebanyak 1 rumah atau 2%, dan dalam kondisi tidak terawat / tidak terpelihara sebanyak 7 rumah atau 14%. Dalam kondisi seperti diatas rata-rata kondisi tingkat perawatan / pemeliharaan rumah adalah antara ‘tidak terawat’ hingga kondisi ‘cukup terawat’.

Kondisi tingkat pemeliharaan rumah atau tempat tinggal dilihat dari aspek pembiayaan, didapat gambaran sebagai berikut : terbanyak responden dalam kondisi ‘sulit‘ untuk pemeliharaan rumah (pemeliharaan sekitar 4 tahun sekali) yaitu sebesar 48%, terbanyak kedua dalam kondisi ‘cukup/sedang’ (pemeliharaan sekitar 3 tahun sekali) yaitu sebesar 28%. Terbanyak ketiga dalam kondisi ‘sangat sulit’ (pemeliharaan lebih dari 5 tahun sekali) yaitu 16% dan yang terakhir dalam kondisi ‘baik / terpelihara’ (pemeliharaan sekitar 2 tahun sekali) yaitu sebesar 8%. Secara kuantitatif didapat rata-rata kondisi tingkat pemeliharaan adalah kondisi ‘sulit’ dengan pemeliharaan sekitar 4 tahun sekali.

(8)

persiapan dan menyiapan program – dengan melibatkan partisipasi warga masyarakat kampong kota yang terkena program, untuk hal itu ada baiknya jika program KIP ini menggunakan ‘Parcipatory Reseach Approach’ sebagai pendekatan kepada warga sasaran, (b) penting untuk melibatkan warga masyarakat yang terkena program dengan jalan meningkatkan partisipasi mereka, dan (c) kegiatan perbaikan lingkungan kampong kota, merupakan program jangka panjang yang juga berkaitan dengan perbaikan kondisi social-ekonomi dari masyarakatnya. Karena itu program ini lebih tepat jika merupakan program jangka pangang atau ‘multi-years program’ (sekitar 3 sampai dengan 5 tahun-an).

Perbaikan lingkungan permukiman kampong kota bukan pada dasarnya bukan hanya terbatas pada lingkungan fisik permukiman semata, didalamnya (included) terdapat juga upaya-upaya yang berkaitan dengan peningkatan kondisi social-ekonomi berupa upaya peningkatan pendapatan warga masyarakat kampong kota. Sehingga dengan meningkatnya kondisi social-ekonomi terutama dalam hal peningkatan pendapatan warga – diharapkan terdapat peningkatan kemampuan dalam merawat dan memelihara rumah (tempat tinggal) beserta lingkungan permukimannya. Tanpa dukungan peningkatan pendapatan, sulit bagi masyarakat kampong kota untuk dapat merawat dan memelihara rumat tempat tinggalnya, karena kondisi ekonomi mereka - sebagian besar dalam keadaan sub-sisten (tingkat mempertahankan hidup).

PENUTUP DAN KESIMPULAN.

Pembentukan masyarakat kampung kota atau urban kampoongdi kota-kota besar di Indonesia, sudah sepatutnya untuk dilihat dan diamati serta diperhatikan terutama oleh pihak Pemerintah Kota. Sebagai suatu fenomena yang tidak dapat lepas dari kegiatan sosial budaya dan sosial ekonomi sehari-hari dari penduduk / warga masyakarat yang mendiaminya – juga berkaitan dengan kondisi permukimannya. Kampung kota atau urban kampoong pada dasarnya tumbuh di kawasan tertentu kota sebagai akibat adanya latar belakang sosial-budaya dan sosial-ekonomi dari masyarakatnya yang khas. Fenomena tersebut terlihat unik karena didalamnya memuat pola-perilaku serta kebiasaan hidup yang dicoba serta diusahakan untuk dipertahankan oleh para penduduknya.

Kondisi sosial-ekonomi masyarakat kampong kota di RW-12 Kelurahan Babakan Surabaya Kecamatan Kiaracondong - Kota Bandung ini adalah sbb. : jika melihat kepada jenis pekerjaan / mata pencaharian dari responden, jenis pekerjaan terbanyak pada masyarakat kampong kota di wilayah yang diamati adalah Sektor Informal / Buruh / Pekerjaan Tidak Tetap, yaitu sebesar 42% dari seluruh responden. Berdasarkan pada jumlah atau besar penghasilan atau pendapatan dari responden, didapat kondisi sbb.: terbanyak yaitu 50% responden mempunyai penghasilan antara Rp 1.001.000,- s/d Rp 1.500.000,- perbulan, dan secara kuantitatif didapat nilai rata-rata jumlah penghasilan atau pendapatan responden di kisaran Rp 1.205.000,- perbulan.

(9)

terawat’ sebesar 40% dan terbanyak kedua dalam kondisi ‘tidak terawat’ yaitu sebanyak 34%, dan dalam kondisi seperti diatas rata-rata kondisi tingkat perawatan / pemeliharaan rumah adalah antara kondisi ‘tidak terawat’ s/d ‘cukup terawat’ atau ‘rendah perawatan’.

Kondisi tingkat pemeliharaan rumah atau tempat tinggal - dilihat dari aspek pembiayaan, didapat gambaran sbb. : terbanyak responden dalam kondisi ‘sulit‘ untuk pemeliharaan rumah (pemeliharaan sekitar 4 tahun sekali) yaitu sebesar 48% dan secara kuantitatif didapat rata-rata kondisi tingkat pemeliharaan adalah ‘sulit’ (= kondisi pemeliharaan rumah sekitar 4 tahun sekali). Sedangkan jika berdasarkan pada prioritas pengeluaran atau pembiayaan dalam keluarga, maka pembiayaan pemeliharaan rumah (tempat tinggal) merupakan prioritas tingkat ke-IV (kuarter) bagi responden (setelah prioritas I – untuk sandang-pangan, prioritas II – untuk kesehatan dan pendidikan, serta prioritas III – untuk biaya transportasi).

Upaya perbaikan lingkungan permukiman masyarakat kampong kota yang terkait erat dengan perbaikan lingkungan kumuh di perkotaan, sudah sepatutnya mendapat perhatian terutama dari pihak Pemerintah Kota. Penanganan lingkungan permukiman kampong kota bukan saja sebatas penanganan aspek fisikal semata, tetapi juga terkait dengan penanganan dan peningkatan kondisi sosial-ekonomi dari warga masyarakat kampong kota yang bersangkutan. Salah satu keberhasilan dari pelaksanaan program perbaikan kampong (KIP) adalah dengan mengikut-sertakan atau peningkatan peran-serta (partisipasi) dari warga masyarakat kampong kota yang terkena program yang direncanakan salah satu caranya dengan menggunakan ‘participatory research approach’.

DAFTAR PUSTAKA.

[1] Adisasmita, H. Rahardjo, (2005) : Pembangunan Ekonomi Perkotaan, Penerbit Graha Ilmu, Jogjakarta.

[2] Dieter Evers, Hans & Korff, Rudinger, (2002) : Urbanisme Di Asia Tenggara: Makna dan Kekuasaan Dalam Ruang-ruang Sosial, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

[3] Isin, F. Engin (Editor), (2000) : Democracy, Citizenship and The Global City, The Routedge Publishing Co., New York.

[4] Match, C. Richard (editor), (1984) : The Scope of Social Architecture, Van Norstrand – Reinhold, Co., New York.

[5] Sukanto, Reksohadiprodjo & AR. Karseno, (2001) : Ekonomi Perkotaan (Edisi 4), Badan Penerbit Fakultas Ekonomi – UGM, Jogjakarta.

[6] Udjianto Pawitro, (2007) : Riset Partisipatori Pada Pendekatan ‘ Community Based Development’ Dalam Pembangunan Perumahan dan Pemukiman,

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

Ridho (2008) melakukan penelitian tentang perbandingan kinerja reksadana konvensional dan syariah dengan indeks sharpe, treynor dan jensen (periode tahun 2003-

rata kemampuan siswa dalam membuat rangkuman ilmiah pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa dari 4 indikator membuat

Perusahaan-perusahaan perlu berpatisipasi aktif dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan rencana yang baik, yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan

Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu

Mengkaji pengaruh karakteristik sosial ekonomi petani terhadap tingkat penerapan petani dalam sistem pertanian berkelanjutan pada budidaya padi sawah di Kecamatan

Metode yang dilakukan adalah wawancara mengenai lama merokok, jenis rokok, dan jumlah rokok yang hisap per hari serta pemeriksaan klinis untuk melihat ada

Pada gambar 7.16 adalah pompa ulir (screw) dengan tiga buah ulir, zat cair akan masuk dari sisi isap, kemudian akan ditekan di ulir yang mempunyai bentuk khusus. Dengan bentuk