BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan adalah sebuah proses memilih tindakan (diantara berbagai
alternatif) untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan (Turban, 2005). Proses
pengambilan keputusan meliputi tiga fase utama yaitu inteligensi, desain dan
pemilihan. Dengan adanya pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah akan
memberikan hasil yang baik. Adapun gambaran konseptual dari proses pengambilan
keputusan yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 dibawah:
Gambar 2.1
Pengambilan keputusan (Sumber : Turban, 2005)Sasaran organisasional
Prosedur pencarian dan penelitian Pengumpulan data
Formulasi sebuah model Menentukan kriteria untuk dipilih Mencari alternatif
Memprediksi dan mengukur hasil akhir
Fase desain
2.2. Sistem Pendukung Keputusan
Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah bagian dari sistem informasi berbasis
komputer (termasuk sistem pengetahuan) yang dipakai untuk mendukung
pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Suatu sistem
pendukung keputusan memiliki beberapa subsistem yang menentukan kapabilitas
teknis sistem pendukung keputusan (Turban, 2005) antara lain:
1.
Manajemen data yaitu termasuk database, yang mengandung data yang relevan
untuk berbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut Database
Management Systems (DBMS).
2.
Manajemen model yaitu melibatkan model finansial, statistika, manajemen
pengetahuan, atau berbagai model kuantitatif lainnya, sehingga dapat
memberikan ke sistem suatu kemampuan analitis, dan manajemen software
yang diperlukan.
3.
Interaksi yaitu pengetahuan pekerja dapat berinteraksi pada sistem pendukung
keputusan untuk melakukan analisis.
4.
Manajemen pengetahuan yaitu model Manajemen Pengetahuan juga
berinterkoneksi dengan sistem integrasi manajemen pengetahuan perusahaan.
Sistem pendukung keputusan adalah sistem penghasil informasi yang ditujukan
pada suatu masalah tertentu yang harus dipecahkan oleh manager dan dapat
membantu manager dalam pengambilan keputusan. Karena sistem pendukung
keputusan merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari totalitas sistem
organisasi keseluruhan.
Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut
dari sistem manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga
bersifat interaktif dengan pemakainya. Sifat interaktif ini dimaksudkan untuk
memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan
keputusan seperti prosedur, kebijakan, teknis, analisis, serta pengalaman dan wawasan
manajerial guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel.
Suatu pendekatan sistematis pada hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta –
fakta penentu yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan
yang paling tepat. Sistem pendukung keputusan adalah suatu sistem berbasis
komputer yang menghasilkan berbagai alternatif keputusan untuk membantu
manajemen dalam menangani berbagai permasalahan yang terstruktur ataupun tidak
terstruktur dengan menggunakan data dan model (Dadan Umar Daihani, 2001)
.Untuk
menghasilkan keputusan yang baik di dalam sistem pendukung keputusan, perlu
didukung oleh informasi dan fakta – fakta yang berkualitas antara lain:
a.
Kelengkapan
Atribut ini berkaitan dengan kelengkapan isi informasi, dalam hal ini isi tidak
menyangkut hanya volume tetapi juga kesesuaian dengan harapan pemakai
sehingga sering kali kelengkapan ini sulit diukur secara kuantitatif.
c. Ketelitian
Atribut ini berkaitan dangan tingkat kesalahan yang mungkin didalam
pelaksanaan pengolahan data dalam jumlah (volume) besar. Dua tipe kesalahan
yang sering terjadi yaitu berkaitan dengan perhitungan.
d. Ketepatan
Atribut ini berkaitan dengan kesesuaian antara informasi yang dihasilkan dengan
kebutuhan pemakai. Sama halnya dengan kelengkapan, ketepatanpun sangat
sulit diukur secara kuantitatif.
e. Ketepatan waktu
Kualitas informasi juga sangat ditentukan oleh ketepatan waktu penyampaian dan
aktualisasinya. Misal informasi yang berkaitan dengan perencanaan harian akan
sangat berguna kalau disampaikan setiap dua hari sekali.
f. Kejelasan
atau gambar biasanya akan lebih berarti dibandingkan dengan informasi dalam
bentuk kata – kata yang panjang.
g. Fleksibilitas
Atribut ini berkaitan dengan tingkat adaptasi dari informasi yang dihasilkan
terhadap kebutuhan berbagai keputusan yang akan diambil dan terhadap
sekelompok pengambil keputusan yang berbeda.
2.2.1 Tahapan pengambilan keputusan
Untuk menghasilkan keputusan yang baik ada beberapa tahapan proses yang harus
dilalui dalam pengambilan keputusan. Menurut Sri Eniyati berdasarkan (Julius
Hermawan, 2002) proses pengambilan keputusan melalui beberapa tahap berikut:
a. Tahap penelusuran
Tahap ini pengambil keputusan mempelajari kenyataan yang terjadi, sehingga
kita bisa mengidentifikasi masalah yang terjadi biasanya dilakukan analisis dari
sistem ke subsistem pembentuknya sehingga didapatkan keluaran berupa
dokumen pernyataan masalah.
b. Tahap desain
Dalam tahap ini pengambil keputusan menemukan, mengambangkan dan
menganalisis semua pemecahan yang mungkin yaitu melalui pembuatan model
yang bisa mewakili kondisi nyata masalah. Dari tahapan ini didapatkan keluaran
berupa dokumen alternatif solusi.
c. Tahap choice
Dalam tahap ini pengambil keputusan memilih salah satu alternatif pemecahan
yang dibuat pada tahap desain yang dipandang sebagai aksi yang paling tepat
untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Dari tahap ini didapatkan
dokumen solusi dan rencana implementasinya.
d. Tahap implementasi
2.2.2. Komponen komponen sistem pendukung keputusan
Adapun sistem pendukung keputusan terdiri dari 3 komponen utama atau subsistem
(Dadan Umar Daihani, 2001) yaitu:
a. Subsistem data
Subsistem data merupakan komponen sistem pendukung keputusan penyedia data
bagi sistem. Data dimaksud disimpan dalam suatu pangkalan data yang
diorganisasikan suatu sistem yang disebut sistem manajemen pengkalan data
(
Data Base Manajemen System/DBMS
).
b. Subsistem model
Pada subsistem model ini menggambarkan suatu model yang akan dibangun.
c. Subsistem dialog
Keunikan lainnya dari sistem pendukung keputusan adalah adanya fasilitas yang
mampu mengintegrasikan sistem terpasang dengan pengguna secara interaktif.
Fasilitas yang dimiliki oleh subsistem ini dapat dibagi atas 3 komponen yaitu :
a)
Bahasa aksi yaitu suatu perangkat lunak yang dapat digunakan pengguna
untuk berkomunikasi dengan sistem. Komunikasi ini dilakukan melalui
berbagai pilihan media seperti
keyboard, joystick
dan
key function
.
b)
Bahasa tampilan yaitu suatu perangkat yang berfungsi sebagai sarana untuk
menampilkan sesuatu.
c)
Basis pengetahuan
yaitu bagian yang mutlak diketahui oleh pengguna sistem
yang dirancang dapat berfungsi secara efektif (Umar Dadan Daihani, 2000)
sebagaimana Gambar 2.2 dibawah:
Gambar 2.2 Komponen SPK
(Sumber: Dadan Umar Daihani, 2001)
Piranti lunak
Tugas Lingkungan
USE
Data base Model base
Manajemen basis data manajemen basis model
2.3. Logika Fuzzy
Sebelum munculnya teori logika
fuzzy
(
Fuzzy Logic
), dikenal sebuah logika tegas
(
Crisp Logic
) yang memiliki nilai benar atau salah secara tegas. Prinsip ini
dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum
Excluded
Middle
dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini. Namun,
pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti yaitu benar
atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok.
fuzzy logic
(logika samar)
merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang ada di dunia nyata.
Logika
fuzzy
merupakan sebuah logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran
(
fuzzy
) antara benar dan salah.
Teori himpunan
fuzzy
merupakan suatu kerangka matematis yang digunakan untuk
mempresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, kekurangan
informasi dan kebenaran parsial (Tettamanzi, 2001). Adapun salah satu fitur yang
menarik dari logika
fuzzy
yaitu logika
fuzzy
dapat digunakan untuk memodelkan
informasi yang mengandung ketidak jelasan melalui konsep bilangan
fuzzy
dan dapat
memproses bilangan – bilangan
fuzzy
tersebut dengan menggunakan operasi – operasi
aritmatika biasa (Lootsma, 1997). Bilangan
fuzzy
biasanya diekspresikan secara
linguistik, dimana operasi yang dilakukan pada bilangan
fuzzy,
lebih banyak berupa
pengolahan kata – kata dari pada bentuk bilangan. Adapun bilangan
fuzzy
dapat
didefinisikan sebagai berikut:
Jika bilangan
fuzzy
L-R,
�
𝐴𝐴
,
yang dinotasikan dengan (
𝜇𝜇
,
𝛼𝛼
,
𝛽𝛽
)
adalah satu himpunan
fuzzy
yang memiliki fungsi keanggotaan sebagai berikut:
𝐿𝐿 �
𝑚𝑚−𝑥𝑥𝛼𝛼
�
;
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗
𝑥𝑥 ≤ 𝑚𝑚
𝜇𝜇
𝐴𝐴�(
𝑥𝑥
) =
(2.1)
𝑅𝑅 �
𝑥𝑥−𝑚𝑚𝛽𝛽�
;
𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗
𝑥𝑥 ≥ 𝑚𝑚
𝜇𝜇
(
𝑥𝑥
)
Gambar 2.3 Bilangan
fuzzy
L-R
(Sumber: Lootsma, 1997).
Jika bilangan
fuzzy
L – R bersifat linier, baik L maupun R, maka bilangan
fuzzy
tersebut dikenal bilangan
fuzzy
segitiga
𝐴𝐴̃
= (10,3,5),
seperti pada Gambar 2.4
dibawah:
𝜇𝜇
(
𝑥𝑥
)
Gambar 2.4 Bilangan
fuzzy
segitiga
𝐴𝐴̃
= (10,3,5).
(Sumber: Lootsma, 1997).
Jika bilangan
fuzzy
L – R memiliki
𝑚𝑚
𝐴𝐴�1≤ 𝑚𝑚
𝐴𝐴�≤ 𝑚𝑚
𝐴𝐴�2, maka bilangan
fuzzy
tersebut
dikenal dengan bilangan
fuzzy
trapesium, yang dinotasikan dengan
𝐴𝐴̃
= (
𝑚𝑚
𝐴𝐴�1,
𝑚𝑚
𝐴𝐴�2,
𝛼𝛼
,
𝛽𝛽
),
dengan a adalah lebar sisi kiri, dan b adalah lebar sisi kanan
untuk x. Sebagaimana Gambar 2.5 dibawah:
𝜇𝜇
(
𝑥𝑥
)
Gambar 2.5 Bilangan
fuzzy
trapesium
𝐴𝐴̃
= (5,10,2,2)
(Sumber: Lootsma, 1997).
1
0
𝐴𝐴̃
𝛼𝛼 m 𝛽𝛽
𝐴𝐴̃
1
0
7 10 15
x
1
0
3 5 x 10 12
2.4. Analytic Hierarchy Process (AHP)
Metode
Analytic Hierarchy Process
(AHP) dikembangkan oleh Thomas L.Saaty
sekitar tahun 1970
ketika di Warston
school
. Metode AHP memproses masalah
multikriteria yang kompleks menjadi suatu model hirarki. hirarki didefinisikan sebagai
suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur
multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level kriteria, sub kriteria,
dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir yaitu level alternatif. Dengan hirarki,
suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan sehingga permasalahan akan tampak
lebih terstruktur dan sistematis. Adapun tahapan – tahapan proses dalam metode AHP
adalah:
a.
Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuan yang diinginkan.
b.
Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan
dengan kriteria – criteria dan alternatif – alternatif pilihan.
c.
Membentuk matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh
setiap elemen terhadap masing – masing kriteria.
d.
Menguji konsistensi hirarki. Jika nilai konsistensi rasio yang dihasilkan tidak
memenuhi standar yang ditetapkan yaitu
Consistency Ratio
(CR) < 0,1 maka
penilaian harus diulang kembali.
Misalkan O
idan O
jadalah tujuan. Tingkat kepentingan relatif tujuan – tujuan ini dapat
dinilai dalam 9 poin (Reenoij, 2005) seperti pada tabel 2.1 dibawah:
Tabel 2.1 Tingkat kepentingan
(Sumber: Reenoij, 2005)
Nilai Interpretasi
1 Oi dan Oj sama penting
3 Oi sedikit lebih penting dari Oj
5 Oi kuat tingkat kepentingannya dari pada Oj
7 Oi sangat kuat tingkat kepentingannya dari pada Oj
9 Oi mutlak lebih penting dari pada Oj
Sedangkan mengenai matriks perbandingan berpasangan adalah matriks – matriks
berukuran n x n dengan elemen aij merupakan nilai relatif tujuan ke – i terhadap tujuan
ke – j. matriks perbandingan berpasangan dikatakan konsisten jika dan hanya jika
untuk setiap
𝑗𝑗
,
𝑗𝑗
,
𝑗𝑗
≠ 𝑗𝑗
∈
{1, … ,
𝑛𝑛
}
𝑗𝑗
𝑗𝑗𝑗𝑗= 1
(2.2)
𝑗𝑗
𝑗𝑗𝑗𝑗=
1𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗
(2.3)
𝑗𝑗
𝑗𝑗𝑗𝑗=
�𝑗𝑗
𝑗𝑗𝑗𝑗�
(
𝑗𝑗
𝑗𝑗𝑗𝑗)
(2.4)
Matriks perbandingan berpasangan hanya dapat dibangun (n – 1) perbandingan, yaitu:
𝑂𝑂
𝑗𝑗Andaikan kita memilikin n tujuan dalam AHP. Matriks A adalah matriks
perbandingan berpasangan yang konsisten, maka A dapat berupa matriks:
w=[w1, w2,….wn] untuk n tujuan dapat dikomodasi matriks A dengan mencari solusi
(non – trivial) dari himpunan n persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui
sebagai berikut :
(A)(W
T) = (V)(W
T)
(2.7)
Jika A
konsisten, maka v = n memberi suatu solusi non – trivial yang unik.
(A)(W
T) = (n)(W
T) jumlah semua bobot sama dengan satu.
=
�
(
𝑛𝑛
)
(
𝑊𝑊
1)
(
𝑛𝑛
)
(
𝑊𝑊
2)
⋮
(
𝑛𝑛
)
(
𝑊𝑊
𝑛𝑛)
�
= (
𝑛𝑛
)
�
𝑊𝑊
1𝑊𝑊
2⋮
𝑊𝑊
𝑛𝑛�
= (
𝑛𝑛
)(
𝑊𝑊
𝑇𝑇)
(2.9)
Apabila A adalah matriks perbandingan berpasangan yang tidak konsisten, maka
vektor bobot yang berbentuk:
(
𝐴𝐴
)(
𝑊𝑊
𝑇𝑇) = (
𝑛𝑛
)(
𝑊𝑊
𝑇𝑇)
(2.10)
Dapat didekati dengan cara :
∑ 𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑗𝑗𝑗𝑗 = 1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑗𝑗𝑠𝑠𝑗𝑗𝑗𝑗𝐴𝐴′
(2.11)
Untuk setiap baris dalam A’, hitunglah nilai rata – ratanya:
𝑊𝑊
𝑗𝑗=
𝑛𝑛1∑ 𝑗𝑗
𝑗𝑗𝑗𝑗(2.12)
Dengan W
iadalah bobot tujuan ke- i dari vektor bobot.
Misalkan ada n tujuan dan m alternatif pada AHP, maka proses perankingan alternatif
dapat dilakukan melalui langkah – langkah sebagai berikut :
a)
Untuk setiap tujuan I, tetapkan matriks perbandingan berpasangan A, untuk m
alternatif
b)
Tentukan fektor bobot untuk setiap Ai yang merepresentasikan bobot relatif dari
setiap alternatif ke – j pada tujuan ke – i (Sij)
c)
Hitung total skor
𝑆𝑆
𝑗𝑗=
∑ �𝑠𝑠
𝑗𝑗 𝑗𝑗𝑗𝑗�
(
𝑤𝑤
𝑗𝑗)
(2.13)
d)
Pilih alternatif dengan skort tertinggi
2.4.1 Prinsip dasar analytic hierarchy process
Metode
Analytic hierarchy process
(AHP) dalam menyelesaikan permasalahan,
membutuhkan beberapa prinsip dasar yaitu:
a. Decomposition
Decomposition
adalah langkah memecahkan atau membagi masalah yang utuh
menjadi elemen – elemen ke bentuk hirarki, dimana setiap elemen saling
berhubungan. Adapun bentuk struktur dekomposisi yaitu:
Adapun bentuk rangkaian dari dekomposisi masalah dapat dilihat pada gambar
dibawah:
Gambar 2.6 Struktur hirarki
(Sumber: Yusuf Anshori, 2012)
b. Comparative judgement
Comparative judgement
dilakukan dengan memberikan penilaian tentang
kepentingan relatif antar kriteria. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk
matriks perbandingan berpasangan atau matriks keputusan.
c. Synthesis of Priority
Dari matriks keputusan yang terbentuk dapat ditentukan nilai bobot untuk masing
– masing kriteria sehingga bisa didapatkan prioritas antar kriteria.
2.5. Riset Riset Terkait
Adapun permasalahan – permasalahan yang berkaitan dalam penelitian ini, setelah
penulis mengkaji dalam beberapa jurnal berbeda yang berkenaan dengan
fuzzy
dan
juga
Analytic Hierarchy Process
(AHP) dapat memberikan sebuah konstribusi yang
baik.
Dalam jurnal ilmiah foristek, “Pendekatan
Triangular Fuzzy Number
dalam
metode
Analytic Hierarchy Process
” (Anshori, Y. 2012). Adapun langkah – langkah
yang digunakan yaitu:
Metode
Analytic Hierarchy Process :
a.
Penyusunan prioritas
b.
Membuat matrik keputusan
c.
Uji konsistensi dan indeks rasio
Alternatif I Alternatif II Alternatif N Tujuan