• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengambilan Keputusan - Pendekatan Fuzzy dalam Pemodelan Sistem Pendukung Keputusan dengan Analytic Hierarcy Process

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengambilan Keputusan - Pendekatan Fuzzy dalam Pemodelan Sistem Pendukung Keputusan dengan Analytic Hierarcy Process"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan adalah sebuah proses memilih tindakan (diantara berbagai

alternatif) untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan (Turban, 2005). Proses

pengambilan keputusan meliputi tiga fase utama yaitu inteligensi, desain dan

pemilihan. Dengan adanya pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah akan

memberikan hasil yang baik. Adapun gambaran konseptual dari proses pengambilan

keputusan yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 dibawah:

Gambar 2.1

Pengambilan keputusan (Sumber : Turban, 2005)

Sasaran organisasional

Prosedur pencarian dan penelitian Pengumpulan data

Formulasi sebuah model Menentukan kriteria untuk dipilih Mencari alternatif

Memprediksi dan mengukur hasil akhir

Fase desain

(2)

2.2. Sistem Pendukung Keputusan

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) adalah bagian dari sistem informasi berbasis

komputer (termasuk sistem pengetahuan) yang dipakai untuk mendukung

pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Suatu sistem

pendukung keputusan memiliki beberapa subsistem yang menentukan kapabilitas

teknis sistem pendukung keputusan (Turban, 2005) antara lain:

1.

Manajemen data yaitu termasuk database, yang mengandung data yang relevan

untuk berbagai situasi dan diatur oleh software yang disebut Database

Management Systems (DBMS).

2.

Manajemen model yaitu melibatkan model finansial, statistika, manajemen

pengetahuan, atau berbagai model kuantitatif lainnya, sehingga dapat

memberikan ke sistem suatu kemampuan analitis, dan manajemen software

yang diperlukan.

3.

Interaksi yaitu pengetahuan pekerja dapat berinteraksi pada sistem pendukung

keputusan untuk melakukan analisis.

4.

Manajemen pengetahuan yaitu model Manajemen Pengetahuan juga

berinterkoneksi dengan sistem integrasi manajemen pengetahuan perusahaan.

Sistem pendukung keputusan adalah sistem penghasil informasi yang ditujukan

pada suatu masalah tertentu yang harus dipecahkan oleh manager dan dapat

membantu manager dalam pengambilan keputusan. Karena sistem pendukung

keputusan merupakan suatu bagian yang tak terpisahkan dari totalitas sistem

organisasi keseluruhan.

(3)

Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut

dari sistem manajemen terkomputerisasi yang dirancang sedemikian rupa sehingga

bersifat interaktif dengan pemakainya. Sifat interaktif ini dimaksudkan untuk

memudahkan integrasi antara berbagai komponen dalam proses pengambilan

keputusan seperti prosedur, kebijakan, teknis, analisis, serta pengalaman dan wawasan

manajerial guna membentuk suatu kerangka keputusan yang bersifat fleksibel.

Suatu pendekatan sistematis pada hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta –

fakta penentu yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan

yang paling tepat. Sistem pendukung keputusan adalah suatu sistem berbasis

komputer yang menghasilkan berbagai alternatif keputusan untuk membantu

manajemen dalam menangani berbagai permasalahan yang terstruktur ataupun tidak

terstruktur dengan menggunakan data dan model (Dadan Umar Daihani, 2001)

.

Untuk

menghasilkan keputusan yang baik di dalam sistem pendukung keputusan, perlu

didukung oleh informasi dan fakta – fakta yang berkualitas antara lain:

a.

Kelengkapan

Atribut ini berkaitan dengan kelengkapan isi informasi, dalam hal ini isi tidak

menyangkut hanya volume tetapi juga kesesuaian dengan harapan pemakai

sehingga sering kali kelengkapan ini sulit diukur secara kuantitatif.

c. Ketelitian

Atribut ini berkaitan dangan tingkat kesalahan yang mungkin didalam

pelaksanaan pengolahan data dalam jumlah (volume) besar. Dua tipe kesalahan

yang sering terjadi yaitu berkaitan dengan perhitungan.

d. Ketepatan

Atribut ini berkaitan dengan kesesuaian antara informasi yang dihasilkan dengan

kebutuhan pemakai. Sama halnya dengan kelengkapan, ketepatanpun sangat

sulit diukur secara kuantitatif.

e. Ketepatan waktu

Kualitas informasi juga sangat ditentukan oleh ketepatan waktu penyampaian dan

aktualisasinya. Misal informasi yang berkaitan dengan perencanaan harian akan

sangat berguna kalau disampaikan setiap dua hari sekali.

f. Kejelasan

(4)

atau gambar biasanya akan lebih berarti dibandingkan dengan informasi dalam

bentuk kata – kata yang panjang.

g. Fleksibilitas

Atribut ini berkaitan dengan tingkat adaptasi dari informasi yang dihasilkan

terhadap kebutuhan berbagai keputusan yang akan diambil dan terhadap

sekelompok pengambil keputusan yang berbeda.

2.2.1 Tahapan pengambilan keputusan

Untuk menghasilkan keputusan yang baik ada beberapa tahapan proses yang harus

dilalui dalam pengambilan keputusan. Menurut Sri Eniyati berdasarkan (Julius

Hermawan, 2002) proses pengambilan keputusan melalui beberapa tahap berikut:

a. Tahap penelusuran

Tahap ini pengambil keputusan mempelajari kenyataan yang terjadi, sehingga

kita bisa mengidentifikasi masalah yang terjadi biasanya dilakukan analisis dari

sistem ke subsistem pembentuknya sehingga didapatkan keluaran berupa

dokumen pernyataan masalah.

b. Tahap desain

Dalam tahap ini pengambil keputusan menemukan, mengambangkan dan

menganalisis semua pemecahan yang mungkin yaitu melalui pembuatan model

yang bisa mewakili kondisi nyata masalah. Dari tahapan ini didapatkan keluaran

berupa dokumen alternatif solusi.

c. Tahap choice

Dalam tahap ini pengambil keputusan memilih salah satu alternatif pemecahan

yang dibuat pada tahap desain yang dipandang sebagai aksi yang paling tepat

untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Dari tahap ini didapatkan

dokumen solusi dan rencana implementasinya.

d. Tahap implementasi

(5)

2.2.2. Komponen komponen sistem pendukung keputusan

Adapun sistem pendukung keputusan terdiri dari 3 komponen utama atau subsistem

(Dadan Umar Daihani, 2001) yaitu:

a. Subsistem data

Subsistem data merupakan komponen sistem pendukung keputusan penyedia data

bagi sistem. Data dimaksud disimpan dalam suatu pangkalan data yang

diorganisasikan suatu sistem yang disebut sistem manajemen pengkalan data

(

Data Base Manajemen System/DBMS

).

b. Subsistem model

Pada subsistem model ini menggambarkan suatu model yang akan dibangun.

c. Subsistem dialog

Keunikan lainnya dari sistem pendukung keputusan adalah adanya fasilitas yang

mampu mengintegrasikan sistem terpasang dengan pengguna secara interaktif.

Fasilitas yang dimiliki oleh subsistem ini dapat dibagi atas 3 komponen yaitu :

a)

Bahasa aksi yaitu suatu perangkat lunak yang dapat digunakan pengguna

untuk berkomunikasi dengan sistem. Komunikasi ini dilakukan melalui

berbagai pilihan media seperti

keyboard, joystick

dan

key function

.

b)

Bahasa tampilan yaitu suatu perangkat yang berfungsi sebagai sarana untuk

menampilkan sesuatu.

c)

Basis pengetahuan

yaitu bagian yang mutlak diketahui oleh pengguna sistem

yang dirancang dapat berfungsi secara efektif (Umar Dadan Daihani, 2000)

sebagaimana Gambar 2.2 dibawah:

Gambar 2.2 Komponen SPK

(Sumber: Dadan Umar Daihani, 2001)

Piranti lunak

Tugas Lingkungan

USE

Data base Model base

Manajemen basis data manajemen basis model

(6)

2.3. Logika Fuzzy

Sebelum munculnya teori logika

fuzzy

(

Fuzzy Logic

), dikenal sebuah logika tegas

(

Crisp Logic

) yang memiliki nilai benar atau salah secara tegas. Prinsip ini

dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum

Excluded

Middle

dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini. Namun,

pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti yaitu benar

atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok.

fuzzy logic

(logika samar)

merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang ada di dunia nyata.

Logika

fuzzy

merupakan sebuah logika yang memiliki nilai kekaburan atau kesamaran

(

fuzzy

) antara benar dan salah.

Teori himpunan

fuzzy

merupakan suatu kerangka matematis yang digunakan untuk

mempresentasikan ketidakpastian, ketidakjelasan, ketidaktepatan, kekurangan

informasi dan kebenaran parsial (Tettamanzi, 2001). Adapun salah satu fitur yang

menarik dari logika

fuzzy

yaitu logika

fuzzy

dapat digunakan untuk memodelkan

informasi yang mengandung ketidak jelasan melalui konsep bilangan

fuzzy

dan dapat

memproses bilangan – bilangan

fuzzy

tersebut dengan menggunakan operasi – operasi

aritmatika biasa (Lootsma, 1997). Bilangan

fuzzy

biasanya diekspresikan secara

linguistik, dimana operasi yang dilakukan pada bilangan

fuzzy,

lebih banyak berupa

pengolahan kata – kata dari pada bentuk bilangan. Adapun bilangan

fuzzy

dapat

didefinisikan sebagai berikut:

Jika bilangan

fuzzy

L-R,

𝐴𝐴

,

yang dinotasikan dengan (

𝜇𝜇

,

𝛼𝛼

,

𝛽𝛽

)

adalah satu himpunan

fuzzy

yang memiliki fungsi keanggotaan sebagai berikut:

𝐿𝐿 �

𝑚𝑚−𝑥𝑥

𝛼𝛼

;

𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗

𝑥𝑥 ≤ 𝑚𝑚

𝜇𝜇

𝐴𝐴�

(

𝑥𝑥

) =

(2.1)

𝑅𝑅 �

𝑥𝑥−𝑚𝑚𝛽𝛽

;

𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗

𝑥𝑥 ≥ 𝑚𝑚

(7)

𝜇𝜇

(

𝑥𝑥

)

Gambar 2.3 Bilangan

fuzzy

L-R

(Sumber: Lootsma, 1997).

Jika bilangan

fuzzy

L – R bersifat linier, baik L maupun R, maka bilangan

fuzzy

tersebut dikenal bilangan

fuzzy

segitiga

𝐴𝐴̃

= (10,3,5),

seperti pada Gambar 2.4

dibawah:

𝜇𝜇

(

𝑥𝑥

)

Gambar 2.4 Bilangan

fuzzy

segitiga

𝐴𝐴̃

= (10,3,5).

(Sumber: Lootsma, 1997).

Jika bilangan

fuzzy

L – R memiliki

𝑚𝑚

𝐴𝐴�1

≤ 𝑚𝑚

𝐴𝐴�

≤ 𝑚𝑚

𝐴𝐴�2

, maka bilangan

fuzzy

tersebut

dikenal dengan bilangan

fuzzy

trapesium, yang dinotasikan dengan

𝐴𝐴̃

= (

𝑚𝑚

𝐴𝐴�1

,

𝑚𝑚

𝐴𝐴�2

,

𝛼𝛼

,

𝛽𝛽

),

dengan a adalah lebar sisi kiri, dan b adalah lebar sisi kanan

untuk x. Sebagaimana Gambar 2.5 dibawah:

𝜇𝜇

(

𝑥𝑥

)

Gambar 2.5 Bilangan

fuzzy

trapesium

𝐴𝐴̃

= (5,10,2,2)

(Sumber: Lootsma, 1997).

1

0

𝐴𝐴̃

𝛼𝛼 m 𝛽𝛽

𝐴𝐴̃

1

0

7 10 15

x

1

0

3 5 x 10 12

(8)

2.4. Analytic Hierarchy Process (AHP)

Metode

Analytic Hierarchy Process

(AHP) dikembangkan oleh Thomas L.Saaty

sekitar tahun 1970

ketika di Warston

school

. Metode AHP memproses masalah

multikriteria yang kompleks menjadi suatu model hirarki. hirarki didefinisikan sebagai

suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur

multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level kriteria, sub kriteria,

dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir yaitu level alternatif. Dengan hirarki,

suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan sehingga permasalahan akan tampak

lebih terstruktur dan sistematis. Adapun tahapan – tahapan proses dalam metode AHP

adalah:

a.

Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuan yang diinginkan.

b.

Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan

dengan kriteria – criteria dan alternatif – alternatif pilihan.

c.

Membentuk matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh

setiap elemen terhadap masing – masing kriteria.

d.

Menguji konsistensi hirarki. Jika nilai konsistensi rasio yang dihasilkan tidak

memenuhi standar yang ditetapkan yaitu

Consistency Ratio

(CR) < 0,1 maka

penilaian harus diulang kembali.

Misalkan O

i

dan O

j

adalah tujuan. Tingkat kepentingan relatif tujuan – tujuan ini dapat

dinilai dalam 9 poin (Reenoij, 2005) seperti pada tabel 2.1 dibawah:

Tabel 2.1 Tingkat kepentingan

(Sumber: Reenoij, 2005)

Nilai Interpretasi

1 Oi dan Oj sama penting

3 Oi sedikit lebih penting dari Oj

5 Oi kuat tingkat kepentingannya dari pada Oj

7 Oi sangat kuat tingkat kepentingannya dari pada Oj

9 Oi mutlak lebih penting dari pada Oj

(9)

Sedangkan mengenai matriks perbandingan berpasangan adalah matriks – matriks

berukuran n x n dengan elemen aij merupakan nilai relatif tujuan ke – i terhadap tujuan

ke – j. matriks perbandingan berpasangan dikatakan konsisten jika dan hanya jika

untuk setiap

𝑗𝑗

,

𝑗𝑗

,

𝑗𝑗

≠ 𝑗𝑗

{1, … ,

𝑛𝑛

}

𝑗𝑗

𝑗𝑗𝑗𝑗

= 1

(2.2)

𝑗𝑗

𝑗𝑗𝑗𝑗

=

1

𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗

(2.3)

𝑗𝑗

𝑗𝑗𝑗𝑗

=

�𝑗𝑗

𝑗𝑗𝑗𝑗

(

𝑗𝑗

𝑗𝑗𝑗𝑗

)

(2.4)

Matriks perbandingan berpasangan hanya dapat dibangun (n – 1) perbandingan, yaitu:

𝑂𝑂

𝑗𝑗

Andaikan kita memilikin n tujuan dalam AHP. Matriks A adalah matriks

perbandingan berpasangan yang konsisten, maka A dapat berupa matriks:

w=[w1, w2,….wn] untuk n tujuan dapat dikomodasi matriks A dengan mencari solusi

(non – trivial) dari himpunan n persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui

sebagai berikut :

(A)(W

T

) = (V)(W

T

)

(2.7)

Jika A

konsisten, maka v = n memberi suatu solusi non – trivial yang unik.

(A)(W

T

) = (n)(W

T

) jumlah semua bobot sama dengan satu.

(10)

=

(

𝑛𝑛

)

(

𝑊𝑊

1

)

(

𝑛𝑛

)

(

𝑊𝑊

2

)

(

𝑛𝑛

)

(

𝑊𝑊

𝑛𝑛

)

= (

𝑛𝑛

)

𝑊𝑊

1

𝑊𝑊

2

𝑊𝑊

𝑛𝑛

= (

𝑛𝑛

)(

𝑊𝑊

𝑇𝑇

)

(2.9)

Apabila A adalah matriks perbandingan berpasangan yang tidak konsisten, maka

vektor bobot yang berbentuk:

(

𝐴𝐴

)(

𝑊𝑊

𝑇𝑇

) = (

𝑛𝑛

)(

𝑊𝑊

𝑇𝑇

)

(2.10)

Dapat didekati dengan cara :

∑ 𝑗𝑗𝑗𝑗 𝑗𝑗𝑗𝑗 = 1 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑗𝑗𝑠𝑠𝑗𝑗𝑗𝑗𝐴𝐴′

(2.11)

Untuk setiap baris dalam A’, hitunglah nilai rata – ratanya:

𝑊𝑊

𝑗𝑗

=

𝑛𝑛1

∑ 𝑗𝑗

𝑗𝑗𝑗𝑗

(2.12)

Dengan W

i

adalah bobot tujuan ke- i dari vektor bobot.

Misalkan ada n tujuan dan m alternatif pada AHP, maka proses perankingan alternatif

dapat dilakukan melalui langkah – langkah sebagai berikut :

a)

Untuk setiap tujuan I, tetapkan matriks perbandingan berpasangan A, untuk m

alternatif

b)

Tentukan fektor bobot untuk setiap Ai yang merepresentasikan bobot relatif dari

setiap alternatif ke – j pada tujuan ke – i (Sij)

c)

Hitung total skor

𝑆𝑆

𝑗𝑗

=

∑ �𝑠𝑠

𝑗𝑗 𝑗𝑗𝑗𝑗

(

𝑤𝑤

𝑗𝑗

)

(2.13)

d)

Pilih alternatif dengan skort tertinggi

2.4.1 Prinsip dasar analytic hierarchy process

Metode

Analytic hierarchy process

(AHP) dalam menyelesaikan permasalahan,

membutuhkan beberapa prinsip dasar yaitu:

a. Decomposition

Decomposition

adalah langkah memecahkan atau membagi masalah yang utuh

menjadi elemen – elemen ke bentuk hirarki, dimana setiap elemen saling

berhubungan. Adapun bentuk struktur dekomposisi yaitu:

(11)

Adapun bentuk rangkaian dari dekomposisi masalah dapat dilihat pada gambar

dibawah:

Gambar 2.6 Struktur hirarki

(Sumber: Yusuf Anshori, 2012)

b. Comparative judgement

Comparative judgement

dilakukan dengan memberikan penilaian tentang

kepentingan relatif antar kriteria. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk

matriks perbandingan berpasangan atau matriks keputusan.

c. Synthesis of Priority

Dari matriks keputusan yang terbentuk dapat ditentukan nilai bobot untuk masing

– masing kriteria sehingga bisa didapatkan prioritas antar kriteria.

2.5. Riset Riset Terkait

Adapun permasalahan – permasalahan yang berkaitan dalam penelitian ini, setelah

penulis mengkaji dalam beberapa jurnal berbeda yang berkenaan dengan

fuzzy

dan

juga

Analytic Hierarchy Process

(AHP) dapat memberikan sebuah konstribusi yang

baik.

Dalam jurnal ilmiah foristek, “Pendekatan

Triangular Fuzzy Number

dalam

metode

Analytic Hierarchy Process

” (Anshori, Y. 2012). Adapun langkah – langkah

yang digunakan yaitu:

Metode

Analytic Hierarchy Process :

a.

Penyusunan prioritas

b.

Membuat matrik keputusan

c.

Uji konsistensi dan indeks rasio

Alternatif I Alternatif II Alternatif N Tujuan

(12)

Transformasi

Triangular fuzzy number

terhadap sakala AHP:

a.

Menentukan fuzzyfikasi perbandingan skala 1 – 9 kepentingan antara 2 kriteria

b.

Analisa

fuzzy synthetic

(dipakai untuk perlasan suatu objek dalam memenuhi

tujuan).

Sedangkan pada jurnal ilmu komputer, “Pemodelan sistem pendukung keputusan

kelompok untuk diagnosa penyakit pneumonia dengan

Fuzzy Linguistik Kuantifier

dan AHP” (Syaukani, M & Hartati, S. 2012). Adapun langkah – langkah yang

digunakan yaitu:

a.

Membuat tabel keputusan

b.

Menentukan nilai variabel linguistik gejala

c.

Nilai linguistik dipresentasikan dengan bilangan

fuzzy

segitiga.

d.

Membentuk matrik keputusan

e.

Agregasi preferensi

f.

Melakukan tahap perankingan dengan metode

Analytic Hierarchy Process

(AHP).

Dari penjelasan kedua jurnal diatas yang berkenaan dengan

Fuzzy

dan

Analytic

Hierarchy Process

(AHP), memberikan output yang berbeda. Dalam jurnal ilmiah

foristek, “Pendekatan

Triangular Fuzzy Number

dalam metode

Analytic Hierarchy

Process

” (Anshori, Y. 2012). Dari hasil penelitiannya, menyatakan bahwa hasil

perankingan yang diberikan oleh metode

fuzzy

AHP yaitu berbeda dengan hasil yang

dilakukan cara manual, dimana hasil yang diberikan jauh lebih baik dari sebelumnya,

khususnya dalam penentuan beasiswa.

(13)

2.6. Perbedaan dengan Riset yang lain

Dalam penelitian ini, penulis akan membangun sebuah pemodelan sistem pendukung

keputusan bersifat statis yaitu suatu model sistem pendukung keputusan dalam

mengambil satu kejadian saja dalam suatu situasi yang semuanya terjadi dalam 1

interval, baik waktunya sebentar ataupun yang lama dalam penilaian kriteria melalui

pendekatan

fuzzy

dengan

Analytic Hierarchy Process

(AHP) untuk menentukan

alternatif terbaik yang akan dipilih. Dimana

fuzzy

akan memberikan preferensinya

untuk penilaian kriteria yang direpresentasikan

fuzzy

segitiga. Sedangkan

Analytic

Hierarchy Process

(AHP) dalam pemodelan sistem pendukung keputusan digunakan

untuk menentukan tingkat kepentingan setiap kriteria C

1

, C

2

, C

3

, C

4

, untuk

memperoleh vektor bobot serta melakukan proses perankingan.

2.7. Konstribusi Riset

Gambar

Gambar 2.1 Pengambilan keputusan
Gambar 2.2 Komponen SPK
Gambar 2.5 Bilangan fuzzy trapesium
Tabel 2.1 Tingkat kepentingan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Karena metode ini dapat menuntun pengambil keputusan untuk melakukan penilaian terhadap setiap kriteria/ alternatif dalam pemilihan konsep produk terbaik.. Bilangan

dengan judul Analisis Penerapan Fuzzy Analytic Hierarchy Process dalam Sistem Pendukung Keputusan untuk Kenaikan Jabatan Pegawai.. Tesis

Dalam penelitian ini pemilihan rumah menggunakan metode fuzzy ahp dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan kriteria yang akan menjadi pertimbangan dalam pemilihan

Sistem ini menggunakan metode Fuzzy Inference System (FIS) Tsukamoto untuk mengolah nilai-nilai dari kriteria-kriteria yang telah ditentukan untuk memilih program

Sehingga dengan motivasi, nasehat selalu yang diberikan ayahanda dan ibunda kepada adinda semenjak menimba ilmu di Fasilkom pada Program Studi Magister (S2) Teknik Informatika

•  Karena ‘Kapasitas Bahan Bakar’ merupakan kriteria kuantitatif, maka dapat digunakan langsung kapasitas perbandingannya untuk menentukan rangking alternative-nya, namun

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fuzzy Expert Judgement, yang digunakan untuk penentuan dan penilaian kriteria lokasi yang diinginkan dan metode optimasi

METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian terapan dari teori fuzzy tahani sebagai sistem pendukung pengambilan keputusan dalam perekrutan guru berdasarkan nilai dari