• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Fenomena Perempuan Shopaholic Di Kota Medan (Studi Kasus pada Perempuan Shopaholic di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Fenomena Perempuan Shopaholic Di Kota Medan (Studi Kasus pada Perempuan Shopaholic di Kota Medan)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Beberapa tahun terakhir ini, shopaholic atau compulsive shopper telah menjadi perhatian berbagai program televisi dan majalah perempuan. Mereka juga telah menjadi topik perbincangan para sosiolog. Meski media massa menggunakan istilah dengan agak “serampangan”, sebenarnya seorang shopaholic sering merasa terasing, sangat ketakutan, dan kehilangan kendali diri. Tidak diragukan lagi, kita hidup dalam masyarakat yang sangat “gemar belanja”. Kita hidup berdasar pada kekayaan yang kita miliki dan banyak dari kita hidup dalam belitan hutang. Banyak orang, berapapun penghasilannya, memandang belanja sebagai sebuah hobi. Mereka menghabiskan akhir pekan dengan berbelanja, menghabiskan uang untuk barang-barang yang tidak mereka miliki, dan sering menyesali perbuatannya di kemudian hari.

(2)

10

shopaholic yang berasal dari London. Koleksi belanjaannya yang banyaknya hingga setinggi atap baru ketahuan setelah dia meninggal dunia secara wajar di bawah gunungan pakaian dan barang-barang lainnya. Bungalow Joan di Heaton Mersey, dekat Manchester, Inggris, dijejali belanjaan aneka barang. Hal itu membutuhkan waktu berkunjung ke rumah itu hingga 5 kali untuk menemukan Joan yang ternyata telah meninggal dunia. Demikian dilansir Sydney Morning Herald, Kamis (30/7/2009).

(3)

11 kematiannya karena selama ini Joan enggan menerima tamu. Roy yakin sifat obsesif Joan pada belanja dimulai sejak 16 tahun lalu. Joan biasa meninggalkan rumah pagi-pagi dan pulang larut malam karena dia takut pada gerombolan anak muda yang biasa berkeliaran di kawasan itu yang pernah melempari rumahnya dengan batu dan merusak perkakas berkebunnya. "Itu sungguh tak bisa dipercaya, barang-barang membumbung hingga atap,"katanya.

Tidak semua orang yang suka berbelanja atau pergi ke mall dapat dikatakan

shopaholic. Menurut Klinik Servo (2007), seseorang dapat dikatakan mengalami

shopaholic jika menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Suka menghabiskan uang untuk membeli barang yang tidak dimiliki meskipun barang tersebut tidak selalu berguna bagi dirinya.

2. Merasa puas pada saat dirinya dapat membeli apa saja yang diinginkannya, namun setelah selesai berbelanja maka dirinya merasa bersalah dan tertekan dengan apa yang telah dilakukannya.

3. Pada saat merasa stres, maka akan selalu berbelanja untuk meredakan stresnya tersebut.

4. Memiliki banyak barang-barang seperti baju, sepatu atau barang-barang elektronik, dan lain-lain yang tidak terhitung jumlahnya, namun tidak pernah digunakan.

5. Selalu tidak mampu mengontrol diri ketika berbelanja.

6. Merasa terganggu dengan kebiasaan belanja yang dilakukannya.

(4)

12 8. Sering berbohong pada orang lain tentang uang yang telah dihabiskannya.

Shopaholic dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan, yaitu: 1. Sering mengalami kehabisan uang padahal masih awal bulan.

2. Dapat mengakibatkan seseorang memiliki hutang dalam jumlah yang besar karena untuk memenuhi pikiran-pikiran obsesi untuk berbelanja dan berbelanja.

3. Dapat mengakibatkan seseorang dipecat dari pekerjaannya karena melakukan pemborosan dengan menggunakan uang perusahaan.

4. Memicu seseorang untuk melakukan tindak kriminal (seperti mencuri, memeras, korupsi, dan lain-lain) hanya karena ingin mendapatkan uang demi memenuhi dorongan untuk belanja yang terus-menerus dalam dirinya.

5. Dapat mengakibatkan perceraian karena pasangan dari si penderita shopaholic

merasa tersiksa dengan uang yang selalu dihabiskan pasangannya hanya untuk berbelanja dan berbelanja.

6. Dapat mengakibatkan pertengkaran karena pemborosan yang dilakukan oleh penderita shopaholic.

7. Dapat mengakibatkan seseorang bunuh diri karena dalam dirinya selalu muncul pikiran-pikiran obsesi untuk berbelanja dan berbelanja dan si penderita merasa tersiksa jika tidak melakukan pikiran-pikiran obsesinya tersebut.

(5)

13 1. Seseorang menganut gaya hidup hedonis (materialis) dan mempersepsi bahwa

manusia adalah human having. Human having adalah seseorang yang cenderung mempersepsi orang lain berdasarkan apa yang dimiliki (seperti punya mobil, rumah, jabatan). Human having ini akan mengakibatkan seseorang merasa terus kekurangan, selalu diliputi kecemasan, tidak akan termotivasi untuk mengejar kebutuhan pada tingkat yang lebih.

2. Kecemasan yang berlebihan karena mengalami trauma di masa lalu.

3. Iklan-iklan yang ditampilkan diberbagai media yang menggambarkan bahwa pola hidup konsumtif dan hedonis merupakan sarana untuk melepaskan diri dari stres. 4. Adanya pikiran-pikiran obsesi yang tidak rasional.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah dampak gaya hidup perempuan shopaholic terhadap kondisi sosial ekonomi keluarga?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(6)

14 1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai referensi tentang gaya hidup dari teori kebutuhan untuk perkembangan ilmu sosiologi.

2. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

3. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh institusi-institusi sosial ekonomi dalam melihat realita kehidupan perempuan shopaholic, sehingga dapat diambil tindakan guna mencegah semakin meluasnya shopaholic

yang berlebihan.

4. Data yang diperoleh nantinya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang berkompeten dalam membuat program-program yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang shopaholic, misalnya lembaga pendidikan.

1.5. Definisi Konsep

(7)

15 1. Shopaholic

Shopaholic adalah kata yang berasal dari shop yang berarti belanja, dan aholic

yang menandakan bahwa kebiasaan ini adalah suatu ketergantungan terhadap hal yang dilakukan dengan sadar atau tidak. Jadi, shopaholic adalah sebutan umum dari setiap orang yang mempunyai kebiasaan belanja secara kontinu (terus menerus). Seorang shopaholic biasanya melakukan kebiasaan ini tanpa disadarinya. Dia akan mengaku suka dan pengkoleksi barang-barang yang sama, namun sebenarnya ini adalah gejala awal dari seorang pecandu belanja.

2. Perempuan shopaholic adalah perempuan yang mempunyai uang berlebih dan menghabiskan uangnya untuk berbelanja (gila belanja) sebagai bentuk kepuasan ataupun hobi. Dalam penelitian ini perempuan shopaholic difokuskan pada perempuan yang gila belanja kebutuhan sandang seperti pakaian, tas dan sepatu di butik terkenal yang ada di Sun Plaza.

3. Konsumtivisme

(8)

16 4. Fenomena

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada

Model pembelajaran inkuiri akan efektif manakala (1) Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu permasa- lahan yang ingin dipecahkan, (2) Jika

Supplementation on Growth Performance, Feed Intake and Nutrient Digestibility of Brahman Beef Cattle.. Julakorn Panatuk, Suthipong Uriyapongson and Chainarong

Peningkatan efikasi diri menyusui kelompok intervensi 13,47 lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol 9,07 dengan nilai p=0,028, Variabel yang berpengaruh dominan

Ada beberapa kendala yang muncul dengan adanya pencatatan manual menggunakan kartu kontrol, misalnya kartu kontrol hilang sebelum diserahkan kepada peternak mitra,

[r]

[r]