BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak zaman prasejarah, manusia melakukan perjalanan mencari tempat yang baru
untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik yang dikenal dengan migrasi. Migrasi atau
perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain untuk menetap. Hal itu, merupakan
hak setiap manusia yang dibiarkan terjadi begitu saja, sehingga tidak memerlukan
persyaratan tertentu. Pada abad ke-20, perkembangan teknologi, informasi dan transformasi
membuat batas antar negara semakin semu dan jalur lalu lintas pun mudah ditempuh. Secara
tidak langsung meningkatkan mobilitas manusia dari suatu negara menuju negara lain
dengan berbagai kepentingan termasuk tindakan kejahatan. Kejahatan tersebut masuk ke
dalam kejahatan lintas negara yang dikenal dengan kejahatan transnasional yang banyak
menimbulkan kerugian. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian
menyatakan keimigrasian ialah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah
Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.
Pengertian imigran merupakan orang yang datang dari negara lain dan tinggal menetap di
suatu negara.1
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, hal. 426.
Kategori imigran yang datang ke Indonesia dengan surat perjalanan, visa dan
Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) sebagai imigran sah atau legal. Imigran yang datang
tidak dengan surat perjalanan, visa serta tidak memiliki izin masuk ke negara lain atau izin
masuk kembali yang tidak sah dan sudah tidak berlaku lagi serta tidak melalui Tempat
Pemeriksaan Imigrasi (TPI) dikatakan sebagai imigran ilegal atau gelap. Kedatangan imigran
ilegal memiliki latar belakang dan tujuan yang berbeda, salah satunya meminta status
pengungsi. Kehadiran imigran ilegal menimbulkan dampak yang mengancam kedaulatan,
keamanan, kehidupan sosial dan ekonomi, bahkan juga ancaman terhadap ideologi suatu
bangsa.2
Surat perjalanan sangatlah vital dimiliki imigran sebagai identitas menjadi imigran
legal atau sah menuju negara lain. Begitu pentingnya surat perjalanan itu dan dipergunakan
pertama kali pada zaman Holly Land tahun 450 SM oleh Raja Babylonia. Pada saat itu
Gubernur Nehemiah meminta pembuatan surat keamanan dalam perjalanan untuk
melindungi dirinya. Surat itu yang kemudian dikenal dengan passport yang merupakan salah
satu persyaratan masuk atau keluar negeri.3
Perpindahan penduduk yang dilakukan imigran dapat terjadi disebabkan oleh
beberapa faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong antara lain:
ketidaknyamanan kondisi iklim, kurang tersedianya pekerjaan dan makanan, perang (konflik
senjata dan keamanan) serta konflik sosial yang meliputi tekanan politik, ras, agama dan
ideologi. Faktor penarik antara lain dari negara transit yaitu geografis yang berdekatan
2
Tim Penyusun International Organization for Migration Indonesia, Buku Petunjuk Bagi Petugas dalam Rangka Penanganan Kegiatan Penyelundupan Manusia dan Tindakan Pidana yang Berkaitan dengan Penyelundupan Manusia, Jakarta: International Organization for Migration, 2009, hal. 36.
3
dengan negara yang dituju, negara yang menerima pengungsi. Faktor penarik dari negara
tujuan ialah tersedianya lapangan pekerjaan dan makanan (ekonomi), keamanan dan
ketenteraman terjamin di negara yang dituju.4
Badan keimigrasian telah berdiri di Indonesia pada masa pemerintahan Belanda
dengan nama Kantor Sekretaris Komisi Imigrasi pada tahun 1913. Nama ini berubah
menjadi Immigrate Diest atau Dinas Keimigrasian pada tahun 1921 karena tugas dan
fungsinya terus berkembang. Dinas Keimigrasian bertugas mengeluarkan peraturan
keimigrasian dan memiliki prinsip at open deur politiek atau open deur policy (prinsip pintu
terbuka).5
Sejak tahun 1950, Dinas Keimigrasian menjadi milik pemerintahan Republik
Indonesia yang sebelumnya dipegang kolonial Belanda. Perubahan status kepemilikan itu
sangat bermakna bagi bangsa Indonesia karena merupakan era baru dalam pelaksanaan
keimigrasian Indonesia yang menerapkan prinsip selective policy yang berarti prinsip
selektif. Berdasarkan prinsip ini, hanya orang asing yang dianggap dapat memberikan
manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia dan tidak
membahayakan keamanan, ketertiban serta tidak bermusuhan terhadap masyarakat maupun
negara yang diijinkan masuk ke Indonesia. Terbentuknya Undang-Undang keimigrasian
yaitu UU Nomor 9 Tahun 1992 tetang keimigrasian yang ditetapkan sebagai landasan utama
4 Manshur Zikri, “Permasalahan Imigran Gelap dan People Smuggling dan Usaha serta Rekomendasi Kebijakan dalam Menanggulanginya,” dalam Makalah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, 2010, hal. 10.
5 Muhammad Indra, “Perspektif Penegakan Hukum dalam Hukum Keimigrasian Indonesia,” dalam
pengaturan keimigrasian Republik Indonesia. Presiden dan DPR RI memutuskan
menetapkan UU Nomor 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian, Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang diizinkan masuk atau keluar wilayah Republik
Indonesia.6
Kota Medan memiliki tiga Kantor Imigrasi yaitu Kantor Imigrasi Kelas I Khusus
Medan, Kantor Imigrasi Kelas II Belawan, Kantor Resor Imigrasi Polonia yang berdiri sejak
tahun 1978 (yang kemudian menjadi Kantor Imigrasi Kelas II Polonia pada tahun 1991).
Pada awalnya Kantor Resor Imigrasi di Bandar Udara Polonia mendapat tempat sebagai
kantor dan Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di Bandar Udara Polonia yang difasilitasi
dari Kantor Angkasa Pura II cabang Medan. Pada tahun 1987, Kepala Kantor Wilayah
Departemen Kehakiman Sumatera Utara menyerahkan tanah dan gedung Kantor Direktorat Keimigrasian di Indonesia menempatkan pegawai imigrasi di setiap pintu gerbang
negara. Salah satunya di bandar udara untuk mengawasi setiap keluar dan masuk manusia.
Bandar udara di Sumatera Utara bernama Bandar Udara Polonia yang terletak di Kota
Medan. Pihak keimigrasian menempatkan Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di Bandar
Udara Polonia untuk menyelidiki setiap orang, khususnya gerak warga negara asing yang
datang, terutama yang tidak memiliki surat perjalanan, visa serta tidak memiliki izin masuk
ke Indonesia atau izin masuk kembali yang tidak sah dan sudah tidak berlaku lagi.
6
Jenderal Pemasyarakatan sebagai Kantor Resor Imigrasi Polonia yang berkedudukan di Jalan
Mangkubumi No.2 Medan.
Imigran ilegal yang melewati Indonesia bertujuan ke Australia untuk mendapatkan
status pengungsi. Para imigran pergi melalui perairan Republik Indonesia secara ilegal.
Warga Negara Asing yang melanggar peraturan keimigrasian seperti Over Stay (menetap
lebih dari waktu yang diizinkan) atau tidak melakukan perpanjang Surat Perjalanan RI dan
Visa dikatakan sebagai imigran pelanggaran keimigrasian atau imigran ilegal. Tetapi bukan
imigran ilegal berstatus pengungsi. Imigran ilegal memiliki latar belakang masing-masing.
Salah satunya imigran ilegal mencari status pengungsi dan pencari suaka. Ada pun
pengertian pengungsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sekelompok manusia
yang sangat rentan terhadap perlakuan tidak manusiawi baik dari negara asalnya maupun di
negara dituju pengungsi. Pengungsi merupakan sebagian orang yang kurang mampu dan
tidak memiliki dokumen pesrjalanan.7
Berdasarkan pemaparan di atas penulis meneliti, “Peranan Kantor Resor Imigrasi
Polonia terhadap imigran ilegal status pengungsi di Kota Medan (1978-2005).” Hal ini
dikategori sebagai peristiwa sejarah sebab membawa dampak perubahan yang sesuai dengan
definisi sejarah. Salah satunya menurut tokoh sejarah Wilhelm Beur menyatakan sejarah
merupakan peristiwa masa lampau manusia yang membawa perubahan dan memperlihatkan
akibat-akibat dari peristiwa tersebut.8
7
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, op.cit., hal. 1247. 8
Hugiono dan Poerwantana, Pengantar Ilmu Sejarah, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hal. 5.
Hal ini menurut penulis layak untuk diperhatikan
dampak negatif untuk ke depannya. Periodisasi skripsi dimulai tahun 1978 karena pertama
kali kantor berdiri. Batas kajian pada tahun 2005, karena pada tahun ini masa berakhirnya
peraturan imigrasi yang menggunakan pemeriksaan imigran ilegal secara manual dan tidak
online. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M.02.12.02.10 Tahun 2006
tanggal 1 Pebruari 2006 dilaksanakan Penerapan Sistem Photo Terpadu berbasis Biometrik
pada Surat Perjalanan Republik Indonesia.9 Sistem Biometrik SPRI adalah sebagai
pengganti foto dan sidik jari pemohon secara terpadu pada penerbitan SPRI sesuai standar
ditetapkan oleh International Civil Aviation Organzation (ICAO) dan dapat dibaca oleh
mesin (Machine Readable Passport atau MPR) atau disebut juga sebagai sistem foto
Terpadu Berbasis Biometrik (SPTBB).10
9
Ahmad Nasir Hia, “Tinjauan Hukum terhadap Birokrasi Pengurusan Paspor Berbasis Pengurusan Biometrik di Kantor Imigrasi Polonia Medan,” dalam Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007, hal. 64.
10
Lihat lampiran 7 gambar 10.
Tanggal 6 Pebuari 2006 Sistem Biometrik SPRI
diterapkan Kantor Imigrasi Kelas II Polonia. Sistem Biometrik ini mendorong munculnya
sistem elektronik pada paspor, visa, izin tinggal dan status, cegah dan tangkal secara online.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dibuatlah rumusan mengenai masalah yang
diteliti sebagai landasan utama dalam melakukan penelitian yang terangkum dalam
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah berdirinya Kantor Resor Imigrasi Polonia?
3. Bagaimana peranan Kantor Resor Imigrasi Polonia terhadap imigran ilegal status
pengungsi di Kota Medan?
1.3 Tujuan Dan Manfaat
Peristiwa yang telah berlalu tidak dapat dipertunjukkan kembali, tetapi dapat
direkonstruksi berdasarkan realita yang ada. Rekonstruksi itu dapat memberikan renungan
bagi kehidupan manusia yang menjadi cerminan dari masa lampau, pelajaran di masa kini
dan menjadi patokan di masa depan.
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting, bukan hanya bagi penulis
tetapi juga bagi masyarakat umum yang bertujuan untuk:
1. Menjelaskan sejarah berdirinya Kantor Resor Imigrasi Polonia.
2. Menjelaskan perkembangan Kantor Resor Imigrasi Polonia.
3. Menjelaskan peranan Kantor Resor Imigrasi Polonia terhadap imigran ilegal status
pengungsi di kota Medan.
Selain memberikan tujuan yang sesuai dengan di atas, diharapkan dari kajian ini
menyumbangkan manfaat sebagai berikut:
1. Menambah literatur penelitian untuk lembaga akademis khususnya dalam bidang kajian
keimigrasian di Indonesia.
2. Memperkaya pengetahuan masyarakat tentang peranan Kantor Resor Imigrasi Polonia
3. Memperluas wawasan penulis mengenai Peranan Kantor Resor Imigrasi Polonia terhadap
imigran ilegal di Kota Medan.
1.4 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini selain melakukan penelitian lapangan juga kepustakaan dengan
menggunakan beberapa buku dan laporan. Penulisan karya ilmiah merupakan sebuah
rangkaian yang saling berkaitan dengan menggunakan refrensi yang berhubungan. Penulis
mengunakan beberapa buku panduan dasar dalam penelitian ini. Pertama, Rahmadhan K.H
dan Abrar Yusra dalam bukunya yang berjudul, “Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia,”
menjelaskan perjalanan panjang sejarah imigrasi Republik Indonesia. Rahmadhan K.H dan
Abrar Yusra menerangkan perkembangan kebijakan keimigrasian dari awal berdiri, struktur
organisasi, pengaturan lalu lintas keimigrasian, pengaturan pengawasan orang asing,
pelayanan kepada masyarakat yang melakukan perjalanan ke luar negeri, pergantian
kepemimpinan keimigrasian. Buku Rahmadhan K.H dan Abrar Yusra ini sejalan dengan
fakta sejarah yang diperoleh dari penelitian di lapangan dalam menjelaskan perjalanan
sejarah keimigrasian di Indonesia. Perkembangan dan tantangan yang dihadapi pada masa
kolonial Belanda, kolonial Jepang, kemerdekaan, Republik Indonesia Serikat, Orde Lama
dan Orde Baru. Hal ini menambah wawasan penulis dalam melakukan penulisan skripsi.
Kedua, Iman Santoso, dalam bukunya yang berjudul, “Perspektif Imigrasi dalam
Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional.” Buku ini memaparkan imigrasi
membawa pengaruh positif bagi yang melakukan karena bertujuan mencari tempat yang
meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan teknologi modernisasi serta peranan keimigrasian
terhadap ketahanan nasional. Selain dampak positif terdapat juga dampak negatif, seperti
imigran ilegal mengakibatkan munculnya penyelundupan dan penjualan manusia. Berbagai
aspek negatif ini dapat mempengaruhi pola kehidupan dan tatanan sosial budaya serta
ketahanan nasional. Buku Iman Santoso ini sesuai dengan kondisi penelitian di lapangan
dalam memberikan pengaruh imigrasi baik secara positif maupun negatif dalam ekonomi
dan ketahanan nasional Indonesia.
Ketiga, Muhammad Indra, dalam disertasinya berjudul, “Perspektif Penegakan
Hukum dalam Hukum Keimigrasian Indonesia.” Disertasi ini mengungkapkan bahwa
kegiatan imigrasi merupakan fenomena yang terjadi di tengah masyarakat yang tidak dapat
dihindari dan berkembang pesat sejalan dengan keberadaan serta perkembangan manusia di
berbagai belahan dunia. Muhammad Indra memaparkan hukum yang berlaku dalam
keimigrasian di Indonesia dan pelaksanaannya. Hal ini sesuai dengan keadaan di lapangan
untuk menjelaskan undang-undang yang berlaku dalam keimigrasian di Indonesia dan
membantu penulis dalam penelitian.
Keempat, Mohammad Said dalam buku yang berjudul, “Koeli Kontrak Tempoe
Doeloe Dengan Derita Dan Kemarahannya.” Beliau mengutarakan bahwa perkembangan
perkebunan yang pesat di Sumatera Timur yang didirikan oleh Jacobus Nienhuys
membutuhkan buruh untuk meningkatkan produksi jualnya. Maka didatangkan buruh
perkebunan dari negara lain seperti Cina dan India oleh Kolonial Belanda. Berjalannya
waktu imigran menjadi penduduk tetap di Sumatera Utara. Masyarakat Cina dan India
ini. Buku ini memberi pemahaman imigrasi di Sumatera Timur terjadi karena dibukanya
perkebunan. Buku ini sesuai dengan fakta sejarah yang digali dari penelitian di lapangan
dalam menerangkan peristiwa sejarah imigran datang ke Sumatera Utara.
Kelima, Sihar Sihombing, dalam bukunya yang berjudul, “Hukum Keimigrasian,”
menceritakan tentang hukum keimigrasian secara tepat. Buku ini menyatakan bahwa
keimigrasian merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji dari segi kedatangan warga
asing yang semakin banyak. Buku ini sejalanan dengan kondisi penelitian di lapangan dalam
memahami sejarah hukum imigrasi yang ditelah dimulai dari zaman penjajahan sampai
reformasi dilengkapi dengan undang-undang yang berlaku dipaparkan dengan singkat dan
jelas. Buku ini memberikan arahan tentang latar belakang yang terjadi dalam keimigrasian di
Indonesia melalui sejarah perkembangan peraturan-peraturan keimigrasian kepada penulis di
dalam mengerjakan skripsi ini.
Keenam, International Organization for Migration (IOM) dalam bukunya yang
berjudul, “Buku Petunjuk Bagi Petugas dalam Rangka Penanganan Kegiatan
Penyelundupan Manusia dan Tindak Pidana yang Berkaitan dan Penyelundupan Manusia.”
Buku ini menjelaskan tindakan petugas kepolisian dan imigrasi dalam menangani imigran
ilegal, penyelundupan manusia, buku ini juga memaparkan peraturan hukum serta
undang-undang yang berlaku menangani imigran ilegal dan penyelundupan manusia. Buku ini sesuai
dengan fakta yang didapat dari penelitian di lapangan dalam penerapan peraturan yang
terjadi di lapangan terkait penanganan imigran ilegal di Indonesia.
Penelitian ilmiah haruslah menggunakan metode penelitian, salah satunya metode
sejarah yang sangat penting. Metode sejarah ialah cara, petunjuk pelaksana, proses, prosedur
atau teknik sistematis dalam penelitian untuk mendapatkan objek penelitian.11 Sistematika
dalam metode sejarah sangat diperlukan peneliti melakukan rekonstruksi peristiwa masa
lampau. Penulisan sejarah deskritif melalui tahap demi tahap, Louis Gottschalk menjelaskan
metode sejarah sebagai proses menguji, menganalisis kesaksian sejarah untuk menemukan
data autentik atau dipercaya.12
Tahap pertama, heuristik atau pengumpulan sumber yang sesuai dan mendukung
dalam penelitian. Metode penelitian ini dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan
(library research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan
dengan mengumpulkan buku, majalah, artikel, skripsi dan karya tulis yang berkaitan dengan
judul penelitian telah didapatkan. Penulis dalam penelitian lapangan melakukan metode
wawancara tidak terstruktur, tetapi wawancara terbuka yaitu dengan mempersiapkan suatu
pedoman wawancara (interview guide) dalam bentuk pertanyaan terbuka. Pertanyaan
disusun sedemikian rupa sehingga informan tidak merasa terbatas dalam memberikan
jawaban. Pengumpulan bahan yang digunakan memerlukan ilmu dukung yang relevan
dengan penelitian ini seperti ilmu sosial yaitu hukum, politik dan sosiologi. Penggunaan
ilmu dukung sosial yang berarti penelitian ini menggunakan pendekatan interdisiplin atau
multidimensional yang memberikan karakteristik ilmiah untuk memandang suatu masalah
dari berbagai dimensi, sehingga pemahaman tentang masalah itu semakin jelas.
Berdasarkan pengertian di atas, Louis Gottschalk
menempatkan empat pokok cara meneliti sejarah, sebagai berikut:
11
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hal. 11. 12
Tahap kedua, verifikasi atau mengkritik sumber yang terdiri dari dua tahap, yaitu
kritik eksternal dan internal. Pertama, kritik eksternal merupakan mengkritik berdasarkan
keaslian sumber atau autentik, seperti menilai buku dari ejaan yang digunakan, kertas yang
digunakan sudah sesuai atau tidak dengan tahun diterbitkan dan lain-lainnya. Kedua, kritik
internal sebagai pemilihan sumber berdasarkan kesahihan sumber atau kredibilitas dari segi
material atau isinya, seperti penilaian buku dilihat dari isinya benar atau hanya fiktif belaka.
Tahap ketiga, interpretasi atau penafsiran. Pada tahapan ini data yang diperoleh
dianalisis, sehingga melahirkan suatu analisa yang baru yang sifatnya lebih objektif dan
ilmiah dari objek yang diteliti. Objek kajian yang cukup jauh ke belakang serta minimnya
data dan fakta yang ada membuat interpretasi menjadi sangat vital dan dibutuhkan
keakuratan serta analisis yang tajam agar mendapatkan fakta sejarah yang objektif.
Tahap terakhir, historiografi atau penulisan yakni penyusunan kesaksian yang dapat
dipercaya menjadi satu kisah atau kajian yang menarik dan selalu berusaha memperhatikan