• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN KADAR MULTIKOMPONEN CAMPURAN A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENENTUAN KADAR MULTIKOMPONEN CAMPURAN A"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KADAR MULTIKOMPONEN CAMPURAN ASETOSAL, PARACETAMOL, DAN KOFEIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI

ULTRAVIOLET A. TUJ UAN

Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk menentukan kadar multikomponen campuran asetosal, paracetamol, dan kofein secara spektrofotometri ultraviolet.

B. LANDASAN TEORI

Ilmu kimia analisis saat ini memiliki tantangan dalam pengembangan metode untuk analisisnya dengan bantuan sejumlah teknik analisis yang tersedia untuk penilaian terhadap obat dan kombinasinya. Analisis monitoring produk farmasi atau kandungan spesifik di dalam suatu produk diperlukan untuk memastikan keamanan dan efisiensinya, termasuk penyimpanan, distribusi, dan pennggunaannya (Kondawar, dkk., 2011).

Obat yang bersifat analgesik (penahan rasa sakit/ nyeri) dan antipiretik (penurunan panas/demam) adalah obat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena obat ini dapat berkhasiat untuk menyembuhkan demam, sakit kepala, dan rasa nyeri. Umumnya obat yang bersifat analgesik dan antipiretik mengandung zat aktif yang disebut asetaminofen atau lebih dikenal dengan nama paracetamol. Obat ini beredar di masyarakat dalam berbagai macam sediaan, yaitu dalam sediaan tablet, kaplet, kapsul, sirup, dan serbuk (Rachdiati et al, 2008).

(2)

enderoperoksida siklik. Ederoperoksida siklik merupakan prazat dari prostaglandin yang terlibat dalam terjadinya nyeri dan demam serta reaksi-reaksi radang (Rachdiati et al, 2008).

Kofein (1,3,7-trimetil xantin) merupakan salah satu drivat xantin yang mempunyai daya kerja sebagai stimulant sistem saraf pusat, stimulant obat jantung, relaksasi otot polos, dan meningkatkan dieresis, dengan tingkatan yang berbeda. Efek kofein dapat meningkat apabila berinteraksi dengan beberapa jenis obat, antara lain obat asma (epinefrin/teofilin), pil KB, antidepresan, antipsikotika, simetidin. Akibatnya mungkin terjadi kofeinisme disertai gejala gelisah dan mudah terangsang, sakit kepala, tremor, pernapasan cepat, dan insomnia. Orang yang minum minuman mengandung kofein dapat menghilangkan rasa letih, lapar, mengantuk (Hartono, 2009).

Adannya kandungan kofein dalam obat yang mengandung paracetamol berfungsi sebagai zat pembantu yang mempercepat kerja paracetamol dengan cara mempercepat kerja jantung, di mana kerja janung berbanding lurus dengan peredaran darah dan penyerapan paracetamol di dalam tubuh (Rachdiati et al, 2008).

(3)

diperoleh dari spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut, yang kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan. Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena peruubahan pH. Jika berubah, bagaimana perubahannya apakah dari batokromik ke hiposkromik, dan sebagainya; obat-obat yang netral misalnya kofein, kloramfenikol, atau obat-obat yang berisi auksukrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin, dan pensilidin (Gandjar dan Rohman, 2007).

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan, diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/ radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Gandjar dan Rohman, 2007).

(4)

yaitu: sinar yang digunakan dianggap monokromatis, penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang sama, senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi, dan indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan. Analisis kuantiatif dengan metode spektrofotometri UV-Vis dapat digolongkan atas tiga macam pelaksanaan pekerjaan, yaitu : (1) analisis zat tunggal atau analisis satu komponen; (2) analisis kuantitatif campuran dua macam zat atau analisis dua komponen; dan (3) analisis kuantitatif campuran tiga macam zat atau lebih (analisis multi komponen) (Gandjar dan Rohman, 2007).

(5)

gelombang akan kecil sekali ketika menggunakan panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri derivatif atau metode kurva turunan adalah salah satu metode spektrofotometri yang dapat digunakan untuk analisis campuran beberapa zat secara langsung tanpa harus melakukan pemisahan terlebih dahulu walaupun dengan panjang gelombang yang berdekatan. Penggunaan spektrofotometri derivatif sebagai alat bantu analisis meningkat seiring dengan perkembangan dunia elektronik yang pesat terutama teknologi mikrokomputer dalam tiga puluh tahun terakhir. Akhir-akhir ini penggunaan spektrofotometri derivatif makin mudah dengan meningkatnya daya pisah instrumen analitik yang dilengkapi mikrokomputer dengan perangkat lunak yang sesuai sehingga mampu menghasilkan spectra derivatif secara cepat. Fasilitas ini memungkinkan analisis multikomponen dalam campuran yang spektranya saling tumpang tindih (Nurhidayati, 2007).

(6)
(7)

C. ALAT DAN BAHAN 1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain : • Botol Semprot

• Erlenmeyer • Lumpang dan Alu • Filler

• Pipet Volume • Timbangan Analitik • Gelas Kimia

• Corong • Cawan Petri • Batang Pengaduk • Spektrometer UV • Sendok Tanduk • Labu Takar 2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain : • Aquades

• Bahan obat murni (Asetosal, Paracetamol, dan Kofein) • Sediaan Obat (Poldanmig)

(8)

D. PROSEDUR KERJ A

1. Pembuatan Lar utan Standar

2. Penentua n λmax Larutan Standar

- Dimasukkan ke dalam kuvet (sel sampel) dan kuvet lain berisi pelarut tanpa bahan obat (blanko)

- Diukur absorbansi larutan standar dengan konsentrasi yang paling tertinggi terhadap sel blanko menggunakan spektrofotometer UV - Digunakan panjang gelombang tertinggi

sebagai λmax.

Hasil Pengamatan . . . ?

Bahan Obat Murni (Asetosal, Paracetamol, dan Kofein

- Ditimbang masing-masing 1 gram - Dilarutkan dengan beberapa tetes etanol - Diencerkan dengan akuades dalam labu takar

100 mL

- Digojok hingga larut

(9)

3. Penentua n kadar asetosal, par acetamol, dan kofein dalam sediaan Serbuk Poldanmig

- Ditimbang sebanyak 0,1 mg - Dilarutkan sampai 100 mL etanol

- Diukur absorbansinya pada λ maksimum yang telah ditentukan sebelumnya

- Ditentukan kadarnya menggunakan persamaan kurva standar

(10)

E. HASIL PENGAMATAN

1. Tabel Hasil Pengamatan Asetosal • Larutan Standar

Name WL1[234.6nm] ABS Conc(mg/ml)

1 1poldanmik 1.759 1.759 5.9731

2. Tabel Hasil Pengamatan Par acetamol • Larutan Standar

Name WL1[238.8nm] ABS Conc(mg/ml)

(11)

3. Tabel Hasil Pengamatan Kofein

• Panjang Gelombang Maksimum

λmax = 234,6 nm

ABS

nm Smooth: 0 Deri.: 0

(12)

• Kurva Larutan Standar

b. Par acetamol

• Panjang Gelombang Maksimum

λmax = 238,8 nm

(13)

• Kurva Larutan Standar

c. Kofein

• Panjang Gelombang Maksimum

λmax = 284,8 nm

(14)

• Kurva Larutan Standar A B S

m g / m l

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0

0 .0 0 .5 1 .0 1 .5 2 .0 2 .5 3 .0 3 .5 4 .0 4 .5 5 .0

S td . C a l. P a ra m e te rs

K 1 : K 0 :

R : R 2 :

5 8 5 .5 2 3 3 1 .0 9 3 3

(15)

F. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan penentuan kadar multikomponen campuran asetosal, paracetamol, dan kofein dalam suatu sediaan obat, yaitu poldanmik dengan menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet. Paracetamol merupakan salah satu obat yang diguanakan sebagai obat antipiretik (menurunkan panas) dan analgesik (menghilangkan nyeri). Paracetamol sebagian besar, yakni sekitar 95% mengalami proses metabolisme di hati, sehingga tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita yang memiliki gangguan fungsi hati dan ginjal, glaukoma, hipertrofi prostat, hipertiroid, retensi urin, serta seseorang yang mengkonsumsi alkohol karena dapat meningkaatkan resiko kerusakan hati dan ginjal.

Adapun kadar suatu obat dalam suatu sediaan farmasi mempengaruhi efek terapi yang diharapkan, namun juga kadar yang tidak sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan pada suatu senyawa obat tertentu juga dapat berefek buruk, baik ditunjukkan dengan timbulnya efek samping yang tidak diharapkan ataupun timbulnya efek toksisitas. Kadar atau konsentrasi paracetamol dalam berbagai jenis merk obat generik yang dijual di pasaran umumnya sama, yakni 500 mg, sedangkan asetosal sebesar 500 mg 3 kali sehari sebagai antinyeri dan 1 gram setelah makan 3-4 kali sehari sebagai antiradang. Penggunaan kofein sebagai adjuvant bersama dengan analgetika sebesar 5 mg sekali, bersama ergotamine pada migraine 100 mg.

(16)

menggunakan alkohol. Digunakan pelarut alkohol karena bahan-bahan obat tersebut, memiliki sifat kelarutan yang sukar larut dalam air dan mudah larut dalam etanol. Setiap bahan obat masing-masing dibuat variasi konsentrasi sebesar 2 mg/ml, 4 mg/ml, 6 mg/ml, 8 mg/ml, dan 10 mg/ml yang diukur absorbansinya pada spektrofotometri ultra violet dengan panjang gelombang maksismum yang berbeda-beda pada setiap senyawa.

Struktur masing-masing senyawa obat digambarkan sebagai berikut :

(Paracetamol) (Kofein) (Asetosal)

(17)

paracetamol memiliki panjang gelombang maksimum 238,8 nm, dan kofein sebesar 284,8 nm. Penentuan panjang gelombang maksimum berdasarkan panjang gelombang yang ditunjukkan saat pengukuran absorbansi masing-masing larutan standar dengan perlakuan konsentrasi yang paling tertinggi, yaitu 10 mg/ml. Grafik dari pengukuran panjang gelombang maksimum untuk senyawa asetosal, paracetamol, dan kofein masing-masing dapat dilihat pada grafik hasil pengamatan di atas.

Pertimbangan penggunaan panjang gelombang maksimum dalam pengukuran absorbansi ialah karena pada panjang gelombang maksimum, kepekaan larutan sampel yang diidentifikasi juga lebih maksimal dibanding pada panjang gelombang yang lain, sehingga pengukuran pada senyawa yang dimaksudkan dalam larutan sampel tidak dipengaruhi oleh komponen lain yang juga terdapat dalam sampel. Di samping itu, pada panjang gelombang maksimum, pembacaan absorbansi sampel dapat memenuhi hukum Lamber-Beer yang digunakan sebagai dasar dalam perhitungan matematis dengan menggunakan alat spektrofotometer.

(18)

terbalik dengan nilai konsnetrasinya dan absorbansi kofein berbanding lurus dengan konsentrasi yang digunakan. Hasil yang diperoleh pada senyawa asetosal dan protein berbeda dengan teori yang diketahui, bahwa semakin besar konsentrasi, maka nilai serapan (absorbansi) juga semakin besar. Perbedaan hasil pengukuran mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya kurang larutnya senyawa asetosal dan parasetamol yang digunakan saat pengenceran larutan standar dilakukan, sehingga mempengaruhi kadar senyawa yang terlarut.

Dari kurva baku yang diperoleh dari masing-masing larutan standar yang digunakan, yaitu asetosal, parasetamol, dan kofein menunjukkan persamaan regresi yang berbeda-beda. Senyawa asetosal pada λmax = 234,6 nm menunjukkan absorbansi asetosal sebesar 1,759 dan nilai konsentrasi asetosal dalam campuran obat sebesar 5,9371 mg/ml.

Hal yang sama juga dilakukan dalam pengukuran kadar pada senyawa parasetamol. Dengan menggunakan λmax = 238,8 nm, diperoleh absorbansi paracetamol, yaitu 1,576 konsentrasinya dalam campuran obat sebesar 9,4377 mg/ml.

(19)

G. KESIMPULAN

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Gandjar, Prof. Dr. Ibnu Gholib, DEA., Apt dan Abdul Rohman, M. Si., Apt. 2007.

Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar. Yogyakarta (Hal : 240- 241,

243-256).

Hartono, Elina. 2009. Penetapan Kadar Kofein dalam Biji Kopi Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Biomedika. Vol.2 (1). Surakarta. Kondawar, M.S., R.R. Shah, J. J. Waghmare, N. D. Shah, M. K. Malusare. UV

Spectrophotometric estimation of Paracetamol and Lornoxicam in Bulk drug and Tablet dosage form using Multiwavelength method.

International Journal of PharmTech Research. Vol. 3 (3). Maharashtra.

India.

Nurhidayati, Liliek, 2007, Spektofotometri Derivatif dan Aplikasinya dalam Bidang Farmasi. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 5 (2). Jakarta Selatan.

Referensi

Dokumen terkait

Kombinasi Tapak Liman dan Patikan Kebo pada dosis 36 mg/kg BB mempunyai efek analgesik yang sama dengan larutan asetosal dosis 80 mg/kg BB, sedangkan kombinasi dosis 108 mg/kg BB

Diambil dari larutan tersebut 0,5 mL dimasukkan ke dalam labu tentuukur 10 mL dicukupkan dengan pelarut campuran dapar fosfat pH 7,2-etanol (91:9).. Larutan diukur pada

Kitosan CuO yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam kolom, lalu ditambahkan dengan 50 mL larutan standar Fe, Zn dan Cr dengan konsentrasi 5

Larutan standar glukosa 100 ppm dibuat dengan mengambil larutan induk glukosa 1000 ppm sebanyak 10 mL, kemudian diencerkan dalam labu takar 100 mL dengan akuades hingga

Ditimbang rata-rata 10 tablet papaverin HCl digerus sampai halus, kemudian timbang sebanyak 200 mg masukkan ke dalam corong pisah, tambahkan 25 mL fasa

Dalam percobaan ini, digunakan paracetamol murni sebagai larutan standar dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% yang diukur absorbansinya kemudian dibandingkan dengan

Konsentrasi EDTA yang digunakan dapat mempengaruhi penentuan kadar Mg, karena besar konsentrasi tersebut sama dengan berat larutan logam tersebut yang nantinya akan

Pada penetapan kadar asetosal yang terdapat bersama-sama dengan hasil uraiannya(asam salisilat dan asam asetat), yaitu sebanyak 10 ml asetosal hasil dari