• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Mengenai Perlindungan Terhadap Pekerja/Buruh Khususnya Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tinjauan Yuridis Mengenai Perlindungan Terhadap Pekerja/Buruh Khususnya Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KESELLAMATANN DAN KESSEHATANN KERJA (KK3)

Melenggkapi Sebag

na Memperoleh Derajat Sarjana S1

da Fakultass Hukum

Maret Suraakarta

:

PHIA IKHRROMI

008105

HUKUM

BELAS MAARET

ARTA

(2)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERLINDUNGAN TERHADAP

PEKERJA/BURUH KHUSUSNYA PROGRAM

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Oleh :

Al Drieagni Sophia Ikhromi

NIM : E0008105

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Juli 2012

Dosen Pembimbing Skripsi

Purwono Sungkowo Raharjo, S.H. NIP. 196106131986011001

(3)

commit to user PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERLINDUNGAN TERHADAP

PEKERJA/BURUH KHUSUSNYA PROGRAM

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

Oleh :

Al Drieagni Sophia Ikhromi

NIM.E. 0008105

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari: Kamis

Tanggal : 19 Juli 2012

DEWAN PENGUJI

1. Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. : ... Ketua

2. Rahayu Subekti, S.H., M.Hum. : ... Sekretaris

3. Purwono Sungkowo Raharjo, S.H. : ... Anggota

Mengetahui,

Dekan

Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.

NIP 195702031985032001

(4)

commit to user PERNYATAAN

Nama : Al Drieagni Sophia Ikhro

NIM : E0008105

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA/BURUH KHUSUSNYA PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)” adalah betul-betul karya sendiri.Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.Apabila kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juli 2012

yang membuat pernyataan

Al Drieagni Sophia Ikhromi

NIM. E0008105

(5)

commit to user

ABSTRAK

Al Drieagni Sophia Ikhromi. 2012. E0008105. TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA/BURUH KHUSUSNYA PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan hukum inibertujuan untuk mengetahui apakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mampu memberikan perlindungan hukum bagi pekerja khususnya dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Penulisan hukum ini termasuk penelitian hukum normatif, bersifat preskiptif dengan menggunakan sumber bahan hukum, baik yang berupa bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan cara studi kepustakaan dan cyber media.Dalam penulisan hukum ini, penulis menggunakan analisis dengan metode deduksi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis diperoleh bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 belum mampu memberikan perlindungan mengenai keselamatan dan kesehatan bagi pekerja, karena dalam kedua undang-undang tersebut belum memberikan pengaturan mengenai batasan pengertian yang jelas mengenai keselamatan kerja maupun kesehatan kerja, sanksi yang tegas atas pelanggaran terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta standar pelaksanaan keselamatan dan kesehatan. Namun terdapatnya harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai kewajiban pengusaha yang memberikan perlindungan hukum walau belum terdapat harmonisasi sanksi antara peraturan perundang-undangan yang mengatur K3.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan referensi bagi pemerintah untuk merevisi undang-undang yang lama yang hanya mengatur keselamatan kerja sehingga perlu juga mengatur kesehatan kerja sesuai dengan perkembangan industri sehingga mampu memberikan perlindungan bagi pekerja.

Kata Kunci : Perlindungan Terhadap Pekerja, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan

(6)

commit to user

ABSTRACT

Al Drieagni Sophia Ikhromi. 2012. E0008105. LEGAL REVIEW OF THE PROTECTION OF WORKERS / LABOUR ESPECIALLY IN THE OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY. Faculty of Law Sebelas Maret University.

This study aims to determine whether the Act No. 1 of 1970 on Occupational Safety and Act No. 13 of 2003 on Employment have been able to provide legal protection for workers, especially in the occupational health and safety. This study uses normative research methods which is prescriptive using legal source materials, including primary legal materials and secondary legal materials. The legal materials collected by library research and cyber media, and analyzed by deductive method.

Based on this study obtained results that the Act No. 1 of 1970 and Act No. 13 of 2003 have not been able to provide safety and health protection for workers, because both of them have not given a correct information regarding the occupational health and safety, tough sanctions for violations of it as well as the implementation of safety and health standards. However, the harmonization of regulation regarding the employer’s obligations to provide legal protection as yet there is harmonization of sanctions between the legislation governing the occupational health and safety.

The results of this study is expected to provide input and reference for the government to revise the old regulation that only regulate occupational safety, so it is also necessary regulate occupational health in accordance with the development of the industry so able to provide protection for workers.

Keywords : protection for workers, the occupational health and safety, harmonization of the regulations

(7)

commit to user MOTTO

“Orang yang tidak pernah melakukan kesalahan, tidak pernah mencoba sesuatu yang baru”

(Albert Einstein)

“Impian mungkin kini hanya sebuah mimpi belaka, namun akan menjadi nyata

apabila mau berusaha meraihnya”

(Al Drieagni Sophia Ikhromi)

“Semua yang terjadi tak perlu disesali karena waktu tak akan

pernah berjalan mundur”

(Al Drieagni Sophia Ikhromi)

(8)

commit to user PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini didedikasikan kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum ini.

2. Bapak Sudakiem dan Ibu Suprapti serta kakak-kakakku tercinta yang selama ini telah memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum ini.

3. Rani, Rizha, Vitri, Intan, Yuni dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu-satu yang telah membantu memberikan motivasi dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum ini. 4. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan

hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa.

5. Almamater tercinta Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(9)

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA/BURUH

KHUSUSNYA PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

(K3)”.

Penulisan hukum ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan hukum ini membahas tentang apakah perlindungan hukum yang diberikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah mampu melindungi pekerja. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis dengan besar hati akan menerima segala masukan yang dapat memperkaya pengetahuan penulis di kemudian hari.

Dengan selesainya penulisan hukum ini maka dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya dalam penulisan hukum ini :

1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penyusunan penulisan hukum ini.

3. Bapak Purwono Sungkowo Raharjo, S.H. yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan penulisan hukum ini.

4. Bapak Sugeng Praptono, S.H.,M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran dan nasihat kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang dengan keikhlasan dan kemuliaan hati telah meberikan bekal ilmu

(10)

commit to user

kepada penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak dan Ibu di Bagian Akademik, Bagian Kemahasiswaan, Bagian Tata Usaha dan Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya penulisan hukum ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan Bapak, Ibu, rekan-rekan menjadi amalan dan mendapat balasan kebaikan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Demikian, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

Surakarta, Juli 2012 Penulis

Al Drieagni Sophia Ikhromi

(11)

commit to user DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... .. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR SKEMA ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Kerangka Teori ... 14

1. Tinjauan Umum tentang Teori Efektifitas Peraturan Perundang-Undangan ... 14

2. Tinjauan Umum tentangPembentukan Peraturan Perundang-Undangan ... 17

3. Tinjauan Umum tentang Hukum Ketenagakerjaan ... 18

4. Tinjauan Umum tentangHubungan Kerja ... 21

5. Tinjauan Umum tentang Keselamatan Kerja .... 36

6. Tinjauan Umum tentang Kesehatan Kerja ... 43

(12)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran ... 50 BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Perlindungan Hukumyang Diberikan oleh

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Terhadap Pekerja Khususnya

tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 52 B. Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan

Mengenai Kewajiban Pengusaha Dalam Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Beserta Sanksi ... 67 BAB IV. SIMPULAN DAN SARAN ... 75 A. Simpulan ... 75 B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR SKEMA

(14)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur yang merata baik meteriil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, pekerja/buruh mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan nasional.

Sesuai dengan peranan dan kedudukan pekerja diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas pekerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan pekerja/buruh dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Pekerja mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dituntut untuk bekerja.

Seseorang bekerja bukan sekedar untuk memperoleh sesuatu berupa (uang, harga diri, kebanggaan, prestasi) tetapi adalah proses belajar dan proses yang harus dilaluinya untuk mencapai misi hidupnya. Sedangkan bekerja pada orang maksudnya adalah bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah dan mengutusnya karena ia harus tunduk dan patuh pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut.

Dalam segala usaha yang dijalankan setiap perusahaan tertentu mempunyai tujuan tentang yang ingin dicapai secara efisien yaitu dengan sejumlah biaya operasional tertentu yang bisa menghasilkan laba yang maksimal untuk melangsungkan hidup dan perkembangan perusahaan tertentu. Segala usaha dilakukan untuk mencapai tujuan diantaranya dengan menggunakan sumber daya manusia yaitu tenaga kerja yang handal dan profesional, sehingga mencapai prestasi kerja yang maksimal juga.

(15)

commit to user

Demikian halnya apabilaperusahaan yang menginginkan agar pekerja lebih efektif dalam melakukan pekerjaan maka diperlukan suatu hubungan timbal-balik antara pekerja dengan pengusaha. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan dan memberi rangsangan kepada pekerja, agar pekerja mau bekerja dengan segala daya dan upaya sehingga tugas dan kewajiban yang diberikan dapat terlaksana dengan baik. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah faktor yang berhubungan dengan pekerja itu sendiri maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijaksanaan perusahaan secara keseluruhan, misalnya: jaminan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), lingkungan kerja, disiplin, pendidikan, ketrampilan, penghasilan, teknologi, kesempatan berprestasi dan lain-lain.

Pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapinya dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin. Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan pekerja, yang dalam praktik sehari-hari berguna untuk mempertahankan produktivitas dan kestabilan perusahaan (Zainal Asikin dkk. 2008: 95-96).

Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.(http://septa-ayatullah.blogspot.com/2009/04/budaya-keselamatan-dan kesehatan kerja.html).

(16)

commit to user

sakit atau kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang meninggal dua kali lebih banyak dibandingkan wanita, karena mereka lebih mungkin melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan kecelakaan di tempat kerja telah menewaskan 350.000 orang ( T. Lestari dan Erlin Trisyulianti. Hubungan Keselamatan dan Kesehatan (K3) dengan Produktivitas Kerja (Studi Kasus: Bagian Pengolahan PTPN VIII Gunung

Mas, Bogor) http://journal.ipb.ac.id/index.php/jmanajemen/article/viewFile/1601/664).

Tingginya angka kecelakaan kerja baik tingkat kekerapan maupun tingkat keparahannya menjadi salah satu faktor yang meningkatkan biaya produksi dan menyebabkan kerugian secara ekonomi. Laporan ILO tahun 2008 menyatakan bahwa tiap tahun diperkirakan 1,2 juta jiwa pekerja meninggal karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja sementara kerugian ekonomi akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja mencapai 4 persen dari pendapatan perkapita tiap negara (Metronews. Menakertrans: Penerapan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Belum Memadai.http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/10/07/67366/Menak

ertrans-Penerapan-Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja).

Di Indonesia, selama tahun 2010 Jamsostek mencatat terjadi kasus kecelakaan kerja sebanyak 98.711 kasus dan sebanyak 2.191 tenaga kerja meninggal dunia dari kasus-kasus kecelakaan tersebut dan 6.667 orang mengalami cacat permanen. "Diyakini masih banyak kecelakaan kerja yang tidak dilaporkan, sehingga data kecelakaan di atas merupakan phenomena (Metronews. Menakertrans: Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Belum Memadai.

http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/10/07/67366/Menakertrans-Penerapan-Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja).

(17)

commit to user

Jamsostek menunjukan angka kecelakaan kerja masih tinggi, bahkan cenderung meningkat, baik untuk angka total kasus kecelakaan kerja maupun biaya yang dikeluarkan untuk klaim tersebut. Pada tahun 2010, jumlah klaim yang harus dibayarkan untuk kasus-kasus tersebut

mencapai lebih dari Rp 400 milyar (http://www.metrotvnews.com/read/news/2011/10/07/67366/Menakertrans

Penerapan-Kesehatan-dan-Keselamatan-Kerja).

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi. menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

Di Indonesia, kewajiban untuk melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja telah diatur dalam undang-undang dan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), yang menjamin perlindungan pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Undang-undang dan peraturan K3 mengatur dengan jelas tentang hak dan kewajiban pengusaha, hak dan kewajiban pekerja, syarat-syarat keselamatan kerja serta sistem manajemen K3.

(18)

commit to user

jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur pengupahan serta kesejahteraan bagi para pekerja. Mengingat faktor keselamatan sangat terkait dengan kesehatan maka pada tahap selanjutnya kegiatan keselamatan kerja menjadi keselamatan dan kesehatan kerja atau disingkat dengan K3. Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-Undang, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan keselamatan dan kesehatan kerja dan Peraturan Menteri yang terkait.

Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlakutahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satuprasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang danjasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasukbangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkanperlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi IndonesiaSehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yangpenduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperolehpelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memilikiderajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Erna Tresnaningsih. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan.http://www.depkes.go.id/downloads/Kesehatan%20Kerja%20di%

20Labkes.PDF).

(19)

commit to user

dan lingkungan. Pentingnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi pekerja di tempat kerja adalah segala upaya untuk mengendalikan risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dan menuangkannyadalam penulisan hukum dengan judul “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERLINDUNGAN TERHADAP

PEKERJA/BURUH KHUSUSNYA PROGRAM KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA (K3)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, serta agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka permasalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan danUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dapat memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja khususnya keselamatan dan kesehatan?

2. Apakah sudah dilakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai kewajiban pengusaha dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja beserta sanksi sehingga dapat melindungi pekerja?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian sangat berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai, dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti sehingga mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Maka dalam penulisan hukum ini, penulis memiliki tujuan yaitu:

1. Tujuan Objektif

(20)

commit to user

2003 tentang Ketenagakerjaan telah mampu memberikan perlindungan hukum bagi pekerja khususnya dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

b. Untuk mengetahui apakah sudah dilakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai kewajiban pengusaha dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja beserta sanksi sehingga dapat melindungi pekerja.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk menambah wawasan penulis dalam bidang Hukum Administrasi Negara (HAN) terutama yang berkaitan dengan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan bagi para tenaga kerja dalam melaksanakan kewajiban kerja.

b. Untuk menerapkan konsep-konsep ataupun teori-teori hukum yang diperoleh penulis selama masa perkuliahan dalam mendukung penulisan hukum ini.

D. Manfaat Penelitian

Dalam melaksanakan sebuah penelitian hukum diharapkan memberikan suatu manfaat yang berguna bagi semua pihak.Penulis berharap bahwa kegiatan penelitian hukum ini dapat bermanfaat baik bagi penulis, orang lain dan juga bagi bidang ilmu yang diteliti. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan perkembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negarapada khususnya.

b. Diharapkan penulisan ini dapat memberikan referensi tambahan di bidang hukum tentang Hukum Ketenagakerjaan khususnya mengenai pelaksanaan dan pengaturan mengenai program keselamatan dan kesehatan kerja.

(21)

commit to user 2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang memerlukan pengetahuan hukum yang terkait dengan permasalahan yang dikaji.

b. Penelitian hukum ini diharapkan dapat menjadi wahana bagi penulis mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :35). Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul.Oleh karena itulah, penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya atas isu yang diajukan (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :41).

Masalah pemilihan metode penelitian menjadi masalah yang sangat penting dan menentukan dalam suatu penelitian, karena nilai, mutu, dan hasil penelitian sangat bergantung dan ditentukan oleh metode penelitian yang digunakan.Peneliti harus cermat dalam memilih dan menggunakan metode penelitian, agar hasil penelitian sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.

Berdasar uraian diatas maka untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam penulisan hukum ini, metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

(22)

commit to user

penelitian hukum yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian doktrinal adalah suatu penelitian hukum yang bersifat perskriptif bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 33).

2. Sifat Penelitian

Penelitian hukum ini bersifat preskriptif dan teknis atau terapan. Sifat preskriptif disini dapat diartikan bahwa penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum. Sedangkan sifat teknis atau terapan menggambarkan bahwa penelitian ini menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksnakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 22). Sifat preskriptif dalam penelitian ini tercermin ketika penulis mempelajari konsep hukum dan norma hukum yang berkaitan dengan perlindungan terhadap pekerja khususnya program keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

3. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach),pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2006 :93).

(23)

commit to user perlindunganterhadappekerjakhususnya programkeselamatandankesehatankerja. 4. Jenis Bahan Hukum

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang artinya mempunyai otoritas.Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.Sedangkan bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 141).

5. Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah :

1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;

2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat;

4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

5) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

(24)

commit to user

7) Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi Dan Koperasi Republik Indonesia Nomor: PER.03/MEN/1978 tentangPersyaratan Penunjukan Dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan Kerja Dan Ahli Keselamatan Kerja;

8) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No: PER.03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja; 9) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor :

PER.03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan;

10) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-01/MEN/I/2007tentang Pedoman Pemberian Penghargaan KeselamatandanKesehatan Kerja;

11) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor: PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku referensi, jurnal-jurnal hukum yang terkait, dan media massa yang mengulas tentang perlindungan terhadappekerja khususnya keselamatan dan kesehatan kerja.

6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengumpulkan bahan hukum yaitu:

a) Studi Kepustakaan (Library Research)

(25)

commit to user b) Cyber media

Pengumpulan data melalui internet dengan cara melalui e-mail

dan download berbagai artikel yang berkaitan dengan perlindungan

terhadap pekerja khususnya program keselamatan dan kesehatan kerja.

7. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deduksi. Metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor kemudian diajukan premis minor. Peter Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion(Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 47).

Dalam penelitian ini, sumber hukum yang diperoleh dengan cara menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir yaitu dengan menarik kesimpulan dari sumber hukum yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat menjawab mampu atau tidaknya peraturan perundang-undangan yang ada memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, penganalisaan, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

(26)

commit to user

manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab yang kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan menguraikan tinjauan umum. Sedangkan dalam kerangka pemikiran disajikan dalam bentuk bagan, kemudian diikuti dengan deskripsi atas bagan kerangka pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya yaitu apakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja kepada pekerja serta apakah telah ada harmonisasi antara peraturan perundang-undangan yang mengatur kewajiban pengusaha/pengurus dalam perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja

BAB IV: PENUTUP

Penutup adalah bagian akhir dari penulisan hukum ini yang menguraikan secara singkat tentang kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan atas hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

(27)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Teori Efektifitas Peraturan

Perundang-Undangan

Menurut Lawrence Meir Friedman berhasil atau tidaknya Penegakan hukum bergantung pada: Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya Hukum.

Menurut Ni Putu Sawitri Nandari (Ni Putu Sawitri Nandari. Penanggulangan Pelacuran Ditinjau Dari Perspektif Hukum Dan Gender) teori sistem hukum yang mengutip dari Lawrence M. Friedman menyatakan, bahwa sebagai suatu sistem hukum dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup tiga komponen yaitu:

a. legal substance (substansi hukum); merupakan aturan-aturan,

norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun.

b. legal structure (struktur hukum); merupakan kerangka, bagian yang

tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. Di Indonesia yang merupakan struktur dari sistem hukum antara lain; institusi atau penegak hukum seperti advokat, polisi, jaksa dan hakim.

c. legal culture (budaya hukum); merupakan suasana pikiran sistem dan

kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalahgunakan oleh masyarakat.

Dalam penelitian ini, penulis hanya menggunakan salah satu unsur saja dari tiga komponen tersebut yaitu substansi hukum. Hal ini karena penulis lebih akan menekankan pada efektifitas peraturan perundangan-undangan yang khusunya mengatur mengenai keselamatan dan kesehatan

(28)

commit to user

kerja bagi pekerja. Untuk mengukur efektifitas suatu peraturan perundang-undangan di suatu negara, terdapat beberapa pendapat mengenai kualifikasi efektifitas suatu peraturan perundang-undangan bagi masyarakat.

Fuller mengajukan satu pendapat untuk mengukur dan memberikan kualifikasi terhadap sistem hukum yang diletakkan pada delapan asas yang dinamakannya principles of legality, yaitu (Satjipto Raharjo. 2000: 51) : a. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan. Yang

dimaksud adalah, bahwa ia tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc;

b. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan;

c. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut, oleh karena apabila yang demikian itu tidak ditolak, maka peraturan itu tidak bisa dipakai untuk menjadi pedoman tingkah laku. Membolehkan pengaturan secara berlaku surut berarti merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk berlaku bagi waktu yang akan datang;

d. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti;

e. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain;

f. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan;

g. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan sehingga menyebabkan seorang akan kehilangan orientasi;

h. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya sehari-hari.

Berdasarkan uraian di atas, peraturan merupakan hukum yang in abstracto atau generalnorm yang sifatnya mengikat umum (berlaku

(29)

commit to user

oleh Ten Berge yang dikutip oleh Ridwan HR dalam buku Hukum Administrasi Negara, yaitu :

a. Waktu (tidak hanya berlaku pada saat tertentu); b. Tempat (tidak hanya berlaku pada tempat tertentu); c. Orang (tidak hanya berlaku pada orang tertentu);

d. Fakta hukum (tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu, tetapi untuk berbagai fakta hukum yang dapat berulang-ulang, dengan kata lain untuk perbuatan yang berulang-ulang).

Hans Kelsen menganggap bahwa suatu sistem hukum suatu sistempertanggapan dari norma atau kaidah hukum, di mana suatu kaidah hukum tertentuakan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih tinggi derajatnya. HansKelsen mengatakan bahwa kaidah yang merupakan puncak dari sistem pertanggapandinamakan sebagai kaidah dasar atau “Grundnorm”. Grundnorm merupakan semacam bensin yang menggerakan seluruh sistem hukum, menjadi dasar mengapa hukum itu harus dipatuhi dan yang memberikan pertanggungjawaban menagap hukum itu harus dilaksanakan (Satjipto Raharjo. 2000: 274).

Teori Hans Kelsen menegaskan bahwa hukum berdiri sendiri terlepasdari aspek kemasyarakatan yang lain.Teori Hans Kelsen (teori positivisme) menyebutkan kaidah hukum tersebutdiatas sebagai Stufenbou theory yaitu peraturan-peratauran hukum yang berdiri sendiri-sendiri itu

terikat dalam satu susunan kesatuan yang disebabkan karena mereka terikat pada satu induk penilaian etis tertentu (Satjipto Raharjo. 2000: 49).

Sehubungan dengan penelitian hukum, maka digunakan metode pendekatan sinkronisasi untuk untuk mewujudkan landasan pengaturan suatu bidang tertentu yang dapat memberikan kepastian hukum yang memadai bagi penyelenggaraan bidang tersebut secara efisien dan efektif. Penelitian hukum normatif melalui pendekatan sinkronisasi tersebut yaitu: a. Sinkronisasi Hukum Horizontal”Bertujuan untuk menggungkap

(30)

perundang-commit to user

undangan yang sederajat mengenai bidangyang sama” (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003: 74).

b. Sinkronisasi Hukum Vertikal”Bertujuan untuk melihat apakah suatu peraturan perundangan-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan lainnya apabila dilihat dari sudut vertikal atau hierarki peraturan perundang-undangan yang ada”. Hierarki perundang-undangan menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yaitu: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;Undang-Undang/Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-Undang;Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi; dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

2. Tinjauan Umum Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

a. Pengertian Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, “Pembentukan Peraturan undangan adalahpembuatan Peraturan

Perundang-undangan yangmencakup tahapan perencanaan, penyusunan,pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan”.

b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Dalam membentuk Peraturan Perundang-undanganharus dilakukan berdasarkan pada asas PembentukanPeraturan Perundang-undangan yang baik yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yangmeliputi:

(31)

commit to user

2) kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; 3) kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; 4) dapat dilaksanakan;

5) kedayagunaan dan kehasilgunaan; 6) kejelasan rumusan; dan

7) keterbukaan.

Sedangkan Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harusmencerminkan asas sesuai dengan Pasal 6 ayat (1)Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang meliputi:

1) pengayoman; 2) kemanusiaan; 3) kebangsaan; 4) kekeluargaan; 5) kenusantaraan; 6) bhinneka tunggal ika; 7) keadilan;

8) kesamaan kedudukan dalam hukum danpemerintahan; 9) ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

10) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

c. Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan

Dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang berisi:

1) pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuanUndang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;

2) perintah suatu Undang-Undang untuk diaturdengan Undang Undang;

3) pengesahan perjanjian internasional tertentu;

4) tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi;dan/atau 5) pemenuhan kebutuhan hukum dalammasyarakat.

3. Tinjauan Umum Tentang Hukum Ketenagakerjaan

a. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan

(32)

commit to user

beberapa pendapat atau batasan tentang pengertian hukum perburuhan, antara lain:

1) Molenaar

Memberikan batasan pengertian dari arbeidsrechts adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, anatra buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa.

2) Mr. MG Levenbach

Arbeidsrechts sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang

berkenaan dengan hubungan kerja, di mana pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu.

3) Mr N. E. H. Van Esveld

Hukum ketenagakerjaan (arbeidsrecht) tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swa-pekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri. 4) Imam Soepomo

Memberikan batasan pengertian hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian di mana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.

b. Sifat dan Hakikat Hukum Ketenagakerjaan

Ditinjau dari sifatnya, hukum perburuhan dapat bersifat privat/perdata dan dapat pula bersifat publik. Bersifat privat karena mengatur hubungan antara orang-perorangan (pembuatan perjanjian kerja).Di samping bersifat perdata hukum ketenagakerjaan juga bersifat publik (pidana), alasannya adalah:

(33)

commit to user

2) adanya sanksi-sanksi atau aturan-aturan hukum di dalam setiap undang-undang/peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Tujuan campur tangan pemerintah dalam bidang perburuhan adalah untuk mewujudkan perburuhan yang adil, karena peraturan perundang-undangan perburuhan memberikan hak-hak bagi buruh/pekerja sebagai manusia yang utuh, karena itu harus dilindungi baik menyangkut keselamatannya, kesehatannya, upah yang layak dan sebagainya. Selain itu pemerintah juga harus memperhatikan kepentingan pengusaha/majikan yakni kelangsungan perusahaan (Lalu Husni, 2005:12)

Berdasarkan ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Ketentuan ini dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 5 yaitu “setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”. Sedangkan dalam Pasal 6, yaitu “setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari majikan” (Asri Wijayanti, 2010: 8).

(34)

commit to user

beranggapan majikan sebagai herr im haus (seperti anggapan bahwa ini rumahku jadi terserah akan digunakan untuk apa). Majikan dapat dengan leluasa menekan pekerja untuk bekerja terus-menerus terkadang melebihi batas kemampuan pekerja (Asri Wijayanti, 2010:9).

Secara sosial ekonomis kedudukan pekerja tidak bebas. Sebagai orang yang tidak memiliki bekal hidup yang besar, maka ia terpaksa bekerja untuk orang lain. Maka majikan yang pada dasarnya yang menentuka syarat-syarat kerja. Mengingat kedudukan pekerja yang lebih rendah dibandingakan dari majikannya maka hal ini diperlukan adanya campur tangan pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pekerja atau buruh (Asri Wijayanti, 2010: 10).

4. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Kerja

a. Pengertian Hubungan Kerja

Menurut Halili Toha dan Hari Pramono:

hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dengan majikan yang mana hubungan tersebut hendak menunjukkan kedudukan kedua belah pihak yang pada pokoknya menggambarkan hak-hak dan kewajiban buruh terhadap majikan, dan sebaliknya (Halili Toha dan Hari Pramono, 1991: 9).

Menurut Sendjun H. Manulang yang mengutip pendapat Prof. Iman Soepomo dalam buku “Pengantar Hukum Perburuhan” menjelaskan bahwa :

Hubungan kerja adalah hubungan antara buruh dan majikan, yang terjadi setelah diadakan perjanjian kerja oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah (Sendjun H. Manulang, 1995: 63).

(35)

commit to user

perjanjian kerja yang menjadi dasar hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah (Asri Wijayanti, 2010: 36-37):

1) Adanya pekerjaan (arbeid), yaitu pekerjaan bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dengan majikan namun tidak boleh bertentangan dengan peraturan perUndang-Undangan, kesusilaan dan ketertiban umum;

2) Di bawah perintah (gezag ver houding), di dalam hubungan kerja kedudukan majikan adalah pemberi kerja sehingga ia berhak dan berkewajiban untuk membrikan perintah yang berkaitan dengan pekerjaan. Kedudukan buruh sebagai pihak yang melakukan pekerjaan yang diperintahkan oleh majikan. Hubungan antara buruh dan majikan adalah hubungan yang bersifat subordinasi (hubungan yang bersifat vertikal, yaitu atas dan bawah);

3) Upah (loan), pengertian upah berdasar ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah

hak pekerja atau buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan;

4) Waktu (tijd), buruh bekerja untuk waktu yang ditentukan atau waktu tidak tertentu atau selama-lamanya.

b. Subjek Hukum dalam Hubungan Kerja

(36)

commit to user

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membedakan pengertian pengusaha, perusahaan dan pemberi kerja. Adapun pengusaha berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:

1) orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

2) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

3) orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

Sedangkan pengusaha berbeda dengan pemberi kerja. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, “pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Adapun perusahaan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:

1) setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja atau buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain; 2) usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, “pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”. Pemberian perlindungan bagi pekerja menurut Imam Soepomo meliputi lima bidang perburuhan, yaitu (Asri Wijayanti, 2010: 11):

(37)

commit to user

Perlindungan hukum yang dibutuhkan oleh pekerja sebelum ia menjalani hubungan kerja. Masa ini disebut dengan masa pra penempatan atau pengerahan.

2) Bidang hubungan kerja;

Hubungan kerja didahului oleh perjanjian kerja. Perjanjian kerja dapat dilakukan dalam batas waktu tertentu atau tanpa batas waktu. 3) Bidang kesehatan kerja;

Selama menjalani hubungan kerja, pekerja harus mendapat jaminan atas kesehatannya.

4) Bidang keamanan kerja; dan

Adanya perlindungan hukum bagi pekerja atas alat-alat kerja yang dipergunakan oleh pekerja. Dalam hal ini negara mewajibkan kepada pengusaha untuk menyediakan alat keamanan kerja bagi pekerja.

5) Bidang jaminan sosial

Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Dari segi kedudukan, pekerja memiliki kedudukan yang lemah untuk mempertahankan hak-haknya ataupun tujuannya. Maka itu kehadiran organisasi pekerja/organisasi buruh diharapkan agar pekerja tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh pihak pengusaha. Organisasi yang dibentuk buru/pekerja didirikan secara sukarela yang berbentuk: 1) serikat buruh/serikat pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan

oleh dan untuk buruh secara sukarela, berbentuk kesatuan dan mencakup lapangan pekerjaan serta disusun secara vertikal dari pusat sampai unit-unit kerja (basis);

2) gabungan serikat buruh/pekerja adalah suatu organisasi buruh yang anggota-anggotanya terdiri dari serikat buruh/serikat pekerja (Zainal asikin dkk, 2008: 50-51).

(38)

commit to user

federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memiliki anggaran dasar yangsekurang-kurangnya harus memuat :

1) nama dan lambang;

2) dasar negara, asas, dan tujuan; 3) tanggal pendirian;

4) tempat kedudukan;

5) keanggotaan dan kepengurusan;

6) sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan

7) ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

Dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan untuk memberikanperlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagipekerja/buruh dan keluarganya. Dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dankonfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi yaitu :

1) sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial;

2) sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengantingkatannya;

3) sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku;

4) sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya;

5) sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku;

6) sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.

(39)

commit to user

mental dan tanggung jawab yang baik. Menurut prakteknya, pekerja dapat dibagi (Darwan Prinst; 1994: 35-39):

a) Pekerja anak;

b) Pekerja orang muda; c) Pekerja perempuan; dan d) Pekerja dewasa.

Adanya kesulitan untuk mencegah anak di bawah usia 14 (empat belas) tahun untuk bekerja, karena seringkali mereka menjadi penopang ekonomi keluarganya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk mempekerjakan anak yang terpaksa bekerja harus mendapat izin orang tua/wali/pengasuh. Anak yang terpaksa bekerja tidak boleh dipekerjakan di dalam tambang, di kapal sebagai tukang api atau tukang batubara, pekerjaan mengangkat barang-barang berat dan pekerjaan yang berhubungan dengan alat produksi dan bahan-bahan yang berbahaya (Darwan Prinst, 2000: 32-33).

As was noted above, child labour is often tolerated because it is seen as inevitable due to household poverty. However, studies looking at the relationship between rates of child labour and household poverty, often measured using household income, show contrasting results both across and within countries: while some find a positive relationship, others find a negative or insignificant relationship between child labour and poverty rates (International Journal of Educational Development, 2009: 31).

Pengusaha dalam mempekerjakan anak dan orang muda harus pada pekerjaan yang ringan dan harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu:

1) izin tertulis dari orang tua atau wali;

2) perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; 3) waktu kerja maksimum 3(tiga) jam;

4) dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah; 5) keselamatan dan kesehatan kerja;

6) adanya hubungan kerja yang jelas; dan

(40)

commit to user

Dalam memberikan suatu pekerjaan pada anak dan orang muda yang dibawah umur 18 tahun, menurut Pasal 74 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pekerjaan yang terburuk yang boleh dilakukan meliputi:

1) segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;

2) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukkan porno atau perjudian;

3) segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya; dan/atau

4) semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.

Sedangkan menurut Pasal 76 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, untuk pekerja perempuan terdapat pengecualian yang harus ditaati oleh pengusaha, meliputi:

1) pekerja perempuan yang berumur kurang dari delapan belas tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00; 2) pekerja perempuan yang hamil yang menurut keterangan dokter

berbahaya bagi kesehatan dan keselmatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00; 3) apabila mempekerjakan pekerja perempuan antara pukul 23.00

sampai dengan 07.00 wajib memberikan makanan dan minuman bergizi, menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja serta menyediakanangkutan antar jemput.

Pekerja dewasa adalah orang laki-laki atau perempuan yang berusia antara 18 (delapan belas) tahun sampai 55 (lima puluh lima) tahun. Orang demikianlah sesungguhnya yang diharapkan bekerja menjadi tulang punggung keluarga. Pekerja dewasa ini sudah dapat mandiri membuat perjanjian kerja dengan majikan/pengusaha yang mempekerjakannya. Dan dia telah cakap secara hukum untuk mengambil keputusan atau dirinya sendiri. artinya untuk bertindak sebagai subjek hukum dia tidak memerlukan bantuan orang lain lagi (Darwan Prinst, 2000: 35-36).

c. Objek Hukum dalam Hubungan Kerja

(41)

commit to user

kewajiban masing-masing pihak secara timbal balik yang meliputi syarat-syarat kerja atau hal lain akibat peningkatan produktivitas bagi majikan dan upaya peningkatan kesejahteraan oleh buruh. Objek hukum dalam hubungan kerja tertuang di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama atau perjanjian kerja bersama (Asri Wijayanti, 2010: 40).

Dalam perjanjian kerja, baik buruh maupun majikan masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Kewajiban buruh pada umumnya tersimpul dalam hak majikan, sebaliknya juga hak buruh tersimpul dalam kewajiban majikan. Kewajiban buruh diatur dalam Pasal 1603, 1603 a, 1603 b, 1603 c, dan 1603 d Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Dari pasal-pasal tersebut maka beberapa kewajiban buruh adalah (Abdul Rachmad Budiono, 1997: 47-50):

1) Melakukan pekerjaan;

Merupakan kewajiban yang paling utama bagi seorang buruh, hal ini disimpulkan dari bunyi Pasal 1603 KUH Perdata, yaitu: “buruh wajib melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuannya yang sebaik-baiknya. Sekedar sifat dan luasnya pekerjaan yang harus dilakukan tidak dirumuskan dalam perjanjian atau peraturan majikan, maka hal intu ditentukan oleh kebiasaan”. Dalam Pasal 1603 a KUH Perdata disamping itu buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya, artinya tidak boleh diwakilkan oleh orang lain untuk melakukan pekerjaan tersebut, namun ada pekecualian harus terdapat izin dari majikan.

2) Menaati peraturan tentang melakukan pekerjaan; dan

Kewajiban buruh untuk mentaati peraturan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan melakukan pekerjaan sesuai dengan perintah majikan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1603 b, yang berbunyi:

(42)

commit to user

oleh atau atas nama majikan dalam batas aturan perundang-undangan atau perjanjian atau peraturan majikan, atau jika itu ada, kebiasaan.

3) Membayar ganti kerugian dan denda

Apabila perbuatan buruh, baik karena disengaja atau kelalaian menimbulkan kerugian maka ia harus membayar ganti kerugian. Sedangkan apabila buruh melanggar ketentuan dalam perjanjian tertulis atau peraturan majikan maka ia harus membayar denda. Mengenai ganti kerugian tersebut, dalam Pasal 1601 w KUH Perdata menegaskan “bahwa jika salah satu pihak dengan sengaja atau karena kesalahannya berbuat berlawanan dengan salah satu kewajibannya dan kerugian yang karenanya diderita oleh pihak lawan tidak dapat dinilai dengan uang”. Sedangkan pengenaan denda tidak terletak pada materinya melainkan agar memberikan pembinaan kepada buruh, misalnya mengenai kedisiplinan, kebersihan dan kesehatan.

Hak adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang. Demikian juga pekerja/buruh mempunyai hak karena statusnya. Adapun hak-haknya tersebut sebagai berikut (Darwan Prinst, 2000: 22-23):

1) hak mendapat upah/gaji;

2) hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan; 3) hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan

kemampuannya;

4) hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan keterampilan lagi;

5) hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama; 6) hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja; 7) hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah mempunyai masa

(43)

commit to user

8) hak atas upah penuh selama istirahat tahunan;

9) hak atas suatu pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila pada saat diputuskan hubungan kerja ia sudah mempunyai masa kerja sedikit-dikitnya enam bulan terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir, yaitu dalam hal bila hubungan kerja diputuskan oleh majikan/pengusaha tanpa alasan-alasan mendesak yang diberikan oleh buruh/pekerja.

Sedangkan kewajiban umum seorang majikan tercantum dalam Pasal 1602 y KUH Perdata “bahwa seorang majikan wajib melakukan atau tidak melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan sama sepatutnya harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang majikan yang baik”. Beberapa kewajiban yang perlu dilakukan oleh majikan, antara lain (Abdul Rachmad Budiono, 1997: 51-72):

1) Membayar upah;

Tujuan paling utama buruh bekerja adalah untuk mendapatkan upah. Oleh karena itu, disamping kewajiban majikan yang lain, kewajiban paling utamanya adalah membayar upah. Besarnya upah diberikan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan majikan atau perjanjian perburuhan. Penentuan besarnya upah tidak boleh lebih rendahdengan upah minimum yang ada di daerah tempat kerja tersebut.

2) Memberikan cuti; dan

(44)

commit to user 3) Memberikan surat keterangan

Kewajiban lain dari majikan dalah memberikan surat keterangan. Apabila buruh menghendaki, majikan wajib memberikan surat keterangan pada saat hubungan kerja berakhir. Surat keterangan ini berisi tentang sifat pekerjaan yang dilakukan oleh buruh dan lamanya hubungan kerja antara majikan dengan buruh. Jika diperlukan, dalam surat keterangan dapat ditambahkan mengenai cara buruh telah melaksanakan pekerjaannya dan bagaimana hubungan kerja berakhir.

Hak pengusaha adalah sesuatu yang harus diberikan kepada pengusaha sebagai konsekuensi adanya tenaga kerja yang bekerja padanya atau karena kedudukannya sebagai pengusaha. Adapun hak-hak dari pengusaha itu adalah sebagai berikut (Darwan Prinst, 2000: 36-38):

1) boleh menunda pembayaran tunjangan sementara;

2) boleh mengajukan permintaan kepada pegawai pengawas untuk menetapkan lagi jumlah uang tunjangan yang telah ditetapkan, jikalau dalam keadaan selama-lamanya tidak mapu bekerja itu terdapat perubahan yang nyata;

3) berhak untuk mendapat pelayanan untuk memperoleh calon tenaga kerja Indonesia yang akan dikirim ke luar negeri dari Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi;

4) dapat mengajukan keberatan dengan surat kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, apabila permintaan izin atau permintaan untuk memperpanjang waktu berlakunya izin ditolak dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung mulai tanggal penolakan;

5) dapat mengajukan keberatan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi atas pencabutan izin usahanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah keputusan izin usaha dikeluarkan;

(45)

commit to user

7) dapat memperhitungkan upah buruh selama sakit dengan suatu pembayaran yang diterima oleh buruh tersebut yang timbul dari suatu peraturan perundangan/peraturan perusahaan/suatu dana yang menyelanggarakan jaminan sosial ataupun suatu pertanggungan; 8) menjatuhkan denda atas pelanggaran sesuatu hal apabila hal itu

secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan.

d. Bentuk-bentuk Hubungan Kerja

1) Perjanjian Kerja

Menurut Pasal 1601 a KUH Perdata, “perjanjian kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak kesatu (si buruh), mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lainnya, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah”.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, “perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak”.

Syarat-syarat perjanjian kerja pada dasarnya dibedakan menjadi dua, yaitu syarat materiil dan formil. Syarat materiil dari perjanjian kerja berdasarkan ketentuan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tentang Ketenagakerjaan, dibuat atas dasar:

a) kesepakatan kedua belah pihak;

(46)

commit to user

b) kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; Hukum pekerja membagi usia kerja dari anak-anak, orang muda dan orang dewasa. Orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila telah berusia 18 tahun. Maka untuk anak-anak dan orang muda yang belum berusia 18 tahun dapat atau diperbolehkan bekerja asalkan tidak di tempat yang dapat membahayakan jiwa.

c) adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

Semua orang memiliki kebebasan dalam melakukan hubungan kerja asalkan adanya obyek kerja yang jelas.

d) pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Keempat syarat diatas bersifat kumulatif, artinya harus terpenuhi semua sehingga perjanjian tersebut dinyatakan sah. Syarat kemampuan kecakapan dan kemauan bebas kedua belah pihak dalam membuat perjanjian pada hukum perdata disebut syarat subjektif, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan hal itu harus halal disebut syarat objektif. Apabila syarat objektif tidak dipenuhi oleh syarat subjektif, maka akibatnya perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

Selanjutnya syarat formil dalam perjanjian kerja berdasarkan ketentuan Pasal 54 ayat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:

a) nama, alamat perusahaan,dan jenis usaha;

b) nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja/buruh; c) jabatan atau jenis pekerjaan;

d) tempat pekerjaan;

e) besarnya upah dan cara pembayarannya;

f) syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

(47)

commit to user

i) tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 2) Peraturan Perusahaan

Menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 “Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan”. Selain ketentuan-ketentuan syarat-syarat kerja, peraturan perusahaan dapat juga memuat ketentuan-ketentuan mengenai tata tertib perusahaan. Tujuan dari pembuatan peraturan perusahaan adalah untuk mengusahakan perbaikan syarat-syarat kerja dan mempermudah serta mendorong pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama.

Pekerja terikat pada peraturan perusahaan jika dalam pembuatan perjanjian kerja menyetujui secara tertulis mengenai peraturan perusahaan. Adapun agar peraturan perusahaan yang dibuat pengusaha dapat mengikat buruh/pekerja, salah satunya harus dipenuhi ketentuan apabila buruh secara tertulis telah menyetujui peraturan perusahaan tersebut.

Peraturan perusahaan disusun dengan memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Menurut Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, “Peraturan perusahaan sekurang-kurangnya memuat: hak dan kewajiban pengusaha; hak dan kewajiban pekerja/buruh; syarat kerja; tata tertib perusahaan dan jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan”.

(48)

commit to user

melayani. Dalam hal perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama tidak mencapai kesepakatan, maka peraturan perusahaan tetap berlaku sampai habis jangka waktu berlakunya (Lalu Husni, 2005:81).

3) Perjanjian Kerja Bersama

Dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan :

“Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

Adapun manfaat Perjanjian Kerja Bersama adalah sebagai berikut: a) baik pekerja/buruh maupun pengusaha akan lebih mengetahui

dan memahami hak dan kewajibannya masing-masing;

b) mengurangi timbulnya perselisihan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha;

c) membantu ketegangan kerja dan mendorong semangat para pekerja/buruh sehingga lebih tekun, rajin dan produktif dalam bekerja;

d) pengusaha dapat menyusun rencana-rencana pengembangan perusahaan selama masa berlakunya Perjanjian Kerja Bersama; e) dapat menciptakan suasana musyawarah dan kekeluargaan

dalam perusahaan (F.X. Djumialdji, 2008: 72).

Dalam menciptakan keseragaman dalam pembuatan perjanjian kerja bersama (PKB), Menteri Tenaga Kerja melalui Peraturan Menteri No. 01 Tahun 1985 menetapkan tata cara pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama/Perjanjian Kerja Bersama (KKB/PKB) yang ruang lingkup substansi yang diatur, yaitu:

(49)

commit to user

b) ketentuan umum, yang mencakup luas keberlakuan dari peraturan ini berlaku terhadap pihak yang mengadakan termasuk anggota serikat pekerja,seluruh pekerja di perusahaan atau cabang-cabang perusahaan;

c) hal-hal yang berkaiatan dengan pelaksanaan hubungan kerja, seperti persyaratan penerimaan kerja, masa percobaan, status pekerja, pemutusan hubungan kerja;

d) mengenai hari kerja dan jam kerja, termasuk lembur, istirahat dan cuti yang disesuaikan dengan perundang-undangan yang ada;

e) mengenai dispensasi bagi pekerja untuk untuk tidak bekerja, misal: sakit, pernikahan dan kepentingan lain yang tidak dapt ditinggalkan;

f) pengupahan, yang memuat mengenai sistem pengupahan termasuk kenaikan upah;

g) hal-hal yang berkaitan dengan jaminan sosial pekerja; h) aturan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja;

i) mengenai tata tertib kerja, disiplin di tempat kerja, termasuk peringatan dan skorsing (sanksi);

j) cara menyelesaikan perselisihan, keluh kesah dan peningkatan kesejahteraan serta keterampilan kerja;

k) mengenai masa berlaku, perubahan dan perpanjangan PKB.

5. Tinjauan Umum Tentang Keselamatan Kerja

a. Pengertian Keselamatan Kerja

Dalam Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

1) keselamatan dan kesehatan kerja; 2) moral dan kesusilaan; dan

3) perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

(50)

commit to user

Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan: “suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas”. Suatu kejadian atau peristiwa tertentu adalah sebab musababnya demikian pula kecelakaan industri/kecelakaan kerja ini, dimana ada 4 faktor penyebabnya yaitu (Lalu Husni, 2005: 136):

1) Faktor manusianya

Kurangnya keterampilan atau kurangnya pengetahuan, salah penempatannya.

2) Faktor materialnya/bahannya/peralatannya

Hal ini dapat terjadi apabila terdapat suatu perubahan bahan/materiil yang digunakan. Misalnya biasa bahan yang digunakan adalah besi namun untuk menekan biaya produksi diganti dengan bahan/materiil yang lebih murah sehingga dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

3) Faktor bahaya/sumber bahaya, ada dua sebab:

a) Perbuatan berbahaya; hal ini bisa terjadi apabila terjadi kesalahan metode kerja, keletihan/kelelahan atau sikap kerja yang tidak sempurna dan sebagainya.

b) Kondisi/keadaan berbahaya; keadaan dimana tidak aman dari mesin/peralatan-peralatan, lingkungan, proses, dan sifat pekerjaan.

4) Faktor yang dihadapi

Faktor ini bisa terjadi apabila adanya kurangnya pemeliharaan/perawatan sehingga tidak bisa bekerja dengan baik.

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Debitur yang beritikad tidak jujur atau debitur beritikad buruk, dan berbagai sebutan lainnya dengan mana yang sama, adalah debitur yang telah melakukan perbuatan

1. Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Makassar secara umum telah berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008

Ketika tingkat pengangguran meningkat, maka GDP riil cenderung tumbuh lebih lambat atau bahkan turun.. Kurva Philips adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara tingkat

Di tengah fenomena umum maraknya tradisi penafsiran Al-Quran yang terjadi di kalangan Muhammadiyah, metodologi tafsir ternyata masih menjadi hal langka kaitannya dengan kajian

Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT., atas segala karunia dan ridho-NYA, sehingga tesis dengan judul “Melawan Dampak Kapitalis

REKAPITULASI DATA KEPENDUDUKAN PER DESA DAN JENIS KELAMIN KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2016 SEMESTER I1.

Identifikasi Bahaya pada Proses Pengalengan Ikan Lemuru ( Sardinella longiceps ) dalam Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) di PT.. Maya Muncar,

lima faktor yang mempengaruhi Tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. yakni: Laju pertumbuhan ekonomi, Jumlah penduduk, Produk domestik