• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualitas Minyak Goreng dan Produk Gorengan Selama Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kualitas Minyak Goreng dan Produk Gorengan Selama Penggorengan di Rumah Tangga Indonesia"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Artikel Penelitian

Kualitas Minyak Goreng dan Produk Gorengan Selama Penggorengan di

Rumah Tangga Indonesia

Ibnu Malkan Bakhrul Ilmi*, Ali Khomsan, Sri Anna Marliyati

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Bogor *Korespondensi dengan penulis (ibnu.ilmi03@gmail.com)

Artikel ini dikirim pada tanggal 8 Desember 2014 dan dinyatakan diterima tanggal 13 Februari 2015. Artikel ini juga dipublikasi secara online melalui www.journal.ift.or.id

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial. Diproduksi oleh Indonesian Food Technologists® ©2015 (www.ift.or.id)

Abstrak

Minyak goreng yang digunakan secara berulang-ulang berpotensi mengandung asam lemak trans. Konsumsi asam lemak trans berisiko memunculkan penyakit diabetes dan jantung koroner. Di Indonesia kebiasaan menggunakan minyak secara berulang lebih dari dua kali mencapai 24%. Penelitian ini bertujuan mengamati perubahan mutu minyak goreng dan produk setelah digoreng dengan menggunakan teknik rumah tangga. Penelitian ini merupakan eksperimental study dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Teknik menggoreng yang digunakan adalah deep fat frying dengan minyak sebanyak 2 liter. Produk yang digoreng adalah tahu seberat 900 gram dengan suhu 150-165oC selama 30 menit. Penggorengan dilakukan empat siklus pada jam 07.00 dan 11.30 selama dua hari. Analisis yang dilakukan meliputi analisis Free Fatty Acids (FFA), nilai peroksida, profil asam lemak di minyak goreng dan produk. Hasil penelitian menunjukkan kadar FFA dan peroksida minyak tidak berbeda nyata (α > 0.05) antara penggorengan pertama sampai keempat. Asam lemak terbanyak dalam

minyak dan tahu adalah asam lemak oleat, linoleat dan palmitat. Rasio asam lemak linoleat dan palmitat tidak mengalami penurunan yang signifikan (α > 0.05) sampai penggunaan minyak keempat. Kadar asam lemak trans

produk tahu sampai penggorengan keempat masih dalam batas aman.

Kata kunci: Kualitas Minyak Goreng, Deep Frying, Lemak Trans

Pendahuluan

Konsumsi minyak goreng per kapita penduduk Indonesia tahun 2011 sebesar 8,24 liter/kapita/tahun (SUSENAS, 2012). Minyak goreng banyak dimanfaatkan oleh masyarakat karena minyak goreng mampu menghantarkan panas, memberikan cita rasa (gurih), tekstur (renyah), warna (coklat), dan mampu meningkatkan nilai gizi (Aladedunye dan Przybylski 2009). Pemanasan minyak goreng dengan suhu tinggi dan digunakan secara berulang akan mengakibatkan minyak mengalami kerusakan karena adanya oksidasi yang mampu menghasilkan senyawa aldehida, keton, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik. Selain itu mengakibatkan polimerasi asam lemak tidak jenuh sehingga komposisi medium minyak berubah (Mariod et al., 2006). Penggunaan minyak yang berulang-ulang dengan pemanasan tinggi beserta kontak oksigen akan mengakibatkan minyak mengalami kenaikan asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas dalam tubuh akan mengakibatkan peningkatan inflamation systemic yang ditandai dengan munculnya interleukin-6 dan protein C-reaktif yang berdampak pada gagal jantung dan kematian mendadak (Mozzaffarian et al., 2004). Selain meningkatan asam lemak, pemanasan berulang akan membentuk asam lemak trans di dalam minyak (Fan et al., 2013; Felix et al., 2009; Tsuzuki et al., 2010; Sartika 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi asam lemak trans mengakibatkan bahaya bagi kesehatan, seperti meningkatkan kolesterol LDL, menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan rasio total kolesterol (Stampfer

et al., 1991), meningkatkan sistem tumor necrosis factor (TNF) dan C-reactive protein (Mozaffarian et al.,

2004), gangguan endothelial (Lopez-Garcia et al., 2005), insulin menjadi tidak sensitif (Lovejoy et al., 2002 dan Moloney et al., 2004). Selain itu konsumsi lemak trans mengakibatkan seseorang berisiko tinggi terkena penyakit diabetes ( Hu et al., 2001) dan jantung koroner (Oomen et al., 2001 dan Oh et al., 2005).

Di Indonesia, kebiasaan menggunakan minyak goreng berulang masih tinggi. Hasil penelitian Martianto

et al. (2007) di Kota Makassar menunjukkan masyarakat miskin dan tidak miskin menggunakan minyak goreng yang sama untuk menggoreng 2 kali sebanyak 61,2%, 3 kali sebanyak 19,6% dan 4 kali sebanyak 5,4%. Pada penelitian ini dilakukan simulasi menggoreng dengan teknik yang biasa digunakan di rumah tangga, yaitu dengan cara menggunakan minyak goreng sampai empat kali dan minyak didiamkan tetap dalam penggorengan sampai digunakan untuk penggorengan berikutnya. Selanjutnya dilakukan pengamatan pada minyak dan produk untuk di evaluasi keamanannya dikonsumsi. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi dasar bagi rumah tangga dalam menggunakan minyak goreng.

Materi dan Metode Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak goreng kemasan diperoleh dari minimarket daerah di Bogor dan merupakan minyak goreng kemasan bermerk kategori 5 besar terlaris di Indonesia. Produk tahu dibeli dari pasar tradisional di Bogor. Tahu yang dibeli sudah dalam bentuk potongan dengan ukuran 1,5 x 1,5x 1 cm.

(2)

Metode

Penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2014. Desain penelitian yang digunakan adalah experimental study menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu jenis perlakuan yaitu ulangan penggunaan minyak goreng yang sama sampai 4 kali (ulangan 1, 2, 3, dan 4). Teknik menggoreng yang digunakan adalah deep fat frying. Minyak goreng yang digunakan dalam penelitian sebanyak 2 Liter dengan pemanasan terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 180 - 185oC. Hasil uji trial and error didapatkan bahwa suhu yang tepat untuk menggoreng tahu adalah sebesar 150 - 165oC selama 10 menit. Apabila suhu yang digunakan dibawah 150oC didapatkan produk yang masih mentah, dan jika lebih dari 165oC didapatkan produk yang terlalu matang dan bahkan kecoklatan bagian kulit luar namun didalamnya masih terlalu basah. Suhu selalu dijaga konstan pada saat menggoreng dengan cara memonitornya menggunakan termometer. Berat tahu yang digoreng pada satu siklus penggorengan sebanyak 850-900 gram (asumsi untuk makan 5 anggota rumah tangga). Total waktu minyak goreng mengalami pemanasan untuk menggoreng adalah 30 menit. Selama satu hari dilakukan dua siklus penggorengan, pada jam 6.30 dan jam 11.30. Perlakuan berlangsung selama 2 hari, sehingga dengan minyak goreng yang sama akan mengalami 4 siklus penggorengan. Minyak goreng diambil sebanyak 200 ml di setiap titik setelah pemberian perlakuan satu siklus penggorengan. Minyak goreng 200 ml disimpan dalam botol gelap lalu dibawa untuk dianalisis. Minyak goreng yang tidak diambil didiamkan tetap di dalam penggorengan, kemudian disaring endapannya dan digunakan untuk menggoreng pada siklus penggorengan berikutnya. Pada siklus penggorengan berikutnya tidak dilakukan penambahan minyak goreng.

Kriteria Sampel

Sampel yang dianalisis adalah minyak goreng setelah digunakan untuk menggoreng ke- 1, 2, 3, dan 4 dan produk tahu yang digoreng menggunakan minyak goreng teresebut (minyak goreng ke- 1, 2, 3, dan 4). Minyak goreng yang digunakan merupakan minyak goreng bermerk yang sering digunakan ibu rumah tangga. Total sampel yang dianalisis sebanyak 24 minyak goreng dan 24 tahu. Analisis kualitas minyak goreng dinilai dari kandungan FFA, nilai peroksida, asam lemak elaidic (trans), laurat, palmitat, oleat dan linoleat. Pada produk tahu kualitas dinilai dari kandungan kadar lemak, asam lemak (elaidic, laurat, palmitat, oleat dan linoleat). Analisis FFA, asam lemak bebas dan peroksida mengacu pada IUPAC 1979 di dalam SNI 01-3555-1998. Analisis asam lemak (elaidic, laurat, palmitat, oleat dan linoleat) menggunakan Gas Chromatography (GC) mengacu pada AOAC1984 butir 28.060/GC di dalam SNI 01-13555-1998. Peralatan GC yang digunakan merk Shimadzu GC-17a, 007 series bonded phase fused silica capillary column no 020711a. Jenis kolom Cyanopropil methylsil (capillary

column). Analisis dilakukan di Laboratorium Terpadu IPB (Seritfikat KAN NO: LP-156-IDN).

Analisis statistik

Sampel didapatkan dari pengorengan dengan dua kali ulangan. Data dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut DUNCAN menggunakan SPSS 17 for windows. Hasil statistik berbeda secara signifikan apabila α < 0,05.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis kualitas minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng tahu di setiap titik dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis minyak goreng setelah dilakukan penggorengan ke- 1, 2, 3, dan 4 menunjukkan data yang fluktuatif. Kadar FFA meningkat sampai penggorengan ke-3 dan mengalami penurunan pada penggorengan ke-4. Kadar peroksida menunjukkan trend peningkatan sampai penggorengan ke-4. Hasil uji ANOVA menunjukkan kadar FFA dan peroksida minyak kontrol, minyak penggorengan ke- 1, 2, 3, dan 4 tidak berbeda nyata.

Hasil analisis profil asam lemak pada minyak goreng yang sudah digunakan beberapa kali dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil analisis minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng tahu beberapa kali menunjukkan terjadinya trend peningkatan beberapa profil asam lemak yaitu elaidic (asam lemak trans), oleat, linoleat, sedangkan asam lemak laurat menunjukkan trend penurunan. Hasil ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan antara profil asam lemak miyak goreng kontrol, minyak penggorengan ke- 1, 2, 3 dan 4.

Selain pada minyak goreng, analisis profil asam lemak juga dilakukan pada produk yang digoreng. Hasil analisis profil asam lemak produk tahu dapat dilihat pada Tabel 3. Jumlah asam lemak produk tahu sebagian besar meningkat setelah digoreng dan jumlahnya menurun pada tahu yang di goreng menggunakan minyak goreng yang sudah digunakan empat kali. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (α<0.05) antara tahu yang

belum digoreng dengan tahu yang sudah digoreng menggunakan minyak penggorengan ke- 1, 2, 3, dan 4.

(3)

hidrolisis pada minyak goreng akan berlangsung semakin cepat apabila terdapat air di dalam bahan pangan yang digoreng (Hara et al., 2006).

Kadar FFA di dalam minyak menunjukkan tingkat kerusakan minyak goreng akibat pemecahan Tryacilglicerol dan oksidasi asam lemak ikatan ganda (Abdulkarim et al., 2007). Hasil penelitian Tarmizi dan Siew (2008) menunjukkan bahwa peningkatan kadar FFA berhubungan erat dengan menurunnya titik asap minyak goreng. Minyak goreng yang memiliki mutu baik apabila titik asapnya semakin tinggi (Winarno, 1986). Hasil analisis menunjukkan terjadinya penurunan kadar FFA setelah minyak digunakan empat kali. Menurut Sulieman et al. (2006) penurunan FFA disebabkan karena hilangnya asam lemak yang memiliki bobot molekul rendah melalui proses penguapan.

Tingkat kerusakan minyak goreng selain dilihat dari kadar FFA, juga dapat diukur dengan melihat nilai peroksida. Nilai peroksida yang semakin meningkat menunjukkan terjadinya peningkatan kandungan peroksida karena proses oksidasi. Pada saat menggoreng dengan suhu tinggi nilai peroksida akan menurun karena mengalami kerusakan, dan pada saat proses pendinginan peroksida akan terbentuk kembali (Augustin dan Berry, 1983). Menurut Ketaren (1986)

peroksida dalam minyak goreng akan bertambah pada saat minyak yang sudah digunakan didinginkan dan peroksida akan mengalami dekomposisi kembali setelah proses pemanasan. Kandungan peroksida tidak stabil pada penggorengan deep fat drying, pada saat penggorengan hidroperoksida terurai membentuk karbonil dan senyawa aldehid yang menyebabkan nilai peroksida menurun (Shahidi dan Wanasundara, 2002).

Kualitas minyak goreng setelah diberi perlakuan seperti kebiasaan ibu rumah tangga di Indonesia menunjukkan kerusakan yang tidak begitu besar, dan didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kualitas minyak goreng yang masih baru atau hanya digunakan beberapa kali. Menurut Ketaren (1986) minyak goreng akan mengalami kerusakan pada suhu 190oC pada saat ada oksigen dan akan mengalami kerusakan pada suhu antara 240-260oC saat tidak ada oksigen.

Hasil analisis profil asam lemak pada minyak goreng menunjukkan tidak ada perubahan selama penggorengan ke 1, 2, 3 dan 4. Hasil penelitian Chen et al. (2014) menunjukkan asam lemak linoleat (cis) mengalami penurunan sampai 10,99% dan 16,21% setelah digunakan menggoreng selama 8 jam pada suhu 150oC dan 250oC. Asam linoleat dan linolenat

Tabel 1. Hasil analisis kualitas minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng tahu

Analisis Hasil analisis pada penggorengan ke-

Kontrol 1 2 3 4

FFA (%) 1,51a 1,64ab 2,38b 2,46b 1,70a

Peroksida (meq/kg) 12,69a 14,48a 13,90a 15,16a 15,52a

Keterangan: superskrip abcd pada baris yang berbeda kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 2. Hasil analisis profil asam lemak minyak goreng setelah digunakan untuk menggoreng tahu Asam lemak Hasil analisis pada penggorengan ke- (%)

Kontrol 1 2 3 4

Elaidic (Trans) 0,062a 0,070a 0,067a 0,080a 0,080a Laurat 0,170a 0,163a 0,152a 0,167a 0,150a Oleat 38,515a 38,776a 38,177a 39,030a 39,035a Palmitat 33,152a 33,590a 33,320a 33,042a 33,775a Linoleat 10,537a 10,656a 10,947a 10,727a 10,925a

Keterangan: superskrip abcd pada baris yang berbeda kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0,05)

Tabel 3. Hasil analisis profil asam lemak tahu setelah digoreng

Asam lemak Hasil analisis pada penggorengan ke- (%)

Kontrol 1 2 3 4

Lemak 6,57a 14,47b 14,76b 14,11b 13,826b Elaidat (Trans) 0,002a 0,0058b 0,007b 0,006b 0,0056ab Laurat 0,000a 0,008b 0,011b 0,010b 0,007b

Oleat 1,10a 3,23b 3,33b 3,26b 3,04b

Linoleat 2,68a 4,69b 4,90b 4,12b 4,38b Palmitat 0,58a 2,24b 2,23b 2,39b 2,15b

(4)

juga akan mengalami penurunan mencapai 13,3% dan 47,1% setelah mengalami penggorengan selama 7 hari pada suhu 215oC (Aladedunye dan Przybylski, 2009). Hasil penelitian ini asam lemak cenderung stabil karena suhu yang digunakan selama penggorengan tidak terlalu tinggi, berkisar pada suhu 150-165oC dengan satu siklus penggorengan memerlukan waktu 30 menit.

Asam lemak elaidat adalah asam lemak yang memiliki bentuk isomer trans. Asam lemak elaidat terbentuk dari asam lemak oleat yang mengalami oksidasi sehingga isomer cis berubah menjadi trans (Fennema, 1996). Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa terbentuknya asam lemak trans tidak begitu besar dan yang terserap di produk tahu juga cenderung sama antar jenis penggorengan. Penggorengan deep frying pada suhu 200oC akan meningkatkan asam lemak trans dalam jumlah kecil dibandingan pada suhu 250oC yang meningkatkan asam lemak trans secara signifikan (Chen et al., 2014).

Tingkat kerusakan minyak juga dapat dilihat dari rasio asam linoleat dan palmitat dalam minyak goreng (Normand et al., 2001). Minyak goreng yang mengalami pemanasan pada suhu 215oC akan mengalami penurunan rasio asam lemak linoleat dan palmitat mencapai 1 atau 2 kali dibandingkan pada suhu 185oC (Aladedunye dan Przybylski, 2009). Hasil penelitian Chen et al. (2014) juga menunjukkan penurunan asam linoleat dan palmitat mencapai 6,3 ; 9,72 ; dan 26,52% berturut-turut pada suhu 150oC, 200oC dan 250oC. Hasil penelitian ini menunjukkan, rasio asam lemak linoleat dan palmitat cenderung stabil dan tidak mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini menunjukkan kerusakan minyak goreng dengan teknik rumah tangga tidak begitu besar.

Secara keseluruhan tidak ada perbedaan penurunan kualitas minyak goreng dan penurunan profil asam lemak pada minyak dan produk. Namun demikian, sebenarnya masih banyak indikator penurunan minyak goreng yang belum diamati seperti bilangan iodin, bilangan asam, bilangan p-anisidin, kadar air, sabun dan bahan tidak terlarut yang menjadi kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu masyarakat disarankan tetap tidak menggunakan minyak goreng yang berulang-ulang dan penggorengan dengan suhu terlalu tinggi.

Kesimpulan

Kadar FFA dan peroksida cenderung tidak berbeda nyata antara minyak yang digunakan pertama sampai keempat kalinya. Rasio asam lemak pada minyak goreng dan produk yang digoreng menunjukkan tidak adanya penurunan. Kandungan asam lemak trans pada produk tidak berbeda nyata antara produk yang digoreng dengan menggunakan minyak pertama, kedua, ketiga dan keempat.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. FOCUS Distribusi Indonesia dan Lembaga Pengelola

Dana Pendidikan (LPDP) Kementrian Keuangan Republik Indonesia atas dukungan dana penelitian.

Daftar Pustaka

Abdulkarim SM, Long K, Lai OM, Muhammad SKS, Ghazali HM. 2007. Frying quality and stability of high-oleic Moringa oleifera seed oil in comparison with other vegetable oils. Food Chemistry 105:1382–1389.

Aladedunye FA, Przybylski R. 2009. Degradation and Nutritional Quality Changes of Oil During Frying. J Am Oil Chem Soc (2009) 86:149–156

Augustin MA, Berry SK, Efficacy of the Antioxidants BHA and BHT in Palm Olein During Heating and Frying. J. Am. Oil Chem. Soc. 60:1520–1522 (1983).

Badan Pusat Statistik. 2012. Survey Sosial Ekonomi Nasional

Chen Y, Yang Y, Nie S, Xi Yang, Wang Y, Yang M, Li C, Xie M. 2014. The analysis of trans fatty acid profiles in deep frying palm oil and chicken fillets with an improved gas chromatography method. Food Control 44 (2014) 191e197

Fan HY, Sharifudin MS, Hasmadi M, Chew HM. 2013. Frying stability of rice bran oil and palm olein. International Food Research Journal 20(1): 403-407

Felix A, Aladedunye, Przybylski R. 2009. Degradation and Nutritional Quality Changes of Oil During Frying. J Am Oil Chem Soc 86:149–156

Fennema OR (ed). 1996. Food Chemistry 3rd ed. New York USA: Marcel Dekker, Inc

Hara E, Ogawa Y, Totani Y. 2006. Evaluation of heat-deteriorated oils (Part I): TLC-FID method for determining polar compounds content. Journal of Oleo Science, 55, 167–172.

Hu FB, Manson JE, Stampfer MJ. 2001. Diet, lifestyle, and the risk of type 2 diabetes mellitus in women. N Engl J Med 345:790-7.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI

Lin S, Akoh CC, Reynolds AE. 1998. The recovery of used frying oils with various adsorbents. Journal of Food Lipids, 5, 1–16.

Lopez-Garcia E, Schulze MB, Meigs JB. 2005. Consumption of trans fatty acids is related to plasma biomarkers of in-flammation and endothelial dysfunction. J Nutr 2005;135:562-6. Lovejoy JC, Smith SR, Champagne CM. 2002. Effects

of diets enriched in saturated (palmitic), monounsaturated (oleic), or trans (elaidic) fatty acids on insulin sensitivity and substrate oxidation in healthy adults. Diabetes Care 25:1283-8.

Mariod A, Matthaus B, Eichner K, Hussein IH. 2006. Frying quality and oxidative stability of two unconventional oils. Journal of the American Oils Chemists’ Society 83(6): 529-538.

(5)

Moloney F, Yeow TP, Mullen A, Nolan JJ, Roche HM. 2004. Conjugated linoleic acid supplementation, insulin sensitivity, and lipoprotein metabolism in patients with type 2 diabetes mellitus. Am J Clin Nutr 80:887-95.

Mozaffarian D, Katan MB, Ascherio A, Stampfer MJ, Willett WC. 2006. Trans fatty acids and cardiovascular disease. N Engl J Med 2006;354:1601-13

Mozaffarian D, Pischon T, Hankinson SE. 2004. Dietary intake of trans fatty acids and systemic inflammation in women. Am J Clin Nutr 79:606-12.

Mozaffarian D, Rimm EB, King IB, Lawler RL, McDonald GB, Levy WC. 2004. Trans fatty acids and systemic inf lammation in heart failure. Am J Clin Nutr 2004;80:1521-5.

Normand L, Eskin NAM, Przybylski R. 2001. Effect of tocopherols on the frying stability of regular and modified canola oils. Journal of the American Oil Chemists’ Society, 78, 369e373.

Oh K, Hu FB, Manson JE, Stampfer MJ, Willett WC. 2005. Dietary fat intake and risk of coronary heart disease in women: 20 years of follow-up of the Nurses’ Health Study. Am J Epidemiol 161:672-9. Oomen CM, Ocke MC, Feskens EJ, van Erp-Baart MA, Kok FJ, Kromhout D. 2001. Association between trans fatty acid intake and 10-year risk of coronary heart disease in the Zutphen Elderly Study: a prospective population-based study. Lancet 357:746-51.

Osawa CC, Goncalves LAG. 2012 Changes in breaded chicken and oil degradation during discontinuous

frying with cottonseed oil. Campinas, 32(4): 692-700

Paquout C. IUPAC, Standard Methods for the Analysis of Oils, Fat and Derivates, 6th edition 1984. Di dalam: Badan Standar Nasional. 1998. SNI 01-3555-1998 Cara Uji Minyak dan Lemak.

Sartika RAD. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. MAKARA SAINS 13: 23-28

Shahidi F, Wanasundara UN. (2002). Methods for measuring oxidative rancidity in fats and oils. In C. C. Akoh & D. B. Min (Eds.), Food lipids: Chemistry, nutrition, and biotechnology (2nd ed., pp. 465–482). New York: Marcel Dekker, Inc. Stampfer MJ, Sacks FM, Salvini S, Willett WC,

Hennekens CH. 1991. A prospective study of cholesterol, apolipoproteins, and the risk of myocardial infarction. N Engl J Med 325:373-81. Sulieman ME, El-Makhzangi A, Ramadan MF. 2006.

Antiradical performance and physicochemical characteristics of vegetable oils upon frying French fries: A preliminary comparative study. Journal of Food Lipids, 13(3), 259–276.

Tarmizi AHA, Ismail R. 2008. Comparison of the Frying Stability of Standard Palm Olein and Special Quality Palm Olein. Journal of the American Oil Chemists’ Society 85: 245–251.

Tsuzuki W, Matsuoka A, Ushida K. 2010. Formation of trans fatty acids in edible oils during the frying and heating process. Food Chemistry 123:976– 982

Gambar

Tabel 3. Hasil analisis profil asam lemak tahu setelah digoreng

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas pada minyak goreng jenis curah sebelum dan

Berdasarkan literatur di atas salah satu parameter mutu minyak goreng adalah bilangan asam, hal itu dapat dilihat karena semakin tinggi bilangan asam pada suatu minyak goreng

Penentuan penggunaan minyak goreng sania pada pedagang gorengan untuk membandingkan hasil uji dengan minyak goreng blanko sania, ini dikarenakan jika minyak yang

Terbukti dalam pengujian IV yang menunjukkan bahwa minyak goreng “B” memiliki IV yang lebih tinggi dibandingkan minyak goreng “A”, sehingga kandungan asam lemak tak

Berdasarkan penelitian uji kualitas ketahanan minyak goreng curah dan kemasan yang dilakukan, pada penggorengan kerupuk jalin selama 10 jam menghasilkan kenaikan asam

Untuk menganalisis komponen senyawa kimia dan komposisi asam lemak pada VCO dan minyak goreng serta karakteristik fisikokimia VCO dan minyak goreng yang dihasilkan

Minyak bekas gorengan tempe memiliki kadar asam lemak bebas dan bilangan asam lebih rendah dibandingkan dengan minyak bekas gorengan tahu, karena rendahnya kandungan

Data tentang informasi praktek penggorengan adalah meliputi: penggunaan minyak, jenis minyak goreng (curah/kemasan), jumlah, penggunaan, jumlah dan waktu penuangan