• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Inkuiri dengan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas V SDN 2 Gunung Tumpeng Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2014/201

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Inkuiri dengan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Siswa Kelas V SDN 2 Gunung Tumpeng Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2014/201"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

6 2.1.1 Belajar

Menurut Bloom (Suprayekti, 2003 : 4) Proses yang sengaja direncanakan

agar terjadi perubahan perilaku disebut dengan proses belajar. Proses ini

merupakan aktivitas psikis atau mental yang berlangsung dalam interaksi aktif

dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan yang relatif konstan

dan berbekas. Perubahan- perubahan perilaku ini merupakan hasil belajar yang

mencakup ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik

Pengertian belajar yang dikemukakan oleh Slameto (2003:2) adalah suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Senada dengan pengertian belajar menurut Gage

dan Berliner (Hamdani, 2010: 21) suatu proses perubahan perilaku yang muncul

karena pengalaman.

Purwanto (2008:42) mengemukakan “Belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri seseorang dengan cara berinteraksi dengan

lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan

psikomotor. Belajar merupakan bentuk usaha seseorang untuk meningkatkan

pengetahuan sehingga akan terwujud perubahan berpikir dan bertingkah laku ke

arah yang lebih baik.

Dari berbagai pengertian belajar dari para ahli dapat diperoleh kesimpulan

bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu ke arah yang

lebih baik sebagai hasil dari pengalaman yang diperoleh. Perubahan tingkah laku

dapat berwujud dari keadaan yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang pada

(2)

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Rifa’i dan Anni (2009: 5), hasil belajar merupakan perubahan

perilaku yang diperoleh pebelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Pernyataan

tersebut senada dengan pernyataan Purwanto (2011: 46), hasil belajar adalah

perubahan perilaku peserta didik akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan

karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam

proses belajar mengajar. Pernyataan ini menunjukkan bahwa hasil belajar ditandai

dengan sejumlah penguasaan keterampilan yang hendak dicapai.

Sedangkan menurut Sudjana (2011:22) yang dimaksud dengan hasil

belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya. Sejalan dengan pendapat dari Sudjana, Arikunto (2009)

menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses

belajar perubahan itu tampak dari perbuatan yang dapat diamati dan dapat diukur.

Menurut Gagne & Briggs (Suprihatiningrum, 2013:37) hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan

dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance). Artinya bahwa

hasil belajar itu diukur pada saat siswa sedang belajar dan pada saat siswa selesai

belajar.

Lima tipe hasil belajar menurut Gagne ada yaitu intellectual skill

(keterampilan intelektual), cognitive strategy (strategi kognitif), verbal

information (informasi verbal), motor skill (keterampilan motoris), dan attitude

(sikap). Hal ini dikuatkan oleh Taksonomi Bloom bahwa penilaian hasil belajar

dinilai dari 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif dapat

dinilai dengan teknik tes sedangkan penilaian ranah afektif dan psikomotor

dilakukan dengan teknik nontes. Howard Kingsley membagi tiga macam hasil

belajar yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c)

sikap dan cita-cita. (

http://audiesruby.blogspot.com/2013/12/taksonomi-bloom-dan-konsep-permasalahan.html)

Menurut Susanto Ahmad hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang

terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan

(3)

oleh pendapat Nawawi (Susanto Ahmad, 2013:5) yaitu hasil belajar dapat

diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran

di sekolah yang dinyatakan dalam skor. Hal tersebut dapat diartikan bahwa

keberhasilan dicapai pada saat proses pembelajaran berlangsung dan juga pada

akhir pembelajaran.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

adalah perubahan perilaku dalam kemampuan-kemampuan dalam aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik yang dimiliki siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar

yang dapat diamati dan diukur melalui kegiatan pengukuran.

Pengukuran merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk

memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda Wardani

(2012: 47). Untuk menetapkan angka dalam pengukuran tersebut diperlukan alat

ukur yang disebut dengan instrumen seperti tes, panduan wawancara, skala sikap

dan angket.

Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut.

1. Penilaian kompetensi sikap. Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap

melalui observasi, penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh siswa dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian

diri, dan penilaian antarsiswa adalah daftar cek atau skala penilaian (rating

scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.

1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara

berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung

maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang

berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.

2) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa

untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks

pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar

(4)

3) Penilaian antarsiswa merupakan teknik penilaian dengan cara meminta

siswa untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi.

Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarsiswa.

4) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi

informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan siswa yang

berkaitan dengan sikap dan perilaku.

2. Penilaian Kompetensi Pengetahuan. Pendidik menilai kompetensi

pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan.

1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat,

benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi

pedoman penskoran.

2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.

3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang

dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik

tugas.

3. Penilaian Kompetensi Keterampilan. Pendidik menilai kompetensi

keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut siswa

mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu dengan menggunakan tes

praktik, projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan berupa

daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi rubrik.

1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan

melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan

kompetensi.

2) Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan

perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan

dalam waktu tertentu.

3) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara

menilai kumpulan seluruh karya siswa dalam bidang tertentu yang

bersifat reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan,

(5)

tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian

siswa terhadap lingkungannya.

Instrumen penilaian juga harus memenuhi persyaratan yaitu sebagai

berikut:

1. Substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;

2. Konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk

instrumen yang digunakan; dan

3. Penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan

tingkat perkembangan siswa.

Dalam kegiatan memberikan angka tersebut dapat bermakna apabila

dilakukan sebuah asesmen. Asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan

informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa Wardani (2012: 50).

Jenis-jenis assesmen selalu dikaitkan dengan fungsinya. Asesmen ditinjau

dari fungsinya Wardani (2012: 55) yaitu:

1. Asesmen formatif

Berfungsi untuk memperbaiki hasil atau program untuk memperbaiki hasil

atau program kegiatan.

2. Asesmen sumatif

Berfungsi untuk menentukan tingkat tingkat keberhasilan pada akhir program

3. Asesmen penempatan

Berfungsi untuk mengelompokkan seseorang berdasarkan kriteria tertentu

dan menempatkan pada kategori program yang sesuai dengan kriteria.

4. Asesmen diagnostik

Berfungsi untuk mendeteksi kelemahan-kelemahan yang biasanya bersifat

psikologis atau mengidentifikasi kesulitan belajar siswa yang berkaitan

dengan pembuatan program remediasi.

Dalam melaksanakan asesmen pembelajaran, perlu memperhatikan teknik

asesmen pembelajaran. Secara umum teknik asesmen pembelajaran dapat

(6)

1. Teknik Tes

Tes adalah alat ukur indikator atau kompetensi tertentu untuk pemberian

angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relatif ajeg bila dilakukan

dalam kondisi yang relatif sama Wardani (2012: 142). Jenis-jenis tes secara

lebih jelas disajikan sebagai berikut ini:

1) Jenis tes berdasarkan cara mengerjakannya dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal

soal maupun jawabannya.

b. Tes lisan. Baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya

dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki

rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari

tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap

dari instrumen asesmen yang lain.

c. Tes unjuk kerja. Pada tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu

sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan

psikomotor.

2) Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya yaitu:

a. Tes Esai (Essay-type Test).

Tes Esai atau uraian adalah tes yang menuntut siswa

mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah

dipelajarinya dengan cara mengemukakan dalam bentuk tulisan.

b. Tes Jawaban Pendek.

Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes

diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai, tetapi

memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian

kata-kata pendek, kata-kata-kata-kata lepas maupun angka-angka.

c. Tes Objektif.

Tes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi diperlukan untuk

menjawab tes yang telah tersedia. Oleh karenanya sering pula

(7)

3) Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggaraannya menurut Wardani

(2012: 143) yaitu:

a. Tes formatif merupakan tes yang dilakukan pada saat program

pengajaran sedang berlangsung (progress test).

b. Tes sumatif merupakan tes yang diselenggarakan untuk mengetahui

hasil pengajaran secara keseluruhan (total).

c. Pra test dan post test, Hasil pre test digunakan untuk mengetahui

kemampuan siswa pada awal program pengajaran dan digunakan

untuk menentukan sejauh mana kemajuan siswa. Kemajuan yang

dicapai bisa dilihat dengan membandingkan hasil pre test dengan

hasil tes yang diselenggarakan di akhir program pengajaran (post

test).

2. Non Tes

Teknik non-tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki

jawaban benar atau salah Wardani (2012: 73). Teknik non tes digunakan

untuk menilai ranah afektif dan psikomotorik. Macam-macam tehnik non tes

adalah sebagai berikut:

1) Unjuk kerja adalah suatu penilaian atau pengukuran yang dilakukan

melalui pengamatan aktivitas siswa dalam melakukan sesuatu yang

berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato,

membaca puisi dan berdiskusi; kemampuan siswa dalam memecahkan

masalah dalam kelompok; partisipasi siswa dalam diskusi; keterampilan

menari; keterampilan memainkan alat musik; kemampuan berolahraga;

keterampilan menggunakan peralatan laboratorium; praktek sholat;

bermain peran; bernyanyi dan ketrampilan mengoperasikan suatu alat.

2) Penugasan adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang

mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu

tertentu.

3) Tugas individu adalah penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada

(8)

4) Tugas kelompok sama seperti tugas individu, namun tugas ini dikerjakan

secara kelompok. Tugas ini diberikan untuk menilai kompetensi kerja

kelompok.

5) Laporan adalah penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau

pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik,

laporan praktikum, dan laporan pemantapan, Praktik Kerja Lapangan

(PPL).

6) Responsi atau ujian praktik adalah suatu penilaian yang dipakai untuk

mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian responsi dapat

dilakukan pada awal praktik ataupun pada akhir praktik.

7) Portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada

kumpulan informasi yang menunjukan perkembangan kemampuan siswa

dalam satu periode tertentu.

Dalam melakukan pengukuran perlu memperhatikan sistem penilaian hasil

belajar. Sistem penilaian hasil belajar pada umumnya dibedakan ke dalam dua

cara atau dua sistem, yakni penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan

patokan (PAP). Penilaian acuan norma (PAN) adalah penilaian yang diacukan

kepada rata-rata kelompoknya. Dengan demikian dapat diketahui posisi

kemampuan siswa di dalam satu kelompoknya. Untuk itu, norma atau kriteria

yang digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa, dibandingkan

dengan nilai rata-rata kelasnya. Dengan kata lain, prestasi yang dicapai seseorang

tergantung pada prestasi kelompoknya. Keuntungan sistem ini adalah dapat

diketahui prestasi kelompok atau kelas sehingga sekaligus dapat diketahui

keberhasilan pengajaran bagi semua siswa. Kelemahannya adalah kurang

meningkatkan kualitas hasil belajar. Sistem penilaian ini tepat digunakan dalam

penilaian formatif. Sistem penilaian acuan norma disebut standar relatif.

Penialaian acuan patokan (PAP) adalah penilaian yang diacukan kepada

tujuan instruksional yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan demikian, derajat

keberhasilan siswa dibandingkan dengan tujuan yang seharusnya dicapai, bukan

dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Biasanya keberhasilan siswa

(9)

dikatakan berhasil apabila ia menguasai atau dapat mencapai sekitar 75-80% dari

tujuan atau nilai yang seharusnya dicapai. Kurang dari kriteria tersebut

dinyatakan belum berhasil. Sistem penilaian acuan patokan disebut standar

mutlak.

Salah satu prinsip penilaian adalah menggunakan acuan kriteria, yakni

menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan siswa. Kriteria paling

rendah untuk menyatakan siswa mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM). Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan

pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) di

satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik

yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis

menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.

Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian

kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka

maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara

nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari

kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan

secara bertahap.

Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, siswa, dan

orang tua siswa. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu

melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh siswa dan

atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan

Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar siswa.

Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal

pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Adapun fungsi kriteria ketuntasan

minimal antara lain:

1. Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi siswa sesuai

(10)

2. Sebagai acuan bagi siswa dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata

pelajaran.

3. Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi

program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah.

4. Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan siswa dan antara

satuan pendidikan dengan masyarakat.

5. Merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata

pelajaran. (Depdiknas, 2010: 4).

Dengan demikian hasil belajar diukur melalui pengukuran yang dilakukan

dengan teknik tes (aspek kognitif) dan non-tes (aspek afektif dan aspek

psikomotorik). Sistem penilaiannya dapan menggunakan penilaian acuan norma

(PAN) maupun penilaian acuan patokan (PAP). Tidak lupa juga memperhatikan

acuan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan.

2.1.3 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar 2.1.3.1Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu

tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat

menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam

sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam

kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan

memahami alam sekitar secara ilmiah. (BNSP, 2006: 161).

Kemudian Priantoro, (Trianto, 2010:137) mengemukakan bahwa IPA

hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA

merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep.

Sebagai proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari

(11)

aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi

kemudahan bagi kehidupan.

IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan

bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera

maupun yang tidak dapat diamati oleh indera, oleh karena itu IPA atau ilmu

kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati

yang di amati, Kardi dan Nur (Trianto, 2013:136)

Jadi IPA lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta. IPA

merupakan kumpulan produk, proses dan aplikasi dari pengetahuan yang

mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan alam semesta.

2.1.3.2Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Tujuan pembelajaran IPA menurut BSNP 2006 (Purwanto, 2013:175),

adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

(12)

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

2.1.3.3Karakteristik IPA

Karakteristik IPA menurut Jacobson dan Bergman (Susanto, 2013:170),

meliputi:

1. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori.

2. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental serta mencermati fenomena alam,

termasuk juga penerapannya.

3. Sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap

rahasia alam.

4. IPA tidak dapat membuktikan semua akan tetapi hanya sebagian atau

beberapa saja.

5. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.

2.1.3.4Ruang Lingkup IPA

Ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Alam untuk sekolah dasar

(Permendikbud No 64 tahun 2013) meliputi aspek-aspek berikut:

1. Rangka dan organ tubuh manusia dan hewan

2. Makanan, rantai makanan, dan keseimbangan ekosistem

3. Perkembangbiakan makhluk hidup

4. Penyesuaian diri makhluk hidup pada lingkungan

5. Kesehatan dan sistem pernafasan manusia

6. Perubahan dan sifat benda

7. Hantaran panas, listrik dan magnet

8. Tata surya

(13)

Kompetensi yang harus dicapai oleh siswa telah dijabarkan oleh

pemerintah dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Menurut Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 standar kompetensi dan

kompetensi dasar mata pelajaran IPA kelas V semester II meliputi energi dan

perubahannya serta bumi dan alam semesta. Aspek bumi dan alam semesta

meliputi satu standar kompetensi dan masing-masing dijabarkan ke dalam

kompetensi dasar. Secara terperinci standar kompetensi dan kompetensi dasar

Mata Pelajaran IPA kelas V semester II dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Energi dan Perubahannya

5. Memahami hubungan

antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya

5.1Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)

5.2Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat

6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui

kegiatan membuat suatu karya/model

6.1Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya

6.2Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan

menerapkan sifat-sifat cahaya

7.4Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya

7.5Mendeskripsikan perlunya penghematan air

7.6Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan

(14)

2.1.4 Pendekatan Inkuiri

Pendekatan inkuiri menurut Sanjaya (Suprihatiningrum, 2013:163) adalah

rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara

kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu

masalah yang dipertanyakan. Senada dengan pendapat Sanjaya, W. Gulo (Putra,

2013:86) berpendapat bahwa inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang

melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan

menyelidiki secara sistematis, logis dan analitis, sehingga dapat merumuskan

sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Dua pendapat tersebut di

pertegas oleh pendapat Hemalik (Putra, 2013:88), menyatakan bahwa

pembelajaran inkuiri merupakan strategi yang berpusat pada siswa, kelompok

siswa inkuiri dilibatkan dalam suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap

pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang

digariskan secara jelas.

Jadi pembelajaran inkuiri adalah kegiatan atau pelajaran yang dirancang

sedemikian yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk

dan menemukan konsep sendiri dan jawaban dari suatu masalah yang

dipertanyakan.

Langkah-langkah pendekatan inkuiri menurut Dr. Kokom Komalasari

(2010:73-74):

1. Merumuskan masalah

2. Mengamati atau melakukan observasi lapangan

3. Membaca buku atau sumber lain untuk mendapatkan informasi pendukung.

Mengamati dan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari sumber atau

objek yang diamati.

4. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan,

tabel dan karya lainnya.

5. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman

(15)

Sejalan dengan Kokom, Sanjaya 2008 (Putra, 2013:101-104), menyatakan

bahwa pembelajaran inkuiri dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Orientasi

Tahap ini, guru membina suasana pembelajaran yang kondusif. Hal yang

dilakukan adalah

a. Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dapat

dicapai oleh siswa.

b. Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa

untuk mencapai tujuan. Pada tahap ini dijelaskan langkah-langkah inkuiri

serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan merumuskan

masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan.

c. Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan

dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

2. Merumuskan masalah

Merumuskan masalah merupakan langkah yang membawa siswa pada

suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah

persoalan yang menantang siswa untuk memecahkan teka-teki itu. Teka-teki

dalam rumusan masalah tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk

mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat

penting dalam pembelajaran inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut

siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya

mengembangkan mental melalui proses berpikir.

3. Merumuskan hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.

Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Salah satu

cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak

(berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai

(16)

sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban

dari suatu permasalahan yang dikaji.

4. Mengumpulkan data

Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang

dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran

inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting

dalam pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya

memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga

membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya.

5. Menguji hipotesis

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima

sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan

data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir

rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya

berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang

ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Merumuskan kesimpulan

Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang

diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis, untuk mencapai kesimpulan

yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang

relevan.

Sependapat dengan Sanjaya pelaksanaan pembelajaran inkuiri menurut

Eggen dan Kauchak (Trianto, 2010:172) langkah-langkahnya adalah :

1. Menyajikan pertanyaan atau masalah.

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di

papan tulis, kemudian guru membagi siswa dalam kelompok.

2. Merumuskan hipotesis

Guru memberikan kesempatan siswa untuk curah pendapat dalam membentuk

(17)

dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis yang mana menjadi

hipotesis penyelidikan.

3. Merancang percobaan

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan

langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru

membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.

4. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi

Guru membimbing siswa untuk mendapatkan informasi melalui percobaan.

5. Mengumpulkan dan menganalisis data

Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok untuk menyampaikan

hasil pengolahan data yang terkumpul.

6. Membuat kesimpulan

Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan.

Ditegaskan oleh Sudjana (Trianto, 2010:172), bahwa ada lima tahapan

yang ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran inkuiri, yaitu:

1. Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh siswa.

2. Menetapkan jawaban sementara atau lebih dikenal dengan istilah hipotesis.

3. Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis

atau permasalahan.

4. Menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi

5. Mengaplikasikan kesimpulan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran inkuiri

adalah sebagai berikut

1. Merumuskan masalah

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di

papan tulis, kemudian guru membagi siswa dalam kelompok.

2. Merumuskan hipotesis

Guru memberikan kesempatan siswa untuk curah pendapat dalam membentuk

(18)

dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi

hipotesis penyelidikan.

3. Mengumpulkan data

Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis

atau permasalahan.

4. Menguji hipotesis

Guru membimbing siswa untuk mendapatkan informasi melalui percobaan.

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai

dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data.

5. Membuat kesimpulan

Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan.

Keunggulan dan kelemahan pendekatan inkuiri (Putra, 2013:105-108)

Pendekatan inkuiri ini memiliki keunggulan yaitu:

1. Dapat meningkatkan potensi intelektual siswa. Hal ini dikarenakan siswa

diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari

permasalahan yang diberikan dengan pengamatan dan pengalaman sendiri.

2. Ketergantungan siswa terhadap kepuasan ekstrinsik bergeser ke arah

kepuasan instrinsik. Siswa yang telah berhasil menemukan sendiri sampai

dapat memecahkan masalah yang ada akan meningkatkan kepuasan

intelektualnya yang datang dari dalam dirinya.

3. Memperoleh pengetahuan yang bersifat penyelidikan karena terlibat langsung

dalam proses penemuan.

4. Memperpanjang proses ingatan.

5. Memahami konsep-konsep sains dan ide-ide dengan baik.

6. Belajar pengarahan diri sendiri, tanggung jawab, komunikasi dan lain

sebagainya.

7. Proses pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan konsep

(19)

8. Tingkat harapan meningkat, tingkat harapan merupakan bagian dari konsep

diri.

9. Proses pembelajaran inkuiri bisa mengembangkan bakat.

10. Model pembelajaran inkuiri dapat menghindarkan siswa dari belajar dengan

hafalan.

11. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerima dan mengatur

informasi yang didapatkan.

Di sisi lain pendekatan inkuiri mempunyai kelemahan-kelemahan

1. Model pembelajaran inkuiri mengandalkan suatu kesiapan berpikir, sehingga

siswa yang mempunyai kemampuan berpikir lambat bisa kebingungan dalam

berpikir secara luas, membuat abstraksi, menemukan hubugan antar-konsep

dalam suatu mata pelajaran, atau menyusun sesuatu yang telah diperoleh

secara tertulis maupun lisan.

2. Tidak efisien, khususnya utuk mengajar siswa yang jumlahnya besar

sehingga banyak waktu yang dihabis-habiskan untuk membantu seseorang

siswa dalam menemukan teori-teori tertentu.

3. Harapan-harapan dalam model pembelajaran ini dapat terganggu oleh

siswa-siswa dan guru-guru yang telah terbiasa dengan pengajaran tradisional.

4. Bidang since membutuhkan banyak fasilitas untuk menguji ide-ide.

5. Kurang berhasil bila jumlah siswa terlalu banyak di dalam satu kelas.

6. Sulit menerapkan pendekatan ini karena guru dan siswa sudah terbiasa

dengan pendekatan ceramah dan tanya jawab.

7. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri lebih menekankan

pada penguasaan kognitif serta mengabaikan aspek keterampilan, nilai, dan

sikap.

8. Kebiasaan yang diberikan kepada siswa tidak selamanya bisa dimanfaatkan

secara optimal dan sering terjadi siswa kebingungan.

(20)

2.1.5 Pembelajaran dengan Model Numbered Heads Together (NHT) 2.1.5.1Hakikat Pembelajaran

Rifa’i dan Anni (2009: 193) mengemukakan bahwa pembelajaran berorientasi pada bagaimana peserta didik berperilaku, memberikan makna, yang

merubah stimuli dari lingkungan ke dalam sejumlah informasi, yang selanjutnya

dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang.

Sedangkan Kustandi dan Sutjipto (2011: 5) menyatakan bahwa pembelajaran

merupakan usaha sadar guru/pengajar untuk membantu siswa atau anak didiknya

agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.

Mengkaji pendapat tentang pengertian pembelajaran di atas, menunjukkan

bahwa pembelajaran mencakup komponen-komponen penting yang saling terkait,

yaitu guru, siswa, dan hasil belajar. Guru mutlak memerlukan keterampilan dasar

mengajar dalam melaksanakan pembelajaran. Keterampilan tersebut dimunculkan

dalam pembelajaran untuk mengarahkan aktivitas siswa ke arah yang baik, sesuai

dengan yang direncanakan. Apabila aktivitas siswa telah sesuai dengan yang

direncanakan, maka informasi yang ingin diberikan oleh guru kepada siswa dapat

diserap dengan baik. Pola interaksi tersebut menyebabkan adanya hasil belajar

yang diperoleh siswa.

2.1.5.2Model Pembelajaran

Menurut Kosasih (2010: 54) istilah model secara khusus diartikan sebagai

kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan

kegiatan. Berdasarkan pengertian tersebut model pembelajaran dapat diartikan

sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam

melaksanakan pembelajaran.

Arends (Suprijono, 2009:46) mengemukakan model pembelajaran

merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi

pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap

implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.

(21)

dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap pembelajaran, lingkungan

pembelajaran dan pengelolaan kelas.

Merujuk pada pemikiran Joyce (Suprijono, 2009 : 46), fungsi model

pembelajaran yaitu guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi,

ide keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bawa model pembelajaran

kerangka konseptual yang digunakan sebagai landasan pembelajaran yang

digunakan guru untuk membatu peserta didik dalam belajar.

2.1.5.3Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)

Hamdani (2011:89) Numbered Heads Together adalah model belajar

dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian

secara acak, guru memanggil nomor dari siswa. Berikut ini langkah-langkah NHT

1. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok

mendapat nomor.

2. Guru memberikan tugas kepada tiap-tiap kelompok disuruh untuk

mengerjakannya.

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap

anggota kelompok dapat mengerjakannya.

4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil

melaporkan hasil kerja sama mereka.

5. Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk

nomor lain

6. Kesimpulan.

Sejalan dengan Hamdani, menurut Suprijono (2011:92) langkah-langkah

NHT sebagai berikut ini

(22)

2. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap

kelompok.

3. Setiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi

memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

4. Guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap

kelompok.

5. Mereka yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang diberikan guru

secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran memaparkan

jawaban atas pertanyaan guru.

6. Kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan yang guru berikan sebagai

pengetahuan yang utuh.

Ditegaskan oleh Huda (2013:203-204) bahwa langkah-langkah NHT

adalah

1. Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok.

2. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.

3. Guru memberi tugas atau pertanyaan pada masing-masing kelompok untuk

mengerjakannya

4. Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap

paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban

tersebut.

5. Guru memanggil salah satu nomor secara acak.

6. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil

diskusi kelompok mereka.

Hal ini kuatkan oleh pendapat Suprihatiningrum (2013:209) bahwa

langkah-langkah Model pembelajaran NHT adalah:

1. Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada

setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

2. Mengajukan pertanyaan

(23)

3. Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan tersebut dan

meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.

4. Menjawab

Guru memanggil nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai

mengacungkan tangan dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk

seluruh kelas.

Berdasarkan pada langkah-langkah model pembelajaran NHT yang sudah

diuraikan, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah NHT yakni

1. Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada

setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

2. Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap

kelompok.

3. Berpikir bersama

Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap

paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban

tersebut.

4. Pemanggilan

Guru memanggil salah satu nomor secara acak

5. Menjawab

Mereka yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang diberikan guru

secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran memaparkan

jawaban atas pertanyaan guru.

6. Memberi tanggapan

Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk

nomor lain

(24)

Kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan yang guru berikan sebagai

pengetahuan yang utuh

Model pembelajaran NHT mempunyai potensi yakni setiap siswa menjadi

siap semua, siswa juga dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh dan

siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Di sisi lain model

pembelajaran NHT memiliki kelemahan, yakni kemungkinan nomor yang

dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil

oleh guru.

Jadi langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan adalah:

1. Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang dan kepada

setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

2. Merumuskan masalah

Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di

papan tulis, kemudian guru membagi siswa dalam kelompok.

3. Merumuskan hipotesis

Guru memberikan kesempatan siswa untuk curah pendapat dalam membentuk

hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan

dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi

hipotesis penyelidikan.

4. Mengumpulkan data

Mencari informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis

atau permasalahan.

5. Menguji hipotesis

Guru membimbing siswa untuk mendapatkan informasi melalui percobaan.

Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai

(25)

6. Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan tersebut dan

meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.

7. Pemanggilan

Guru memanggil salah satu nomor secara acak.

8. Menjawab

Mereka yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang diberikan guru

secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran memaparkan

jawaban atas pertanyaan guru.

9. Memberi tanggapan

Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk

nomor lain.

10. Kesimpulan

Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan, kesimpulan dari

jawaban atas pertanyaan yang guru berikan sebagai pengetahuan yang utuh

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

a. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Siti Maemunah pada

tahun 2012 dengan judul “Penggunaan Pendekatan Inkuiri untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Afektif dan Kognitif Ilmu Pengetahuan Alam

Kelas V SD Bansari Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Peneltian ini

menyimpulkan terjadi peningkatan hasil dan keaktifan belajar siswa yang

signifikan dengan nilai KKM yang ditentukan yaitu 71. Pada kondisi awal pra

siklus, hasil dan keaktifan belajar peserta didik termasuk dalam kategori

rendah yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 66,78, sedangkan pada

pembelajaran siklus I, keaktifan dan hasil belajar siswa meningkat kekategori

tinggi yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai 81,99 dengan pencapaian

ketuntasan belajar sebanyak 85,19 %. Selanjutnya pada siklus II, terjadi

peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan

rata-rata 84,73 dengan pencapaian ketuntasan 100 %. Dengan demikian dapat

(26)

keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V Mata Pelajaran IPA SD N Bansari

dengan adanya perbandingan peningkatan ketuntasan siswa dari siklus I

sampai siklus II yaitu sebanyak 14,81 %.

b. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Siti Maimunah pada tahun 2012 dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pendekatan Kooperatif Tipe NHT pada Siswa Kelas IV SD Negeri Simpar Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester II 2011/2012”. Hasil penelitian ini, menunjukan ada peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini

nampak pada peningkatan rata-rata pada hasil belajar siswa yakni kondisi pra

siklus 55,91. Siklus I naik menjadi 62,95 dan siklus II naik lagi menjadi

72,27. Apabila diperhatikan di siklus I siswa yang tuntas 9 (40,91 %) pada

siklus II siswa yang tuntas 19 (86,36 %).

c. Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Natanael Dwi Kristyanto pada tahun 2013 dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada

Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Siswa Kelas 4 SD Negeri Sugihan 01 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2012/2013”. Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan motivasi

belajar dan hasil belajar siswa. Dengan indikator keberhasilan untuk motivasi

belajar, apabila 100% siswa mendapat skor angka lebih dari atau sama

dengan 85, sedangkan indikator keberhasilan hasil belajar dikatakan

berhasil/tuntas apabila sebanyak 100% siswa mencapai nilai lebih atau sama

dengan 70. Pada pra siklus angkat motivasi jumlah siswa yang memiliki

motivasi tinggi belajar IPA ada 4 siswa atau 17,39%. Pada siklus I siswa yang

memiliki motivasi tinggi terhadap belajar IPA sebanyak 19 siswa atau

82,60% terjadi peningkatan. Pada siklus II siswa yang memiliki motivasi

tinggi terhadap IPA sebanyak 23 siswa atau 100%, terbukti bahwa hasil

motivasi belajar sudah terjadi peningkatan. Hasil belajar IPA pra siklus siswa

yang sudah tuntas sebanyak 10 siswa atau 43,4%. Pada siklus I Siswa yang

(27)

yang sudah tuntas sebanyak 23 siswa atau 100%, terbukti hasil belajar terjadi

peningkatan.

Berdasarkan hasil kajian penelitian yang relevan di atas menunjukkan

bahwa pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri maupun

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads

Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan

adanya peningkatan hasil belajar siswa. Melihat hal tersebut peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian. Penelitian akan dilakukan pada siswa kelas V SDN 2

Gunungtumpeng Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan untuk hasil

belajar IPA. Peneliti mengembangkan penelitian dengan menggabungkan

pendekatan inkuiri dengan model pembelajaran Numbered Heads Together

(NHT).

2.3 Kerangka Pikir

Hasil belajar merupakan proses bukti akhir keberhasilan dari

kemampuan-kemampuan yang dimliki seorang siswa setelah terjadinya aktifitas belajar atau

setelah menerima pengalaman belajar. Sementara pembelajaran yang telah

dilakukan tidak selalu melibatkan siswa dalam menerima pengalaman belajar. Hal

ini membuat siswa bosan dan enggan mengikuti pembelajaran. Akibatnya

penilaian hasil belajar siswa ada yang tidak mencapai KKM 70. Untuk

menanggapi hal tersebut, dibutuhkan upaya penanganan guna mengantisipasi

rendahnya hasil belajar peserta didik yang dapat dilakukan dengan menggunakan

pendekatan inkuiri dan model pembelajaran NHT dalam pembelajaran. Dengan

inkuiri, peserta didik mampu memahami materi pembelajaran dengan menemukan

jawaban itu sendiri melalui pengalaman belajar secara langsung, sehingga

pemahaman tersebut akan lebih melekat dalam otak peserta didik dibandingkan

bila peserta didik hanya belajar sendiri dari buku.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Heads

Together (NHT) melalui beberapa langkah, langkah pertama penomoran ,guru

(28)

anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5. Kemudian merumuskan masalah,

guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah. Selanjutnya merumuskan

hipotesis, guru memberikan kesempatan siswa untuk curah pendapat dalam

membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang

relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi

hipotesis penyelidikan. Selanjutnya mengumpulkan data, siswa mencari

informasi, data, dan fakta yang diperlukan untuk menjawab hipotesis atau

permasalahan. Selanjutnya guru membimbing siswa untuk mengolah data

kemudian mengintepretasikan data. Siswa bersama kelompoknya berpikir

bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan tersebut.

Langkah selanjutnya pemanggilan guru memanggil salah satu nomor

secara acak lalu mereka yang nomornya dipanggil menjawab pertanyaan yang

diberikan guru secara bergiliran sampai semua kelompok mendapat giliran

memaparkan jawaban atas pertanyaan guru, siswa lain diminta untuk memberi

tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain. Selanjutnya guru membimbing

siswa untuk membuat kesimpulan, kesimpulan dari jawaban atas pertanyaan yang

guru berikan sebagai pengetahuan yang utuh. Untuk lebih lebih jelasnya dapat kita

(29)

Gambar 1 Kerangka Berpikir

Pembelajaran Konvensional

1. Tujuan Pembelajaran tidak tercapai dengan optimal.

2. Guru mendominasi pembelajaran.

3. Siswa bosan, berbicara dengan

temannya, melamun, menggambar, serta mengantuk.

4. Hasil belajar dibawah KKM.

5. Diperlukan pendekatan dan model

pembelajaran yang inovatif. Pembelajaran IPA menggunakan

Pendekatan Inkuiri dengan Model pembelajaran NHT

Membentuk kelompok

Merumuskan masalah Mengidentifikasi masalah

Mengumpulkan data Merumuskan hipotesis

Mengolah data

Kesimpulan

Menerima pertanyaan

Pemanggilan nomor secara acak

Menjawab pertanyaan

Tanggapan siswa lain

Kesimpulan kelas

Unjuk Kerja

Hasil Belajar

(30)

2.4 Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah pendekatan inkuiri dengan

model pembelajaran Number Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil

belajar IPA siswa kelas V SDN 2 Gunungtumpeng Kecamatan Karangrayung

Gambar

Tabel 1
Gambar 1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Apakah kepercayaan, citra toko, risiko yang dipersepsikan, dan pengalaman belanja online secara simultan berpengaruh signifikan terhadap niat beli konsumen Zalora

Simpan larutan ditempat yang gelap selama 20 menit Endapan lalu disaring dan dicuci dengan 10 mL HNO3 0,05 N kemudian di cek dengan mengunakan HCl untuk mengetahui

Jika besarnya tekanan hidrostatis pada dasar tabung adalah P r menurut konsep tekananr besarnya P dapat dihitung dari perbandingan antara gaya berat fuida ( F ) dan luas

Penelitian ini membuktikan hasil yang sama dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Erfan Severi dan Kwek Choon Ling (2013) yang menyatakan adanya hubungan

Kapasitansi ekivalen adalah kapasitansi kapasitor tunggal yang mampu menggantikan sejumlah kombinasi kapasitor dalam suatu rangkaian dan menyimpan jumlah energi yang sama untuk

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan langsung antara ekuitas merek pada kesadaran merek, asosiasi merek, loyalitas merek, citra merek dan

Ini pun ditambah lagi dengan kesan bahwa penelitian yang demikian itu seolah-olah hanya dalam naungan paradigma positivistik (post positivistik).. Gambaran tentang pengetahuan

Siswa menunjukkan pemahaman yang baik tentang konsep tata bahasa, tetapi kalimat tidak memiliki kejelasan dan penguasaan tenses. Siswa menunjukkan pemahaman dan