• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa siaga aktif adalah bentuk pengembangan dari desa siaga yang telah dimulai sejak tahun 2006. Desa atau kelurahan siaga aktif adalah desa atau kelurahan

yang penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti Pusat Kesehatan Masyarakat

Pembantu (Pustu), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya, penduduk mengembangkan Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)

dan melaksanakan survailans berbasis masyarakat (Kemenkes RI, 2010).

Pengembangan desa siaga merupakan salah satu strategi dalam mewujudkan Indonesia sehat. Desa siaga merupakan gambaran masyarakat yang sadar, mau dan

mampu untuk mencegah dan mengatasi berbagai ancaman terhadap kesehatan masyarakat dengan memanfaatkan potensi setempat secara gotong royong menuju

desa sehat (Misnaniarti, 2011).

Dunia internasional sangat memberi perhatian terhadap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat terutama yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan

bayi. Hal ini terlihat dengan adanya perubahan kebijakan dan strategi KIA melalui Konferensi Nairobi tentang Safe Motherhood tahun 1987. Indonesia ikut

(2)

Ibu (GSI) yang lebih menonjolkan upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), tahun 2000 pemerintah RI mencanangkan kebijakan Making Pregnancy Safer (MPS)

dengan 3 pesan kunci dalam percepatan penurunan AKI dan AKB, kemudian tahun 2006 di canangkan Program Desa Siaga dengan konsep pemberdayaan masyarakat (Depkes RI, 2005).

Pengembangan desa siaga aktif ini telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 564/Menkes/SK/VIII/2006 tanggal 2 Agustus 2006 Tentang

Pedoman Pelaksanaan Desa Siaga. Dalam pengembangan desa siaga aktif diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajarannya yang berupa proses pemecahan

masalah yang dihadapi melalui Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) sebagai embrio atau titik awal pengembangan desa menuju desa/kelurahan

siaga aktif (Misnaniarti, 2011).

Desa atau Kelurahan Siaga Aktif memiliki kriteria dan tingkatan yang perlu dicapai, pentahapan dari Desa Siaga Aktif terdiri dari Pratama, Madya, Purnama dan

Mandiri. Semakin tinggi tingkatan Desa Siaga aktif di suatu desa maka semakin tinggi pembangunan kesehatan di wilayah tersebut yang ditunjukkan dengan

peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan (Ismawati, 2010).

Pemangku kepentingan atau Stakeholders memegang peranan yang penting

(3)

(AKI), penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) dan penurunan Angka Kematian Balita (AKABA) serta peningkatan Perilaku Hidup Bersih Sehat dari masyarakat

(PHBS). Stakeholders yang memiliki komitmen yang tinggi akan mampu memberdayakan masyarakatnya melalui upaya kesehatan yang bersumberdaya masyarakat. Hal yang dapat dilakukan Stakeholders dalam pengembangan Desa atau

Kelurahan Siaga Aktif yaitu mengenal kondisi desa dan kelurahan, identifikasi masalah kesehatan, musyawarah desa atau kelurahan, perencanaan partisipatif,

pelaksanaan kegiatan dan pembinaan kelestariannya (Kemenkes RI, 2010).

Menurut Hargono (dalam Paramita, 2007), bahwa dalam mempercepat keberhasilan penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita disamping faktor akses

dan pelayanan kesehatan, masyarakat dengan segenap potensi dan peran sertanya juga merupakan agenda prioritas. Hal ini sesuai dengan pendapat Adi (2008) bahwa

pentingnya Peran Serta Masyarakat (PSM) dalam pembangunan kesehatan telah diakui semua pihak. Hasil uji coba yang dikaji secara statistik membuktikan bahwa PSM amat menentukan keberhasilan, kemandirian dan kesinambungan pembangunan

kesehatan.

Menurut CARE, 1998 (dalam Paramita, 2007), faktor ekonomi, sosial, budaya

dan peran serta masyarakat menjadi determinan kematian ibu dan bayi. Peran serta masyarakat khususnya yang terkait dengan upaya kesehatan ibu dan bayi masih belum berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Keluarga dan masyarakat masih

(4)

pendek jarak kelahiran, dan 3 (tiga) terlambat: terlambat mengambil keputusan mencari pelayanan kesehatan terampil, terlambat tiba di rumah sakit karena masalah

transportasi, dan terlambat dalam tindakan medis.

Menurut pendapat para ahli, bahwa konsep peran serta masyarakat mulai diganti oleh konsep pemberdayaan yang diartikan sebagai segala upaya fasilitasi yang

bersifat noninstruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan memecahkan masalah

dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada (Pratiwi, 2007).

Visi pembangunan nasional tahun 2005-2025 sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 merupakan “Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur”. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan 8

(delapan) arah pembangunan jangka panjang, yang salah satunya adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing (Kementerian Dalam Negeri, 2011).

Untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, salah satu arah yang

ditetapkan adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia, yang ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Unsur-unsur penting

bagi peningkatan IPM adalah derajat kesehatan, tingkat pendidikan, dan pertumbuhan ekonomi. Derajat kesehatan dan tingkat pendidikan pada hakikatnya adalah investasi bagi terciptanya sumber daya manusia berkualitas, yang selanjutnya akan mendorong

(5)

diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Oleh sebab itu, pembangunan kesehatan dalam kurun waktu lima tahun

ke depan (2010-2014) harus diarahkan kepada beberapa hal prioritas (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Pembangunan pada prinsipnya merupakan upaya mengubah suatu kondisi lain

yang tentunya lebih baik. Dalam proses pembangunan apapun, peran aktif masyarakatlah yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan, yang biasa

diistilahkan dengan partisipasi. Tanpa partisipasi dari masyarakat pembangunan sulit efektif mencapai tujuannya (Adi, 2008).

Partisipasi aktif dan positif dalam konteks pembangunan, khususnya

pembangunan kesehatan, tentu tidak terjadi begitu saja. Dalam rangka menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat diperlukan pendidikan non formal

seperti penyuluhan. Sarana kesehatan menjadi kurang artinya ketika masyarakat tidak berpartisipasi dalam wujud pemanfaatan dan pemeliharaan secara optimal. Partisipasi aktif masyarakat pada gilirannya akan melahirkan kemandirian masyarakat dalam

memelihara kesehatannya (Kemenkes RI, 2011).

Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat sebagaimana yang

diharapkan, program pemberdayaan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan reproduksi harus ditingkatkan. Upaya mengatasi AKI juga tidak mungkin dapat dilakukan pemerintah sendiri tanpa partisipasi masyarakat. Pemerintah menyadari

(6)

masyarakat untuk menjaga kesehatannya secara mandiri, pembangunan kesehatan yang diharapkan tidak akan efektif dalam mencapai sasaran (Yustina, 2007).

Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan dalam upaya menekan AKI, AKB dan AKABA, untuk itu masyarakat perlu diberi pemahaman yang menyeluruh tentang apa, mengapa dan bagaimana mereka berpartisipasi sehingga AKI, AKB dan

AKABA dapat diturunkan secara signifikan. Sesuai dengan komitmen Indonesia dalam Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di

Kairo, maka yang perlu diperhatikan para stakeholders kesehatan masyarakat adalah adanya perubahan paradigma dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan menempatkan manusia sebagai subjek (Yustina, 2007).

Salah satu upaya untuk meningkatkan pertisipasi masyarakat dengan adanya advokasi yang merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh komitmen politik,

dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan dukungan sistem dari pembuat keputusan atau pembuat kebijakan terhadap program kesehatan yang bertujuan untuk mendorong dikeluarkannya kebijakan-kebijakan publik sehingga dapat mendukung

atau menguntungkan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian Kesehatan pada tahun 2009 diketahui

bahwa dari 75.410 desa dan kelurahan di seluruh Indonesia tercatat 42.295 (56,1%) desa dan kelurahan telah memulai upaya mewujudkan Desa dan Kelurahan Siaga. Atas dasar pertimbangan tersebut diatas perlu dilakukan revitalisasi Pengembangan

(7)

Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat merupakan salah satu

penanda keberhasilan proses program pengembangan desa siaga aktif yang berguna untuk memberdayakan masyarakat dan memberi kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka

kematian ibu dan bayi (Kurniawan, 2007).

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi salah satu indikator penting dalam

menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan,

melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.

Pemerintah Indonesia bersama 188 negara lainnya pada bulan September tahun 2000 sepakat menandatangani Deklarasi Milenium Persatuan Bangsa-Bangsa yang menghasilkan sekumpulan tujuan yang disebut Millenium Develompment Goals

(MDGs) dan sejumlah kebijakan khususnya yang harus terukur dan bisa dicapai pada tahun 2015. Pemerintah Indonesia yang turut menandatangani kesepakatan ini

berkomitmen penuh untuk melaksanakan dan memonitor perkembangannya. Setiap sasaran dalam MDGs memiliki target khusus. Sebagai acuan, digunakan beberapa indikator diantaranya adalah pengurangan angka kematian anak sampai dua per tiga

(8)

kesehatan ibu dengan target mengurangi sampai tiga per empat rasio perempuan yang meninggal karena melahirkan pada tahun 2015 (Mariati, 2011).

Seluruh negara di dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap Angka Kematian Ibu (AKI), sehingga menempatkannya diantara delapan tujuan Millennium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai sebelum tahun 2015. Komitmen

yang ditandatangani 189 negara pada September 2000 itu, pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan manusia (Yustina, 2007).

Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia pada tahun 1990 adalah 400 per 100.000 kelahiran hidup, turun menjadi 260 pada tahun 2008. Angka tertinggi terdapat di Afrika Sub Sahara (640), diikuti Asia Selatan (290), dibandingkan dengan Amerika

Latin dan Karibia (85), Amerika Utara (23) dan di Eropa (10). Di Asia Tenggara AKI rata-rata 164, yang tertinggi adalah Republik Rakyat Demokratik Laos (580), Timor

Leste (370) dan Kamboja (290), dan negara yang kematian ibu relative rendah yaitu Malaysia (31), Brunei Darussalam (21) dan (9) Singapura (Childinfo, 2012).

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia telah mengalami penurunan menjadi

307 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2002-2003 bila dibandingkan dengan angka tahun 1994 yang mencapai 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Tetapi akibat

komplikasi kehamilan atau persalinan yang belum sepenuhnya dapat ditangani, masih terdapat 20.000 ibu yang meninggal setiap tahunnya. Badan Pusat Statistik(BPS) memproyeksikan bahwa pencapaian AKI baru mencapai angka 163 per 100.000

(9)

adalah 102. Pencapaian target MDGs akan dapat terwujud hanya jika dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya (Bappenas, 2010).

Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi indikator pembangunan di sektor kesehatan. Angka kematian ibu di Indonesia, ternyata masih tergolong tinggi. Berdasarkan hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010, diketahui

bahwa AKI di Indonesia sebesar 214 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu untuk lingkup di wilayah Jawa Tengah tahun 2010 dilaporkan AKI sebesar 104

per 100.000 kelahiran hidup. Namun ada beberapa wilayah di Jawa Tengah yang mengalami peningkatan kasus AKI salah satunya Kabupaten Demak. Tercatat kasus AKI meningkat dalam 2 tahun terakhir yaitu pada tahun 2010 sebesar 98,98 per

100.000 kelahiran hidup, dan tahun 2011 sebesar 121,89 per 100.000 kelahiran hidup (Dwijayanti, 2013).

Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (30%), eklamsia (25%), partus lama (5%), komplikasi aborsi (8%), dan infeksi (12%). Resiko kematian meningkat bila ibu menderita anemia, kekurangan energi kronik dan penyakit

menular. Kematian ibu karena hamil dan melahirkan juga merupakan akibat dari adanya ”empat terlalu” yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu tua

(usia lebih dari 35 tahun), terlalu banyak/sering hamil dan melahirkan (jumlah anak lebih dari 4 orang), serta terlalu dekat/rapat jarak antar kelahiran dimana jarak antar kehamilan kurang dari 2 tahun (Kemenkes RI, 2012).

(10)

namun ini belum bisa menggambarkan AKI yang sebenarnya di populasi. Berdasarkan hasil survey AKI yang dilaksanakan oleh FKM-USU, AKI Propinsi

Sumatera Utara tercatat 268 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010. Bila dibandingkan dengan angka nasional, AKI Sumatera Utara lebih tinggi.

Kriteria Desa Siaga salah satunya adanya Pos Kesehatan Desa (Poskesdes)

dan memiliki minimal satu orang bidan dan dua orang kader. Pada tahun 2010 jumlah poskesdes di Propinsi Sumatera Utara adalah 2.346 unit, angka ini mengalami

peningkatan dari tahun 2009 yaitu 2.314 unit. Jumlah desa siaga di Propinsi Sumatera Utara tahun 2010 adalah 4.670 unit, jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 yaitu 4.390 unit dan tahun 2008 yaitu 3.227 unit. Namun jumlah desa

siaga aktif yaitu hanya 1.967 unit (42,12%) dari total desa siaga yang ada.

Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2011,

Desa Siaga Aktif sebanyak 318 desa/kelurahan (80,71%) dari 394 desa yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Akan tetapi Desa Siaga Aktif tersebut mayoritas masih pada tingkat Pratama yaitu 248 desa (78%), tingkat Madya 70 desa (22%) sedangkan

tingkat purnama dan mandiri belum ada, jumlah posyandu di Kabupaten Deli Serdang 1396 dan posyandu yang aktif 663 (47,49%) masih jauh dari target nasional

yakni 80 %.

Berdasarkan penjelasan Kepala Bidang Promosi Kesehatan Kabupaten Deli Serdang bahwa jumlah anggaran untuk kegiatan promosi kesehatan di seluruh

(11)

Kabupaten Deli Serdang adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang masih menghadapi masalah kesehatan berupa kematian ibu, bayi dan balita.

Jumlah kematian ibu di kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbesar (1.790.431 jiwa) di Propinsi Sumatera Utara sampai tahun 2008 terjadi peningkatan kasus yaitu 24 jiwa tahun 2006, 27 jiwa pada tahun 2007, dan 32 jiwa pada tahun 2008. Namun pada

tahun 2009-2010 terjadi penurunan jumlah kasus kematian maternal yaitu 21 jiwa dari 40.868 kelahiran hidup pada tahun 2009 dan 20 jiwa dari 36.743 kelahiran hidup pada

tahun 2010. Demikian juga tahun 2011 angka kematian ibu tetap 20 dari 37.770 kelahiran hidup dengan penyebab kematian ibu tersebut adalah Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) 7 orang, perdarahan 6 orang, infeksi 4 orang, emboli air ketuban 1

orang, sakit jantung 1 orang, penyebab lain 1 orang (Dinkes Kab. Deli Serdang, 2012). Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang tahun 2012,

angka kematian bayi di Kabupaten Deli Serdang menurun dari 2,67 per 1000 KH (98 orang dari 36.743 kelahiran hidup) tahun 2010 menjadi 2,57 per 1000 KH (97 orang dari 37.770 kelahiran hidup) tahun 2011. Penyebab kematian bayi adalah BBLR 25

orang (25,8%), asfiksia 23 orang (23,7%), kelainan jantung 9 orang (9,3%), kelainan kongenital 8 orang (8,2%), ISPA 7 orang (7,2%), diare 5 orang (5.2%), demam 2

orang (2,1%) dan sebab lain 18 orang (18,6%). Angka Kematian Balita (AKABA) juga terjadi penurunan dari 3.67 per 1000 KH (135 orang dari 36,743 kelahiran hidup) tahun 2010 menjadi 3,52 per 1000 KH (133 orang dari 37.770 kelahiran

(12)

orang, kelainan jantung 15 orang, diare 12 orang, kelainan kongenital 8 orang, demam 8 orang, DBD 1 orang dan sebab lain 28 orang.

Hasil survey pendahuluan di beberapa kecamatan di Kabupaten Deli Serdang diketahui bahwa Forum Kesehatan Desa belum dapat berjalan dengan rutin dan baru bisa diadakan apabila ada proyek kesehatan dari Dinas Kesehatan Deli Serdang.

Peran serta masyarakat masih rendah dalam kegiatan pengembangan desa siaga aktif, dimana UKBM yang berjalan hanya posyandu balita, posyandu lansia, tetapi sistem

penganggulangan kegawatdaruratan dan penanggulangan bencana seperti kelompok donor darah, ambulan desa dan dana sehat belum ada, sistem surveilan berbasis masyarakat belum maksimal serta Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) masih rendah

terutama yang berkaitan dengan tidak merokok dalam rumah.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan permasalahan penelitian

yaitu masih didapati kematian ibu akibat kekurangan donor darah, ketidaktersediaan tabulin atau dana sehat, tidak terbentuknya kelompok donor darah, surveilans

berbasis masyarakat terutama untuk deteksi dini ibu dan bayi yang beresiko belum maksimal serta masih tinggi AKB dan AKABA akibat diare yang berkaitan dengan kebersihan lingkungan atau PHBS, masih rendahnya UKBM dan tingkat

(13)

tingkat desa tentang pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang tahun 2013.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) stakeholders tingkat desa terhadap pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2013.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) stakeholders tingkat desa terhadap pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli Serdang

tahun 2013.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak Dinas Kesehatan

Kabupaten Deli Serdang sebagai pertimbangan perumusan kebijakan program Pengembangan Desa Siaga Aktif khususnya yang berkaitan dengan peningkatan

perilaku stakeholders tingkat desa.

2. Sebagai masukan untuk stakeholders tingkat desa agar dapat mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukan, dan membuat perencanaan yang lebih tepat guna

peningkatan Pengembangan Desa Siaga Aktif.

3. Bagi peneliti, menambah pengalaman meneliti dan merupakan salah satu syarat

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran untuk pembayaran pekerjaan timbunan adalah sesuai dengan material dilokasi yang telah dipadatkan, memenuhi spesifikasi teknik, garis, lereng serta tebal seperti

H1: (1) Terdapat perbedaan produktivitas kerja antara karyawan yang diberi insentif dengan karyawan yang tidak diberi insentif (2) Terdapat perbedaan

Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik bahkan

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Logo merupakan lambang yang dapat memasuki alam pikiran/suatu penerapan image yang secara tepat dipikiran pembaca ketika nama produk tersebut disebutkan (dibaca),

DATA PEGAWAI NEGERI SIPIL DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN LOMBOK BARAT. NO NAMA PNS