• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I TREASURE HUNTERS - Chapter I (1.065Mb)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I TREASURE HUNTERS - Chapter I (1.065Mb)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

TREASURE HUNTERS

Sesuai dengan tugas yang diemban dalam Studio Perancangan Arsitektur 6 (enam) yaitu revitalisasi berbasis pengembangan kawasan multi-fungsi terpadu dengan tema simbiosis berkelanjutan (Symbiosis Sustainability). Dalam kesempatan ini, kawasan yang diajukan oleh kelompok 2 (dua) ialah revitalisasi kawasan kota lama Labuhan Deli yang termasuk Masjid Al-Oesmani, deretan ruko lama, stasiun labuhan dan area tepi Sungai Deli sebagai pusat destinasi pariwisata Sumatea Utara.

Pengembangan Labuhan Deli menjadi Urban Heritage Tourism bertujuan sebagai sarana pendidikan dan rekreasi masyarakat, aktivitas ini sekaligus pula sebagai sarana pelestarian kekayaan Labuhan Deli itu sendiri. Selain itu, pengembangan ini dapat meningkatkan pendapatan kota, untuk meningkatkan nilai pariwisata di Kota Medan serta dapat memperkenalkan bangunan bersejarah kota Medan (Kristiningrum, 2014).

Pengembangan pariwisata Labuhan Deli memerlukan alternatif yang berbasis pada pengetahuan dan pengalaman dalam upaya menemukan nilai-nilai penghidupan (livelihood/economy), kehidupan (social), kemanusiaan (human/Well-being), kesemestaan alam (nature) dan ketuhanan. Menurut

(2)

konsep dan arah pembangunan yang berkelanjutan diperlukan konsep Compass of

Sustainability dikenal adanya Empat Penjuru Mata Angin (gambar 1.1).

Arah utara (North) dikaitkan dengan keselarasan alam (Nature), arah timur

(East) dikaitkan dengan perkembangan ekonomi, arah selatan (South) berkaitan

dengan pengembangan sosial dan demikian pula arah barat (West) dikaitkan

dengan pentingnya membangun kehidupan manusia dalam kesejahteraan dan

keseimbangan spiritualitas (Well-being).

Gambar 1.1: Compass of Sustainability

Sumber: AtKisson Groupe International (2006) dalam Baiquni (2009)

(3)

Pencapaian Pembangunan yang berkelanjutan sangat diharapkan dengan adanya perencanaan kota yang sesuai dengan karakteristik kota tersebut karena aspek kontuinitas merupakan aspek yang terpenting dalam pembentukan identitas suatu tempat (Breakwell, 1985; Twigger-Ross & Uzzel, 1996 dalamGinting dan Wahid, 2014). Adanya aspek kontinuitas dapat membantu keberlanjutan/kontinuitas, membentuk kembali dan mempertahankan identitas tempat, misalnya; kehadiran sebuah bangunan lama yang keberadaannya dapat membantu kita mengingat atau memutar kembali memori (Lalli, 1992 dalam Ginting dan Wahid, 2014).

Pembangunan berkelanjutan ini sendiri bertujuan untuk mencapai berbagai hal, yaitu keberlanjutan sosial, lingkungan, ekonomi, politik dan pertahanan dan keamanan (Suweda, 2011). Dalam aspek sosial bertujuan untuk mengetaskan kemiskinan dan kelaparan, menjamin kesehatan, memberikan pendidikan yang layak, dan memenuhi kebutuhan pokok (makanan, air, perumahan). Sementara dalam aspek ekonomi bertujuan untuk menyediakan lapangan pekerjaan, mengembangkan ekonomi lokal, dan juga meningkatkan produktivitas kota. Dan dalam aspek lingkungan bertujuan untuk preservasi budaya, pengolahan limbah, efisiensi penggunaan lahan dan energi.

Singapura merupakan salah satu negara pelopor di kawasan Asia Tenggara dalam pengembangan Heritage Tourism. Di tahun 1970-an, Singapura mengalami economic boom (Teo dan Huang, 1995). Bangunan-bangunan bergaya modern

(4)

Ketika harga minyak bumi anjlok, bergulirlah wacana pengembangan kepariwisataan yang berpijak pada heritage sebagai dasarnya.

Akhirnya, pada tahun 1984 disepakatilah pengembangan konsep heritage tourism berupa rekonstruksi, renovasi, dan restorasi dari kawasan-kawasan

bersejarah di Singapura (Teo dan Huang, 1995). Ini bertujuan untuk meningkatkan apresiasi terhadap kebudayaan asli daerah, dan juga sebagai tempat wisata. Selain mendapatkan keuntungan dari segi pelestarian budaya dan sejarah, Singapura mendapatkan lonjakan wisatawan yang cukup tajam di tengah muramnya pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara pada masa itu (Teo dan Huang, 1995).

Belajar dari permasalahan yang sama dengan Singapura. Medan juga memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan urban heritage tourism. Sebagai kota dengan sejarah yang cukup panjang, Medan memiliki koleksi bangunan-bangunan bersejarah dalam jumlah yang relatif banyak. Salah satu yang cukup menyumbang bangunan bersejarah ialah Labuhan Deli.

(5)

Gambar 1.2: Kota Labuhan Saat Menjadi Ibukota Kerajaan Deli

Sumber: Roestam Thaib dkk., 50 tahun Kotapradja Medan, Medan: Djawatan Penerangan Kotapradja I – Medan, 1959, hal. 38

Bandar ini sudah menjadi pelabuhan sungai yang merupakan jembatan penghubung antara Sumatera Timur dengan Pantai Melayu jauh sebelum Belanda menguasai Deli (Ratna, 2006). Pelabuhan ini dapat menampung kegiatan ekspor-impor barang-barang dagangan dari dan keluar Labuhan Deli (gambar 1.3). Adapun barang-barang yang diekspor ialah kapur barus, lada, beras, tembakau, emas dan hasil-hasil hutan. Sementara barang-barang yang impor yang masuk seperti tekstil, senapan, mesin, barang pecah belah, dan candu.

(6)

Perkembangan Labuhan Deli tidak terlepas dari ikatan perjanjian antara Sultan Deli dengan Belanda padatahun 1862 dan kehadiran sektor pelabuhan di Labuhan Deli pada tahun 1863 (Ratna, 2006). Adanya penanaman tembakau di hulu Labuhan Deli yang pertama oleh Neinhuys menarik pengusaha bangsa-bangsa Eropa ikut membuka usaha tanaman keras seperti kelapa, buah pala, dan tembakau. Dengan itu, sebagai Ibukota Kerajaan Deli lebih dulu berkembang dari Medan dijadikan Belanda sebagai basis kekuatan pemerintahannya dengan menempatkan rumah kontrolir pertama di Labuhan Deli (gambar 1.4).

Gambar 1.4: Rumah Kontrolir I Belanda di Labuhan Deli (1865)

Sumber: Tengku Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempo Doeloe, Medan Perwira,

2001, hal. 28

(7)

Al-Oesmani ini menjadi bangunan permanen. Menurut Yenni (1999) dalam Ratna (2006), desain masjid ini dipengaruhi oleh arsitektur Moorish (gambar 1.5).

Gambar 1.5: Masjid Labuhan Deli Tahun 1875 Sumber: Luckman Sinar, Ibid., hal. 65

Seiring dengan berkembangnya industri perkebunan, Medan-pun berangsur-angsur ikut berkembang (Ratna, 2006). Dengan perpindahan kantor Neinhuys ke Medan pada tahun 1869 karena pertimbangan letak Medan yang lebih tinggi dari Labuhan Deli sehingga terhindar banjir, lalu disusul dengan pemindahan kedudukan Asisten Residen Belanda pada tahun 1879 dan dijadikan Medan sebagai ibukota Residen Sumatera Timur pada tahun 1887 serta pemindahan pusat pemerintahan Kerajaan Deli pada tahun 1891 membuat peranan Labuhan Deli berangsur-angsur mengalami kemunduran.

(8)

pengaruh pada kawasan sekitar seperti halnya deretan ruko-ruko cina di Labuhan Deli yang menjadi tempat judi dan juga kegiatan prostitusi. Sehingga Labuhan Deli yang dulu terkenal di mancanegara sudah mulai dilupakan orang.

Menyadari akan besarnya potensi Labuhan Deli yang di masa lalu sebagai pusat Kota Medan yang memiliki peranan dan pengaruh yang besar, maka perlu adanya penanganan khusus terkait perencanaan dan peraturan kota terkait perkembangan kawasan tersebut. Namun nyatanya sekarang Labuhan Deli merupakan salah satu area dimana karakteristiknya sudah memudar (Ratna, 2006). Ditambah pula Image buruk Labuhan Deli/kawasan Medan Utara yang melekat menambah hilangnya karakteristik Labuhan Deli yang sedia kala merupakan pelabuhan dan Pusat Kerajaan Melayu Deli.

Menurut Baiquni (2009), Pengembangan pariwisata memerlukan tiga hal

berkaitan dengan akses, atraksi dan amenitas dikenal dengan Triple A (Access,

Attraction and Amenity). Adapun strategi-strategi pengembangan Labuhan Deli yaitu dengan menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang urban heritage tourism tersebut. Fasilitas-fasilitas yang direncanakan sesuai dengan Urban

(9)

Gambar 1.6: Master Plan Urban Design Guide Kawasan Kajian

(10)

Diharapkan dengan adanya rencana penyediaan fasilitas-fasilitas tersebut dapat mengembangkan kawasan Labuhan Deli sebagai kawasan wisata budaya dan mengembalikan karakteristik Labuhan Deli yang dulunya melekat. Jika pengembangan Labuhan Deli ini berhasil maka 3 (tiga) dimensi aspek pembangunan berkelanjutan dapat terpenuhi yaitu aspek keberlajutan sosial, ekonomi dan lingkungan. Maka terjadinya proses simbiosis berkelanjutan. Bangunan peninggalan sejarah dan kebudayaan setempat tetap terjaga serta pihak-pihak yang bersangkutan juga akan mendapatkan profit/keuntungan.

Gambar

Gambar 1.1: Compass of Sustainability
Gambar 1.2: Kota Labuhan Saat Menjadi Ibukota Kerajaan Deli
Gambar 1.4: Rumah Kontrolir I Belanda di Labuhan Deli (1865)
Gambar 1.5: Masjid Labuhan Deli Tahun 1875
+2

Referensi

Dokumen terkait

Pada saat yang sama, misi gereja dimengerti sebagai persekutuan dari orang-orang yang dahulu adalah sebagai anggota komunitas penyembah berhala dan kemudian dimasukan oleh

4.1 Dalam melakukan analisis malware, pada system operasi android guna mengetahui dampak dari permission dalam sebuah aplikasi, dilakukan dengan menggunakan static analysis..

Dari 3 penegrtian tentang Bank Perkreditan Rakyat diatas dapat disimpulkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksankan kegiatan sebagaimana

Homeostasis pada manusia mengacu pada kemampuan tubuh untuk mengatur lingkungan fisiologis dalam untuk memastikan stabilitas dalam menanggapi fluktuasi lingkungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat ketahanan 50 genotipe terpilih plasma nutfah IRRDB 1981 (PN'81) terhadap PGDC.. aktifitas patogenisitas toksin. Hasil

Tujuan utama akuisisi data seismik adalah Tujuan utama akuisisi data seismik adalah memperoleh data pengukuran travel time yang memperoleh data pengukuran travel time yang

Penelitian sebelumnya yang menggunakan ZPT Rootone F diantaranya Darliana (2006) menunjukkan bahwa pemberiaan Rootone F dengan konsentrasi 100 mg/l air dapat

Apabila konsep ideal dilaksanakan maka dapat diharapkan kualitas pendidikan akan meningkat secara signifikan.sehingga dengan pelaksanaan supervisi yang baik, maka hasil