• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparasi Alternatif Pengganti Tanaman Jeruk di Kabupaten Karo (Studi Kasus di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Komparasi Alternatif Pengganti Tanaman Jeruk di Kabupaten Karo (Studi Kasus di Desa Sukanalu, Kecamatan Barusjahe) Chapter III V"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Pemilihan Lokasi

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu di desa Sukanalu Kecamatan Barusjahe dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Barusjahe sebagai salah satu sentra penghasil jeruk di Kabupaten Karo (Tabel 1). Namun saat ini sebagian petani telah mengganti tanaman jeruk baik menjadi tanaman perkebunan yaitu kopi mupun tanaman hortikultura seperti cabai merah, kol/kubis, dan tanaman lainnya akibat serangan hama dan penyakit sehingga produksi buah jeruk mengalami penurunan dari tahun ketahun (Tabel 2).

Tabel 1. Luas Tanam Jeruk di Kabupaten Karo Tahun 2008 s/d 2012.

No Kecamatan Luas Tanam Jeruk (Ha)

2008 2009 2010 2011 2012

1 Barusjahe 2,396 2,396 2,298 2,847 2,848 2 Tigapanah 1,187 1,185 1,187 1,289 4,115 3 Kabanjahe 1,599 1,600 1,599 1,994 975 4 Simpang empat 2,062 2,062 2,066 2,571 2,423

5 Payung 30 30 36 56 57

6 Munte 1,720 1,720 1,688 2,087 2,062

7 Tigabinanga 27 27 8 7 7

8 Juhar 251 235 173 172 160

9 Kutabuluh 47 48 47 47 90

10 Mardingding 7 63 62 9 8

11 Berastagi 196 195 181 219 219

12 Merek 785 785 771 931 959

13 Laubaleng 1 1 1 1 1

14 Tiganderket 94 23 5 60 63

15 Naman teran 694 692 690 856 843

16 Merdeka 597 597 626 725 653

17 Dolat Rakyat 468 468 468 610 610

(2)

Tabel 2. Produksi Buah Jeruk di Kabupaten Karo Tahun 2008 s/d 2012

No Kecamatan Produksi Buah Jeruk (Ton)

2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Karo (2013).

Dari tabel luas tanam jeruk diatas terlihat bahwa Kecamatan Barusjahe memiliki luas tanam jeruk tertinggi yaitu hampir 20% dari luas tanam jeruk di Kabupaten Karo. Namun dari tabel dan grafik produksi jeruk terlihat bahwa produksi jeruk dari kacamatan Barusjahe lebih rendah dibanding beberapa kecamatan lainnya.

3.2. Metode Penentuan Sampel

(3)

merah, 15 orang petani kol, dan 15 orang petani kopi. Pengambilan sampel dengan cara ini sesuai dengan teori Bailey yang menyatakan untuk penelitian menggunakan analisa statistik, ukuran responden minimal 15 (Hasan, 2002).

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh dari dari petani sampel atau responden yaitu dengan cara : 1) Angket/ kuesioner 2) Wawancara, 3) Observasi. Data sekunder diperoleh dari instansi pemerintahan yang relevan antara lain Dinas Pertanian Propinsi Sumatera Utara, Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Karo terkait mapun sumber-sumber data lainnya yang berhubungan.

3.4. Metode Analisis Data

Penilaian suatu usahatani apakah usahatani tersebut layak atau tidak layak dilaksanakan menggunakan beberapa metode penilaian atau disebut juga dengan kriteria investasi. Metode penilaian ini melihat kelayakan usahatani dari aspek profitabilitas komersialnya.

1. Analisis kelayakan usahatani cabai merah dan kol dilakukan analisis: a. Analisis Biaya dan Pendapatan.

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Dirumuskan sebagai berikut:

Pd = TR –TC TR = Y x Py TC = FC + VC Dimana:

Pd : Pendapatan usahatani

TR : Total penerimaan (total revenue) TC : Total biaya (total cost)

(4)

VC : Biaya tidak tetap (variable cost)

Y : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py : Harga Y

b. Analisis BEP (Break Even Point), mencakup:

1. BEP penerimaan (Rp) = FC 1 - VC

R

2. BEP produksi (Kg) = FC Py - AVC

3. BEP harga (Rp/Kg) = TC Y Keterangan:

BEP : Titik impas (breakeven point) R : Penerimaan (revenue)

TC : Total biaya (total cost) FC : Biaya tetap (fixed cost)

VC : Biaya tidak tetap (variable cost)

AVC : Biaya tidak tetap rata-rata (average variable cost) Y : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py : Harga Y

c. Analisis Perubahan Harga.

Analisis perubahan harga fokus hanya pada harga produk. Hal ini karena pada umumnya harga faktor produksi lebih stabil dibandingkan dengan harga produknya. Dengan kata lain, biaya relatif stabil sedangkan besarnya penerimaan berfluktuasi mengikuti fluktuasi harga produk.

d. Analisis Kelayakan.

Dalam analisis kelayakan usahatani digunakan beberapa kriteria yaitu: R/C ratio, produktivitas modal (π/C), produktivitas tenaga kerja, dan

ukuran nilai sewa lahan. Suatu usahatani disebut layak jika: 1. R/C ratio > 1

(5)

3. Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku 4. Pendapatan > sewa lahan

Keterangan : R : Penerimaan C : Biaya π : Keuntungan

2. Analisis kelayakan usahatani kopi dilakukan Analisis Finansial

Analisis kelayakan usahatani kopi dilakukan dengan analisis finansial karena tanaman kopi yang bersifat tahunan sehingga faktor suku bunga selama umur produktif tanaman (15 tahun) menjadi penting untuk diperhitungkan. Sehingga tingkat efisiensi diukur berdasarkan keuntungan finansial yang diperoleh. Kriteria investasi yang digunakan dalam analisis kelayakan perkebunan kopi adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio) dan Internal Rate of Return (IRR). Penggunaan kriteria investasi ini karena memiliki kesamaan yaitu memperhatikan aliran kas.

a. NPV (Net Present Value)

Metode ini merupakan selisih manfaat dan biaya selama umur produktif tanaman yang diukur dengan nilai uang sekarang dengan menggunakan discount rate.

Rumus :

NPV =�Bt− Ct (1 + i)t �

�=0

Keterangan :

NPV = Jumlah pendapatan bersih diwaktu sekarang selama n tahun (Rp) Bt = Penerimaan proyek pada tahun ke-t (Rp)

Ct = Biaya proyek pada tahun ke-t (Rp) n = Umur ekonomis proyek

(6)

Apabila:

1. NPV < 0 (negatif), mengartikan bahwa sampai pada t tahun investasi masih merugi sehingga tidak layak dilaksanakan.

2. NPV = 0, waktu tepat dimana biaya investasi dapat dikembalikan sehingga perusahaan tidak mendapat keuntungan atau merugi.

3. NPV > 0 (positif), menunjukkan kondisi perusahaan menguntungkan, dengan semakin besarnya NPV maka semakin besar pula keuntungan yang akan dicapai.

b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)

Net B/C adalah perbandingan antara present value dari total benefit positif dengan total benefit negatif.

Rumus :

Net B/C = Net Benefit-Cost Ratio Bt = Penerimaan pada tahun –t Ct = Biaya pada tahun-t Bt-Ct = Benefit bersih i = Tingkat suku bunga (%) n = Umur produktif tanaman Apabila :

(7)

c. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of return adalah suatu tingkat diskonto yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Internal rate of return merupakan arus pengembalian yang menghasilkan NPV aliran kas masuk sama dengan NPV aliran kas keluar. Rumus :

���

=

1 +

NPV1

NPV1−NPV2

X

2

− �

1

Ketarangan :

NPV1 = NPV pada tingkat suku bunga rendah NPV2 = NPV pada tingkat suku bunga tinggi i1

=

tingkat suku bunga rendah

i2

=

tingkat suku bunga tinggi Apabila :

IRR< tingkat diskonto : Proyek tidak dapat dilaksanakan

IRR= tingkat diskonto : Proyek tidak mendapatkan keuntungan ataupun kerugian IRR> tingkat diskonto : Proyek dapat dilaksanakan

3. Analisis komparasi variabel biaya dan pendapatan antar usahatani dilakukan Uji Beda Rata-rata Dua Sampel Bebas (t-test).

(8)

3.5. Definisi dan Batasan Operasional 3.5.1. Definisi Operasional

Memperjelas dan menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini dengan definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

1. Biaya usahatani merupakan korbanan yang dilakukan oleh petani dalam mengelola usahataninya dalam memperoleh hasil yang maksimal. Biaya tetap (FC=fixed cost) adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh besarnya produksi komoditas pertanian, seperti bangunan, alat-alat pertanian dan penyusutannya. Biaya tidak tetap (VC=variable cost) adalah biaya yang dipengaruhi oleh besar-kecilnya produksi komoditas pertanian, seperti penambahan tenaga kerja, penambahan pupuk dan pestisida. Biaya tidak tetap rata-rata (AVC = average variable cost) adalah adalah rata-rata dari penjumlahan seluruh biaya tidak tetap.

2. Produksi (Y) adalah hasil panen dari tanaman yang dibudidayakan. 3. Harga (Py) adalah harga jual hasil panen saat penelitian.

4. Penerimaan (R=revenue) adalah perolehan petani dari hasil penjualan seluruh hasil panen tanpa dikurangi biaya-biaya. Atau dengan kata lain adalah perkalian antara produksi dengan harga jual.

5. Pendapatan (Pd) adalah perolehan bersih dari hasil penjualan seluruh hasil panen setelah dikurangi biaya-biaya. Atau dengan kata lain adalah Penerimaan dikurangi seluruh biaya-biaya.

(9)

dalam keluarga. Atau dengan kata lain adalah Pendapatan dikurangi upah tenaga kerja dalam keluarga.

7. Titik impas (BEP=Breakeven point) adalah keadaan dimana petani tidak untung dan tidak rugi dari usahataninya. BEP penerimaan adalah keadaan dimana perolehan minimal petani dari hasil penjualan hasil panennya dimana petani tidak untung dan tidak rugi. BEP produksi adalah keadaan dimana hasil panen minimal dimana petani tidak untung dan tidak rugi. BEP harga adalah harga jual paling rendah sehingga petani tidak untung dan tidak rugi.

8. Penerimaan pada tahun –t (Bt) adalah perolehan petani dari hasil penjualan hasil panen pada satu tahun tertentu dari usia produktif tanaman kopi.

9. Biaya pada tahun-t (Ct) adalah biaya-biaya usahatani pada satu tahun tertentu dari usia produktif tanaman kopi.

10.Tingkat suku bunga (i) adalah diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada saat penelitian yaitu sebesar 7,22%.

11.Umur produktif tanaman (n) adalah umur dimana perolehan petani dari penjualan hasil panen kopi masih memberikan keuntungan.

3.5.2. Batasan Operasional

Batasan Operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sampel adalah petani di lokasi penelitian yang mengganti tanaman jeruk menjadi tanaman cabai merah, kol (kubis) dan kopi arabika selama kurun waktu penelitian.

(10)
(11)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1. Batas Wilayah

Desa Sukanalu berada di wilayah Kecamatan Barusjahe, Kabupaten Karo dengan luas wilayah pertanian 1.522 Ha, yang terdiri dari 175 Ha lahan sawah dan 1.347 Ha lahan kering. Adapun batas – batas wilayah desa Sukanalu:

• Sebelah Utara : Desa Sukajulu

• Sebelah Selatan : Kecamatan Tiga Panah • Sebelah Timur : Desa Bulanjahe

• Sebelah Barat : Kecamatan Tiga Panah

4.1.2. Iklim dan Tanah

- Bulan – bulan basah : September – Desember - Bulan – bulan kering : Mei – Agustus

- Curah hujan rata-rata : 2.600 mm/tahun - Suhu berkisar antara : 180C – 220C - Jenis Tanah : Andosol

- pH Tanah : 4,5 – 6,5

- Topografi : Datar – Bergelombang - Tinggi Tempat : 1.200 – 1.350 m dpl. 4.1.3. Keadaan Penduduk

(12)

Tabel 3. Tabel Keadaan Penduduk Desa Sukanalu Tahun 2012. Desa Jumlah

KK

Berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan Jumlah

Sukanalu 904

Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe, Kab. Karo 2013.

4.1.4. Luas Lahan Pertanian dan Penggunaannya.

Luas lahan sawah di desa Sukanalu adalah seluas 175 Ha dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 4. Luas Lahan Sawah dan Penggunaannya di Desa Sukanalu Tahun 2012

Desa Luas Sawah

Sistem Pengairan/Irigasi (Ha) Penggunaannya (Ha)

Teknis ½

Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe, Kab. Karo 2013.

(13)

Tabel 5. Luas Lahan Kering dan Penggunaannya di Desa Sukanalu Tahun 2012. Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe,

Kab. Karo 2013.

4.1.5. Pola Tanam dan Tertib Tanam

Pada umumnya pola tanam dan tertib tanam di desa Sukanalu dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) pola yaitu:

• Sayuran – Sayuran – Padi/Palawija • Sayuran – Padi/Palawija – Sayuran • Sayuran – Sayuran – Bera

Tertib tanam di desa Sukanalu untuk komoditi sayuran pada umumnya tidak terjadwal atau bertanam sepanjang tahun. Namun pada komoditi padi mempunyai jadwal yang tertentu.

Tabel 6. Jadwal tanam dan tertib tanam di Desa Sukanalu Tahun 2012.

No Komoditi Jadwal Tanam/Tertib Tanam (Bulan)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

(14)

Luas tanam dan produktivitas tanaman pangan, palawija dan sayuran di desa Sukanalu pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Luas Tanam dan Produktivitas Tanaman Pangan, Palawija, dan Sayuran di Desa Sukanalu Tahun 2012.

Sumber: Penyuluh Pertanian Lapangan Desa Sukanalu Kec. Barusjahe, Kab. Karo 2013.

4.1.6. Luas Tanaman Buah-buahan dan Perkebunan serta Produktivitasnya Di desa Sukanalu tanaman buah-buahan dan perkebunan yang dominan dibudidayakan adalah jeruk manis dan kopi.

Tabel 8. Luas dan Produktivitas Tanaman Buah-buahan dan Perkebunan di Desa Sukanalu Tahun 2012.

No. Jenis Komoditi Luas Tanam (Ha) Produktivitas (Ton/Ha/Thn)

(15)

Tanaman jeruk banyak yang tidak produktif lagi, dan potensial untuk di rehabilitasi atau diganti dengan tanaman lain. Jenis tanaman pengganti antara lain tanaman musiman seperti cabai merah dan kol maupun tanaman tahunan seperti kopi. Pola penggantian tanaman jeruk pada pada umumnya tidak dengan serta merta membongkar seluruh tanaman jeruk pada kebun, namun dengan cara tidak diberi perawatan hingga tanaman mati, dan menanam tanaman pengganti pada gawangan atau antar barisan tanaman. Kemudian tanaman jeruk dibongkar sedikit demi sedikit.

Gambar 2. Kebun jeruk yang tidak produktif dan diganti dengan tanaman kopi

(16)

4.2. Analisis Usahatani Cabai Merah dan Kol/Kubis

Untuk analisis usahatani cabai merah dan kol dilakukan Analisis Biaya dan Pendapatan, Analisis BEP (Breakeven Point), Analisis Perubahan Harga dan Analisis Kelayakan.

4.2.1. Analisis Biaya dan Pendapatan.

Analisis biaya dan pendapatan usahatani per hektar dari 15 sampel petani cabai merah dan 15 sampel petani kol/kubis sebagai berikut:

Tabel 9. Analisis Biaya dan Pendapatan usahatani cabai merah dan kol

Usahatani Penerimaan

Cabai 164.457.831 57.678.253 8.027.711 98.751.868 81.059.097 Kol/Kubis 56.421.875 10.667.201 2.979.701 37.676.015 32.577.056

(17)

biaya (modal) yang lebih besar dibandingkan dengan usahatani kol, namum usahatani cabai merah juga memberikan pendapatan (262,10%) dan keuntungan (248,82%) lebih besar.

4.2.2. Analisis BEP (Break Even Point)

Analisis BEP (Breakeven Point) mencakup BEP penerimaan, BEP produksi dan BEP harga. Analisis BEP (Breakeven Point) pada usahatani cabai merah dan kol per hektar diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 10. Analisis BEP (Breakeven Point) usahatani cabai merah dan kol

Usahatani

Analisis BEP (Break Even Point) BEP Penerimaan

(Rp)

BEP Produksi (Kg)

BEP Harga (Rp/Kg) Cabai 12.363.974 828 5.993 Kol/Kubis 3.674.386 2.448 498

Dari analisis BEP diperoleh bahwa usahatani cabai merah mengalami breakeven atau tidak untung dan tidak rugi jika diperoleh penerimaan sebesar Rp. 12.363.974,-, produksi 828 Kg, dan harga jual Rp. 5.993,-/Kg. Penerimaan usahatani cabai merah Rp. 164.457.831,- atau 1.330,13 persen dari BEP penerimaan. Produksi cabai merah 10.964 Kg atau 1.324,15 persen dari BEP produksi, dan harga riil cabai pada saat penelitian adalah Rp. 15.000,- atau 250,29 persen dari BEP harga. Dari analisis ini dapat dinyatakan bahwa usahatani cabai merah layak untuk diusahakan.

(18)

atau harga jual Rp. 498,-/Kg. Penerimaan usahatani kol sebesar Rp. 56.421.875,- atau 1.535,54 persen dari BEP penerimaan. Produksi kol sebesar 37.615 Kg atau 1.536,56 persen dari BEP produksi, dan harga riil kol pada saat penelitian adalah Rp. 1.500,- atau 301,20 persen dari BEP harga. Dari analisis ini dapat dinyatakan bahwa usahatani kol layak diusahakan.

4.2.3. Analisis Perubahan Harga

Analisis perubahan harga pada usahatani cabai merah adalah: Harga cabai merah saat penelitian adalah Rp. 15.000,-/Kg dan harga saat BEP adalah Rp. 5.993,-/Kg. Sehingga harga saat BEP adalah sebesar 40% dari harga saat penelitian. Ini berarti bahwa petani akan mengalami kerugian hanya jika terjadi penurunan harga melebihi 60%.

Tabel 11. Perkembangan Harga Cabai Merah Di Sentra Produksi Kabupaten Karo Tahun 2008 s/d 2012.

BULAN TAHUN

Rata-rata 2008 2009 2010 2011 2012

JAN 9.975 17.419 15.725 38.420 24.380 21.184 FEB 14.362 10.360 14.437 21.662 12.900 14.744 MAR 19.917 11.780 8.625 14.750 12.600 13.534 APR 15.238 8.704 11.950 9.419 15.250 12.112 MEI 13.950 7.425 14.130 5.667 14.183 11.071 JUN 18.167 6.668 27.100 6.710 24.435 16.616 JUL 21.614 9.281 29.950 6.225 21.920 17.798 AGST 19.750 13.350 18.250 8.094 18.338 15.556 SEPT 12.175 22.225 8.650 20.950 11.900 15.180 OKT 11.275 29.470 9.750 26.280 13.300 18.015 NOP 18.875 21.150 18.020 24.200 7.597 17.968 DES 23.860 9.323 30.900 28.200 8.842 20.225 Rata-rata 16.597 13.930 17.291 17.548 15.470

(19)

Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa perkembangan harga cabai merah di sentra produksi di Kabupaten Karo pada lima tahun terakhir (2008 s/d 2012) relatif baik dan stabil. Harga rata-rata cabai merah adalah Rp. 16.167,- atau 269,76 persen dari harga BEP (breakeven point). Hal ini dapat menggambarkan keadaan yang relatif cukup baik bagi petani untuk usahatani cabai merah.

Analisis perubahan harga terhadap usahatani kol/kubis adalah: Harga kol/kubis saat penelitian sebesar Rp. 1.500,- dan harga kol/kubis saat BEP sebesar Rp. 498,-/Kg. Harga saat BEP adalah sebesar 33,2% dari harga riil saat penelitian. Ini berarti bahwa petani hanya akan mengalami kerugian jika terjadi penurunan harga melebihi 66,8%.

Tabel 12. Perkembangan Harga Kol (Kubis) Di Sentra Produksi Kabupaten Karo Tahun 2008 s/d 2012.

TAHUN TAHUN

Rata-rata 2008 2009 2010 2011 2012

JAN 1.640 1.717 442 1.322 1.382 1.301

FEB 1.205 1.413 564 712 1.035 986

MAR 769 805 659 450 934 723

APR 562 561 1.805 432 817 835

MEI 630 720 2.171 401 700 924

JUN 587 990 2.015 750 925 1.053

JUL 489 687 1.595 1.581 872 1.045

AGST 490 991 761 1.679 618 908

SEPT 488 854 549 2.800 770 1.092

OKT 645 640 595 1.848 1.386 1.023

NOP 1.875 512 622 982 1.170 1.032

DES 1.882 450 876 1.359 1.227 1.159

Rata-rata 939 862 1.055 1.193 986 Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Karo (2013).

(20)

202,2 persen dari harga BEP (breakeven point) yaitu sebesar Rp. 498,-. Hal ini dapat menggambarkan keadaan yang relatif cukup baik bagi petani untuk membudidayakan tanaman kol (kubis).

Harga komoditas pertanian relatif sangat fluktuatif. Hal ini karena sifat komoditas pertanian yang tidak tahan lama untuk disimpan dan sangat tergantung pada kondisi iklim dan cuaca sehingga komoditas pertanian umumnya bersifat musiman. Pada musim panen, harga cabai merah merah dan kol dapat sangat rendah sehingga petani mengalami kerugian. Namun pada keadaan dan waktu tertentu harga komoditas pertanian dapat relatif mahal. Pada komoditi cabai merah sering terjadi pada musim kemarau atau saat ketersediaan cabai merah terbatas dan permintaan relatif tinggi, harga cabai merah relatif sangat mahal dan memberikan keuntungan bagi petani. Keadaan ini mendorong petani untuk menanam cabai merah meskipun dengan biaya (modal) yang relatif besar karena faktor resiko gagal panen akibat serangan hama dan kondisi cuaca sangat rentan mempengaruhi budidaya tanaman cabai merah.

4.2.4. Analisis kelayakan

Analisis kelayakan usahatani menggunakan beberapa kriteria dan disebut layak jika:

1. R/C ratio > 1

2. π/C ratio > bunga bank yang berlaku

3. Produktivitas tenaga kerja > tingkat upah yang berlaku 4. Pendapatan > sewa lahan

(21)

Tabel 13. Analisis Kelayakan Usahatani Cabai Merah dan Kol

Usahatani

Analisis Kelayakan R/C

ratio

π

/C ratio*

Produktivitas TK (Rp/HOK)

Pendapatan/ Sewa ratio** Cabai 2,50 123,37 510.739 4,94 Kol/Kubis 4,13 173,78 175.223 1,88 Keterangan: * =

π

/C ratio yaitu keuntungan dibandingkan dengan tingkat suku

bunga yaitu sebesar 7,22% pada bulan Desember 2013.

** = Pendapatan/Sewa ratio yaitu pendapatan dibandingkan dengan sewa lahan yaitu sebesar Rp. 20.000.000,- /Ha/Thn.

(22)

petani menyewakan lahan usahataninya. Oleh karena itu keputusan yang diambil oleh petani tepat dan usahatani cabai merah tetap diusahakan.

(23)

4.3. Analisis Finansial Usahatani Kopi 4.3.1. Arus Biaya

Biaya yang dikeluarkan dalam usaha perkebunan kopi per hektar meliputi biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi yaitu biaya yang dikeluarkan pada tahun pertama atau awal proyek (usahatani). Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan selama umur proyek (usahatani). Biaya per hektar diperoleh dari konversi biaya rata-rata dari 15 sampel petani kopi dalam penelitian ini karena beragamnya jumlah biaya yang dikeluarkan oleh petani.

a. Biaya Investasi

(24)

Tabel 14. Rincian Biaya Investasi Usahatani Kopi per Hektar

Jenis Biaya Jumlah (Rp)

A. Investasi Tanaman - Bibit

- Sarana Produksi (pupuk dasar dan peralatan) - Tenaga Kerja

Rp. 153.333,- Rp. 8.361.526,- Rp. 4.567.556,- B. Investasi Non Tanaman

- Bangunan Rp. 500.000,-

Total Biaya Investasi Rp. 13.582.415,-

Sumber : Data olahan,2013

b. Biaya Operasional

(25)

Tabel 15. Rincian Biaya Operasional Usahatani Kopi per Hektar Per Tahun

Jenis Biaya Jumlah (Rp)

A. Pupuk dan Pestisida

- Penyiangan gulma dan piringan - Panen

Rp. 440.000,- Rp. 312.888,- Rp. 880.000,- Rp. 2.835.555,-

Total Biaya Investasi Rp. 6.277.427,-

Sumber : Data olahan,2013

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa biaya operasional terbesar adalah penggunaan tenaga kerja pada saat panen. Panen pada jenis kopi arabica umumnya dapat sekali dalam dua minggu. Tenaga kerja pada panen ini umunya adalah tenaga kerja dalam keluarga atau petani sendiri karena hasil panen relatif sedikit. Sedangkan tenaga kerja luar keluarga dibutuhkan pada saat panen raya. Sedangkan biaya pestisida dominan pada pemakaian herbisida untuk mengendalikan gulma, dibandingkan penggunaan insektisida dan fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit (lampiran 18).

4.3.2. Arus Penerimaan

(26)

dikarenakan bangunan dan peralatan sebagai sarana produksi diasumsikan habis terpakai sampai pada umur ekonomis tanaman yaitu 15 tahun. Tanaman kopi mulai dipanen pada umur dua tahun. Hasil panen dua mingguan umumnya dijual ke pasar dalam bentuk kopi gabah yaitu kopi yang kulit luarnya telah dikupas melalui proses penggilingan dengan mesin kopi pulper. Sedangkan hasil panen raya umumnya dijual ke agen atau pemborong setelah terdapat kesepakatan harga.

Produktivitas tanaman kopi akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman hingga mencapai maksimal pada umur tanaman 6 – 10 tahun. kemudian produktivitas tanaman akan semakin menurun hingga pada umur tanaman produktif 15 tahun. Hasil panen rata-rata pada umur tanaman 2 – 3 tahun adalah sebesar 350 Kg – 400 Kg per hektar. Hasil panen rata-rata pada umur tanaman 4 – 5 tahun sebesar 550 Kg – 750 Kg per hektar. Hasil panen rata-rata pada umur tanaman 6 – 10 tahun mencapai produktivitas maksimal yaitu sebesar 900 Kg – 1.000 Kg per hektar. Produktivitas tanaman kopi dapat dilihat dalam lampiran 39, sedangkan aliran tunai (cashflow) usahatani kopi dapat dilihat pada lampiran 40.

4.3.3. Kriteria Kelayakan Finansial

(27)

bahwa setiap pengeluaran Rp 1 akan memberikan manfaat sebesar Rp 5,52. Nilai IRR = 37,61 lebih besar dari tingkat suku bunga yaitu sebesar 7,22%. Hal ini berarti bahwa kemampuan usahatani kopi untuk mengembalikan modal yang digunakan lebih besar dari pada tingkat suku bunga. Berdasarkan kriteria analisis finansial ini maka dapat dinyatakan bahwa usahatani kopi layak dilaksanakan dan dapat memberikan keuntungan kepada petani.

Tabel 16. Hasil Analisis Finansial Usahatani Kopi

Kriteria Investasi Hasil Perhitungan Net Present Value (NPV)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) Internal Rate of Return

60.471.828 5,52 37,61% Sumber : Data olahan,2013

4.4. Analisis Uji Beda Rata-rata Dua Sampel Bebas (t-test)

(28)

Tabel 17. Uji Rata-rata Biaya, Pendapatan, Keuntungan Usahatani Cabai Merah, Sumber: Hasil olahan data dengan SPSS 17

Biaya pada usahatani cabai merah dan kol/kubis adalah biaya usahatani per musim tanam sedangkan biaya pada usahatani kopi adalah biaya investasi beserta biaya operasional selama umur produktif tanaman (15 tahun) yang kemudian dirata-ratakan menjadi biaya usahatani per tahun. Pada Tabel 17 terlihat

bahwa rata-rata (Mean) biaya per hektar usahatani cabai merah sebesar Rp. 65.830.000,-, kol sebesar Rp. 19.319.000,- dan kopi sebesar Rp. 5.387.200,-.

(29)

cabai merah lebih besar dibandingkan dengan usahatani kol. Hasil Sig = 0,112 lebih besar dari α = 0,05 yang berarti varians keduanya sama besar. Nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata pada biaya usahatani cabai merah dan usahatani kol. Perbedaan rata-rata (Mean Difference) biaya usahatani cabai merah dan kol adalah sebesar Rp. 46.510.700,-.

Komparasi biaya usahatani cabai merah (tanaman hortikultura semusim) dengan biaya usahatani kopi (tanaman perkebunan tahunan) dapat juga dilihat pada Tabel 17. Pada tabel tersebut dapat dilihat hasil Sig = 0,177 lebih besar dari α = 0,05 yang berarti variansnya sama besar dengan nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata pada biaya usahatani cabai merah dan usahatani kopi. Perbedaan rata-rata (Mean Difference) biaya usahatani cabai merah dan kopi adalah sebesar Rp. 40.442.900,-. Komparasi biaya usahatani kol (tanaman hortikultura semusim) dengan usahatani kopi (tanaman perkebunan tahunan) menunjukan hasil Sig = 0,704 lebih besar dari α = 0,05 yang berarti variansnya sama besar dengan nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 yang berarti ada perbedaan yang sangat nyata pada biaya usahatani kol dan usahatani kopi. Perbedaan rata-rata (Mean Difference) biaya usahatani keduanya adalah sebesar Rp. 13.932.200,-.

Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa pendapatan rata-rata per hektar usahatani

(30)

disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata pada pendapatan usahatani cabai merah dan usahatani kol. Perbedaan rata-rata (Mean Difference) biaya usahatani keduanya adalah sebesar Rp. 50.679.000,-.

Komparasi pendapatan usahatani tanaman hortikultura semusim dengan usahatani tanaman perkebunan tahunan yaitu usahatani cabai merah dengan usahatani kopi diperoleh hasil Sig = 0,995 lebih besar dari α = 0,05 yang berarti kedua varians sama besar dengan nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang sangat nyata pada pendapatan usahatani cabai merah dan usahatani kopi. Perbedaan rata-rata (Mean Difference) pendapatan keduanya adalah sebesar Rp. 79.527.700,-. Komparasi pendapatan usahatani kol dengan usahatani kopi diperolah hasil Sig = 0,009 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti kedua varians tidak sama besar. Nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata pada pendapatan usahatani kol dan usahatani kopi yaitu sebesar Rp. 28.847.900,-.

Komparasi terhadap keuntungan usahatani diperoleh bahwa keuntungan rata-rata usahatani cabai merah sebesar Rp. 79.632.000,-, usahatani kol sebesar Rp. 31.881.000,- dan usahatani kopi sebesar Rp. 8.452.400,-. Komparasi keuntungan usahatani cabai merah dengan usahatani kol diperoleh hasil Sig = 0,000 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti kedua varians tidak sama besar. Nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 menunjukkan ada perbedaan yang sangat nyata pada keuntungan usahatani cabai merah dan usahatani kol. Perbedaan rata-rata (Mean Difference) keduanya adalah sebesar Rp. 47.750.900,-.

(31)

tidak sama besar. Nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 berarti ada perbedaan yang sangat nyata pada keuntungan usahatani keduanya yaitu sebesar Rp. 71.179.800,-. Komparasi keuntungan usahatani kol dengan usahatani kopi diperolah hasil Sig = 0,045 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti kedua varians tidak sama besar. Nilai signifikansi (sig. 2-tailed) = 0,000 < 0,05 yang berarti ada perbedaan yang sangat nyata pada keuntungan usahatani keduanya yaitu sebesar Rp. 23.428.900,-.

(32)

hama dan penyakit, namun petani antusias bertanam cabai merah karena permintaan terhadap komoditi cabai merah yang stabil dan kontinyu serta harga yang relatif stabil dan bahkan pada waktu tertentu harga dapat naik relatif cukup tinggi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani cabai merah adalah komoditi “high risk high return” atau hasil yang lebih besar, akan dihadapkan pada risiko yang lebih besar pula.

(33)

Secara garis besar hasil analisis usahatani cabai merah, kol dan kopi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Hasil Analisis Usahatani Cabai Merah, Kol dan Kopi per Hektar

No Uraian Analisis Usaha Tani

Cabai Merah Kol/Kubis Kopi A. Analisis Biaya dan Pendapatan

1 Penerimaan Rp.164,457,831 Rp.56,421,875 2 Biaya

- Biaya Variabel Rp. 57,678,253 Rp.10,667,201 - Biaya Tetap Rp. 2,221,000 Rp. 2,979,688 - Total Biaya Rp. 65,705,963 Rp.13,646,902

- Biaya Investasi Rp.13,582,415

- Biaya Operasional/thn Rp. 6,277,427

3 Pendapatan petani Rp. 98,751,868 Rp.37,676,015 4 Keuntungan Rp. 81,059,097 Rp.32,577,056 B. Analisis BEP (Break Even Point)

*** = Bunga Bank pada bulan Desember 2013 adalah 7,22%. *** = Upah Tenaga Kerja Rp. 55.000,-/hari (HOK).

(34)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Biaya usahatani cabai merah 340,75% lebih besar dibanding biaya usahatani kol dan 1.222% lebih besar dibanding biaya usahatani kopi. Biaya usahatani kol 358,60% lebih besar dibanding biaya usahatani kopi. 2. Pendapatan usahatani cabai merah 225.61% lebih besar dibanding

pendapatan usahatani kol dan 792% lebih besar dibanding biaya usahatani kopi. Pendapatan usahatani kol dan 350.87% lebih besar dibanding biaya usahatani kopi.

3. Pendapatan dan keuntungan usahatani cabai merah lebih besar dibanding pendapatan dan keuntungan usahatani kol dan kopi meskipun dengan biaya atau modal yang lebih besar pula. Usahatani cabai merah adalah usahatani bersifat “high risk bring about high return”, artinya jika ingin memperoleh hasil yang lebih besar, akan dihadapkan pada risiko yang lebih besar pula.

4. Berdasarkan Analisis BEP (Breakeven Point) diperoleh bahwa penerimaan, produksi dan harga jual pada usahatani cabai merah dan kol lebih besar dibandingkan dengan BEP penerimaan, BEP produksi dan BEP harga sehingga usahatani cabai merah dan kol layak diusahakan.

(35)

6. Berdasarkan Analisis Kelayakan diperoleh bahwa R/C ratio (penerimaan dibanding biaya) usahatani cabai merah sebesar 2,50 dan R/C ratio usahatani kol sebesar 4,13.

π

/C ratio (keuntungan dibanding biaya) usahatani cabai merah sebesar 123,37 dan

π

/C ratio usahatani kol sebesar 238,31 sehingga usahatani cabai merah dan kol layak diusahakan.

7. Hasil analisis finansial usahatani kopi dengan usia produktif 15 tahun diperoleh NPV (Net Present Value) sebesar Rp. 60.471.828,-, Net B/C (Net Benefit Cost Ratio) sebesar 5,52 dan IRR (Internal Rate of Return) sebesar 37,61% sehingga usahatani kopi layak diusahakan.

5.2. Saran

1. Disarankan kepada petani yang memilki modal relatif besar agar menggantikan tanaman jeruk dengan tanaman cabai merah, karena dibandingkan dengan usahatani kol dan kopi usahatani cabai merah memberikan pendapatan yang lebih besar.

2. Disarankan kepada petani yang memiliki modal relatif kecil dapat menggantikan tanaman jeruk dengan tanaman kopi karena usahatani kopi dapat diusahakan secara tradisional dengan modal yang relatif lebih sedikit namun perlu ditingkatkan budidaya tanaman yang baik.

Gambar

Tabel 1. Luas Tanam Jeruk di Kabupaten Karo Tahun 2008 s/d 2012.
Tabel 2. Produksi Buah Jeruk di Kabupaten Karo Tahun 2008 s/d 2012
Tabel 3. Tabel Keadaan Penduduk Desa Sukanalu Tahun 2012.
Tabel 5. Luas Lahan Kering dan Penggunaannya di Desa Sukanalu Tahun 2012.
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan Berita Acara Pemasukan Dan Evaluasi Dokumen Kualifikasi Pengadaan Konsultan Perencana Renovasi Graha KencanaTahun Anggaran 2014 Nomor :

Berdasarkan analisis data tentang bentuk, fungsi dan, makna numeralia BMDKH, dapat disimpulkan bahwa bentuk numeralia bahasa Melayu dialek Kapuas Hulu khususnya

Salah satu kegunaan Sistem Informasi Geografik adalah untuk pembuatan suatu sistem yang dapat mendukung pengambilan keputusan dalam menentukan rute yang efisien dengan analisa

Penelitian menunjukan bahwa Variabel pemberian motivasi memiliki dimensi sebagai berikut: motivasi langsung pegawai langsung mempersiapkan kelengkapan pekerjaan yang akan digunakan

Kepala dinas tata usaha bertugas sebagai wakil manager unit dalam

Hasil percobaan menunjukkan bahwa sandi Hill cocok untuk enkripsi citra dengan variasi nilai RGB antar piksel berdekatan yang tinggi (seperti foto), tapi tidak cocok untuk citra

Hasil mikroskopis pewarnaan Gram dari buffy coat dan hasil kultul darah agar bifasik pasien tersangka demam dapat dilihat pada tabel 5..