• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus: Peran Biro Otonomi Daerah Dan Kerjasama Setdaprovsu Dalam Pembangunan di Kabupaten Nias Selatan Chapter III IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Kasus: Peran Biro Otonomi Daerah Dan Kerjasama Setdaprovsu Dalam Pembangunan di Kabupaten Nias Selatan Chapter III IV"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Telukdalam yaitu 75.145 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 157 jiwa per km². Sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Hibala yaitu 9.379 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 173 jiwa per km². Bila dilihat dari kepadatan penduduk, maka kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Gomo sebanyak 338 jiwa per km² dengan luas wilayah sebesar 158,60 km². Sedangkan daerah yang memiliki kepadatan penduduk terkecil adalah Kecamatan Lahusa sebanyak 89 jiwa per km² dengan luas wilayah 334,00 km².

BAB III

KONDISI KABUPATEN NIAS SELATAN SEBAGAI DAERAH OTONOM

DAN PERAN BIRO OTONOMI DAERAH DAN KERJASAMA

SETDAPROVSU DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN NIAS

SELATAN

(2)

Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tetakerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 65 Tahun 2011 tentang Tugas, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara, Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Setdaprovsu memiliki tugas pokok membantu Sekretaris Daerah Provinsi dalam menyusun konsep kebijakan kepala daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan atas pelaksanaan pembinaan, koordinasi, fasilitasi, monitoring, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan pendapatan daerah, hubungan pengembangan daerah, fasilitasi kerjasama dan penyelenggaraan otonomi daerah.

Namun, secara khusus dalam bab ini peneliti akan mengkaji tentang arah peran biro otonomi dan kerja sama dalam peningkatan dan kemajuan kualitas Kabupaten Nias Selatan. Dalam aspek lain, peneliti lebih meniti beratkan tentang arah penelitian ini untuk melihat peran biro otonomi daerah dan kerjasama dalam kajian politik pembangunan. Dimana politik pembangunan ini menjelaskan tentang arah kebijakan politik yang dilahirkan untuk melihat arah pembangunan sebagai salah satu syarat kemajuan daerah otonomi baru Kabupaten Nias Selatan.

(3)

3.1.Kondisi Kabupaten Nias Selatan Pasca Pemekaran Menjadi Kabupaten

Baru

Pasca dimekarkan dari Kabupaten Nias menjadi kabupaten daerah otonomi baru ditahun 2003, Kabupaten Nias Selatan mulai berbenah diri untuk menyukseskan pembangunan lima tahunan dibawah naungan pemerintahan provinsi. Pembangunan yang dimulai dengan pembangunan infrastruktur maupun suprasturktur mulai dipercepat oleh pemerintahan daerah. Anggaran yang diberikan dari kabupaten induk dan melalui anggaran belanja provinsi, lebih bertujuan untuk pembangunan pemenuhan sarana dan prasarana pemerintahan daerah untuk memenuhi tujuan pemekaran.

Cita-cita pemekaran tentu menjadi sesuatu yang harus dipertaruhkan selanjutnya, dan dalam hal ini komitmen semua elemen masyarakat Nias Selatan bersama pemerintah dan legislatifnya terus diuji hingga apa yang dicita-citakan dapat terwujud. Pemekaran wilayah adalah suatu hal yang diperjuangkan sebagai manifestasi keinginan untuk mengangkat Kabupaten Nias Selatan dari keterbelekangan sebagaimana dirasakan selama ini. Kabupaten Nias Selatan selama ini sudah cukup dikenal secara Luas sebagai Daerah yang sangat terbelakang di jajaran Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara.

(4)

wilayah. Untuk itu diperlukan pembangunan daerah yang merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan daerah dilaksanakan dengan tujuan mencapai sasaran pembangunan nasional serta meningkatkan hasil-hasil pembangunan daerah bagi masyarakat yang adil dan merata. Oleh karena itu pembangunan ditujukan untuk mengatasi masalah kesenjangan antar daerah (regional disparity).

Oleh sebab itu pengawalan perjuangan pemekaran sesungguhnya belum berhenti sampai terbentuknya Kabupaten Nias Selatan hingga dilaksanakannya sampai pada tahapan–tahapan program Pembangunan oleh Pemerintahan yang akan terbentuk nantinya.Dalam hal pemerintahan, kita tentu berharap dapat belajar dari pengalaman daerah-daerah hasil pemekaran yang telah lebih dahulu berdiri. Di Sumatera Utara, salah satu contoh daerah hasil pemekaran yang dapat dijadikan Contoh adalah Pemerintahan Kabupaten Serdang Bedagai yang sudah mensejajarkan diri dengan kabupaten-kabupaten lainnya di Sumatera Utara.

(5)

Seperti salah satu contohnya adalah tanaman komoditas yang melimpah berupakomoditi karet sebesar 8.788,5 ton, kakao (coklat) sebesar 1.554,5%, disusul oleh komoditi pinang sebesar 1.086,3% dan nilam sebesar 918,4%. Sedangkan komoditi yang memiliki persentasepertambahan produksi terendah adalah komoditi pala yaitu -99,7%, disusul oleh komoditi kopi sebesar -99,42%, dan cengkeh sebesar -67,2%.

Namun disisi lain persoalan kemiskinan pada masyarakat Kabupaten Nias Selatan menjadi tantangan tersendiri yang belum bisa diselesaikan. Persoalan pembangunan sumber daya manusia pada tahapan awal menjadi tugas bagi pemerintahan daerah. Melihat potensi jumlah penduduk secara kuantitas terus bertambah.Selama periode 1988-2008 laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Nias Selatan sebesar 1,8%, dimana angka tersebut lebih tinggi dari laju pertumbuhan tingkat provinsi yaitu 1,33% pada periode yang sama pertumbuhan penduduk dilihat per 5 tahun, maka dapat diamati bahwa laju pertumbuhan rata-rata penduduk sebesar 1,88% (periode 1988-1993), 2,48% (periode 1994-1998), 3,02% (periode 1999-2003) dan -0,16 (periode 2004-2008). Hal ini menunjukkan bahwa dari periode 5 tahun pertama sampai periode 5 tahun ketiga laju pertumbuhan penduduk semakin meningkat, namun pada periode keempat laju pertumbuhan penduduk langsung menjadi negatif.30

Tingginya pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nias Selatan pada tahun 2008 berasal dari peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang cukup

(6)

tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, PDRB Kabupaten Nias Selatan atas dasar harga konstan 2000 tahun 2008 adalah sebesar Rp 1.150.631,51 juta. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB adalah sektor pertanian sebesar Rp 494161.07 juta, disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar Rp 278.568,24 juta, dan sektor bangunan sebesar Rp 127.363,13 juta31

Inilah yang menjadi persoalan bagi masyarakat Kabupaten Nias Selatan Pasca pemekaran, memang pembangunan secara material terlihat begitu hebat. Pembangunan infrastruktur, fasilitas umum, kantor-kantor pemerintahan dan sarana prasarana masyarakat terlihat begitu pesat. Hal ini tentu karena sokongan dana dari pemerintahan dan ditambah dana yang besar dari para donatur pasca gempa bumi yang menimpa Kepulauan Nias di tahun 2005. Tetapi persoalan kemiskinan yang seharusnya mampu teratasi dengan peningkatan sarana umum sebagai penunjang peningkatan kualitas masyarakat seperti tidak terwujud di Kabupaten Nias Selatan. Kehidupan masyarakat yang masih hidup dibawah garis kemiskinan seharusnya sudah selesai pasca program lima tahunan sampai proses evaluasi pembangunan Kabupaten Nias Selatan.

Hingga hari ini keadaan ini masih menjadi tugas pemerintahan dan lembaga terkait yang sejak awal mencita-citakan kemajuan bagi masyarakat hingga mengambil kebijakan untuk memekarkan diri menjadi daerah otonomi baru.

31

(7)

3.2. Peran Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama Terhadap Politik

Pembangunan Di Kabupaten Nias Selatan

Kajian tentang pembangunan yang merupakan salah satu tolak ukur untuk melihat keberhasilan pemekaran daerah otonomi baru tidaklah bisa dilepaskan dari peranlembaga eksekutif dan legislatif daerah hingga pusat.Peran eksekutif dan legislatif dari daerah hingga sampai ke pusat tentu membutuhkan fungsi kordinasi dari pemerintahan provinsi. Dalam hal ini adalah biro otonomi daerah dan kerja sama. Sebagai lembaga di bawah kordinasi pemerintahan provinsi, biro otonomi daerah dan kerja sama bertanggung jawab selama proses pemekaran sampai dengan fase evaluasi yang tujuannya untuk memberi penilaian tentang daerah otonomi baru. Untuk itu dalam pembahasan ini, penulis akan memaparkan peran biro otonomi daerah selama proses pemekaran, proses pembangunan, hingga evaluasi pembangunan di Kabupaten Nias Selatan.

3.2.1.Peran Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Dalam Proses Pemekaran

Kabupaten Nias Selatan

(8)

dengan yang dikatakan oleh bapak Julianus Bangun selaku Kasubbag Pengkajian Pengembangan Daerah di Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Setdaprovsu bahwa setiap daerah yang ingin memekarkan daerahnya akan mempersiapkan syarat-syaratnya. Ada syarat administrasi, ada syarat teknis kewilayahan. Setelah itu daerah yang mau dimekarkan itu menyampaikan syarat-syarat tersebut serta membuat kajian alasan daerah itu ingin dimekarkan dan kajian alasan penentuan ibukota. Setelah selesai biro otda lalu mempersiapkan konsep surat untuk persetujuan gubernur dan DPRD, setelah persyaratan lengkap, semua itu disampaikan ke Kemendagri oleh biro otonomi daerah dan kerjasama. 32

Mekanisme ini kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukkan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

32

(9)

Gambar 1. Penulis bersama bapak Julianus Bangun (Kassubag Pengkajian dan Pengembangan Daerah)

Mengenai mekanisme proses pembentukkan ataupun pemekaran daerah yang kemudian disebut sebagai wujud pelaksanaan otonomi daerah, diatur dan dijelaskan adanya pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota yang terbentuk melalui penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.

Adapun proses pembentukkan daerah kabupaten/kota baru dibawah naungan pemerintahan provinsi bersama Kementerian Dalam Negeri diatur sebagai berikut:

Tahap I :

Mengakomodir aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk keputusan BPD untuk desa dan forum komunikasi kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah kabupaten/kota yang dimekarkan.

(10)

DPRD memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi masyarakat dalam bentuk keputusan DPRD berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili oleh BPD untuk desa atau nama lain forum komunikasi kelurahan untuk kelurahan atau nama lain.

Tahap III :

Bupati/Walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi sebagaimana asprisasi dalam bentuk keputusan Bupati/Walikota berdasarkan hasil kajian daerah. Bupati mengusulkan pembentukkan kabupaten/kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan dengan melampirkan :

a. Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota b. Hasil kajian daerah

c. Peta wilayah calon kabupaten/kota.

d. Keputusan DPRD dan keputusan Bupati/Walikota.

Tahap IV :

Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukkan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi kajian daerah yang diusulkan dibentuk daerah otonomi baru. Kemudian usulan kepada Gubernur dilanjutkan kepada DPRD Provinsi untuk diputuskan menyetujui atau menolak usulan tersebut bersama-sama dengan keputusan Gubernur.

(11)

Selanjutnya, keputusan Gubernur bersama DPRD akan diusulkan kepada presiden melalui menteri, dengan melampirkan :

a. Dokumen aspirasi masyarakat calon kabupaten/kota b. Hasil kajian daerah

c. Peta wilayah calon kabupaten/kota

d. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota dari kabupaten/kota induk

e. Keputusan DPRD provinsi dan Gubernur.

Tahap VI :

Menteri yakni dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri menerima usulan dari Gubernur dan selanjutnya mengusulkan kepada Presiden. Jika Presiden menerima usulan maka Kemendagri menyusun rancangan undang-undang yang nantinya akan dibahas kembali oleh DPR RI melalui rapat program legislasi untuk mengesahkan sebuah undang-undang. Hasil keputusan tersebut nantinya akan dikembalikan lagi kepada Gubernur untuk melakukan evaluasi daerah otonomi baru selama 5 tahun berturut-turut terhadap kabupaten/kota yang disetujui dibentuk. Tata cara proses evaluasi diatur dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Perkembangan Daerah Otonomi Baru dan keputusan Gubernur dalam membentuk tim evaluasi.33

Dari aturan tentang tahapan proses pembentukkan daerah otonomi baru seperti yang dijelaskan diatas, maka pemekaran kabupaten/kota otonomi baru menjadi salah satu tanggung jawab Gubernur Provinsi. Sebagai pemerintahan

33

(12)

perwakilan pemerintah pusat di daerah, pemerintahan provinsi membutuhkan sebuah lembaga yang khusus membawahi proses pemekaran daerah yaitu dibawah kontrol Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama. Dalam hal ini gubernur bersama biro khusus ini yang kemudian akan bertanggung jawab penuh dan berkoordinasi dengan daerah otonomi baru dan pemerintahan pusat.

Daerah Induk Provinsi

Daerah Persiapan

Bagan 2. Alur Pembentukkan Daerah

(13)

otonomi daerah. Data hasil validasi ini akan diserahkan kepada pemerintahan pusat dalam hal ini adalah Kementerian Dalam Negeri.

Selain itu, selama proses pemekaran Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama bertanggung jawab mengakomodir berbagai hambatan dari kabupaten/kota induk atas kelengkapan persyaratan awal pengusulan pembentukkan daerah kabupaten/kota baru. Dalam hal ini biro otonomi daerah dan kerjasama menjadi pusat informasi dan konsultasi bagi seluruh jajaran pemerintahan daerah kabupaten/kota terhadap proses pembentukkan daerah otonomi baru.

Selanjutnya Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama melakukan penilaian dan kajian terhadap dokumen-dokumen ataupun administrasi pengusulan pemerintahan daerah kabupaten/kota atas pembetukkan kabupaten/kota baru. Nantinya hasil penilaian dan kajian tersebut selanjutnya diberikan kepada Gubenur untuk disepakati ataupun ditolak usulan tersebut yang kemudian jika disepakati akan dilanjutkan kepada Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan proses dalam undang-undang.

Adapun aspek penilaian dan kajian tersebut yakni berkaitan dengan kelengkapan dokumen dari 3 syarat utama dalam proses pembentukan daerah berupa pemekaran menjadi daerah otonomi baru yang berupa :

(14)

persetujuan pembentukkan calon kabupaten/kota, dan terakhir rekomendasi menteri.

2. Syarat Teknis yang meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial daerah, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.Adapun teknis menilai syarat ini dijelaskan dibawah ini.

3. Syarat Fisik yang meliputi cakupan wilayah, lokasi ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Dalam hal ini cakupan wilayah untuk pembentukan daerah baru kabupaten/kota harus memiliki sekurang-kurangnya 5 kecamatan untuk kabupaten dan 4 kecamatan untuk kota34

Begitu juga yang dilaksanakan Bamus Pernis dalam menjalankan proses pemekaran. Melalui rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nias, masyarakat Nias Selatan menjalankan proses pelengkapan admisnistrasi pemerkaran dimulai dari syarat teknis kewilayahan Kabupaten Nias Selatan dengan Kabupaten Nias. Syarat ini meliputi syarat paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan35.

Dalam fakta dilapangannya, Panitia pemekaran Kabupaten Nias Selatan (Bamus Pernis) mulai melengkapi syarat ini dengan mangajukan 8 kecamatan yang menyatakan kesiapan menjadi bagian dari Kabupaten Nias Selatan meliputi Kecamatan Lolomatua, Kecamatan Gomo, Kecamatan Lahusa, Kecamatan

34

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 78 Tahun 2007 tentangTata CaraPembentukan, Penghapusan, DanPenggabungan Daerah

(15)

Hibala, Kecamatan Pulau-pulau Batu, Kecamatan Lolowa’u dan Kecamatan Teluk Dalam.

Selain itu peran legislatif dalam hal ini adalah DPRD Kabupaten Nias melakukan rekomendasi untuk menetapkan nama kabupaten, hingga akhirnya disepakatilah daerah otonomi baru dengan nama Kabupaten Nias Selatan, rekomendasi lokasi calon ibukota yang kemudian ditetapkan Teluk Dalam sebagai Ibukota Kabupaten, penetapan batas wilayah, penetapan aset kekayaan meliputi barang yang bergerak dan tidak bergerak, dan rekomendasi segala aspek yang menyangkut alokasi dana pembangunan Kabupaten Nias Selatan.

Setelah proses ini perlu ada persetujuan atas rekomendasi dari DPRD Kabupaten Nias kepada Bupati Kabupaten Nias. Dalam perjalannya terjadi penolakan pemekaran daerah otonomi baru oleh Bupati Kabupaten Nias. Sehingga terjadi gejolak gerakan sosial dari elemen masyarakat yang dipimpin oleh Bamus Pernis untuk pendukung pemekaran daerah Kabupaten Nias Selatan. Melalui diplomasi antara pemerintahan daerah dan legislatif, perjuangan masyarakat Kabupaten Nias Selatan membuahkan hasil. Bupati Kabupaten Nias mengeluarkan nota kesepakatan hingga seluruh berkas diserahkan kepada Pemerintahan Provinsi melalui perpanjangan tangannya yaitu Biro Otonomi Daerah untuk melaksanakan tahapan berikutnya.

(16)

menjadi Kabupaten Baru. Tahapan ini berupa tahapan pemeriksaan seleksi berkas atas semua syarat dan ketentuan Kabupaten Nias Selatan. Setelah biro otonomi daerah dan kerja sama melakukan tahapan kelengkapan berkas, kemudian biro ini juga bertanggung jawab untuk tentang kajian alasan Kabupaten Nias Selatan akan melaksanakan pemekaran.

Setelah semua tahapan administrasi selesai, biro otonomi daerah dan kerja sama membuat surat persetujuan dari Gubernur Sumatera Utara dan DPRD Kabupaten Nias selatan untuk bersedia memberikan bantuan pembiayaan untuk PILKADA pertama kali dan bantuan pembiayaan sebelum APBD daerah ada untuk Kabupaten Nias Selatan. Setelah itu lengkap semua, Biro Otonomi Daerah Dan Kerja Samamenyerahkan berkas seluruhnya untuk di analisis oleh Kementerian Dalam Negeri.

Pada tahun 2003 dikeluarkan keputusan dari Kementerian Dalam Negeri yang diwujudkan dalam UU No 9 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, Dan Kabupaten Humbang Hasundutan di Provinsi Sumatera Utaradan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2002 tanggal 28 Juli 2003, maka Kabupaten Nias resmi dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.36

(17)

Bagan 3. Proses Pemekaran Kabupaten Nias Selatan

Jika kita melihat secara objektif tentang peran dan fungsi dari biro otonomi daerah dan kerjasama selama proses pemekaran, campur tangan pemerintahan provinsi hanya sebatas sebagai lembaga administrasi yang berfungsi untuk menengahi hubungan antara Pemerintahan Kabupaten Nias dan Pemerintahan Pusat dalam hal ini adalah Kemendagri. Dari proses panjang ini, biro otonomi daerah tidak terlalu dibebankan kepada tugas politik, tugasnya hanya admininstrasi yang bertujuan untuk penangan persoalan daerah (sengketa batas wilayah, pembagian aset daerah, distribusi kekayaan alam daerah, dll). Sehingga untuk bertanggung jawab memberikan keputusan yang bersifat final semua akan dikembalikan ke pusat. Pengambil kebijakan tetap diserahkan kepada Kementerian Dalam Negeri.

Walaupun selama proses pemekaran biro otonomi daerah bersama DPRD, Bupati dan Pemerintahan Provinsi (Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama) melakukan pendampingan untuk meninjau langsung secara fisik tentang potensi pembangunan dalam konteks kesiapan daerah Kabupaten Nias Selatan semua keputusan akan diserahkan kepada pemerintahan pusat. Ini memang tidak melanggar aturan dari undang-undang yang berlaku namun jika kita berkaca dari

DPRD Kab. Nias

DPRD Provinsi Sumatera Utara

KEMENDAGRI

Presiden

(18)

keadaan objektif dilapangan maka sudah sewajarnya yang lebih mengenal keadaan kondisi objektif daerah adalah pemerintahan daerah itu sendiri.

Penyerahan urusan pemerintahan oleh pusat kepada daerah sebagai urusan rumah tangga daerah merupakan konsekuensi dianutnya prinsip desentralisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: Pemerintahan daerah provinsi dan daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan pembantuan.

Urusan rumah tangga daerah hakekatnya bersumber dari otonomi dan tugas pembentukan. Otonomi dan tugas pembantuan bersumber pada paham desentralisasi. Oleh karena itu tidak tepat bahkan keliru, ketentuan yang membatasi pengertian desentralisasi dalam kerangka otonomi. Tugas pembantuan dipandang sebagai suatu diluar desentralisasi baik otonomi maupun tugas pembantuan dalam bentuk desentralisasi37

Selain lembaga biro otonomi daerah dan kerja sama yang berperan sebagai perantara kabupaten dan pusat, biro otonomi daerah dan kerja sama juga memiliki peran dan tanggung jawab sebagai mediator atas permasalahan pemekaran berupa permasalahan aset, daerah perbatasan, dan dana pembangunan. Namun sesuai dengan penuturan biro otonomi daerah, pada masa proses pemekaran Nias Selatan tidak terdapat permasalah dengan Kabupaten Nias. Akan tetapi kembali keputusan atas permasalahan pemekaran tetap akan dikembalikan kepada keputusan Kementrian Dalam Negeri.

37

(19)

Tentu saja ini tidaklah bertentangan dengan sistem politik yang bersifat sentralisasi. Namun pasca ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004 menggantikan UU No.22 tahun 1999, sistem politik di Indonesia tidak lagi menganut sistem politik yang sentralistik melainkan sudah desentralistik. Jatuhnya rezim orde baru memberikan semangat baru kepada pemerintahan daerah untuk melakukan pembangunan yang selama ini difokuskan di pusat saja. Sehingga peran pemerintahan pusat hanya sebatas kepada persoalan-persoalan yang bersifat nasional.38

Tetapi dari kasus pemekaran Kabupaten Nias Selatan, pemerintahan pusat memiliki peran yang sangat krusial dalam pengambilan keputusan tidak terkecuali dalam hal pemekaran daerah. Keputusan atas pemekaran daerah bukanlah terletak final di pundak Pemerintahan Provinsi. Atau dengan kata lain ketika lembaga tingkat daerah dan provinsi menyepakati pembentukan daerah otonom dengan pertimbangan khusus dan umum atas daerah otonom, namun pemerintahan pusat dapat secara sepihak untuk menolak pembentukan daerah otonomi baru maka otomatis tidak akan tercipta daerah otonomi baru.

Peneliti melihat jika sistem administrasi seperti ini tentu juga rentan akan terjadinya timpang tindih peran birokrasi yang dijalankan secara bersama-sama oleh lembaga legislatif dan eksekutif tingkat daerah. Sehingga dapat terindikasi terjadi pertarungan kepentingan antara penguasa-penguasa lokal daerah. Selain itu jika melihat dari peran lembaga di kabupaten induk yang juga mencakup kajian tentang kelengkapan admistrasi yang mirip dengan peran biro otonomi daerah, ini juga berbenturan dengan tugas dan tanggung jawab pemerintahan

38

(20)

kabupaten. Akan tetapi timpang tindih kekuasaan ini akan ditentukan oleh keputusan dari pemerintahan pusat.

Kebijakan pemekaran daerah adalah salah satu wujud dari kebijakan politik yang bertujuan untuk pembangunan kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi, sistem sentralisasi yang memberikan kekuasaan luas kepada pemerintahan pusat berakibat kepada seluruh politik pembangunan akan diarah kepada kaca mata pemerintahan pusat tentang kemajuan pembangunan daerah otonom. Kebijakan politik pemerintahan pusat ini berupa persetujuan atau penolakan pemekaran daerah terkhusus Kabupaten Nias Selatan. Dalam penelitian ini misalnya, tentu pemerintahan pusat memiliki pandangan sendiri tentang pemekaran Kabupaten Nias Selatan walaupun tidak akan terlepas dari keputusan Pemerintahan Daerah.

(21)

Masyarakat Kabupaten Nias Selatan yang secara umum tidak akan mengerti tujuan dari pemekaran Kabupaten Nias Selatan. Masyarakat hanya akan melihat tujuan pemekaran dari propaganda yang mereka terima dari media. Persoalan perbedaan kultur dan tertinggalnya pembangunan menjadi salah satu isu yang akan menghegemoni pemikiran masyarakat tentang arti penting pemekaran. Tujuan dari pembuatan kebijakan bukan untuk memenuhi proyek pemerintahan pusat atau bahkan mendirikan hirarki kekuasaan sampai kepada tingkatan terendah. Akan tetapi harus ditujukan kepada pembanguan ekonomi, sosial, politik dan budaya yang berasaskan kepada kepentingan masyarakat umum.

3.2.2. Peran Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama Dalam Penyelenggaraan

Pembangunan Kabupaten Nias Selatan

Pencapaian pembangunan kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan pada periode 2003-2005 bertitiktolak dari penetapan Undang-undang No 9 tahun 2003 Tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pak-pak Barat, Dan Kabupaten Humbang Hasundutan pada 28 Juli 2003. Untuk menyelenggarakan kebijakan yang berorientasi untuk pembangunan. Pembentukan pondasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah diawali dengan terbentuknya DPRD Kabupaten Nias Selatan, dan selanjutnya melalui proses pemilihan di lingkungan DPRD Kabupaten Nias Selatan ditetapkan Pelaksana TugasBupati untuk memimpin jalannya pemerintahan.

(22)

permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi seluruh perangkat daerah periode 2003-2005 antara lain seperti belum efektifnya penetapan struktur kelembagaan perangkat daerah, masih dirasakannya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi antar perangkat daerah, belum optimalnya penetapan dan pemilihan tugas pokok dan fungsi perangkat daerah berdasarkan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta belum optimalnya hubungan kerja antar lembaga, termasuk antara pemerintah daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah.

Ini menjadi pekerjaan rumah Biro otonomi dan kerjasama sebagai sebuah lembaga informasi dan lembaga konsultasi kepada pemerintahan daerah.Tujuan dari pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terbentuknya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan masyarakat serta peran serta masyarakat dalam pembangunan daerah. Di samping itu, dengan diberikannya otonomi daerah kepada Kabupaten Nias Selatan diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan berlandaskan pada prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan.

(23)

komponen tersebut. Namun, tujuan awal pemekaran terkadang tidak sesuai dengan kinerja penyelenggaraan pemerintah. Persoalan seperti penyelenggaran tentang arah pembangunan Kabupaten Nias selatan tidaklah boleh terlepas dari kepentingan pembangunan Provinsi Sumatera Utara.

Program dan kebijakan pemerintahan harus juga berbarengan dengan kesiapan birokrasi dan aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara berkorelasi dengan efisiensi dan efektivitas pemerintahan dan pelayanan publik, sebab aparatur masih menggunakan pola pikir inward looking (beorientasi ke dalam) dan belum outward looking (berorientasi ke luar) sebagaimana yang diharapkan selama ini.39 Disinilah fungi dan peran biro otonomi daerah dan kerja sama ini haruslah terealisasi dengan terus memantau perkembangan kabupaten Nias Selatan sebagai daerah otonom baru (DOB).

Lembaga ini merupakan lembaga yang bertanggung jawab dalam terlaksananya monitoring dan asistensi politik pembangunan Nias Selatan pasca pemekaran. Sehingga arah pembangunan Kabupaten Nias Selatan bisa berkembang. Selain itu penyelenggaraan penyusunan perencanaan dan program juga harus berbarengan dengan tujuan otonomi.Sehingga dirumuskanlah tugas biro otonomi daerah, sebagai lembaga untuk:

1. Penyelenggaraan perumusan bahan kebijakan umum, serta bahan koordinasi, bahan pembinaan dan bahan pengendalian bidang otonomi daerah dan kerjasama, meliputi aspek fasilitasi urusan pemerintahan

39

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara , Kajian Evaluasi Kinerja

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang Baru Dimekarkan di Sumatera Utara.Tahun 2012.

(24)

provinsi, fasilitasi urusan pemerintahan kabupaten/kota, kerjasama dalam negeri dan kerjasama luar negeri;

2. Penyelenggaraan koordinasi, pembinaan dan pengendalian, serta fasilitasi pelaksanaan urusan pemerintahan provinsi bidang otonomi daerah dan kerjasama; dan

3. Penyelenggaraan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan urusan pemerintahan provinsi bidang otonomi daerah dan kerjasama40

Dilain sisi jika mengkaji tentang perannya sebagai lembaga perpanjangan tangan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, lembaga ini harus mampu menjangkau kepentingan daerah dan arah pembangunan pemerintahan provinsi. Selama berjalannya proses pembangunan Kabupaten Nias Selatan dalam periode awal, walaupun tanggung jawab ini bukan hanya dibebankan kepada pemerintahan provinsi tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintahan induk yaitu Kabupaten Nias. Pemerintahan provinsi dalam hal ini adalah bagian pengembangan dibawah biro otonomi daerah dan kerja sama harus mampu menjadi mediator berjalannya stimulusasi bagi kabupaten Nias Selatan dari Kabupaten Induk.

Jika kita melihat dari kondisi objektif Kabupaten Nias Selatan pasca pemekaran tentu masih jauh dari kata sejahtera. Keadaan ini bisa terlihat dari kondisi sumber daya manusia di pemerintahan Kabupaten Nias Selatan yang masih rendah, anggaran yang didapatkan untuk pembangunan juga masih bergantung kepada dana alokasi umum, dana alokasi khusus,dan dana bagi hasil yang berasal dari pemerintahan pusat, dan masih sangat bergantung kepada

(25)

Kabupaten Nias. Inilah menjadi penghambat berlangsungnya pembangunan di Kabupaten Nias selatan, sehingga Kabupaten Nias Selatan menjadi Kabupaten dengan pendapatan terendah dikawasan Sumatera Utara dalam kurun waktu lima tahun pasca pemekaran.

Ditambah lagi Kabupaten Nias Selatan memiliki pencapaian pembangunan yang lebih rendah dibandingkan rata-rata pembangunan skala provinsi dan nasional. Laporan ini mengindikasikan bahwa rendahnya tingkat pengeluaran publik sebagai penyumbang dari pencapaian pembangunan yang dibawah rata-rata untuk 720.000 penduduk Nias.41Persentase penduduk miskin di Kabupaten Nias Selatan menduduki posisi tertinggi dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Pada tahun 2006, BPS mencatat jumlah penduduk miskin Kabupaten Nias Selatan sebanyak 102.100 jiwa dengan persentase 37,66%. Kemudian pada tahun 2007, kondisi jumlah penduduk miskin menurun menjadi 91.100 jiwa dengan persentase 33,84% Ini menjadi sebuah ironi sendiri bagi masyarakat Nias Selatan yang sejak awal dijanjikan kesejahteraan.

Penyebabnya salah satunya adalah ketidaksiapan Pemerintahan Nias Selatan dalam menjalankan politik pembangunan di Kabupaten Nias Selatan. Tujaun awal pemekaran terabaikan oleh semangat otonomi yang menyebar luas dihampir seluruh provinsi di Indonesia, terkhusus di Provinsi Sumatera Utara. Ini berdampak kepada pendistribusian sumber dana kepada kabupaten baru (Kabupaten Nias Selatan, Pak-pak Barat dan Humbang Hasundutan) yang mekar ditahun yang sama akan terbagi dan tidak terfokus kepada satu daerah. Hasilnya,

(26)

penyebaran alokasi dana Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara akan menghambat pembangunan disegala sektor.

Tidak selesai sampai disitu, kondisi khusus lain di Kepulauan Nias yang membentuk dua daerah otonom baru dalam waktu yang berdekatan yaitu daerah otonomi baru Kabupaten Nias Utara dan Kabupaten Nias Barat semakin menyurutkan pembangunan di Kabupaten Nias Selatan. Faktor ini menjadi penanda ketidaksiapan Kabupaten Nias sebagai satu-satunya kabupaten induk yang harus mendistribusikan alokasi dana kedaerah otonom baru. Keadaan ini tidak terlepas dari tujuan pembentukan Provinsi Nias. Sehingga pemekaran kabupaten dipercepat untuk mengejar pemenuhan syarat administrasi.

Selain dua faktor diatas yang menghambat perkembangan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Selatan memiliki kondisi khusus yang menghambat pembangunan. Pada tahun 2005 di Kepulauan Nias terjadi bencana alam yang mengakibatkan kehancuran pembanguan yang sejak awal sudah dimulai dibangun dibeberapa daerah vital di Nias Selatan. Pemerintahan provinsi harus melihat kondisi khusus ini dengan kebijakan khusus pula. Daerah induk yang juga terkena dampak bencana alam ini berdampak kepada ketidak mampu daerah induk untuk menopang pembangunan Kabupaten Nias Selatan.

(27)

internasional dalam pembangunan. Hal ini juga sesuai dengan dana yang didapatkan untuk pembangunan kembali Kepulauan Nias yang diperoleh dari dana yang dikucurkan oleh Bank Dunia dan alokasi untuk BRR yaitu sekitar 1,7 Triliun. Dana ini berjumlah empat kali lipat lebih banyak dari yang didapat untuk pembangunan sebelum bencana. 42

Seperti yang dikatakan oleh Ketua DPRD Kabupaten Nias Selatan, Bapak Sidiadil Harita tentang perubahan infrastruktur di Nias Selatan pasca bencana gempa, beliau beranggapan bahwa pasca bencana gempa yang terjadi di Kepulauan Nias terjadi pembangunan yang sangat luar biasa karena terjadi perubahan yang begitu hebat. Kabupaten Nias Selatan mendapatkan perhatian begitu besar dari pemerintah pusat bahkan dunia dalam rangka rekonstruksi pasca gempa bumi pada saat itu, sehingga sampai saat ini bisa terlihat perbedaan yang sangat mencolok.43

pada tanggal 23 April 20116,pukul 13:22 WIB)

43

(28)

Gambar 2. Penulis bersama bapak Sidiadil Harita ( Ketua DPRD Kab.Nias Selatan)

Pendapat ketua DPRD Nias Selatan itu dikuatkan juga oleh bapak Herman Laia selaku ketua Bamuspernis yang saat itu masih aktif dipemerintahan Nias Selatan, bahwa pasca bencana alam gempa bumi yang melanda Nias Selatan, BRR bekerja keras membangun kembali Nias Selatan seperti pembangunan yang sampai ke Lolomatua, jembatan-jembatan di Idanomo, Oyou, siwalawa, dan banyak lagi akses-akses jalan yang dibangun.44

Gambar 3. Penulis bersama bapak Herman Laia (Ketua Bamuspernis)

44

(29)

Telah terlaksana sebanyak dua kali pemilihan kepala daerah melalui pemilihan umum oleh rakyat. Selama itu pula pembangunan Kabupaten Nias Selatanmulai berbenah diri.Baik dari sisi pembangunan infrastruktur maupun dari sisi pembangunan pemerintahannya. Mulai para pengisi pemangku jabatannya dari kepala daerah,SKPD dan termasuk menjalankan MUSPIDA DPRD. Kemudian pembangunan lembaga kepolisian setingkatPolisi Resort Nias Selatan dan ada juga kejaksaan.Ditambah lagi mulai berbenah dalam proses keamanan dengan pembentukan Kodim dan kemudian Pengadilan Negeri diTelukdalam. Untuk aspek birokrasi, daerah mulai berbenah diri dengan mengisi struktur pemerintahan secara rapi untuk mensukseskan pembangunan.

(30)

Akan tetapi bukan berarti tidak ada usaha yang dijalankan oleh Pemerintahan Provinsi kepada Pemerintahan Kabupaten Nias Selatan, melalui peraturan daerah seperti Perda No.5Tahun 2011 dan Perda No. 6 tahun 2011 yang berisikan tentang pembebasan biaya kesehatan dan biaya pendidikan untuk menciptakan tenaga pendidik dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Nias Selatan yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Daerah Nias selatan. Kebijakan ini tidaklah terlepas dari campur tangan Pemerintahan Provinsi melihat tingginya angka buta huruf di Kabupaten Nias Selatan.

Sebab tujuan mulia dari pembangunan haruslah mengabdi kepada kepentingan Masyarakat Nias Selatan. Pembangunan Kabupaten Nias Selatan bukanlah hanya melihat dari aspek gedung pemerintahan atau fasilitas umum saja. Tetapi haruslah pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Nias Selatan. Ini menjadi catatan khusus dari sub-bab ini pembangunan haruslah menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintahan Provinsi secara khusus bagi biro otonomi daerah dan pemerintahan Kabupaten Nias Selatan sebagai perpanjangan tangan masyarakat Sumatera Utara secara khusus lagi Masyarakat Nias Selatan. Pemerintahan provinsi bersama Pemerintahan Pusat, Badan Pembangunan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan seluruh elemen pemerintahan lokal di Kabupaten Nias Selatan harus bersama-sama bekerja untuk kemajuan Nias Selatan.

(31)

passca pemekaran masyarakat Nias Selatan masih beranggappan demikian maka otonomi di Kabupaten Nias Selatan adalah kebijakan yang gagal. Kebijakan otonomi daerah tidak boleh terlepas dari kaedahnya. Kebijakan otonomi daerah tidaklah bertujuan untuk menciptakan raja-raja lokal kecil atau memenuhi kebutuhan pemerintahan lokal semata.

3.2.3.Peran Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama Dalam Evaluasi

Pemekaran Kabupaten Nias Selatan

Evaluasi diartikan sebagai suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program) yang telah direncanakan sebelumnya dan dilakukan secara sistematis dan obyektif dengan menggunakan metode evaluasi yang relevan45. Secara teoritis tujuan evaluasi adalah memberikan penilaian tentang kinerja ataupun kemanfaatan sesuatu kegiatan tertentu46. Kegiatan evaluasi dilakukan baik sebelum suatu program/kegiatan dilaksanakan (ex-ante evaluation), pada saat berlangsung (on-going evaluation), maupun setelah program/kegiatan selesai dilaksanakan (ex-post evaluation).

Evaluasi dampak (evaluation impact) adalah identifikasi sistematik atas efek-efek–positif atau negatif, baik yang diharapkan atau tidak pada individu, rumah tangga, institusi dan lingkungan yang disebabkan oleh suatu kegiatan/intervensi seperti program atau proyek. Kegiatan/intervensi itu dapat diartikan sebagai suatu rangkaian proses dari input, ke output antara dan akhirnya

45

Pedoman Penyusunan Indikator, Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja, Tim Penyusun Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Anggaran Berbasis Kinerja 2004, Bappenas, 2004

46

(32)

kepada dampak/hasil akhir. Proses evaluasi dapat fokus pada semua rangkaian tersebut. Evaluasi yang menganalisis daridampak/hasil akhir dinamakan evaluasi dampak. Dampak itu sendiri merupakan perbedaan pada apa yang terjadi antara ada atau tidaknya suatu intervensi/kegiatan.

Tujuan evaluasi kinerja program adalah agar dapat diketahui dengan pasti apakah pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan program dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan pelaksanaan program di masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi kinerja diarahkan kepada hasil, manfaat, dan dampak dari program. Pada prinsipnya, untuk menciptakan proses dan kegiatan perencanaan yang efisien, efektif, transparan dan berakuntabilitas, perlu dibuat perangkat evaluasi yang dapat diukur melalui penyusunan indikator dan sasaran kinerja program yang mencakup indikator masukan, indikator keluaran, dan indikator hasil/manfaat. Dalam PP 39 tahun 2006, definisi evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standart47

Jika kita hubungkan dengan peran biro otonomi daerah dan kerja sama dalam kebijakan evaluasi tentu akan sesuai dengan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Perkembangan Daerah Otonomi Baru serta sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/ 694/ KTPS/ 2010 tentang Tim Evaluasi Daerah Otonom Baru di provinsi Sumatera Utara, maka dibentuklah tim evaluasi untuk melihat perkembangan daerah otonomi baru. Tim evaluasi bertugas

47

(33)

melakukan Monitoring, pembinaan dan kunjunngan ke daerah-daerah otonom baru yang berusia 0-5 tahun termasuk di Kabupaten Nias Selatan.

Pelaksanaan evaluasi perkembangan daerah otonom dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu pada awal tahun dan akhir tahun yang meliputi kegiatan pengisian kuesioner, validasi dan verifikasi data, pengolahan data dan penyusunan laporan. Mekanisme evaluasi perkembangan daerah otonom baru dilakukan dengan 10 aspek sesuai dengan yang dimuat dalam instrumen Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2010 yaitu :

1. Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah 2. Pengisian Personil

3. Pengisian Keanggotaan DPRD

4. Penyelenggaraan urusan Wajib dan Urusan Pilihan 5. Pembiayaan

6. Pengalihan Aset, Peralatan dan Dokumen 7. Pelaksanaan Penetapan Batas Wilayah

8. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pemerintahan 9. Penyiapan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah

10. Pemindahan Ibukota bagi ibukotanya yang dipindahkan.

Berikut akan dijelaskan satu-persatu mengenai kesepuluh aspek tersebut, yakni :

(34)

2. Penilaian pengisian personil dilakukan berdasarkan pada pembentukan organisasi perangkat daerah dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah yang terdiri dari:

• Pengalihan dan penempatan personil;

• Jumlah personil yang ada di masing-masing SKPD; • Kualitas personil atau aparatur.

3. Penilaian pengisian keanggotaan DPRD dilakukan terhadap:

• Pengisian unsur pimpinan; • Pengisian unsur anggota.

4. Penilaian penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan dilakukan terhadap jumlah urusan wajib dan urusan pilihan yang telah dijabarkan dalam penyusunan SKPD serta terhadap input dan proses pelaksanaan urusan wajib dan urusan pilihan yang merupakan pelaksanaan pelayanan dasar prioritas.

5. Penilaian pembiayaan dilakukan terhadap kemampuan pembiayaan penyelenggaraan urusan wajib dan urusan pilihan yang bersumber dari APBD yang terdiri atas:

• PAD;

• Dana perimbangan;

• Dan pendapatan lainnya yang sah. 6. Penilaian pengalihan aset dan dokumen meliputi:

(35)

• Jenis dan jumlah peralatan yang dialihkan dari daerah induk kepada DOB;

• Jenis dan jumlah dokumen yang dialihkan dari daerah induk kepada DOB.

7. Penilaian pelaksanaan penetapan batas wilayah ditetapkan setelah dilakukan penegasan batas dengan tahapan meliputi:

• Penelitian dokumen; • Pelacakan batas;

• Pemasangan pilar batas;

• Pengukuran dan penentuan posisi pilar batas; • Pembuatan peta batas;

• Penetapan Peraturan Menteri.

8. Penilaian penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan meliputi:

• Jumlah gedung atau kantor yang digunakan untuk melaksanakan urusan wajib dan urusan pilihan dengan peruntukannya;

• Jumlah peralatan yang digunakan untuk melaksanakanurusan wajib dan urusan pilihan dengan peruntukannya;

• Kondisi masing-masing gedung atau kantor yang digunakan untuk melaksanakan urusan wajib dan urusan pilihan;

• Status gedung atau kantor yang digunakan untuk melaksanakan urusan wajib dan urusan pilihan.

(36)

• Dokumen Rencana Umum Tata Ruang berupa Rencana Tata Ruang Wilayah;

• Dokumen Rencana Rinci Tata Ruang berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis dan/atau Rencana Detail Tata Ruang.

10. Pemindahan ibukota bagi daerah yang ibukotanya dipindahkan, pada umumnya pembentukan daerah mulai tahun 2007 tidak lagi mencantumkan ibukota sementara pada undang-undang pembentukan, sehingga tidak ada lagi kegiatan pemindahan ibukota di DOB.

Dalam setiap proses pengevaluasian berjalannya otonomi daerah baru, pemerintahan provinsi Sumaera Utara dapat menetapkan beberapa indikator yang harus sejalan dengan PP. No 129 tahun 2000 yang mengatur tentang Persyaratan Pembentukan Dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan Dan Penggabungan Daerah. Pengevaluasian yang dijalankan oleh pemerintahn provinsi dalam hal ini adalah Biro Otonomi Daerah dan Kerja Sama dalam ranah kerjanya menjalankan proses ini selama 1 kali dalam 5 tahun selama kurun waktu 10 tahun. Tujuan untuk melihat perkembangan daerah otonomi baru. Pertumbuhan ini akan dilihat dari pertumbuhan secara kuantitatif daerah otonomi baru.

(37)

sosial politik, dan jumlah penduduk pemerintahan diharuskan pelaksanaan evaluasi secara berkala.

Data hasil evaluasi diperoleh dari hasil laporan pemerintahan otonomi baru kepada Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara ataupun data hasil temuan dilapangan dilakukan oleh pihak pemerintahan provinsi ataupun inspektorat terkait. Jika pemerintahan daerah tidak mampu menjalankan otonomi daerah maka pemerintahan provinsi dalam hal ini adalah Gubernur Sumatera Utara dapat merekomendasikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk melakukan penghapusan atau penggabungan kembali daerah otonomi baru.

Kabupaten Nias Selatan yang merupakan kabupaten otonomi baru ditahun 2003 merupakan salah satu kabupaten dengan pertumbuhan kabupaten yang cukup buruk. Hal ini dapat kita lihat dari pembanguan masyarakat yang masih cukup rendah. Pada periode evaluasi pertama ditahun 2008 Kabupaten Nias Selatan yang memiliki jumlah angkatan kerja sebanyak 79,41% dari 272.848 jiwa jumlah penduduk Kabupaten Nias Selatan. Yang terdiri dari 76,61% terkategori bekerja dan 2,80% terkategori mencari kerja dan tidak bekerja (pengangguran terbuka). Akan tetapi jumlah 79,41% tenaga kerja ini mayoritas hanyalah berlatar belakang tamatan sekolah dasar atau sekitar 77,82% dari jumlah angkatan kerja sedangkan selebihnya 12,56% angkatan kerja berlatar belakang tamatan Sekolah Menengah Pertama dan 8,96% angkatan kerja berlatar belakang tamatan Sekolah Menangah Atas.Sedangkan sisanya hanya 0,67% angkatan kerja yang berpendidikan di atas SMA.48

48

(38)

Keadaan ini tentu akan menunjukan kualitas tenaga kerja di Kabupaten Nias Selatan masih tergolong tenaga kerja rendahan. Sehingga mayoritas tenaga kerja berprofesi sebagai petani. Tingkat pendidikan yang rendah tentu akan berpengaruh kepada kualitas hidup masyarakat nias selatan untuk mampu memenui kebutuhan perekonomiannya. Dampaknya, mayoritas penduduk nias selatan akan hidup dibawah garis kemiskinan. Ini sesuai dengan data hasil sensus BPS pada tahun 2006 yang merilis penduduk miskin Kabupaten Nias Selatan sebanyak 102.100 jiwa dengan persentase 37,66%. Kemudian pada tahun 2007, kondisi jumlah penduduk miskin menurun menjadi 91.100 jiwa dengan persentase 33,84%.49

Jika dilihat dari satu sisi, pertumbuhan perekonomian Kabupaten Nias Selatan mengalami peningkatan setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2005 dimana terjadi bencana alam yang menghancurkan infrastruktur umum. Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Nias Selatan mencapai sekitar 4% setiap tahunnya namun tidak dibarengi dengan tingkat laju pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Nias Selatan.

Secara kekayaan alam, Kabupaten Nias Selatan memiliki potensi alam yang sangat kaya untuk mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Nias Selatan hal ini telihat dari hasil alam tanaman komoditas yang melimpah berupakomoditi karet sebesar 8.788,5 ton, kakao (coklat) sebesar 1.554,5%, disusul oleh komoditi pinang sebesar 1.086,3% dan nilam sebesar 918,4%. Sedangkan komoditi yang memiliki persentasepertambahan produksi terendah adalah komoditi pala yaitu -99,7%, disusul oleh komoditi kopi sebesar -99,42%, dan cengkeh sebesar -67,2%.

(39)

Sedangkan tanaman pangan dan tanaman palawija yang mendominasi pada tahun 2006 yang terdiri dari 34.124 ton padi di sawah dan 294 ton padi di ladang.Sedangkan pada tahun 2007, produksi padi sebesar 30.537 ton yang mana produksi padi sawah 29.892 ton dan padi ladang 645 ton. Sehingga pertumbuhan produksi padi pada tahun 2008 adalah sebesar 12,7% dimana pertumbuhan produksi padi sawah 14,2% dan padi ladang mengalami penurunan sebesar 54,4%.

Produksi lain seperti ubi kayu pada tahun 2008 adalah 15.870 ton dan produksi ubi jalar sebesar 9.420 ton. Komoditi yang memiliki produksi terendah pada tahun 2008 adalah kacang hijau 53 ton dan kacang tanah 78 ton. Serta tanaman sayur mayur dan buah-buahan yang jumlanya sekitar 3000 ton pertahunnya. Ditambah lagi potensi laut yang terdiri dari parawisata, ternak, dan kekayaan laut berupa ikan-ikan maupun kandungan mineral yang terkandung diperut bumi.

Kekayaan alam ini seharusnya menjadi potensi bagi kemajuan pembangunan masyarakat Kabupaten Nias Selatan. Persoalan kemiskinan yang seharusnya bisa terpecahkan dengan mengolah potensi alam secara baik dapat melepaskan status Kabupaten Nias Selatan sebagai kabupaten termiskin di Provinsi Sumatera Utara.

(40)

Potensi kekayaan alam tidaklah diikutsertakan dengan peningkatan kualitas masyarakat. Pada tahun 2005 misalnya pasca terjadi bencana alam dikabupaten Nias Selatan, pembangunan kembali infrastruktur umum digenjot begitu cepat.

Tetapi angka kualitas angkatan kerja di Kabupaten Nias Selatan masih tetap sama dengan dominasi adalah tamatan Sekolah Dasar. Potensi alam yang ada yang sejak awal sudah ada seharusnya pasca bencana harus menjadi prioritas pemasukan kabupaten untuk kembali membangun. Ketergantungan kabupaten Nias Selatan dari dana hibah dan sumbangan lembaga donor berdampak kepada tingkat pertumbuhan ekonomi makro saja.

Tingkat pembangunan kualiatas masyarakat yang rendah seharusnya menjadi catatan penting dari proses evaluasi daerah otonomi Nias Selatan bagi Pemerintahan Provinsi. Pemerintahan Kabupaten Nias Selatan bisa saja mendapatkan hasil positif atas pertumbuhan perekonomian kabupaten. Bukan hanya pertumbuhan ekonomi saja yang menjadi satu-satunya landasan untuk melihat keberhasilan kabupaten Nias Selatan. Pasca berakhirnya masa evaluasi lima tahunan, ditahun 2008 Kabupaten Nias Selatan pembangunan daerah otonomi dapat dikatagorikan sedang. Hal ini berkaca pada pembangunan infrastruktur yang baik di Kabupaten Nias Selatan. Disinilah peran biro otonomi daerah dan kerja sama yang menjadi lembaga pelaksana evaluasi bersama dengan kementrian dalam negeri.

(41)

untuk memenui syarat dan prasyarat kapasitas daerah sesuai dengan undang-undang. Walaupun hasil evaluasi ini tidak memberikan dampak yang besar pada peningkatan pembangunan sumber daya manusia masyarakat Nias Selatan. Tingkat kualitas hidup masyarakat yang masih sangat rendah seharusnya sudah terselesaikan sejak awal pemekaran. Alasannya tidak terlepas dari potensi alam dan kuantitas masyarakat yang kaya. Keadaan ini berdampak sampai saat ini pekerjaan pemberantasan kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintahan daerah dan pemerintah provinsi serta seluruh jajaran legislatif yang bahu-membahu membangun Kabupaten Nias Selatan kedepannya lebih baik.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dalam bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

(42)

2. Lahirnya daerah otonomi Kabupaten Nias Selatan dibarengi dengan munculnya kebijakan otonomi daerah yang dicanangkan pasca jatuhnya rezim orde baru. Sehingga semangat otonomi muncul di berbagai daerah di Indonesia.

3. Peran biro otonomi daerah dan kerja sama dalam pelaksanaan politik pembangunan di Kabupaten Nias Selatan tidaklah begitu vital. Hal ini dikarenakan peran biro otonomi daerah dan kerja sama hanya sebatas sebagai lembaga administrasi. Peran utama dari politik pembangunan Kabupaten Nias Selatan terletak pada pihak pemerintahan daerah Kabupaten bersama jajaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nias Selatan.

4. Peran biro otonomi dan kerja sama selama proses pemekaran, penyelenggaraan pembangunan, dan evaluasi pasca pemekaran berfungsi sebagai media perantara antara pemerintahan daerah kepada pemerintahan pusat (Kementerian Dalam Negeri).

5. Penyebab terhambatnya pembangunan di Kabupaten Nias Selatan dikarenakan oleh beberapa persoalan birokrasi yang belum secara utuh menjalakan peran dan fungsi, ketidaktersediaan akses untuk pengembangan sumber daya alam dan sumber daya manusia, terhambatnya perkembangan derah induk sebagai daerah penyumbang pembangunan awal Kabupaten Nias Selatan, dan persoalan bencana alam yang merusak infrastruktur yang sudah dibangun sebelum pemekaran maupun pasca pemekaran.

(43)

Hasil penelitian yang telah dilakukan memberikan pengetahuan mengenai terhambatnya pembangunan di Kabupaten Nias selatan, tentu menurut peneliti penting untuk diberikan masukan agar pembangunan di Kabupaten Nias Selatan dapat berjalan lebih baik dan lebih maju lagi.

1. Pemerintahan Daerah Kabupaten Nias Selatan: Persoalan kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Kabupaten Nias Selatan sehingga menjadi kabupaten paling miskin di daerah Provinsi Sumatera Utara tidaklah terlepas dari tidak maksimalnya pembangunan terhadap potensi alam dan sumber daya masyarakat Kabupaten Nias Selatan. Sehingga perlu kita garis bawahi untuk memperhatikan dan mengutakan pembangunan secara khusus pada peningkatan sumber daya manusia untuk bisa bersaing di era masyarakat ekonomi bebas.

Gambar

Gambar 3. Penulis bersama bapak Herman Laia (Ketua Bamuspernis)

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa perubahan ketentuan dalam PSAK tersebut sebagian relevan untuk akad asuransi syariah yang diatur dalam PSAK 108 (2009), seperti pengakuan pendapatan kontribusi peserta,

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh 2 (dua) guru sebagai observer pada pelaksanaan siklus II yang dilaksanakan dalam satu RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dengan

Agung Pribadi, Head of the Information and Cooperation Services Communication Bureau (KLIK) of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM), said ahead of the turn

Penelitian kepustakaan yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari literatur yang berhubungan dengan pengembangan produk, desain produk, kualitas produk

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa proses degradasi zat warna Rhodamine B menggunakan katalis kaolin-TiO 2 dengan. bantuan sinar UV, menunjukkan banyaknya zat

Keke : Kasihan pa, anaknya lucu, Keke sempet ketemu pas masih sehat, sekarang udah botak kayak Keke.. Keke sebagai pemeran utama digambarkan memiliki rasa peduli

Bagian Otonomi Daerah dipimpin oleh Kepala Bagian yang mempunyai tugas membantu Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah dalam melaksanakan penyiapan bahan

(1) Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah mempunyai tugas pokok memimpin, memotivasi serta menyelenggarakan perumusan bahan kebijakan umum, pengkoordinasian