1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kita mengetahui terdapat beberapa unsur-unsur terbentuknya sebuah Negara yang dirumuskan dalam Konvensi Montevideo, antara lain adanya wilayah, pemerintah yang berdaulat, rakyat dan pengakuan dari Negara lain. Unsur-unsur terbentuknya negara satu sama lain saling berkaitan dan berhubungan. Rakyat yang hidup disuatu negara tertentu harus diatur supaya kehidupan mereka dapat berjalan dengan baik untuk mencapai kesejahteraan, keamanan, keadilan dan lain-lain di dalam lingkungan mereka. Untuk itu diperlukan suatu pemerintahan yang berdaulat baik kedalam maupun keluar.4 Negara dengan pemerintahan yang berdaulat ditandai oleh adanya konstitusi yang merupakan landasan bagi kehidupan Negara yang bersangkutan. Baik konstitusi tertulis maupun tidak tertulis.5
4
Khelda Ayunita dan Abd. Rais Asman, Hukum Tata Negara Indonesia, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2016, h. 69.
5
Macam Macam Konstitusi Menurut C.F. Strong, antara lain : a) Konstitusi Tertulis
Pengertian Konstitusi Tertulis adalah aturan-aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara. Demikian juga, aturan dasar lainnya yang mengatur kehidupan suatu bangsa di dalam persekutuan hukum negara.
b) Kontitusi Tidak Tertulis atau Konvensi
Atas dasar pendapat J.H.P Bellefroid6
1. Jaminan terhadap hak asasi manusia
maka konstitusi merupakan aturan ketatanegaraan atau hukum konstitusional yang mengatur pokok-pokok ketatanegaraan dan penyelenggaraannya dalam suatu Negara. Apa saja yang menjadi aturan pokok ketatanegaraan itu dapat dijumpai dalam materi muatan konstitusi. Apabila materi muatan konstitusi dapat diartikan sebagai sejumlah ketentuan (norma hukum) dimasukkan ke dalam suatu dokumen atau beberapa dokumen yang dinamakan konstitusi. Sehingga konstitusi itu berisi keterangan-keterangan atau penjelasan tentang norma hukum atau ketentuan yang dimaksud tersebut, umumnya materi muatan yang terdapat didalam setiap konstitusi selalu mengatur tentang :
2. Susunan (struktur) ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat mendasar
3. Pembagian dan pembatasan tugas dan wewenang alat-alat perlengkapan negera (lembaga Negara ) yang juga bersifat mendasar.7
6
J.H.P Bellefroid berpendapat
“De Grondwet” kan ook constitutie worden genoemd. Van constitutie” wordt echter in materialen zin en formelen zin gesproken. Een materiele constiturie is een regeling der staatsinrichting. In dezen zin valt de constitutie met het staatsrecht samen. Daarom wordt dit recht ook met den naam van ‘constitutioneel recht’ aangeduid. Een formele constitutie is een staatsakte, die de grondslagen der staatsinrichting bepaalt.”
Negara merupakan organisasi kekuasaan.8
Tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Penggunaan istilah Negara kesatuan itu dimaksud, bahwa susunan Negaranya hanya terdiri dari satu negara saja dan tidak dikenal adanya negara di dalam negara seperti halnya pada negara federal.
Didalam Negara modern, kekuasaan itu dibentuk berdasarkan kemauan rakyat dan mendapat legitimasi dari rakyat. Pihak yang menjalankan kekuasaan itu adalah pemerintah yang juga dibentuk oleh rakyat, yang terdiri atas beberapa orang yang merupakan kelompok minoritas. Sehingga dapat dikatakan bahwa elit politik yang berkuasa merupakan kelompok terkecil yang mendapat mandat dari rakyat dan selalu mengatasnamakan rakyat. Sejalan dengan uaraian diatas tujuan dibentuknya konstitusi adalah berkorelasi dengan upaya untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan menjamin hak-hak asasi yang diperintah. Dengan demikian, dalam perumusannya sejauh mungkin dihindari pemusatan kekuasaan pada satu badan kenegaraan tertentu agar terjamin penyelenggaraan pemerintah yang tidak sewenang-wenang serta tetap menjunjung tinggi asas-asas demokrasi.
9
Wilayah Negara Republik Indonesia ini sangat luas meliputi banyak kepualaun yang besar dan kecil, maka tidak memungkinkan jika segala sesuatunya
8
Moh.kusnardi & hermaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indoensia, Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, Jakarta, 1981, h.50
9
akan diurus seluruhnya oleh pemerintahan yang berkedudukan di ibu kota Negara. Sehingga untuk mengurus penyelenggaran pemerintahan negera sampai kepada seluruh pelosok daerah negara, perlu dibentuk suatu pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah ini sebenanya menyelenggarakan pemerintahan yang secara langsung berhubungan dengan masyarakatnya.10
Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar urusan pemerintah pusat. Selain dari pada otonomi yang seluas-luasnya pemerintah daerah dalam melaksanakan kewenangannya memegang asas
Dimana dalampenyelanggaraan pemerintahannya, tetap selaras dengan apa yang dicita-citakan oleh pemerintah pusat.
Di awal perjalanannya terdapat pembagian pemerintahan daerah antara lain yakni pemerintah daerah administratif dan pemerintahan daerah otonom. Daerah administratif merupakan perpanjangan pemerintah yang berkedudukan di pusat untuk melaksanakan tugas adminstratif yakni apa yang diperintahkan pusat untuk daerah harus dilaksanakan. Sedangkan daerah otonom, pemerintah pusat dalam hal-hal tertentu menyerahkan kekuasaannya kepada daerah masing-masing untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri dikarenakan banyaknya segi kehidupan manusia yang tersebar diseluruh wilayah Negara dan tidak memungkinkan untuk pemerintah pusat memberikan kebiajakan ataupun keputusan yang baik untuk tiap-tiap daerah.
10
bebas dan bertanggung jawab. Penyerahan sebagian besar kewenangan pemerintahan pusat kepada pemerintah daerah, telah menempatkan pemerintah
daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dalam rangka menciptakan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata.
Era reformasi yang menggantikan era orde baru mempunyai dampak positif dan dampak negatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampak positif yang dapat dilihat yakni dengan semkain transparannya penyelenggaraan pemerintahan. Tidak hanya di tataran pemerintahan pusat, dalam penyelenggaraan pemerintahan, daerah juga diberikan otonomi yang lebih luas dan lebih nyata untuk menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.
Pada masa pasca reformasi, Indonesia telah 3 kali mengalami perubahan berkaitan dengan aturan pemerintahan daerah mulai dari UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014. Sepanjang perjalanan perubahan aturan tersebut pastilah terjadi dinamika tentang pengaturan mengenai pembagian urusan pemerintahan. Baik itu semakin memperluas atau bahkan mempersempit ruang bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan kewenangannya.
menjalankan semangat demokrasi Pancasila. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul Dinamika Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah Pasca Reformasi.
B.Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, penulis memilih beberapa hal yang menjadi permasalahan yang akan dibahas, antara lain :
1. Bagaimana konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan Negara? 2. Bagaimana konsep pemerintahan daerah?
3. Bagaimana dinamika pembagian urusan pemerintah daerah setelah masa reformasi?
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
a. Untuk mengetahui konsep pemisahan dan pembagian kekuasaan negara
b. Untuk mengetahui konsep pemerintahan daerah di Negara kesatuan c. Untuk mengetahui dinamika perjalanan pembagian urusan
pemerintahan daerah setelah masa reformasi
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini,antara lain : Manfaat Teoritis
a. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum tata Negara khususnya yang berkaitan dengan pemerintahan daerah di Indonesia
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau memberikan solusi dalam bidang hukum tata Negara kepada masyarakat, pemerintah, dana para akademisi di Indonesia terkait dengan pelaksanaan wewenang pemerintah daerah.
Manfaat Praktis
a. Dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi mahasiswa, masyarakat, maupun pihak lain dalam penulisan-penulisan lainnya yang berkaitan dengan penyelengaraan pemerintahan daerah di Indonesia.
b. Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi peningkatan kualitas pelaksanaan otonomi yang lebih baik.
D.Keaslian Penulisan
penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Meskipun tedapat judul tesis yang berkaitan yakni :
a. “Analisis Juridis Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Dan Daerah Otonomi Di Indonesia” pada tahun 2009 oleh Bisman Bhaktiar NMP : 0706303571, yang merupakan mahasiswa Fakultas Hukum Program Pascasarjana di Universitas Indonesia.11
Yang menjadi pembeda, tesis ini menjabarkan perubahan pembagian urusan pemerintahan saat konstitusi di Indonesia berubah dengan cara menganalisa substansi dari konstitusi yang berlaku, mulai dari UUD 1945, Konstitusi RIS sampai kepada UUD NRI 1945, dan tesis ini tidak menggambarkan secara utuh pengaturannya dalam undang-undang.
Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya baik secara moral dan ilmiah.
E.Tinjauan Pustaka
1. Konstitusi
Istilah konstitusi itu sendiri pada mulanya berasal dari bahasa Latin, constitution yang berkaitan dengan jus dan ius yang berarti hukum atau prinsip.
11
Di zaman modern, bahasa yang dijadikan rujukna mengenai istilah ini adalah Inggris, Jerman, Perancis, Italia, dan Belanda. Untuk pengeretian constitution dan
grundwet dalam bahasa Inggris, bahasa Belanda membedakan antara verassung
dan grundgesetz. Bahkan dibedakan pula antara grundrecht dan grundgesetz
seperti anatara grondrecht dan grondwet dalam bahasa Belanda.12
Demikian pula dalam bahasa Perancis dibedakan antara Droit Constitutionalle dan Loi Constitutionalle. Istilah yang pertama identik dengan
pengertian konstitusi, sedangkan yang kedua adalah undang-undang dasar dalam arti yang tertuang dalam naskah tertulis. Untuk pengertian konstitusi dalam arti undang-undang dasar, sebelum dipakai istilah grondwet, di Belanda juga pernah dipakai istilah staatsregeling. Namun, atas prakarsa Gijsbert Karel van Hogendorp pada 1813, istilah grondwet dipakai untuk menggantikan istilah staatsregeling.13
a. Sesuatu yang dinamakan konstitusi itu tidak saja aturan yang tertulis, tetapi juga apa yang dipraktikkan dalam kegiatan penyelenggaraan Negara; dan
Artinya adalah :
b. Sesuatu yang diatur itu tidak saja berkenaan dengan organ Negara beserta komposisi dan fungsinya, baik ditingkat pusat maupun ditingkat pemerintah daerah (local government), tetapi juga
12
Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, h.93.
13
mekanisme hubungan antara Negara atau organ Negara itu dengan warga Negara.14
Konstitusi suatu Negara termuat dalam Undang-Undang Dasar dan berbagai aturan konvensi. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar merupakan aturan dasar atau atauran pokok negara yang menjadi sumber dan dasar bagi terbentuknya aturan hukum yang lebih rendah. Disebut aturan dasar atau aturan pokok negara karena ia hanya memuat aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar atau bersifat pokok dan masih merupakan nirma tunggal, tidak disertai norma sekunder.
Hans Kelsen dalam teori hierarki norma (stufenbau theory) berpendapat bahwa norma hukum itu berjenjang dalam suatu tata susunan hierarki. Suatu norma yang lebih rendah berlaku dan bersumber atas dasar norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi itu, berlaku dan bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri, yang bersfiat hipotesis dan fiktif, yaitu yang dikenal dengan istilah grundnorm (norma dasar). Norma dasar sebagai norma yang tertinggi itu dibentuk
langsung oleh masyarakat dan menjadi sumber bagi norma-norma yang lebih rendah, oleh karena itu norma dasar itu disebut presupposed atau ditetapkan terlebih dahulu.15
14
Ibid, h.95.
15
Struktur sistem norma berlapis atau berjenjang itu oleh Hans Nawiasky kemudian dikualifikasikan menjadi empat tingkat norma hukum yang secara berurutan terdiri atas :
a. Tingkat pertama : staatsfundamentalnorm, atau staatsgrundnorm, yaitu norma fundamental Negara, norma pertama, atau norma dasar. b. Tingkst kedua : staatsgrundgesetz, yaitu norma huku dasar Negara,
atuaran pokok Negara, atau konstitusi.
c. Tingkat ketiga : formell gesetz atau gesetzesrehts, yaitu norma hukum terttulis . undang-undang, atau norma hukum konkret;
d. Tingkat keempat : verordnung dan autonome satzung, aturan pelaksana dan aturan otonom.16
Undang-undang Dasar atau konstitusi adalah hukum tertinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan, dimana aturan yang berada dibawah UUD harus sesuai dengan apa yang diatur dalam UUD atau konstitusi. Konstitusi yang baik itu adalah konstitusi yang tidak rigid atau kaku, dimana sebuah konstitusi tersebut harus berkembang mengikuti perkembangan kebutuhan masyarakat. Perubahan yang terjadi pada konstitusi akan menimbulkan terjadinya perubahan yang berada dibawahnya yang merupakan peraturan teknis dari konstitusi itu sendiri. Sama halnya di Indonesia, amandemen UUD 1945 memaksa dikeluarkannya aturan baru termasuk peraturan mengenai pemerintahan daerah. Sehingga penulis menganggap bahwa konstitusi berkaitan erat dengan apa yang akan dibahas dalam skripsi ini.
16
2. Teori Pembatasan atau Pembagian Kekuasaan
Pengertian pembagian kekuasaan adalah berbeda dari pengertian pemisahan kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian, baik mengenai orangnya maupun mengenai fungsinya. Kenyataan menunjukkan bahwa suatu pemisahan kekuasaan yang murni tidak dapat dilaksanakan. Sehingga pilihan jatuh pada istilah pembagian kekuasaan yang berarti kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan adanya kerja sama.
Teori pembagian kekuasaan ini lahir di Eropa Barat sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja yang absolut serta bertujuan untuk mencegah bertumbuhnya kekuasaan ditangan satu organ, dan lahirnya jaminan terhadap hak-hak azasi rakyat.17
Upaya pembatasan kekuasaan dilakukan dengan mengadakan pola-pola pembatasan di dalam pengelolaan internal kekuasaan negara itu sendiri, yaitu dengan mengadakan pembedaan dan pemisahan kekuasaan negara ke dalam beberapa fungsi yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini yang dianggap paling berpengaruh pemikirannya dalam mengadakan pembedaan fungsi-fungsi kekuasaan itu adalah Montesqieu dengan teori Trias Politica-nya, yaitu cabang
17
kekuasaan legislatif, cabang kekuasaan eksekutif atau administrative, dan cabang kekuasaan yudisial.
Menurut Montesqiue, dalam bukunya L’Esprir des Lois” (1748), yang mengikuti jalan pikiran Jhon Locke, membagi kekuasaan Negara dalam tiga cabang, yaitu :
a. Kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang; b. Kekuasaan eksekutif yang melaksanakan; dan
c. Kekuasaan untuk menghakimi atau yudkatif.
Dari klasifikasi Montesqieu inilah dikenal pembagian kekuasaan Negara modern dalam tiga fungsi yaitu legislatif /the legislative function, eksekutif/the executive or administrative function, dan yudisial/the judicial function.18
3. Sentralisasi, Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Sentralisasi, Dekonsentrasi dan desentralisasi adalah konsep-konsep yang berhubungan dengan pengambilan keputusan dalam organisasi termasuk dalam organisasi Negara. Menurut M.Faltas terdapat dua kategori dalam pengambian keputusan :
a. keputusan politik/political authority yaitu decision that are allocative, the commit public funds, the coercive power of
governmental regulation and other public values, to authoritatively
chosen ends, dan
18
b. keputusan administratif/ administrative authority yaitu decision of implementation about now and where resources have tobe used, who
would qualify for services resulting from the allocation and whether
the allocated recources have been properly used. Berekenaan
dengan pengertian tersebut maka keputusan politik sering disebut juga dengan keputusan pelaksanaan.
Dua jenis pengambil keputusan tersebut dalam struktur organisasi bervariasi:
a. Keputusan alokasi dan keputusan pelaksanaan dilakukan pada puncak hirarki secara terpusat. Inilah yang disebut dengan sentralisasi penuh; b. Keputusan alokasi diambil pada puncak organisasi sedangkan
keputusan pelaksanaan dilakuakan pada jenjang-jenjang yang lebih rendah. Inilah yang disebut dengan dekonsentrasi;
c. Keputusan alokasi dan keputusan pelaksanaan semuanya diserahkan sepenuhnya pada jenjang-jenjang organisasi yang lebih rendah. Inilah yang disebut dengan desentralisasi.19
Defenisi desentralisasi menurut beberapa akan berbeda redaksionalnya, tetapi pada dasarnya mempunyai arti yang sama. Menurut Joeniarto, desentralisasi adalah memberikan wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal
19
unutk mengatur dan mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri. 20
Amrah Muslimin, mengartikan desentralisasi adalah pelimpahan wewenang pada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Irawan Soejito, mengartikan desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan pemerintah kepada pihak lain untuk dilaksanakan.21
Amrah Muslimin mengartikan, dekonsentrasi ialah pelimpahan sebagian dari kewenangan pemerintah pusat pada alat-alat pemerintah pusat yang ada didaerah. Irawan Soejito mengartikan dekonsentrasi adalah pelimpahan kewenangan penguasa kepada pejabat bawahannya sendiri. Menurut Joeniarto, dekonsentrasi adalah pemberian wewenang oleh pemerintah pusat (atau pemerintahan atasannya) kepada alat-alat perlengkapan bawahan atau menyelenggarakan urusan-urusannya yang terdapat didaerah.22
4. Asas Tugas Pembantuan
Disamping pengertian otonomi, menurut Amrah Muslimin, terdapat pula istilah medebewind, yag mengandung arti kewenangan pemerintahan daerah menjalankan sendiri aturan-aturan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah tang lebih tinggi tingkatnya. Kewenangan ini mengani tugas melaksanakan sendiri
20
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, h.306
21
Ibid h.307
22
(zelfuitvoering) atas biaya dan tanggung jawab terakhir dari pemerintah tingkat atasan yang bersangkutan.
Menurut Joeniarto23, disamping pemerintah lokal yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, kepadanya dapat pula diberi tugas pembantuan (tugas medebewind, sertatantra). Tugas pembantuan ialah tugas ikut melaksanakan urusan-urusan pemerintahan pusat atau pemerintahan lokal yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga tingkat atasannya. Beda tugas pembantuan dengan tugas rumah tangganya sendiri, disini urusannya bukan menjadi urusan rumah tangga sendiri tetapi merupakan urusan pemerintah pusat atau pemerintah atasanya. Kepada pemerintah lokal yang bersangkutan diminta unutk ikut membantu penyelenggaraannya saja. Oleh karea itu, dalam tugas pembantuan tersebut pemerintah lokal yang bersangkutan, wewenangnya mengatur dan mengurus, terbatas kepada penyelenggaraan saja.24
a. Tugas pembantuan adalah bagian dari desentralisasi, jadi pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan tugas pembantuan adalah tanggung jawab daerah yang bersangkutan;
Tugas pembantuan dapat dijadikan sebagai terminal menuju “penyerahan penuh” suatu urusan kepada daerah atau tugas oembantuan merupakan tahap awal sebagai persiapan menuju kepada penyerahan penuh. Kaitan tugas antara tugas pmebantuan dengan desentralisasi dalam melihat hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, seharusnya bertolak dari :
23
R. Joeniarto, Perkembangan Pemerintahan Lokal, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, h.17
24
b. Tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan karena dalam tugas pembantuan terkandung unsure otonomi, derah punya cara-cara sendiri melaksanakan tugas pembantuan; serta
c. Tugas pembantuan sama halnya dengan otonomi, yang mengandung unsure penyerahan, bukan penugasan.
Yang dapat dibedakan secara mendasar bahwa kalau otonomi adalah penyerahan penuh, maka tugas pembantuan adalah penyerahan tidak penuh.25
5. Negara Federal dan Kesatuan
Dalam teori pemerintahan, secara garis besar dikenal ada dua bentuk/ susunan nagara yaitu negara federal dan negara kesatuan. Secara etimotologis, kata federal dari bahasa latin yaitu feodus, artinya liga. Liga Negara-negara kota otonom pada Zaman Yunani Kuno dapat dipandang sebagai negara federal yang pertama. Bentuk pemerintahan federal berasal dari engalaman konstitusional Amerika Serikat.26
25
Agussalim, op.cit., h.93
26
Hanif, Op.cit., h.11.
Biasanya, pemerintah federal diberi kekuasaaan penuh dibidang moneter, pertahanan, peradilan, dan hubungan luar negeri, kesatuan lainnya cenderung tetap dipertahankan oleh negara bagian atau wilayah administrasi. Kekuasaan negara bagian biasanya sangat menonjolkan dalam urusan-urusan domestik, seperti pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, dan keamanan masyarakat.
Bentuk negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametrik dari Negara Federal. Formasi Negara kesatuan dideklarasikan sejak kemerdekaan oleh para pendiri negara dengan mengklaim seluruh wilayahnya sebagai bagian dari satu negara. Tidak ada kesepakatan para penguasa daerah, apalagi negara-negara, karena diasumsikan bahwa semua wilayah yang termasuk didalamnya bukanlah bagian-bagian wilayah yang bersifat independen. Atas dasar itu, negara membentuk daerah-daerah atau wilayah-wilayah yang kemudian diberi kekuasaan atau wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengurus berbagai kepentingan masyarakatnya. Hal ini diasumsikan bahwa negaralah yang menjadi sumber kekuasaan.27
6. Teori Kedaulatan Rakyat atau Demokrasi
Jika menelisik makna dari kedaulatan kita akan menjumpai beberapa istilah seperti dalam bahasa Perancis kedaulatan disebut souverainite; dalam bahasa Inggris kedaulatan disebut sovereignity; dalam bahasa latin kedaulatan disebut superanus, yang berarti supremasi atau diatas dan menguasai segala-galanya.
Menurut istilah yang diberikan Prof Sri Sumantri yaitu “ sesuatu yang tertinggi
27
didalam Negara”. Jadi kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan yang tidak dibawah kekuasaan lain.
Kedaulatan rakyat memandang bahwa kekuasaan itu berasal dari rakyat, sehingga dalam melaksanakan tugas pemerintahan harus berpegang pada kehendak rakyat yang lazimnya disebut dengan demokrasi. Jean Jaques Rousseau merupakan pelopor utama dari konsep kedaulatan rakyat ini melalui teorinya yang terkenal yakni Kontrak Sosial atau Teori perjanjian Masyarakat. Menurut Rousseau Negara terbentuk karena adanya perjanjian masyarakat. Dalam konteks ini kedaulatan itu lahir akibat adanya pernyataan kehendak oleh rakyat, melalui dua cara, yaitu :
a) Perjanjian bersama antar anggota-anggota masyarakat untuk saling menjaga hak-haknya yang disebut “volunte generale”;
b) Perjanjian antara anggota masyarakat dengan sekelompok orang unutk menjaga supaya perjanjian dilaksanakan oleh para anggota masyarakat yang disebut “volunte de tous”.28
Konsep demokrasi lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum pada masa Yunani Kuno, yang dipraktikkan dalam kehidupan bernegara pada abad ke-5 SM sampai abad ke-6 Masehi. Demokrasi dipraktikkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Pada hakikatnya demokrasi adalah
28
pelembagaan dari kebebasan, dimana rakyat bebas menentukan menilai kebijaksanaan negara yang menentukan kehidupan rakyat.29
Pada konteks Indonesia, demokrasi mengandung tiga arti: pertama, demokrasi dikaitkan dengan sistem pemerintahan dalam arti bagaimana cara rakyat diikutsertakan dalam penyelenggaraan pemerintahan; kedua, demokrasi sebagai asas yang dipengaruhi oleh perjalanan historis bangsa Indonesia; dan ketiga, demokrasi sebagai solusi tentative untuk menyelesaikan beberapa
persoalan yang dihadapi dalam rangka penyelenggaraan negara sehingga lahir musyawarah mufakat.30
Ciri khas demokrasi konstitusionil ialah bahwa gagasan pemerintahan yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan atas kekuasaan pemerintahan tercantum dalam konstitusi31. Penegasan negara Indonesia sebagai negara demokrasi (berkedaulatan rakyat) dinyatakan dalam pasal 1 ayat (2) yang berbunyi bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. 32
Demokrasi dan desentralisasi serta otonomi merupakan sesuatu hal yang
tidak dapat dipisahkan, ketiganya seolah merupakan satu paket yang apabila salah
satunya tidak dijalankan maka berdampak pada keseleluruhan. Bahkan dapat pula
29
30
31
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007, h. 36.
32
dikatakan bahwa demokrasi merupakan induk dari terciptanya desentralisasi dan
kemudian memunculkan otonomi. Dengan demokrasi Hubungan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam hal ini, lebih didasarkan pada
prinsip saling-ketergantungan dan saling membutuhkan, dan desentralisasi serta
otonomi dimaknai tidak hanya sebagai kewajiban tetapi sebagai hak. Namun jika
tanpa adanya demokrasi pemerintah daerah lebih difungsikan sebagai pelaksana
teknis kebijakan desentralisasi. Dalam konstelasi seperti ini, maka tidak
mengherankan bila kemudian keberadaan desentralisasi lebih dipahami oleh
pemerintah daerah sebagai kewajiban.33
F. Metode Penelitian
Dalam memecahan suatu masalah, kerja seorang ilmuwan akan berbeda dengan seorang awam. Seorang ilmuan selalu menempatkan logika serta menghindarkan diri dari pertimbangan subyektif. Sebaliknya bagi awam, kerja memecahkan maslaah lebih dilandasi oleh campuran pandangan perorangan ataupun dengan apa yang diaangap sebagai masuk akal oleh banyak orang.34
Dalam pembahasan skripsi ini, metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Oleh sebab itu seorang ilmuwan harus memiliki metode ilmiah, metode itu sendiri dapat diartikan sebagai cara atau jalan untuk mencapai sesuatu.
33
Syarif Hidayat, Desentralisasi, Otonomi dan Transisi Menuju Demokrasi,
Disampaikan pada Seminar “Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Prospeknya”, IPDN, Jatinangor, 21 Juni 2010
34
1. Spesfikasi Penelitian
Jenis dari penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif (legal research) yaitu dengan mengacu pada berbagai norma hukum tata negara yang terdapat didalam berbagai sumber dan berkaitan dengan judul skripsi yang akan dibahas oleh penulis.
Selain dari pada itu penulis juga menggunakan metode perbandingan hukum, dimana negara Inggris dan Perancis dijadikan objek perbandingan untuk melihat bagaimana pengaturan pemerintahan daerah dinegara-negara tersebut yang merupakan negara kesatuan. Hal ini dapat mempermudah penulis untuk menggambarkan bagaimana mekanisme pemerintahan daerah di Indonesia apakah sudah baik diterapkan atau belum, tidak menutup kemungkinan untuk diadopsi di negara Indonesia.
2. Alat Pengumpulan Data
Dalam menyelesaikan tulisan ini penulis melaksanakan penelitian kepustakaan (library research). Dalam hal ini, penulis melakukan penelitian terhadap literatur-literatur untuk memperoleh bahan teoritis ilmiah yang dapat digunakan sebagai dasar analisis terhadap substansi pembahasan dalam skripsi ini. Tujuan dari tinjuan kepustakaan ini adalah untuk memperoleh data-data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah, surat kabar, jurnal, maupun bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
Data yang diperoleh penulis dari tinjauan kepustakaan ini akan dianalisis secara perkembangan dan deskriptif dengan menggunakan metode induktif dan deduktif yang berpedoman bagaimana dinamika perjalanan konsep pembagian urusan pemerintahan di Indonesia pasca reformasi. Analisis perkembangan adalah meganalisa pola atau perurutan perkembangan dan perubahannya dan/atau perubahannya sebagai fungsi dari waktu atau dapat juga merupakan penelitian untuk mengembangakan penelitian untuk mengembangan suatu pengahuan yang sudah ada. Sedangkan analisis deskriptif yakni analisis data tidak keluar dari sample. Bersifat deduktif atau konsep yang bersifat umum dialikasikan unutk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.35
G.Sistematika Penelitian
Dan bersifat induktif artinya melalui data-data khusu mengenai dinamika perjalanan konsep pembagian urusan pemerintahan di Indonesia pasca reformasi akan ditarik kesimpulan umum yang akan digunakan dalam pembahasan selanjutnya.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang dasar-dasar pemikiran dan gambaran umum tentang pemasalahan yang akan dibahas, serta berisi tentang teknis penulisan skripsi ini yang dimulai dengan
35
mengemukakan latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II : PEMISAHAN DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN
NEGARA
Bab ini memaparkan tentang konsep pemisahan serta pembagian kekuasaan pemerintahan yang berlaku di Negara-negara yang berdaulat. Tidak hanya Negara kesatuan namun dalam bab ini penulis akan coba untuk menggambarkan konsep tersebut yang diterapkan di negara kesatuan dan federal.
BAB III : KONSEPSI PEMERINTAHAN DAERAH DI
NEGARA KESATUAN
BAB IV :DINAMIKA PEMBAGIAN URUSAN
PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA PASCA
REFORMASI
Dalam bab ini saya akan menggambarkan bagaimana dinamika perjalanan pembagian urusan pemerinha daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia pasca reformasi melalui konstruksi hukum yang dibangun mulai dari UU No.22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 23 Tahun 2014.
BAB V : PENUTUP