• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengambil topik mengenai implementasi deteksi dini kanker

serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” yang terletak di Jalan Karya

Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Paradigma pembangunan kesehatan di

Indonesia semula memusatkan perhatian pada penyembuhan penderita. Namun dalam perkembangannya, paradigma tersebut secara berangsur-angsur telah diubah kearah

keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh, menyangkut upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Semua masyarakat menjadi sasaran

pembangunan kesehatan. Tidak hanya yang sakit, tetapi juga mereka yang sehat. Sesuai UU No.23 Tahun 19921 tentang kesehatan.

Dari perspektif kesehatan, perbaikan kualitas sumberdaya manusia diyakini harus dimulai sedini mungkin, sejak janin tumbuh dalam tubuh ibu. Peran ibu sebagai

1

yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian, seseorang

dikatakan sehat tidak saja memiliki tubuh dan jiwa yang sehat, tetapi juga dapat bermasyarakat secara

(2)

penerus keturunan, pengasuh dan pendidik anak, pengatur rumah tangga dan pendamping suami dan anggota masyarakat dapat terlaksana dengan baik apabila ibu

berada dalam keadaan sejahtera, sehat fisik, mental dan sosialnya. Dengan kata lain, peningkatan mutu sumberdaya manusia yang diupayakan dapat dilakukan sedini

mungkin, sangat bergantung pada kesejahteraan ibu, termasuk kesehatan dan keselamatan reproduksinya (Sidhi, 1989 : 2).

Kesehatan reproduksi merupakan salah satu konsep dalam pembangunan kesehatan yang lahir sebagai reaksi dalam konteks kependudukan dan perluasan program keluarga berencana. Konsep ini mulai gencar disosialisasikan karena dinilai

sangat nyata pengaruhnya bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Dr. Dra. Ida Yustina, MSi dalam buku Pemahaman Keluarga tentang Kesehatan Reproduksi

(2007) mengatakan bahwa Kesehatan reproduksi sebagaimana didefinisikan Kongres Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo pada tahun 1994 merupakan keadaan kesehatan fisik, mental dan sosial menyeluruh dan tidak adanya penyakit

atau keadaan lemah. Kesehatan reproduksi mengandung arti bahwa orang dapat mempunyai kehidupan seks yang memuaskan dan aman, mereka memiliki

kemampuan untuk bereproduksi dan kebebasan untuk menentukan mereka ingin atau tidaknya melakukan, kapan dan frekuensinya.

Di Indonesia, tujuan utama program kesehatan reproduksi adalah

meningkatkan kesadaran dan kemandirian dalam mengatur fungsi dan peran reproduksi, termasuk disini kehidupan seksual, sehingga hak-hak reproduksi dapat

(3)

Kesehatan RI, 2001). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dari pengertian kesehatan reproduksi, Pertama, pengertian sehat bukan berarti semata-mata sebagai

pengertian kedokteran (klinis), tetapi juga sebagai pengertian sosial (masyarakat). Seseorang dikatakan sehat tidak saja memiliki tubuh dan jiwa yang sehat, tetapi juga

dapat bermasyarakat secara baik. Kedua, kesehatan reproduksi bukan merupakan masalah seseorang saja, tetapi juga menjadi kepedulian keluarga dan masyarakat

(Baso dan Rahardjo, 1997 : 19).

Dalam konteks kesehatan reproduksi, kaum perempuan sebenarnya diharapkan tampil menjadi subjek utama yang mengontrol kesehatan reproduksinya,

karena perempuanlah yang memiliki rahim. Di Indonesia, sosialisasi tentang kesehatan reproduksi yang menitikberatkan pentingnya perempuan memahami dan

menerapkan sesuatu yang menjadi haknya tersebut saat ini sangat gencar dilakukan oleh banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di berbagai Kota di Indonesia, termasuk badan kesehatan dunia seperti World Health Organization (WHO) (Sidhi,

1989 : 25).

Menurut Arivia (Kompas, 15 November 2000), tidak mudah untuk

menjelaskan kepada perempuan Indonesia bahwa mereka mempunyai tubuhnya sendiri, karena mereka terlanjur meyakini bahwa tubuhnya adalah milik sesuatu di luar mereka, entah medis, hukum, agama, kebudayaan dan lainnya. Padahal, akibat

rendahnya pemahaman perempuan tentang kesehatan reproduksi, berimplikasi antara lain terhadap tingginya angka kematian ibu yang melahirkan dan menurunnya gizi ibu

(4)

Kesehatan reproduksi sering dianggap sebagai sinonim dari keluarga berencana, sedangkan aspek-aspek lain dari kesehatan reproduksi kurang

diperhatikan. Selain itu, ada juga masyarakat yang mencampuradukkan konsep kesehatan reproduksi dengan konsep kesehatan seksual dan tidak bisa membedakan

antara keduanya. Secara singkat bisa dikatakan bahwa konsep kesehatan reproduksi terdiri atas beberapa elemen pokok, yaitu perilaku reproduksi selama usia subur,

untuk perempuan usia subur mulai dari menstruasi pertama sampai menopause, sedangkan untuk laki-laki dimulai sejak ejakulasi pertama dan dapat sampai akhir hidup, perilaku seksual, perawatan sebelum dan pasca kehamilan serta penghentian

melahirkan, perawatan kesehatan ibu, penanganan ketidaksuburan (infertilitas), penghapusan aborsi yang tidak aman, penanganan infeksi dan penyakit yang

diakibatkan oleh hubungan seks yang tidak aman, pencegahan dan pengobatan keganasan di alat-alat reproduksi, akses pada pelayanan kontrasepsi yang aman dan penghormatan hak-hak reproduksi.2

Sejauh ini penulis melihat masalah kesehatan reproduksi lebih banyak didekati dari aspek klinis saja sehingga berkembang anggapan bahwa

masalah-masalah kesehatan reproduksi hanya dapat dipelajari dan dipecahkan oleh ahli-ahli kedokteran. Sementara itu, terdapat banyak bukti bahwa inti persoalan kesehatan reproduksi sesungguhnya terletak pada konteks sosial, ekonomi dan kebudayaan yang

2

Lebih khusus, hak-hak konsumen dalam program keluarga berencana adalah: hak untuk

(5)

sangat kompleks. Kesehatan reproduksi dipengaruhi dan mempengaruhi sistem politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan gender.

Kesehatan reproduksi juga berhubungan dengan Angka Kematian Ibu (AKI). Angka Kematian Ibu di Indonesia tercatat merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara

atau keempat di Wilayah Asia Pasifik, yakni mencapai 334 orang per 100.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan RI, 2001)3. Penyebab langsung kematian ibu

tersebut terutama adalah pendarahan , infeksi, eklamsia, partus lama dan aborsi yang terkomplikasi. Persoalannya, meski perempuan merupakan key-person dari efektivitas pelaksanaan kesehatan reproduksi yang sangat penting artinya bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dalam kenyataannya perempuan di Indonesia “belum

dapat” sepenuhnya mengambil keputusan sendiri meski itu menyangkut dirinya.

Faktor budaya masih cukup kental berperan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya, perempuan masih selalu tergantung pada orang di luar dirinya, seperti suami, orang tua, mertua maupun

keluarga besarnya (Ford Foundation, 2002).

Berkaitan dengan hal ini, pemeliharaan kesehatan reproduksi bagi manusia

sangatlah penting terutama bagi wanita. Salah satunya yaitu pencegahan kanker serviks yang merupakan penyakit yang menyerang sistem reproduksi wanita dan dapat menyebabkan kematian. Kanker bukanlah semata-mata masalah kesehatan,

karena dampaknya lebih luas mencakup masalah sosial, ekonomi dan pembangunan serta berimplikasi terhadap hak asasi manusia. Berdasarkan data Patologi Anatomi

3

(6)

Yayasan Kanker Indonesia (YKI) pada tahun 2010, kanker serviks di Indonesia kerap disebut sebagai kanker leher rahim tercatat menduduki ranking kedua terbanyak yang

menyerang wanita setelah kanker payudara.

Penyebabnya adalah virus yang menyerang leher rahim atau sebutan bahasa

latinnya adalah Human Pappilloma Virus (HPV)4, infeksi HPV yang sering menyerang kaum perempuan ini umumnya yang berusia di atas 30 tahun, meski tidak

menutup kemungkinan usia di bawah 30 tahun juga dapat terserang dan kadang tidak disadari oleh kaum perempuan. Penyebabnya adalah karena kurangnya pengetahuan tentang gejala, deteksi dini, proses terjadinya infeksi dan pengobatannya. Ditambah

lagi dengan faktor kebersihan lingkungan, pola hidup bersih dan sehat serta lingkungan sosial yang menjadi pemicu kegiatan dan perilaku seks berisiko di luar

pernikahan (Adi D.Tilong, 2012 : 12).

Data statistik dari Badan Pusat Statistik tahun 2010, jumlah perempuan Indonesia yang berusia 30 sampai dengan 50 tahun berada pada kisaran 35 juta orang. Jumlah

penduduk perempuan usia produktif tersebut perlu dikawal terus masalah kesehatan reproduksinya, satu diantaranya adalah pencegahan terhadap kanker serviks melalui

upaya skrinning5 untuk deteksi dini kasus kanker serviks. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ditargetkan setiap 5 tahun minimal 80% perempuan

4

Virus yang dapat menyebabkan kutil di berbagai bagian tubuh, hidup pada sel-sel kulit dan memiliki lebih dari 100 jenis.

5 Proses pendeteksian kasus/kondisi kesehatan pada populasi sehat dalam kelompok tertentu sesuai

(7)

usia 30-50 tahun sudah melakukan skrinning. Hingga tahun 2012, jumlah perempuan yang di skrinning sudah lebih dari 550 ribu orang (Departemen Kesehatan RI, 2001).

Diperkirakan setiap satu jam, seorang wanita di Indonesia meninggal dunia karena kanker serviks. Tingginya angka kematian kaum wanita akibat kanker serviks

antara lain disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang kanker serviks, terutama dalam mengenali gejala-gejalanya. Sehingga, mereka datang berobat dalam kondisi

sudah parah.

Para wanita yang rawan mengidap kanker serviks, biasanya berusia antara 30-50 tahun, terutama yang aktif secara seksual sebelum usia 16 tahun. Hubungan seksual

pada usia terlalu dini bisa meningkatkan risiko terserang kanker serviks dua kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang melakukan hubungan seksual setelah usia

20 tahun. Kanker serviks juga berkaitan dengan partner seksual. Semakin banyak

partner seksual yang dimiliki oleh seorang wanita , semakin meningkat pula risiko terjadinya kanker serviks. Sama halnya dengan jumlah partner seksual, jumlah

kehamilan yang pernah dialami juga meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Keikutsertaan masyarakat khususnya kaum wanita dan pemerintah daerah dalam

penurunan jumlah penderita kanker serviks sangat diharapkan, karena sesungguhnya lebih dari 40% semua jenis kanker dapat dicegah bahkan dapat disembuhkan, asalkan program skrinning ditegakkan (Adi D.Tilong, 2012 : 17).

Atas dasar permasalahan diatas, penulis ingin mengetahui apa saja gejala kanker serviks? Bagaimana cara melakukan pencegahan dan deteksi dini terhadap kanker

(8)

itu penulis juga ingin mengetahui lebih jauh tentang implementasi deteksi dini terhadap kanker serviks di Kota Medan tepatnya di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” yang berada di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan

Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

1.2. Tinjauan Pustaka

Akhir-akhir ini semakin banyak ahli-ahli kesehatan yang menaruh minat pada

ilmu Antropologi. Antropologi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dan segala aspek kehidupannya, khususnya kebudayaannya. Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan dan karya yang dihasilkan dalam kehidupan

masyarakat. Yang dijadikan miliknya dengan belajar. Dengan demikian, hampir setiap tindakan manusia adalah kebudayaan, karena jumlah tindakan yang

dilakukannya dalam kehidupan masyarakat yang tidak dibiasakan dengan belajar (yaitu tindakan naluri, refleks atau tindakan-tindakan yang dilakukan akibat suatu proses fisiologi) maupun berbagai tindakan-tindakan yang sangat terbatas. Bahkan,

berbagai tindakan yang merupakan nalurinya (makan, minum, berjalan) juga telah banyak dirombak oleh manusia sendiri sehingga menjadi tindakan berkebudayaan

(Koentjaraningrat, 1985 : 180).

Dalam ilmu Antropologi Kesehatan istilah yang digunakan oleh ahli-ahli antropologi adalah untuk mendeskripsikan (1) Penelitian mereka yang tujuannya

adalah definisi konfrehensif dan interpretasi tentang hubungan timbal-balik bio-budaya, antara tingkah laku manusia di masa lalu dan masa kini dengan derajat

(9)

program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-sosial-budaya dengan kesehatan,

serta melalui perubahan tingkah laku sehat kearah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik (Foster dan Anderson 1986 : 11).

Dengan adanya hal ini, maka ada anggapan bahwa faktor kebutuhanlah yang mendorong mereka untuk memanfaatkan antropologi guna mengatasi berbagai

persoalan yang dihadapi dalam praktik medis. Para dokter dimanapun semuanya bekerja setelah memperoleh pendidikan kedokteran. Pendidikan tersebut bertujuan agar mereka mampu mendiagnosis secara cepat dan cermat semua penyakit-penyakit

akut yang membahayakan jiwa manusia atau pasiennya. Sejak mulai membuka praktik sendiri, mereka menghadapi berbagai persoalan antara lain seperti yang sering didengar dari mulut para dokter, “Mengapa rakyat tidak mau datang kepada

kami?”Kalau mereka sudah mau datang, mereka tetap curiga terhadap kami, padahal

kami tahu benar apakah sakit dan sehat itu, dan kami beri’tikad baik terhadap

mereka” (Koentjaraningrat, 1982 : 1) .

Kerisauan terhadap orang-orang yang enggan berobat ke rumah sakit atau

dokter (menurut survai kesehatan rumah tangga tahun 1980) 34,8% mengobati sendiri penyakitnya dan 6,0% pergi ke dukun, memang merupakan persoalan tersendiri bagi para ahli kesehatan yang membutuhkan penjelasan-penjelasan antropologis untuk

mencari cara pemecahannya. Namun barangkali yang paling perlu dikaji adalah persoalan-persoalan yang terdapat pada praktik medis itu sendiri, baik di rumah sakit,

(10)

Tujuan penerapan antropologi dalam bidang kedokteran dan kesehatan, antara lain untuk menambah kemampuan para dokter dalam melakukan penilaian

klinis secara lebih rasional, menambah kemampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dialami dalam praktik, mampu memahami dan menghargai perilaku

pasien, kolega serta organisasi dan menambah kemampuan dan keyakinan dokter dalam menangani kebutuhan sosial dan emosional pasien, sebaik kemampuan yang

mereka miliki dalam menangani gangguan penyakit yang diderita pasiennya.

Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang, pada dasarnya menyangkut dua aspek utama. Yang pertama ialah aspek fisik, seperti

misalnya tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit. Sedangkan yang kedua adalah aspek non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan. Perilaku

kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari respon seseorang terhadap

stimulus/objek yang berkaitan dengan sehat/sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap

status kesehatan individu maupun masyarakat. Perilaku kesehatan berupa perilaku preventif (pencegahan) adalah upaya memelihara kesehatannya dengan mencegah datangnya sakit dianggap mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat melalui

tindakan medis seperti deteksi dini dan medical activities (Sarwono, 1993:25).

Hal ini merupakan salah satu kajian dari ilmu Antropologi Kesehatan

(11)

studi-studi dalam Antropologi dilakukan dengan menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan emik dan etik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendekatan

emik berusaha memahami perilaku individu/masyarakat dari sudut pandang si pelaku sendiri (individu tersebut atau anggota masyarakat yang bersangkutan), sedangkan

pendekatan etik menganalisa perilaku atau gejala sosial dari pandangan orang luar serta membandingkannya dengan budaya lain. Dengan demikian maka pendekatan

etik lebih bersifat obyektif, sementara pendekatan emik lebih bersifat subjektif (Foster, 1978 : 4).

Penelitian-penelitian antropologi harus memakai dua pendekatan diatas,

selain itu juga harus menggunakan teori-teori yang berkaitan dan relevan dengan topik kajian penelitiannya. Di dalam penelitian ini, penulis memakai sebuah teori

yang berhubungan dengan topik Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”. Ada dua tes yang digunakan untuk mendeteksi dini kanker serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”, yaitu : Pap Smear

dan Inspeksi Visual Asam asetat (IVA).

Adi D.Tilong dalam buku Bebas dari Ancaman Kanker Serviks (2012)

mengatakan bahwa kanker serviks merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh HPV atau Human Papilloma Virus onkogenik, mempunyai persentase yang cukup tinggi dalam menyebabkan kanker serviks, yaitu sekitar 99,7%. Kanker serviks

adalah salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada kaum wanita. Setiap satu jam, satu wanita meninggal di Indonesia karena kanker serviks. Fakta

(12)

penyakit lewat hubungan seks yang paling umum di dunia. Kanker serviks bisa menyerang dengan pendarahan pada vagina, tetapi gejala kanker serviks tidak terlihat

sampai kanker memasuki stadium yang lebih jauh. Kanker serviks bisa dilihat dengan menggunakan suatu test, yaitu pap smear. Menurut Dr.A.M.Puguh,SpOG, Ahli

kebidanan dan kandungan Rumah Sakit Husada Jakarta, di Indonesia, kanker serviks merupakan kanker nomor satu yang umum diderita oleh wanita. Semua wanita yang

aktif secara seksual memiliki risiko terinfeksi kanker serviks atau tahap awal kanker serviks, tanpa memandang usia dan gaya hidup.

Kanker serviks terjadi pada bagian organ reproduksi wanita. Leher rahim

adalah bagian yang sempit disebelah bawah antara vagina dan rahim. Di bagian inilah tempat terjadi dan tumbuhnya kanker serviks, penyakit serius yang menyerang kaum

wanita yang jumlah penderitanya semakin meningkat beberapa tahun belakangan ini. Dari seluruh penderita kanker di Indonesia, sepertiganya adalah penderita kanker serviks (Alodokter 2015, diakses pada 15 Juli 2016).

Kanker serviks .dapat dideteksi secara dini dengan melakukan pemeriksaan sitologis leher rahim. Pemeriksaan sitologis ini populer dengan nama Pap Smear Test

atau papanicolaou smear dan IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat). Pap Smear pertama kali dicetuskan oleh seorang dokter berkebangsaan Yunani yang bernama George Nicholas Papanicolaou yang memulai studi tentang sitologi vagina pada

tahun 1920. Papanicolaou test atau Pap smear adalah metode skrining ginekologi, untuk menemukan proses-proses prema lignant dan malignant di ectocervix, dan

(13)

Pap smear digunakan untuk mendeteksi kanker rahim secara dini yang disebabkan oleh human papillomavirus atau HPV. Pemeriksaan pap smear dilakukan

dengan mengambil contoh sel-sel leher rahim, kemudian dianalisa untuk mendeteksi dini kanker leher rahim. Selain itu, dengan tes ini kita juga bisa menemukan adanya

infeksi atau sel-sel yang abnormal yang dapat berubah menjadi sel kanker sehingga kita bisa segera melakukan tindakan pencegahan. Pap smear sangat dianjurkan untuk

dilakukan oleh setiap wanita, terutama mereka yang telah berkeluarga dan sudah pernah melahirkan. Wanita yang aktif secara seksual disarankan menjalani pap smear sekali setahun.

Pap smear dapat mendeteksi kondisi kanker dan prakanker dalam serviks. Biopsi (pengambilan jaringan) serviks umumnya dilakukan saat pap smear bila ada

indikasi kelainan signifikan, atau bila ditemukan kelainan selama pemeriksaan dalam rutin, untuk mengidentifikasi kelainan tersebut. Hasil pap smear dinyatakan positif, bila menunjukkan perubahan-perubahan sel serviks. Biopsi (pengambilan jaringan)

mungkin tidak perlu dilakukan segera, kecuali individu dalam kategori risiko tinggi. Untuk perubahan sel yang minor, umumnya direkomendasikan untuk mengulang pap

smear dalam 6 bulan ke depan.

Alasan Harus melakukan pap smear, yaitu : Menikah pada usia muda (dibawah 20 tahun), pernah melakukan senggama sebelum usia 20 tahun, pernah

(14)

mengalami keputihan atau gatal pada vagina, sudah menopause dan mengeluarkan darah dari vagina karena berganti-ganti pasangan dalam senggama.

Pemeriksaan pap smear dapat dilakukan kapan pun, kecuali pada masa haid, sedang hamil dan baru saja melakukan hubungan seksual. Pemeriksaan pap smear

dianjurkan bagi perempuan yang sudah menikah atau sudah pernah melakukan hubungan seksual minimal sekali setahun. Pelaksanaan pap smear dilakukan 10 hari

setelah bersih menstruasi dan 2 x 24 jam. Dalam pelaksanaannya, sebelum dilakukan pap smear wanita tersebut dilarang melakukan hubungan seksual karena akan mengaburkan hasil pemeriksaan.

Sejak ditemukannya metode pap smear, maka jumlah kematian akibat kanker serviks menurun. Meskipun demikian, untuk menurunkan risiko terkena kanker

serviks, setiap wanita sebaiknya melakukan pap smear secara rutin (Adi D.Tilong, 2012 :39).

Gambar 1.1 Tes Pap Smear

(15)

Sementara itu, pemeriksaan IVA diperkenalkan oleh Hans Hinselmann pada tahun 1925. IVA merupakan metode deteksi dini kanker serviks dengan

mengoleskan asam asetat (cuka) 5% dan larutan iodium lugol ke dalam leher rahim. Bila terdapat lesi kanker, maka akan terjadi perubahan warna menjadi agak keputihan

pada leher rahim yang diperika. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Rasjidi, 2010 : 4).

Di Indonesia, khususnya di Kota Medan, IVA sedang dikembangkan dengan melatih tenaga kesehatan, termasuk bidan. Sekarang IVA dapat dilakukan di puskesmas atau klinik kebidanan dengan harga yang relatif murah bahkan gratis.

IVA dilakukan hanya untuk deteksi dini. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus kanker serviks di Kota Medan semakin diperparah disebabkan lebih dari 70% kasus yang

datang ke rumah sakit berada pada stadium lanjut. Untuk itu diperlukan tindakan pencegahan dan deteksi dini agar bisa dilakukan pemeriksaan dan pengobatan kanker serviks yang lebih baik, sehingga mortalitas (kematian) akibat penyakit ini dapat

menurun (Bidanshop 2013, diakses 12 Juni 2016).

(16)

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis menggunakan sebuah teori untuk mengkaji topik penelitian ini, yaitu :

1. Teori Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)

Pada tahun 1950-an, Irwin Rosenstock (1974) dan Godfrey M.Hochbaum

(1958) yaitu dua peneliti kesehatan sosial dari Pusat Layanan Kesehatan Publik Amerika Serikat mengembangkan suatu teori intrapersonal yang disebut Health

Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan). Health Belief Model atau disingkat HBM ialah sebuah model yang menjelaskan pertimbangan seseorang sebelum ia berperilaku sehat dan memiliki fungsi sebagai upaya pencegahan (preventif) dan

deteksi dini terhadap penyakit. Upaya pencegahan (preventif) dapat dilakukan dengan

medical activities seperti imunisasi dan vaksinasi serta non-medical activities seperti olahraga, minum jamu, mandi dll.

Dalam penelitiannya, mereka mendapati masalah dengan sedikitnya orang yang berpartisipasi dalam program pencegahan dan deteksi dini penyakit

Tuberculosis (TBC). Hipotesis dalam model HBM adalah orang tidak akan mencari pertolongan medis atau pencegahan penyakit bila mereka kurang mempunyai

pengetahuan dan motivasi, minimal yang relevan dengan kesehatannya atau tidak semua pengobatan gratis itu didatangi orang. Apabila mereka memandang keadaannya tidak cukup berbahaya, maka mereka tidak yakin terhadap keberhasilan

(17)

Health Belief Model merupakan model kognitif yang artinya perilaku individu dipengaruhi oleh proses kognitif dalam dirinya. Berikut adalah ilustrasi

faktor yang mempengaruhi health belief model dan komponennya:

a.Komponen Health Belief Model

Health belief model memiliki enam komponen yaitu:

1. Kerentanan Terhadap Penyakit

Kepercayaan seseorang atau individu dengan menganggap bahwa setiap orang memiliki risiko (rentan) terhadap penyakit tertentu sehingga ia akan mencari pertolongan medis dengan melakukan upaya pencegahan (preventif) dan deteksi dini

terhadap penyakit tersebut.

Contohnya seorang wanita percaya kalau semua wanita tanpa memandang usia

dan gaya hidup, berpotensi terkena kanker serviks. Selain itu, Ia percaya bahwa perilaku tertentu yang dilakukan oleh seorang wanita seperti sering bergonta-ganti pasangan seksual menjadi penyebab terinfeksinya virus HPV yang menyebabkan

kanker serviks. Dalam penelitian ini, Ibu Eka Yulianti yang melakukan pap smear percaya bahwa dirinya didiagnosa positif terkena kanker serviks karena ia melakukan

perilaku tertentu seperti berganti-ganti pasangan seksual dan merokok.

2. Keparahan Penyakit

Kepercayaan subyektif individu terhadap keparahan penyakit tertentu yang akan ia

terima atau rasakan apabila melakukan perilaku atau tindakan tertentu sehingga ia menghindari perilaku tidak sehat agar tidak sakit. Contohnya wanita percaya bahwa

(18)

menghindari aktifitas dan hal-hal yang dapat menyebabkan kanker serviks, salah satunya merokok dapat menyebabkan kanker serviks, maka untuk mencegah penyakit

tersebut, wanita dilarang untuk merokok. Dalam penelitian ini, Ibu Susilawati yang melakukan IVA melakukan pencegahan kanker serviks dengan mengkonsumsi

obat-obatan herbal anti kanker setiap harinya.

3. Untung dan Rugi Mengetahui Jenis Penyakit Yang Diderita

Kepercayaan individu terhadap keuntungan dan kerugian dari metode yang disarankan untuk mengurangi risiko penyakit dan mengetahui jenis penyakit yang dideritanya. Individu yang sadar akan keuntungan dan kerugian deteksi dini penyakit

untuk mengetahui jenis penyakit yang mungkin dideritanya akan terus melakukan perilaku sehat seperti medical check up rutin. Contoh lain adalah wanita percaya

bahwa melakukan pap smear dan IVA dapat melindungi diri dari kanker serviks. Mereka akan mendapat keuntungan karena mengikuti pap smear dan IVA untuk mencegah dan mendeteksi dini gejala kanker serviks. Dalam penelitian ini, Ibu

Ernawati yang melakukan pap smear mengaku bahwa banyak sekali manfaat yang ia dapatkan dengan melakukan pap smear yaitu untuk membersihkan kuman-kuman

yang terdapat di vagina dan serviks serta untuk mendeteksi dini kemungkinan gejala-gejala kanker serviks.

4. Contoh atau Panutan Untuk Bertindak

Adanya contoh atau panutan yang telah melakukan perilaku kesehatan dalam pencegahan penyakit, membuat individu akan mengikuti dan termotivasi untuk

(19)

kesehatan tersebut. Contoh atau panutan dalam bertindak bisa didapat internal dan eksternal diri individu seperti keluarga, teman, saudara dan lain sebagainya. Dalam

penelitian ini, ibu Faridah yang melakukan IVA karena termotivasi dari pengalaman tetangganya yang pernah melakukan IVA.

5. Tindakan Nyata

Mempercepat suatu hal yang membuat seseorang merasa butuh mengambil

tindakan atau melakukan tindakan nyata untuk melakukan perilaku sehat. Hal ini juga berarti dukungan atau dorongan dari lingkungan terhadap individu yang melakukan perilaku sehat. Saran bidan atau rekomendasi dokter telah ditemukan untuk menjadi

tindakan nyata untuk bertindak dalam konteks deteksi dini kanker serviks melalui pemeriksaan pap smear dan IVA (Weinberger et al 1981;. Stacy dan Llyod 1990).

Dalam penelitian ini ibu Juwita Agustina Boru Situmeang S.H yang melakukan pap smear, ketika mengalami sesuatu yang aneh pada organ intimnya, langsung memeriksakan dirinya ke klinik bidan untuk diperiksa karena rekomendasi dari

temannya yang sudah pernah melakukan pap smear.

6. Percaya Diri

Hal yang berguna dalam memproteksi kesehatan adalah percaya diri (self efficacy). Hal ini senada dengan pendapat Rotter (1966) dan Wallston (1966) mengenai teori self-efficacy oleh Bandura yang penting sebagai kontrol dari

faktor-faktor perilaku sehat. Self Efficacy adalah kepercayaan seseorang mengenai kemampuannya untuk mempersuasi keadaan atau merasa percaya diri dengan

(20)

wanita merasa percaya diri dan yakin untuk melakukan tes pap smear atau IVA untuk mendeteksi dini kanker serviks. Dalam penelitian ini, ibu Rosmauli Boru Sitanggang

yang melakukan IVA yang sebelumnya tidak mengetahui dan mempunyai pengetahuan tentang deteksi dini kanker serviks merasa percaya diri untuk melakukan

IVA sebagai upaya pencegahan infeksi kanker serviks.

b.Aplikasi Penerapan Komponen Health Belief Model

Penelitian sebelumnya menghasilkan area luas yang bisa diidentifikasikan dari aplikasi HBM:

1. Promosi kesehatan (seperti olahraga dan perilaku mengurangi risiko kesehatan seperti

pemberian vaksinasi dan penggunaan alat kontrasepsi. Dalam penelitian ini vaksinasi HPV sangat dianjurkan pada wanita yang berusia minimal 10 tahun dan sudah

mengalami menstruasi untuk mencegah terinfeksinya virus HPV yang saat ini semakin meningkat jumlahnya.

2. Rekomendasi Medis, biasanya diikuti oleh diagnosis dari tenaga profesional tentang

penyakit. Ibu Eka Yulianti yang melakukan pap smear dan didiagnosa terinfeksi HPV, menuruti rekomendasi bidan Shanty untuk melakukan pemeriksaan lanjutan ke

dokter spesialis kandungan (obginekologi) di Rumah Sakit Imelda Medan.

3. Kunjungan Klinik termasuk kunjungan dengan alasan yang bervariasi dari setiap individu yang berobat.

Teori diatas sangat relevan digunakan dalam mengkaji topik penelitian ini, karena berhubungan langsung dengan kognitif dari wanita untuk mencegah kanker serviks

(21)

1.3. Rumusan Masalah

Karena penelitian ini bersifat ilmiah, maka haruslah dibuat batasan-batasan

rangkaian analisa ; untuk menghindari dan untuk memfokuskan masalah-masalah yang akan dikaji maupun hal-hal yang berkaitan di dalamnya. Maka, permasalahan

yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik

Swasta “MANDA” di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan

Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1.Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengungkapkan Implementasi

Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Secara teoritis,, penelitian ini bertujuan untuk menambah kashanah pengetahuan kepustakaan tentang masalah kebudayaan, khususnya yang menyangkut

Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks.

Secara praktis, penelitian ini bertujuan untuk mencari informasi dan membantu dalam penilaian terhadap pengimplementasi deteksi dini kanker serviks di

Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA”. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan bagi masyarakat luas untuk mengetahui bagaimana implementasi

(22)

1.4.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menambah bahan bacaan dan referensi

bagi para akademisi dan masyarakat luas dalam mengetahui aspek kesehatan tentang deteksi dini terhadap kanker serviks untuk wanita serta menambah kepustakaan

Departemen Antropologi FISIP USU dan memperluas kajian mengenai deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode etnografi dan pendekatan antropologi.

1.5. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif berupa metode etnografi. Dimana penulis melakukan wawancara langsung

dengan Bidan dan pasiennya yang melakukan pap smear dan IVA di Klinik Bidan

Praktik Swasta “MANDA” berdasarkan pada kenyataan di lapangan. Untuk

mendeskripsikan secara rinci, maka penulis melakukan penelitian lapangan (field

research) selama dua bulan. Selama dua bulan tersebut penulis mencoba memahami

suatu pandangan hidup secara terperinci, dibentuk dengan kata-kata dan gambaran

holistik.

Tujuan metode kualitatif adalah menceritakan dan menjelaskan secara detail dan

mendalam terhadap suatu masalah yang akan di teliti. Penelitian ini juga bertipekan deskriptif untuk mencapai sasaran yang dituju, yakni dengan mendeskripsikan Implementasi Deteksi Dini Kanker Serviks di Klinik Bidan Praktik Swasta

(23)

interview)6 dengan para informan, sumber pustaka yang relevan atau pun informasi dari lembaga resmi seperti Klinik Bidan Praktik “Manda”menjadi data utama bagi

peneliti.

Penulis memposisikan diri sebagai orang yang sedang belajar, tidak mengetahui

mengenai perihal deteksi dini kanker serviks sebelumnya di Klinik Manda dan menempatkan informan sebagai guru yang menjadi tempat bertanya. Peneliti juga

menunjukkan rasa ketertarikan akan hal tersebut, sehingga mereka menjadi bersemangat untuk menceritakan apa saja pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya tanpa adanya rasa takut pendapat tersebut benar atau salah.

Teknik-teknik yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah :

1. Observasi Partisipasi

Observasi partisipasi dilakukan di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Medan. Penulis melakukan pengamatan dan pencatatan apapun yang terjadi selama proses pengambilan data. Penulis terjun

langsung ke klinik dan ke rumah informan. Lama observasi dan pengambilan data penelitian dilakukan selama dua bulan dengan melibatkan penulis secara langsung

dalam kegiatan di lapangan serta mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh informan berkaitan dengan tes pap smear dan IVA. Selain itu, penulis juga menggunakan alat-alat lain untuk mendukung pencarian dan pencatatan informasi

6

(24)

yang telah ditemukan, seperti : alat perekam visual maupun alat perekam audio, kamera handphone dan field note.

2. Wawancara langsung dan mendalam

Wawancara dilakukan dengan cara berkomunikasi langsung dengan para

informan yang ditemui di klinik maupun di rumah informan. Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah wawancara mendalam (depth interview),

dilakukan dengan bantuan pedoman wawancara (interview guide)7. Wawancara ini dilakukan dengan cara terbuka agar para informan dapat menjawab pertanyaan dan bercerita panjang lebar tentang apa yang dialami, dihadapi dan dirasakannya selama

mengikuti tes pap smear atau IVA dengan santai seperti berbicara dengan keluarga atau sahabat dekatnya, agar proses wawancara berjalan lancar dan tidak kaku.

Wawancara dengan Bidan Shanty penulis lakukan di klinik pada pagi hari sekitar pukul 09.00 Wib dan pada saat tidak ada pasien yang datang untuk periksa atau berobat. Sementara itu, wawancara dengan para pasien yang melakukan pap

smear dan IVA dilakukan pada saat mereka berkunjung ke klinik dan ke rumah mereka saat waktu luang informan bisa dikunjungi dan diwawancarai.

Proses wawancara tidak cukup sulit dilakukan, karena sifat informan yang ramah, terbuka dan senang bercerita dengan penulis. Walaupun penulis terkadang harus menunggu mereka berjam-jam di klinik dan terkadang harus berulang-ulang

memperjelas maksud dari pertanyaan yang diajukan kepada mereka.

7

(25)

Informan penelitian ini adalah orang-orang yang dipilih oleh penulis berdasarkan rekomendasi Bidan Shanty yang telah melakukan pap smear dan IVA pada tahun

2015 dan tahun 2016 di Klinik Manda. Dalam penelitian ini penulis memiliki informan sebanyak tujuh orang. Masing-masing infoman berasal dari latar belakang

yang berbeda-beda. Adapun informan pada penelitian ini adalah Bidan Shanty yang merupakan pimpinan klinik Manda sekaligus sebagai informan kunci, ibu Juwita

Agustina Boru Situmeang S.H (32 tahun) adalah seorang ibu rumah tangga yang baru memiliki satu orang anak, ibu Ernawita (46 tahun) yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan tiga orang anak, ibu Eka Yulianti (42 tahun) yang berprofesi sebagai

wiraswasta, ibu Faridah Hanum (43 tahun) yang berprofesi sebagai penjual makanan, ibu Rosmauli Boru Sitanggang (31 tahun) yang telah memiliki dua orang anak dan

ibu Susilawati (26 tahun) yang berprofesi sebagai karyawan swasta dan memiliki dua orang anak..

3. Analisis Data

Setelah melakukan semua teknik penelitian dan menemukan data, maka penulis akan melakukan analisis data. Data yang telah ditemukan dari lapangan akan

dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yakni pengertian kanker serviks, deteksi dini kanker serviks dengan metode pap smear dan IVA, pengalaman informan yang melakukan pap smear, pengalaman informan yang melakukan IVA dan pencegahan

(26)

wawancara, catatan lapangan, foto, video, dan hasil pemberitaan yang berasal dari media massa dan buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian ini.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Klinik Bidan Praktik Swasta “MANDA” di Jalan

Karya Cilincing Gang Ciliwung No.22, Kelurahan Karang Berombak, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi ini dipilih karena

merupakan salah satu Klinik Bidan Praktik Swasta di Kota Medan yang sudah terakreditasi dan berpengalaman dalam menyediakan fasilitas pelayanan deteksi dini kanker serviks. Selain itu, Klinik ini dipilih karena letak lokasinya yang strategis di

tengah Kota Medan dan dioperasionalkan oleh Bidan yang telah bersertifikat Bidan Delima.

1.7. Pengalaman Lapangan

Berawal dari cita-cita dan minat saya pada dunia gender, kesehatan dan kedokteran, lalu mengambil jurusan Antropologi saat kuliah di FISIP USU, saya

sangat tertarik untuk belajar lebih dalam mengenai Antropologi Kesehatan. Dari hal tersebut, timbul ketertarikan saya untuk meneliti dan mengkaji lebih jauh mengenai

kesehatan reproduksi wanita, karena kesehatan reproduksi masih menjadi sesuatu yang awam dan terkadang tabu untuk dipelajari oleh mahasiswa ilmu sosial. Hal ini membuat saya ingin sekali untuk menjadikannya sebagai skripsi. Penelitian skripsi

saya mengambil topik mengenai pap smear dan IVA, yaitu suatu tes untuk mendeteksi dini kanker serviks. Kenapa harus kanker serviks? Karena kanker serviks

(27)

hanya wanitalah yang mempunyai rahim. Saat ini kedua tes tersebut juga bermanfaat untuk upaya pembersihan, perawatan dan pencegahan diri dari infeksi virus HPV,

yang merupakan penyebab utama terjadinya kanker serviks.

Saya sangat tertarik untuk meneliti hal ini karena beberapa hal, yaitu karena

saya telah melihat jumlah kematian wanita yang tinggi akibat kanker serviks,berbagai macam penyuluhan dan sosialisasi telah diupayakan pemerintah dan

berbagai pihak swasta untuk mengatasi jumlah kematian akibat penyakit ini. Namun, angka kematian wanita akibat kanker serviks masih cukup tinggi di Indonesia. Sehingga saya ingin mencari informasi apa saja faktor-faktor yang menyebabkan hal

ini bisa sampai terjadi di Indonesia, khususnya di kota Medan. Sebagai pembelajaran dan pengalaman bagi saya untuk merawat dan mencegah diri sebagai seorang wanita

dari ancaman penyakit kanker serviks dan saya juga ingin melihat keterkaitan hubungan antara kebudayaan dan kesehatan masyarakat dalam mencegah dan mendeteksi dini dirinya dari penyakit berbahaya seperti kanker serviks.

Lokasi yang saya pilih untuk melakukan penelitian ini adalah di Klinik Bidan

Praktik Swasta “MANDA” yang terletak di Jalan Karya Cilincing Gang Ciliwung

No.22 kelurahan karang berombak, kecamatan medan barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Pertama kali saya mengetahui keberadaan klinik ini, dari perbincangan saya dengan salah satu teman baik ibu saya, yaitu ibu Lina Boru

(28)

pap smear dan IVA, kebetulan saat ini sedang mencari tempat penelitian mengenai hal tersebut.

Semula saya ingin meneliti di Yayasan Kanker Indonesia cabang Sumatera Utara yang terletak di Jalan Iskandar Muda no.272 Medan. Namun, saat pertama kali

saya observasi dan melakukan kunjungan kesana, tidak ada dokter maupun pasien yang ada disitu, hanya seorang karyawan yang menyambut dan mengatakan kalau

dokternya sedang keluar kota. Saya pun pulang tanpa mendapatkan hasil. Kunjungan-kunjungan selanjutnya saya sangat sulit bertemu dengan dokternya karena dokternya sering keluar dan pergi ke Dinas Kesehatan Kota Medan. Selain itu, dokternya juga

datangnya (maaf) sesuka hati kadang pagi kadang siang terserah maunya dia ,disana juga jarang ada pasien dari Kota Medan, kebanyakan pasien yang datang untuk

berobat kesini berasal dari luar kota seperti Tebing Tinggi dan Siantar. Lalu ada salah satu pernyataan dari seorang cleaning service laki-laki disana yang mengatakan bahwa selama bulan puasa, kantor tutup.

Kebetulan saat itu saya ingin melakukan penelitian disana pada saat menjelang bulan ramadhan. Kemudian saya langsung berpikir, loh ini kan tempat pelayanan

kesehatan masyarakat bukannya warung makan atau café sehingga selama bulan ramadhan harus tutup. Ah tidak benar ini. Saya pun mengambil kesimpulan untuk mengurungkan niat saya untuk melakukan penelitian disana, karena saya sangat sulit

(29)

karena keterbatasan jumlah pasien dan domisilinya yang bukan penduduk Kota Medan yang nantinya akan menjadi informan penelitian ini.

Berdasarkan dari cerita saya tersebut, ibu Lina pun merekomendasikan klinik Manda yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah beliau sebagai tempat penelitian

saya. Beliau sangat kenal dengan bidan yang betanggung jawab disana, orangnya baik dan ramah. Klinik ini juga memilki track record yang bagus dalam melayani

kesehatan masyarakat selama puluhan tahun, dioperasionalkan oleh bidan regenerasi dan bersertifikat Bidan Delima serta menyediakan fasilitas yang lengkap untuk melakukan pap smer dan IVA.

Saya pun akhirnya setuju untuk melakukan penelitian disana. Namun sebelumnya saya mengamati dan mengobservasi dahulu lokasi klinik Manda. Pertama

kali datang kesana, saya ditemani oleh ibu Lina, sebelumnya beliau sudah menyampaikan maksud dan tujuan saya untuk melakukan penelitian disana kepada bidan Manda yang merupakan pemilik dan pendiri klinik ini melalui pertemuan

mereka di gereja tadi pagi. Sesampainya di klinik, kami disambut oleh bidan Manda sembari mengajak masuk dan mempersilahkan kami untuk duduk. Kemudian beliau

mengatakan kalau untuk urusan klinik, sekarang sepenuhnya ditanggungjawapi oleh anak sulung beliau, yaitu bidan Shanty termasuk untuk urusan magang dan penelitian mahasiswa yang ingin dilakukan di klinik Manda.

Beliau pun memanggil bidan Shanty untuk bergabung bersama kami. Saya langsung berdiri dan menjabat tangan beliau sembari mengenalkan diri, beliau pun

(30)

menjelaskan maksud dan tujuan saya datang kesana. Beliau mengapresiasi i’tikad baik saya untuk menambah ilmu dan mencari informasi mendalam mengenai pap

smear dan IVA di kliniknya. Tak berselang lama, beliau langsung membawa saya untuk melihat-lihat keadaan disekitar klinik dan masuk ke ruang praktik tempat

melakukan pap smear dan IVA, karena saya bukan berasal dari mahasiswa kebidanan ataupun kedokteran, beliau dengan ramah dan sabar menjelaskan beberapa alat-alat

kesehatan dan fungsinya yang terdapat disana kepada saya. Saya langsung berinisiatif untuk merekam penjelasan beliau sambil memotret alat-alat tersebut.

Kemudian setelah itu, beliau memberikan data-data pasien yang pernah

melakukan pap smear dan IVA kepada saya. Saya pun langsung mencatatnya agar nantinya pasien-pasien ini bisa menjadi informan saya. Setelah itu, beliau pun

mengatakan kepada saya bahwa ia akan mengabari saya langsung jika ada pasien yang ingin pap smear atau IVA kesana, saya memberikan nomor handphone dan id whatsapp saya kepada beliau untuk memudahkan kami berkomunikasi. Saya merasa

ini adalah tahap awal yang baik untuk penelitian saya selanjutnya.

Saya melakukan penelitian disana selama 2 bulan dengan frekuensi 15 kali

kunjungan untuk mendapatkan informasi dan data dari klinik Manda, 1 kali saya tidak berhasil bertemu lagi dengan bidan Shanty karena beliau pergi ke Bangkok untuk liburan bersama keluarganya, informasi ini saya peroleh dari bidan jaga saat itu

yang menggantikan beliau. Selain melakukan kunjungan ke klinik, saya juga melakukan wawancara kepada informan langsung ke rumahnya. Informan saya dalam

(31)

Klinik Manda pada tahun ini, yaitu ibu Juwita Agustina S.H, ibu Ernawati, Ibu Faridah Hanum, ibu Rosmauli Boru Sitanggang dan Ibu Susilawati.

Kelima informan saya ini berdomisili di Kota Medan, sehingga memudahkan saya untuk berkunjung ke rumah mereka walaupun jaraknya cukup berjauhan.

Mereka memiliki profesi yang beragam dari agama dan etnis yang berbeda. Perasaan khawatir bahwa mereka tidak mau menerima saya membuat saya gugup pada saat

pertama kali berjumpa dengan mereka di klinik.

Banyak pertanyaan mereka mengenai jati diri dan tujuan saya untuk mendekati dan bertemu dengan mereka. Saya menjawab pertanyaan mereka dengan jujur dan

apa adanya, dengan harapan mereka dapat menerima saya. Alhamdulillah mereka semua menyambut positif niat saya untuk berinteraksi langsung dengan mereka

dengan baik dan ramah.

Tidak banyak hambatan yang saya alami selama melakukan penelitian di klinik Manda, saya sangat bersyukur diterima secara ramah dan baik oleh bidan dan

pasien-pasiennya. Hanya satu kendala yang saya alami yaitu dokumentasi foto dan video informan yang melakukan pap smear dan IVA. Pada saat salah satu informan

melakukan pap smear dan IVA di klinik, saya tidak diperbolehkan masuk untuk mendokumentasikannya karena beliau mengganggap hal tersebut adalah sesuatu yang privasi dan bersifat sensitif baginya sehingga ia malu untuk difoto ataupun

divideokan. Saya pun memaklumi permintaan beliau. Kemudian bidan Shanty dengan sabar menjelaskan tahapan-tahapan pelaksanaan pap smear dan IVA kepada

(32)

Untuk mendapatkan data dan informasi yang mendalam saya membagun

rapport8 dengan informan-informan saya. Mereka semua baik sekali, menerima saya dan berbagi informasi seputar pap smear atau IVA yang pernah mereka lakukan. Setiap saya melakukan kunjungan ke rumah untuk wawancara dan melengkapi data

yang kurang lengkap, mereka selalu memberi makanan dan minuman kepada saya. Seperti ibu Juwita Agustina, walaupun beliau beragama khatolik, namun ia tetap

menyuguhkan minuman sirup dan kue bolu buatannya kepada saya. Saya pun menerima dengan baik dan berpikir positif dengan apa yang beliau berikan walaupun kami berbeda agama namun harus saling menghargai satu sama lainnya.

Sampai akhir melakukan penelitian, tak lupa saya mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini terutama kepada

Bidan Manda, Bidan Shanty dan pasien-pasiennya yang telah memberikan informasi yang sangat saya perlukan. Mereka berharap bisa bertemu dan ngobrol lagi dengan saya jika ada data dan hal-hal yang masih diperlukan, mereka menyambut saya

dengan tangan terbuka.

8

Gambar

Gambar 1.1 Tes Pap Smear
Gambar 1.2. Tes IVA Sumber : http://alodokter.com

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahap ini yang menjadi masukan adalah bit rate, jika dimasukan bit rate tertentu akan didapat dua output nilai Tsistem, yang pertama output nilai untuk

No No Pendaftaran Nama Kualifikasi Akademik Ket ua Panit ia Seleksi. t

[r]

[r]

[r]

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Dalam bab ini membahas tentang bagaimana menganalisa permasalahan- permasalahan yang diangkat yang dikaitkan dengan pelayaan dan persiapan calon jamaah haji dan menyangkut

Berbeda dengan penelitian lainnya yang menguji tingkat kesehatan dan pengaruh antara RGEC, CAMELS, dan kinerja keuangan perusahaan perbankan, penelitian yang dilakukan