• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Transformasi Komunitas Punk di Condong Catur Yogyakarta dalam Prespektif Modal Sosial T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Transformasi Komunitas Punk di Condong Catur Yogyakarta dalam Prespektif Modal Sosial T1 BAB II"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gerakan Sosial

Konsep gerakan sosial secara teoritis merupakan sebuah gerakan yang terbangun berdasarkan prakarsa masyarakat dengan tujuan untuk melontarkan tuntutan atas perubahan dalam institusi maupun kebijakan dari pemerintah yang dirasa sudah maupun tidak sesuai lagi dengan kehendak sebagian mayarakat. Jurgen Habermas, dalam karya kutipan Pasuk Phongpaichit (2004) mendefinisikan bahwa Gerakan Sosial yaitu hubungan defensif individu- individu

untuk melindungi ruang publik dan private mereka dengan melawan serbuan dari sistem Negara dan pasar.

Gerakan sosial menurut Anthony Giddens dalam karya Fadhillah (2006) didefinisikan sebagai upaya kolektif untuk mencapai kepentingan maupun tujuan bersama melalui tindakan kolektif terlepas dari intervensi dari lembaga-lembaga yang mapan. Lebih rinci, Kaih (2002) menyatakan bahwa gerakan sosial dapat diartikan sebagai kelompok informal yang terorganisir dengan upaya mencapai tujuan sosial terkhusus dalam kaitanya merubah struktur maupun nilai sosial. Pendapat serupa juga diutarakan oleh Mayer dan Tarrow (1998) mendefinisikan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang dilakukan oleh rakyat biasa yang bergabung dengan kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh.

(2)

bersama dalam interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elit, saingan atau musuh, dan pemegang otoritas.

Adapun dua sisi yang menonjol dari definisi gerakan sosial tersebut, yaitu : pertama, upaya-upaya terorganisasi untuk mengadakan perubahan didalam kelembagaan melalui gerakan sosial yang melibatkan “tantangan kolektif”. Tantangan tersebut sering kali berfokus pada kebijakan-kebijakan publik, atau diarahkan sebagai patokan mengawali perubahan yang lebih luas dalam struktur, lembaga sosial dan politik, distribusi jaminan sosial, serta konseptualisasi mengenai hak-hak dan tanggung jawab sosial dan politik. Kedua, gerakan sosial memiliki tujuan bersifat politis dalam kaitanya mencangkup perubahan didalam

distribusi kekuasaan dan wewenang. Tujuan-tujuan politis ini hanya mungkin dicapai lewat interaksi-interaksi yang terus-menerus, berkelanjutan, dengan

aktor-aktor politik di luar gerakan, yang terpenting di antaranya adalah sekutu-sekutu dan pesaing-pesaing politik dan pemegang otoritas kekuasaan.

Selain itu Denny JA dalam karya Fauzi (2005) menjelaskan tentang hal-hal yang mempengaruhi lahirnya sebuah gerakan sosial, yaitu :

1. Gerakan sosial dilahirkan dengan kondisi yang memberikan kesempatan bagi gerakan itu. Seperti halnya pemerintahan yang moderat cenderung lebih memberikan kesempatan besar bagi kelahiran gerakan sosial ketimbang pemerintahan yang sangat otoriter.

(3)

2.1.1. Gerakan sosial Transformatif

Abrele (1966) Gerakan sosial transformatif memiliki tujuan untuk mengubah masyarakat secara menyeluruh, atau menggiring gerakan sosial ke ranah yang lebih luas dan bertujuan untuk menjalankan suatu kepentingan dengan suatu perubahan sosial yang diharapkan. dengan dimensi yang kompleks seperti isu lingkungan, HAM, gender dan sebagainya yang menjadi tahap awal gerakan sosial baru. Contoh yang bisa diambil dari gerakan ini adalah gerakan untuk memperjuangkan kemerdekaan yang dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Seperti contohnya gerakan kaum palu merah yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat komunis di Bambodia dengan langkah melakukan rursalisasi,

menggiring penduduk kota di pindahkan ke desa dan lebih dari satu juta masyarakat Bambodia kehilangan nyawa karena dibunuh kaum palu merah,

menderita kelaparan atau sakit merupakan contoh ekstrim gerakan transformatife. Gerakan yang dilancarkan oleh rezim komunis di Uni Soviet pada tahun 30-an serta di Tiongkok sejak akhir 40-an dengan tujuan mengubah masyarakat menjadi masyarakat komunis yang mengakibatkan perlawanan dari masyarakat kelas bawah terhadap diskriminasi yang telah dilakukan oleh masyarakat kelas atas.

2.2. Modal Sosial

(4)

Modal sosial atau sosial capital merupakan istilah baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman tentang komunitas dan masyarakat dalam kajian sosiologi. Modal sosial menjadi perbincangan menarik bagi ahli-ahli sosial dan pembangunan pada awal tahun1990-an. Pada awalnya modal sosial dikembangkan oleh seorang sosiolog Prancis bernama Pierre Bourdieu serta seorang sosiolog AmerikaSerikat bernama James Coleman. Mereka mendefinisikkan modal sosial sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja sama dengan tujuan mencapai harapan-harapan bersama didalam berbagai kelompok dan organisasi (dalam Fukuyama, 2007: 12) Modal sosial memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kekuatan-kekuatan komunitas

yang dikonstruksikan oleh individu atau kelompok dengan acuan struktur sosial yang menurut penilaian bersama diharapkan dan dianggap dapat mencapai tujuan

indivudal ataupun kelompok secara efektif dan efisien dengan modal-modal lainnya (Lawang, 2005:24).

Modal sosial adalah bagian dari kehidupan sosial seperti jaringan, norma, dan kepercayaan yang mendorong partisipan bertindak bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (dalam Field, 2011: 51). Modal sosial dirumuskan dengan mengacu pada ciri-ciri organisasi sosial, seperti jaringan, norma-norma, dan kepercayaan yang menfasilitasi koordinasi kerjasama untuk sesuatu yang manfaatnya bisa dirasakan secara bersama-sama (mutual benafit). Modal sosial dalam bentuk struktur masyarakat yang horizontal (yang

kemudian melahirkan asosiasi-asiosiasi horisontal) berperan penting dalam mendukung kemajuan ekonomi. Konsep modal sosial menawarkan pentingnya suatu hubungan, dengan membangun hubungan antar satu sama lain serta memeliharanya agar terjalin terus menerus, setiap individu dapat bekerjasama untuk memperoleh hal-hal yang sebelumnya pernah tercapai serta dapat meminimallisasikan kesulitan-kesulitan besar. Modal sosial menentukan bagaimana orang dapat bekerja sama dengan mudah untuk mencapai harapan

(5)

Kepemilikan modal kolektif dari modal sosial inilah yang akan mendapatkan kepemilikan modal bersama. Tanpa disadari, relasi yang terbangun menciptakan rasa memiliki antar individu atau kelompok dan hal ini akan menjadi ikatan yang berlangsung lama, beriringan dengan itu pula, segala modal dan kepemilikan yang ada menjadi milik bersama (Bourdieu, 1984:127).

Dalam prespektif Fukuyama (2002: 22) modal sosial didefinisikan sebagai rangkaian nillai-nilai atau norma-norma informal yang dimilki bersama dalam suatu kelompok, yang secara kolektif dimiliki oleh setiap anggotanya. Hal tersebut memungkinkan terbangunnya kerjasama yang lebih baik diantara mereka lewat prevelansi kepercayaan yang telah terbangun. Jika para anggota didalam

kelompok mengharapkan anggota lainnya dapat berperilaku jujur dan dapat dipercaya, maka rasa saling mempercayai akan tumbuh dan semakin kuat. Jika

orang-orang yang bekerja sama dalam sebuah perusahaan dapat saling mempercayai dan bekerja menurut serangkaian norma etis bersama, maka berbisnis hanya memerlukan sedikit biaya (Fukuyama, 2007: 38).

(6)

2.2.1. Trust (Kepercayaan)

Fukuyama mendefinisikan trust sebagai sikap saling mempercayai dimasyarakat dan saling bersatu dengan yang lain sehingga dapat memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial. kepercayaan juga merupakan norma-norma kooperatif yang dibangun dengan kejujuran, kesetiaan, dan kerjasama, dan hal tersebut tidak terbagi secara merata dimasyarakat. Dalam masyarakat individualistik, kepercayaan berada pada asosisoasi sukarela. sedangan pada masyarakat yang bersifat familistik, kepercayaan berada pada jalur keluarga.

Kepercayaan menurut Fukuyama (2007:36) dapat diartikan sebagai harapan yang muncul dalam sebuah komunitas tentang cara berperilaku,

keteraturan, kejujuan, dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang telah disepakati dan dimiliki bersama. Adanya jaminan tentang kejujuran dalam

komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas dan sifat kooperatif dalam komunitas. Kepercayaan memiliki dua sifat yang dapat diperoleh melalui hubungan sosial, yakni hubungan vertikal dan horizontal. Hubungan vertikal lebih ditekankan kepada hubungan dari para pekerja dengan pekerja dan dengan pengusaha dalam menciptakan hubunga sosial yang baik dilingkup pekerjaan mereka. Rasa saling percaya yang timbul diantara para pekerja dan pengusaha akan menciptakan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan diantara kedua belah pihak. Hubungan yang kedua adalah hubungan horizontal yang merupakan hubungan sosial antara para pengusaha, pekerja dengan masyarakat disekitar mereka. Rasa solidaritas yang tinggi lewat kepercayaan dapat terbentuk dari hubungan-hubungan yang baik diantara sesama pekerja dalam kelompok.

Menurut Fukuyama (2002: 75) Kepercayaan merupakan hal otonom dan tidak bisa dilihat sebagai kebijakan moral, namun lebih kepada efek samping dari kebijakan moral sendiri. Kepercayaan muncul ketika masyarakat saling berbagi norma-norma kejujuran dan ketersediaan untuk saling menolong dan oleh karenanya mampu bekerja sama satu dengan yang lain. Fukuyama pun

(7)

ekonomi kepercayaan berpandangan bahwa modal sosial tidak sekadar kebaikan publik namun juga demi kebaikan publik, kemudian ia mengakui kelemahan pendekatan ini. Semakin luas radius kekuasaan menjangkau keluar anggota kelompok, eksternalitas semakin menyenangkan dan positif, semakin radius kepercayaan dibatasi pada anggota kelompok sendiri, semakin besar kemungkinan eksternalitas negatifnya. Runtuhnya kepercayaan disebabkan oleh sikap mementingkan diri sendiri yang eksesif atau oportunis. Untuk itulah kepercayaan yang melahirkan rasa menempatkan kepentingan kelompok diatas kepentingan individu dapat membuat orang-orang bekerjasama lebih efisien dan efektif.

Lawang (2005:55) menyimpulkan inti konsep saling percaya antar satu

sama lain sebagai berikut:

1. Keduanya saling mengenal, hal ini merupakan variabel penting dalam

proses terjadinya rasa saling percaya yang diawali dengan tahapan untuk mengenal satu sama lain. Tahapan ini oleh beberapa ahli diseebut sebagai pelumas.

2. Keduanya memiliki nilai yang sama, interaksi sosial memunculkan nilai-nilai yang sama, hal tersebut dapat dilihat dalam hubungan seperti persahabatan dan kekeluargaan. Sosialisasi yang dilakukan masyarakat juga dapat menciptakan nilai bersama.

3. Keduanya memiliki kepentingan yang sama, serta tanpa adanya kehadiran salah satu pihak dapat berpotensi mendapatkan kegagalan dari pihak yang terkait.

4. Hanya karena percaya saja, dengan perumpamaan jika A percaya B, hanya karena B percaya pula dengan A, hal seperti ini disebut sebagai kepercayaan asumtif, yakni percaya hanya karena percaya saja. Dengan contoh jika ada orang jawa yang saling bertemu di tempat yang jauh dari pulau jawa, orang-orang tersebut dapat langsung saling percaya karena keduanya dari suku yang sama. Rasa saling percaya seperti inidisebut

(8)

5. Kepercayaan akan timbul jika harapan dari masing-masing dapat terpenuhi karena pelaksanaan tugas kepercayaan, jika A mendapatkan apa yang ia harapkan dari B karena kepercayaan yang telah diberikan, dan sebaliknya. 6. Kepercayaan fundamental yang ditimbulkan karena komitmen pada janji

untuk memenuhi kewajiban dan melaksanakan tugas dari orang yang telah mempercayainya, serta setia pada nilai dan norma.

2.2.2. Norm (Norma)

Modal sosial menurut Fukuyama (2007:39) diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul lewat interaksi antara orang-orang dalam sebuah

komunitas. Namun, seringkali pengukuran terhadap modal sosial jarang melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri. Pengukuran lebih terarah

pada hasil dari interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Suatu interaksi dapat terjadi dalam level individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi manakala relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya, yang juga dapat dikatakan akan memunculkan nilai-nilai dan norma-norma bersama.

Norma merupakan kesepakatan bersama yang berperan untuk mengontrol dan menjaga hubungan antara individu dengan individu lainnya dalam kehidupan bermasyarakat. Norma-norma masyarakat merupakan patokan untuk bersikap dan berperilaku secara pantas yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar, yang mengatur pergaulan hidup dengan tujuan untuk mencapai suatu tata tertib (Soekanto, 2007: 198).

Berpatok pada norma-norma dan nilai-niai bersama, asosiasi yang terjadi diantara para orang dalam suatu institusi ataupun komunitas akan menghasilkan

(9)

terukur. Douglass North (dalam Fukuyama, 2002: 243) menjelaskan bahwa norma-norma sangat penting untuk mengurangi biaya-biaya transaksi. Jika kita tidak memiliki norma, maka kita mungkin harus merundingkan aturan-aturan kepemilikan atas dasar kasus per kasus, sebuah situasi yang tidak kondusif bagi pertukaran pasar, investasi, maupun pertumbuhan ekonomi.

Menurut Fukuyama (2007:37), terbentuknya norma tidak diciptakan oleh birokrat maupun pemerintah. Norma terbentuk melalui kebiasaan, tradisi, sejarah, tokoh panutan yang menjadi dorongan kepada semua orang yang berada didalam komunitas untuk melakukan tata cara perilaku sesuai dengan kesepakatan kelompok. Lewat tata cara perilaku bersama kemudian akan timbul modal sosial

secara spontan dalam kerangka menentukan tata aturan yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok.

Norma kolektif dan simbol yang bermakna sama dapat digunakan seseorang dalam struktur sosial untuk memprediksi perilaku dan tindakan orang dalam struktur, dengan asumsi jika dalam pertukaran pertama, keduanya dapat saling mendapatkan timbal balik yang menguntungkan, maka pertukaran yang seterusnya akan menciptakan harapan terhadap perolehan keuntungan yang lebih baik lewat timbal balik. Jika dalam proses pertukaran yang terjalin secara terus-menerus mampu menghasilkan keuntungan diantara keduanya, maka akan muncul kewjiban sosial yang membuat hubungan didalam pertukaran dapa terpelihara dengan baik (Lawang 2005:70).

2.2.3. Network (Jaringan)

(10)

prinsip untung rugi. Hal tersebut mampu terjadi karena pertukaran yang terjadi dalam jaringan berbasis norma-norma yang bersifat informal yang tidak secara langsung mengharapkan balasan, namun terdapat harapan tentang manfaat jangka panjang.

Fukuyama (2002: 332) menjelaskan bahwa melalui hubungan informal seperti persahabatan atau pertemanan pun, dapat diciptakan jaringan yang memberikan saluran-saluran alternatif bagi aliran informasi dan ke dalam sebuah organisasi. Jaringan dengan kepercayaan tinggi akan berfungsi lebih baik dan lebih mudah daripada dalam jaringan dengan kepercayaan rendah (Field, 2011: 103). Terdapat tiga fungsi jaringan (Lawang 2005:69) yaitu :

1. Fungsi informasi atau media informasi dari jaringan, dengannya setiap pihak yang terkait dalam jaringan berkemungkinan dapat mengetahui dan

memperoleh informasi yang berkaitan dengan masalah, peluang atau apapun mengenai kegiatan usaha. Fungsi informasi disebut juga sebagai fungsi pelumas atau fungsi peluang.

2. Fungsi Akses, mengarah pada kesempatan yang dapat diberikan jaringan kepada orang lain diluar jaringan, dengan menyediakan suatu barang atau jasa yang tidak dapat dipenuhi oleh organisasi secara internal.

3. Fungsi Koordinasi, lebih sering dijumpai pada kegiatan-kegiatan informal, yang dianggap oleh Fukuyama dapat lebih membantu mengatasi masalah kebuntuan yang disebabkan oleh keterbatasan birokrasi. Fungsi koordinasi berkaitan pula dengan fungsi jaringan lainnya, sehingga modal sosial memiliki kontribusi signifikan terhadap kegiatan ekonomi.

Jaringan sosial secara umum mmiiki fungsi ekonomi dan tujuan untuk mencapai kesejahteraan sosial (Lawang 2005:68). Didalam jaringan terdapat 2 fungsi yakni fungsi ekonomi dan fungsi kesejahteraan sosial. Fungsi ekonomi terletak pada produktivitas, efektifitas, dan efisiensinya yang tinggi, sedangkan fungsi kesejahteraan sosial mengarah kepada dampak kebersamaan bersifat

(11)

2.3. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Setyanto (2015) dari Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Progdi Desain Komunikasi Visual, tentang MAKNA DAN IDEOLOGI PUNK. Inti dari ideologi Punkadalah pada motto "D.I.Y (Do It Your Self)", motto ini begitu diyakini dan

dihidupi oleh mereka layaknya sebuah ajaran agama. "Do It Your Self" artinya semua dapat dikerjakan sendiri, ideologi ini muncul karena sifat mereka yang anti sosial, mereka tidak mempercayai siapapun diluar komunitas Punk, bahkan kecenderungan ideologi mereka selalu berkaitan dengan perlawanan terhadap kekuasaan/politik, anti sosial, minoritas, vandalisme, anti hukum, dan segala hal

yang cenderung negatif. Namun dibalik ideologi tersebut sebenarnya ada juga kandungan yang positif, seperti pola hidup mandiri, berkarya (musik) meski

dalam keterbatasan, Keberanian dalam mengaktualisasikan diri serta kepercayaan diri yang tinggi.

Motto "Do It Your Self" juga dipahami mereka untuk bertindak seenaknya, akhirnya dalam menyampaikan aspirasi komunitas Punksering melakukan hal‐hal

yang negatif seperti aksi vandalisme yaitu menaruh atau memuat gambar‐gambar yang provokatif (dan/atau jorok), memasukkan pesan‐pesan politik,

berkali‐berkali memuat gambar tanpa informasi sumber atau lisensi, seringkali juga disertai pengrusakan pada fasilitas umum, mengotori jalan dan mengganggu

ketertiban. Mengingat sejarahnya yang kelam, ideologi Punksarat dengan hal‐hal yang berbau pemberontakan/perlawanan, kebanyakan teraktualisasi menjadi suatu hal yang negatif, oleh karena itu Punk sebenarnya dekat dengan kriminalitas, pengangguran, sex bebas, anarki, narkoba, revolusi, dan hal‐hal negatif lainnya.

(12)

Relasi antar individu di dalam komunitas Punk adalah berbeda dengan relasi yang terjadi dalam kehidupan sosial sehari-hari, sebagaimana umumnya yang mengakui adanya stratifikasi atau kelas sosial tertentu. Komunitas Punk menjalankan hubungan antar individu di dalamnya berdasarkan keyakinan akan kebersamaan, kesetaraan, persamaan, ketidakberbedaan, eksistensi diri, dan anti-struktur. Penelitian Khasanah juga melihat bagaimana gaya hidup anak Punk yang bebas berpengaruh terhadap aktivitas keagamaan mereka. Sebagian anak Punk mengaku kalau mereka jarang melakukan ritual keagamaan yang diwajibkan di dalam agama mereka. Akan tetapi, ada juga yang tetap menjalankan hal tersebut meskipun dalam keadaan apapun. Bagi anak Punk, agama merupakan urusan

pribadi masing-masing orang dengan Tuhan. Tidak ada kaitannya dengan komunitas atau gaya hidup Punk.

2.4. Usaha Kedai Keblasuk

Usaha Kedai Keblasuk merupakan usaha warung makan yang menawarkan sajian berupa makanan dan minuman, namun yang membedakan kedai tersebut dengan yang lainnya adalah suasana. Konsep suasana yang ditawarkan kepada konsumen lebih menunjukan sisi-sisi Punk lewat serangkaian ide-ide yang di sambung menjadi sesuatu hal yang kreatif. Kedai tersebut juga merupakan tempat beristirahat ataupun tempat nongkrong para Punkers yang sedang singgah.

Hingga kini usaha Kedai Keblasuk dikelola oleh Cangak masih beraktifitas, kedai tersebut berdiri sejak tahun 2010. Dahulunya kedai tersebut masih berupa rumah singgah bagi rekan-rekan Punkers dengan halaman yang cukup luas, pada akhir tahun 2010 muncul idea dari mereka untuk membuat suatu usaha dalam bentuk kedai yang sekaligus memberi ruang kepada mereka dalam mengimplementasikan ekspresi dirinya, sekaligus menambah penghasilan, berdasarkan pengamatan-pengamatan terhadap lingkungan sekitar yang banyak

(13)

2.5. Kerangka Pikir Penelitian

Terjadi transformasi hidup beberapa Punkers dari jalanan seperti

mengamen, vandalism, dan lainnya sebagai media berekspresi serta menyampaikan aspirasi berupa kritik sosial menjadi pengusaha Kedai Keblasuk

di Condong CaturYogyakarta. keputusan para Punkers melakukan transformasi menjadi pengusaha kedai tidak semata-mata terjadi hanya karena alasan ekonomis semata, tentunya terdapat proses pergerakan serta alasan rasional kelompok yang erat kaitanya dengan modal sosial yang berlaku didalam komunitas tersebut.

PUNKERS

TRANSFORMASI HIDUP

DIJALANAN

PENGUSAHA KEDAI KEBLASUK

Referensi

Dokumen terkait

yang diedarkan. Skala likerl iribenmula dari I hingga 4 bagi mctnastikan pernilihan jawapan pengguna adalah tepat dan nrengenepikan kcmungkinan pemilihan jawapan

Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 16.0 dapat dilihat pada tabel diatas maka pengaruh secara parsial antara variabel X, Z dan Y yaitu sebagai berikut:

Hasil penelitian Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyerobotan dan pengrusakan tanah di wilayah Bandar Lampung sanksi hukum yang diberikan terhadap tindak

Dalam majlis pelancaran antologi cerpen Mahua V, Impian di Pelabuhan pada tahun 2005, Dato' Ong Tee Keat telah menyarankan kepada pihak Kementerian Pelajaran Malaysia dan Dewan

Ajaran Kejawen Panca Eka Lumaksana sebagai tradisi laku hidup berbudi pekerti luhur dengan sesama, atau dengan kata lain ialah selama masih ada orang Jawa yang

Proses perdamaian ini harus didasarkan pada maksud dan kehendak yang baik dari masing-masing pihak yaitu pihak tersangka maupun pihak korban untuk berdamai

data dengan menggunakan SPSS 16.0 diperoleh data nilai kedua kelas tersebut. berdistribusi normal dan

Menurut Dianita Sari 10 faktor perundang-undangan (substansi hukum) tidak menjadi penghambat peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung