• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PERLINDUNGAN ANAK TERPADU BERBASIS MASYARAKAT (PATBM) BANDAR LAMPUNG TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PERLINDUNGAN ANAK TERPADU BERBASIS MASYARAKAT (PATBM) BANDAR LAMPUNG TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PERLINDUNGAN ANAK TERPADU BERBASIS MASYARAKAT (PATBM) BANDAR LAMPUNG TERHADAP ANAK

KORBAN KEKERASAN

(Jurnal Skripsi)

Oleh

QOMARUDDIN EDI SAPUTRA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PERAN PERLINDUNGAN ANAK TERPADU BERBASIS MASYARAKAT (PATBM) BANDAR LAMPUNG TERHADAP ANAK

KORBAN KEKERASAN

Oleh

Qomaruddin Edi Saputra, Erna Dewi, Dona Raisa Monica Email: [email protected].

Anak yang belum dewasa secara mental dan fisik harus dilindungi, tetapi pada kenyataannya anak justru menjadi korban kekerasan. Upaya perlindungan terhadap anak dilaksanakan oleh berbagai stakeholder di antaranya adalah lembaga Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran PATBM Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan? (2) Apakah faktor-faktor penghambat peran PATBM Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Peran PATBM Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan secara normatif dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak. Peran secara faktual dilaksanakan dengan pencegahan, penanganan dan pemulihan. PATBM memberikan perlindungan hukum, perlindungan medis dan perlindungan psikologis. Perlindungan secara medis dilakukan untuk memulihkan kondisi fisik anak yang mungkin mengalami kerugian fisik (luka-luka, memar, lecet dan sebagainya). Perlindungan medis ini diberikan sampai anak korban kekerasan tersebut benar-benar sembuh secara fisik. Perlindungan psikologis diberikan dengan melakukan pendampingan kepada anak korban kekerasan. (2) Faktor paling dominan yang menjadi penghambat Peran PATBM Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan adalaha masyarakat sebagai faktor yang dominan, yaitu adanya keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum serta kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan.

(3)

ABSTRACT

ROLE OF COMMUNITY BASED INTEGRATED CHILD PROTECTION BANDAR LAMPUNG AGAINST CHILD VICTIMS OF VIOLENCE

Children must be mentally and physically protected, but in reality the child becomes the victim of violence. Child protection efforts are implemented by various stakeholders including the Community Based Integrated Child Protection Institution (CBICP) of Bandar Lampung . The problems in this research are: (1) How is the role of Community Based Integrated Child Protection Bandar Lampung against child victims of violence? (2) What are the factors inhibiting the role of Community Based Integrated Child Protection Institution Bandar Lampung against child victims of violence? This research uses normative juridical approach and empirical juridical approach. Data collection was done by literature study and field study. Data analysis is done qualitatively. The results of this study indicate: (1) The role of Community Based Integrated Child Protection Institution Bandar Lampung against child victims of violence is normatively implemented under the Child Protection Act. Roles are factually implemented with prevention, handling and recovery. Community Based Integrated Child Protection Institution provides legal protection, medical protection and psychological protection. Medical protection is done to restore the physical condition of children who may experience physical harm (injuries, bruises, abrasions and so on). This medical protection is provided until the child of the victim of violence is physically healed. Psychological protection is provided by providing assistance to child victims of violence, namely by carrying out psychiatric therapy for the trauma they experience due to violence to anticipate the long-term impact for the stable development of the child's soul victims of violence. (2) Dominant Inhibiting factors the role of Community Based Integrated Child Protection Institution Bandar Lampung against child victims is society factor, namely the reluctance of the community to be a witness in the process of law enforcement and lack of public knowledge about the legal protection of child victims of violence.

(4)

I. PENDAHULUAN

Anak pada dasarnya merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Anak yang belum matang secara mental dan fisik, kebutuhannya harus dicukupi, pendapatnya harus dihargai, diberikan pendidikan, adanya lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi dan kejiwaannya. Pada kenyataannya anak justru mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang dewasa dan dijadikan sebagai objek kekerasan.1

Anak yang menjadi korban kekerasan, menunjukkan bagaimana lemahnya posisi anak ketika mengalami kekerasan terhadap dirinya. Anak sangat rentan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya, di ruang-ruang publik, bahkan dirumahnya sendiri. Kekerasan terhadap anak dominan terjadi di dalam rumah tangga yang sebenarnya diharapkan dapat memberikan rasa aman, dan yang sangat disesalkan adalah kasus tindak pidana terhadap anak selama ini dianggap sebagai masalah yang wajar dan tidak dianggap sebagai tindak pidana.2

1Gadis Arivia. Potret Buram Eksploitasi

Kekerasan Seksual pada Anak. Ford Foundation. Jakarta. 2005.hlm.4.

2Primautama Dyah Savitri. Benang Merah

Tindak Pidana Pelecehan Seksual. Penerbit Yayasan Obor. Jakarta. 2006. hlm.11

Perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan diatur secara khusus dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak. Latar belakang pemberlakuan Undang-Undang Perlindungan Anak adalah masih sering terjadinya berbagai bentuk perilaku orang dewasa yang melanggar hak-hak anak di Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu Undang-Undang Perlindungan Anak diberlakukan dalam rangka pemenuhan hak-hak anak dalam bentuk perlindungan hukum yang meliputi hak atas kelangsungan hidup, hak untuk berkembang, hak atas perlindungan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat tanpa diskriminasi. Setiap anak yang menjadi korban kekerasan memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum secara pasti sesuai dengan Hak Asasi Manusia.

(5)

menghindarkan manusia dari kekacauan di dalam segala aspek kehidupannya. Hukum diperlukan guna menjamin dan menghindarkan manusia dari kekacauan.3

Perlindungan kepada anak-anak yang menjadi korban kekerasan dapat dilakukan dengan mengembangkan sistem dan mekanisme perlindungan hukum dan sosial bagi bagi anak yang beresiko atau menjad korban kekerasan. Selain itu sangat penting pula dilakukan upaya pemulihan terhadap anak korban kekerasan. Caranya antara lain dengan mengutamakan pendekatan yang baik kepada anak yang menjadi korban kekerasan dalam keseluruhan prosedur perundangan, memberi pelayanan medis, psikologis terhadap anak dan keluarganya, mengingat anak yang menjadi korban biasanya mengalami trauma yang akan berpotensi mengganggu perkembangan kejiwaan mereka.

Pemerintah Indonesia memang telah mengeluarkan kebijakan dan melaksanakan berbagai program yang mendukung pemenuhan hak dan perlindungan kepada anak seperti pengembangan kabupaten/kota layak anak (KLA), Sekolah Ramah Anak, pembentukan Forum Anak di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, penyediaan ruang pengadilan ramah anak, kampanye-kampanye gerakan perlindungan anak, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan

3 Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan

Pidana Indonesia Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta. 1994. hlm. 12-13

Anak (P2TP2A), Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Anak (GN-AKSA). Selain program tersebut, di berbagai daerah juga telah banyak upaya perlindungan anak yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerhati anak maupun lembaga masyarakat di wilayah masing-masing. Akan tetapi, berbagai program tersebut belum mampu membendung kejadian-kejadian baru kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena upaya perlindungan anak belum banyak menekankan pada pencegahan dan belum dilakukan secara terpadu dengan melibatkan keluarga, anak, dan masyarakat secara bersama-sama.4

Selanjutnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menggagas sebuah startegi gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), yaitu gerakan perlindungan anak yang dikelola oleh sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah (desa/kelurahan) di 34 Propinsi di Indonesia. Melalui PATBM, masyarakat diharapkan mampu mengenali, menelaah, dan mengambil inisiatif untuk mencegah dan memecahkan permasalahan kekerasan terhadap anak yang ada di lingkungannya sendiri. Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) adalah sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan perlindungan anak. PATBM merupakan inisiatif masyarakat sebagai ujung tombak untuk melakukan upaya-upaya

4 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

(6)

pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat agar terjadi perubahan pemahaman, sikap dan prilaku yang memberikan perlindungan kepada anak

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian dalam Skripsi yang berjudul: Peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung Terhadap Anak Korban Kekerasan

Permasalahan penelitian:

1. Bagaimanakah peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan?

2. Apakah faktor-faktor penghambat peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari staf PATBM Bandar Lampung dan akademisi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II.PEMBAHASAN

A. Peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap Anak Korban Kekerasan

Secara sosiologis peran adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan

melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Jenis-jenis peran adalah sebagai berikut:

1) Peran normatif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma atau hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat 2) Peran ideal adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem. 3) Peran faktual adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata.5

Sesuai dengan landasan teori tersebut maka Peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan terdiri dari peran normatif dan peran faktual. Adapun peran ideal sebagai peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem, tidak termasuk dalam pembahasan, karena secara ideal PATBM Bandar Lampung telah melaksanakan peran perlindungan terhadap anak korban kekerasan berdasarkan peraturan perundang-undangan maupun berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan.

5 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pngantar.

(7)

1. Peran Normatif

Peran normatif Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Menurut Pasal 1 Ayat (2) perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Tindak pidana kekerasan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan itu harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Anak harus dilindungi agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara wajar

demi mencapai cita-citanya di kemudian hari.

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat tergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau dimunculkan di tingkat pengadilan, terutama yang berkenaan dengan saksi. Tidak sedikit kasus yang pembuktiannya sulit dilakukan karena ketiadaan saksi. Saksi merupakan unsur penting dalam pembuktian suatu proses peradilan pidana. Hal ini juga berlaku terhadap korban yang seringkali pula menjadi saksi dalam persidangan. Begitu banyak kasus tindak pidana yang tidak terungkap dengan berbagai alasan seperti tidak adanya saksi, saksi ataupun korban yang mengurungkan niatnya untuk memberikan kesaksian karena takut akan keselamatan dirinya ataupun keluarganya, saksi pelapor yang justru menjadi tersangka dengan tuduhan tindak pidana pencemaran nama baik. Lemahnya perlindungan terhadap saksi dan korban mengakibatkan semakin menjamurnya pelanggaran terhadap hukum di Indonesia.

2. Peran Faktual

Peran faktual Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan dilaksanakan berdasarkan fakta mengenai adanya anak yang menjadi korban kekerasan. Adapun beberapa peranan yang dilakukan secara faktual adalah sebagai berikut:

a. Peran di Bidang Pencegahan

(8)

tindak kekerasan terhadap anak di lingkungan masing-masing sehingga diharapkan dapat memberikan hasil yaitu meningkatnya pemahaman tokoh masyarakat, kader tentang perlindungan anak dan kekerasan terhadap anak. Masyarakat mengetahui cara menanggulangi kasus kekerasan terhadap anak dan mengetahui apa yang harus mereka lakukan jika di wilayahnya terjadi kasus kekerasan. Selain itu diharapkan dapat meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan kasus kekerasan terhadap anak. Peserta sosialisasi diharapkan dapat kembali mensosialisasikan kepada masyarakat di wilayahnya masing-masing tentang perlindungan anak dari tindak kekerasan, sehingga masyarakat mengetahui bagaimana harus bertindak jika terjadi kasus dan dapat pula mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap anak.

Menurut Ali Darmawan6 program pencegahan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh PATBM Bandar Lampung antara lain dengan teknik-teknik penyuluhan kepada masyarakat, konseling dan pembentukan peraturan perundangan-undangan, khususnya Undang-Undang Perlindungan Anak. Selain itu sosialiasi Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pencegahan Trafficking, Perda Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pelayanan Terpadu terhadap Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan, Perda Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pelayanan

menyesuaikan dengan perkembangan terkini dalam program perlindungan anak korban kekerasan dari kekerasan, perdagangan orang maupun pelayanan terpadu terhadap perempuan dan anak korban tindak kekerasan maka Pemerintah Provinsi Lampung harus segera merevisi Peraturan Daerah tersebut sehigga diharapkan program pengentasan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat lebih dimaksimalkan lagi di masa yang akan datang.

Menurut Dianita Sari7 dalam penanganan kasus kekerasan terhadap anak keberhasilan pemerintah atau lembaga sosial kemasyarakatan dalam pengentasan kasus kekerasan terhadap anak dilihat dari banyaknya jumlah kasus yang berhasil ditangani. Semakin banyak kasus yang ditangani berarti ada kegagalan semua pihak untuk memberikan perlindungan kepada anak sebagai tindakan pencegahan dari tindakan kekerasan yang mereka alami. Seharusnya kita semua akan lebih berbangga hati apabila semakin lama kasus kekerasan yang kita tangani jumlahnya semakin sedikit, sebab hal ini berarti ada keberhasilan dalam tindakan pencegahan dibanding harus berbangga hati ada keberhasilan dari sisi jumlah penanganan kasus kekerasan terhadap anak.

Sistem kerja PATBM Bandar Lampung dalam pencegahan kekerasan terhadap anak dilakukan dengan berkoordinasi kepada pihak-pihak terkait, antara lain, LSM pemerhati anak, Kepolisian, Dinas

7 Hasil wawancara dengan Dianita Sari. Staf

(9)

Kesehatan, RT/RW, Kelurahan. Selain itu melakukan upaya-upaya sosialisasi, pertemuan dan diskusi dengan masyarakat. Di mana apabila di lingkungan RT/RW tertentu ada kasus kekerasan yang perlu mendapatkan penanganan, maka RT/RW dapat menginformasikan hal tersebut kepada PATBM Bandar Lampung.

b. Peran di Bidang Penanganan

Peran di bidang penanganan dilakukan dengan proses pendampingan dan bantuan hukum. Pendampingan dan bantuan hukum yang diberikan adalah melalui progam advokasi bagi keluarga dan anak yang menjadi korban kekerasan. Pendampingan tersebut dilakukan baik di luar pengadilan maupun apabila kasus kekerasan yang menimpa anak tersebut kemudian diajukan ke pengadilan untuk diproses secara hukum. Anak korban kekerasan diberikan bantuan hukum guna menindaklanjuti kekerasan yang dialaminya. Bantuan hukum yang diberikan adalah pendampingan dan konsultasi hukum dan tindak lanjut dalam penanganan korban di mana kasusnya dipandang perlu untuk ditindaklanjuti proses perkara pidananya.

Menurut Dianita Sari8 peran lain yang ditempuh PATBM Bandar Lampung adalah dengan berkoordinasi kepada pihak kepolisian dan rumah sakit dalam penanganan kesehatan apabila diperlukan tindakan medis lebih lanjut. Koordinasi ini dilakukan dengan baik sehingga penanganan terhadap anak

8 Hasil wawancara dengan Dianita Sari. Staf

PATBM Bandar Lampung. Rabu 6 Desember 2017

korban kekerasan dapat berjalan secara komprehensif. Koordinasi yang dilakukan oleh PATBM Bandar Lampung dengan pihak Kepolisian khususnya terhadap kasus kekerasan yang penanganannya kemudian secara hukum pidana dilanjutkan oleh pihak kepolisian dan dengan RSUD Abdul Moeloek untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan kejiwaan anak korban kekerasan. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh PATBM Bandar Lampung adalah menghadirkan tenaga kesehatan atau membawa korban kekerasan ke rumah sakit untuk mendapatkan tindakan medis terkait kekerasan yang dialami oleh anak. PATBM Bandar Lampung berkoordinasi dengan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Moeloek sebagai rumah sakit rujukan bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.

PATBM Bandar Lampung lebih banyak berperan secara preventif dalam program penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya memberikan ruang yang nyaman sebagai bentuk perlindungan bagi anak dari kekerasan yang mungkin akan diterimanya baik di dalam keluarga maupun lingkungan sekitar. Tanggung Jawab PATBM Bandar Lampung dalam program penanganan korban kekerasan terhadap anak antara lain dengan memberikan pendampingan dan bantuan hukum, melakukan koordinasi penanganan dengan instansi terkait seperti Kepolisian untuk penanganan hukum dan Rumah Sakit dalam rangka penanganan medis.

(10)

menjadi korban kekerasan. Pendampingan tersebut dilakukan baik di luar pengadilan maupun apabila kasus kekerasan yang menimpa anak tersebut kemudian diajukan ke pengadilan untuk diproses secara hukum. Kemudian PATBM Bandar Lampung senantiasa melakukan koordinasi lintas sektoral antara lain dengan pihak kepolisian yang menangani kasus kekerasan oleh anak dan kemudian juga dengan RSUD Abdul Moeloek dalam memberikan layanan kesehatan baik pada tahap awal hingga apabila diperlukan tindakan medis lebih lanjut terhadap anak yang menjadi korban kekerasan

c. Peran di Bidang Pemulihan

Program pemulihan merupakan upaya untuk mengembalikan kondisi anak yang diakibatkan oleh kekerasan yang dialaminya yang pada umumnya mengalami penderitaan baik fisik, psikis, mental, seksual dan penelantaran yang perlu segera ditangani secara terpadu oleh penyelenggara layanan korban yang dibentuk oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah maupun masyarakat.

Menurut Dianita Sari9 tindakan pemulihan yang dilakukan oleh PATBM Bandar Lampung yaitu melakukan reintegrasi korban kekerasan dengan lingkungan asalnya maupun lingkungan baru apabila lingkungan asal tidak memungkinkan untuk menjadi tempat kembalinya si anak. Program reintegrasi anak korban kekerasan tersebut kemudian juga dengan memberikan bimbingan mental spiritual, bimbingan

9 Hasil wawancara dengan Dianita Sari. Staf

PATBM Bandar Lampung. Rabu 6 Desember 2017

fisik serta bimbingan sosial kepada anak dan keluarga anak yang menjadi korban kekerasan. PATBM Bandar Lampung mencanangkan target bahwa setiap anak korban kekerasan yang ditangani oleh PATBM Bandar Lampung, setelah kasusnya selesai ditangani, maka kemudian ditindaklanjuti dengan program pemulihan hingga akhirnya anak tersebut dipulangkan ke lingkungan keluarganya (reintegrasi).

Program pemulihan bagi anak yang menjadi korban kekerasan merupakan suatu program jangka panjang dan idealnya hal ini memerlukan monitoring yang berkesinambungan oleh Tim yang menangani pemulihan anak tersebut hingga anak benar-benar pulih dari trauma pasca kekerasan. Sebagai salah satu kewajiban PATBM Bandar Lampung dalam perlindungan terhadap anak korban kekerasan yaitu melakukan upaya pemulihan terhadap anak antara lain dengan melakukan reintegrasi korban kekerasan dengan lingkungan. Program reintegrasi anak korban kekerasan tersebut kemudian juga dengan memberikan bimbingan mental spiritual, bimbingan fisik serta bimbingan sosial kepada anak dan keluarga anak yang menjadi korban kekerasan.

(11)

dinyatakan tidak berfungsi sosial. Jadi keberfungsian sosial merupakan perbandingan antara peranan sosial yang diharapkan oleh lingkungan sesuai dengan status sosialnya dengan peranan sosial yang nyata dilaksanakan oleh anak tersebut. Jika anak dapat memenuhi harapan lingkungan/masyarakat, maka dikatakan dapat berfungsi sosial.

B. Faktor-Faktor Penghambat Peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap Anak Korban Kekerasan

1. Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Menurut Dianita Sari10 faktor perundang-undangan (substansi hukum) tidak menjadi penghambat peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan, karena penegak Undang-Undang Perlindungan Anak telah secara jelas mengatur upaya perlindungan terhadap anak sebagai korban kekerasan sehingga menjadi dasar hukum bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakannya.

Pentingnya faktor perundang-undangan sebagai dasar hukum sesuai dengan karakter hukum positif dalam wujudnya sebagai peraturan peraturan perundang-undangan, di samping ditentukan oleh suasana atau konfigurasi politik momentum pembuatannya, juga berkaitan erat dengan komitmen moral serta profesional dari para anggota

10 Hasil wawancara dengan Dianita Sari. Staf

PATBM Bandar Lampung. Rabu 6 Desember 2017

legislatif itu sendiri. Oleh karena semangat hukum yang dibangun berkaitan erat dengan visi pembentuk Undang-Undang, maka dalam konteks membangun hukum yang demokratis, tinjauan tentang peran pembentuk undang-undang penting dilakukan. Pembentuk undang-undang tidak semata-mata berkewajiban mengadaptasikan hukum untuk mengubah masyarakat menjadi lebih baik, tetapi juga memiliki kesempatan untuk memberikan sumbangan terhadap pembentukan perubahan masyarakat itu sendiri. Pembentuk undang-undang, dengan demikian, tidak lagi semata-mata mengikuti perubahan masyarakat, akan tetapi justru mendahului perubahan masyarakat itu. Masyarakat yang adil dan makmur serta modern yang merupakan tujuan pembangunan bangsa, justru sesungguhnya merupakan kreasi tidak langsung dari pembentuk undang-undang.11

2. Faktor Penegak Hukum

Menurut Dianita Sari12 faktor aparat penegak hukum yang menghambat peran PATBM Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan adalah masih terbatasnya kuantitas penyidik Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) dalam melaksanakan perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban kekerasan. Selain itu minimnya sosialisasi Undang-Undang Perlindungan Anak pada masyarakat, khususnya kelompok masyarakat di daerah terpencil, berpendidikan rendah

11 Roeslan Saleh, Penjabaran Pancasila dan

UUD 1945 Dalam Perundang-Undangan, Bina Aksara, Jakarta, 1979, hlm. 12.

12 Hasil wawancara dengan Dianita Sari. Staf

(12)

dan ekonomi rendah oleh aparat penegak hukum sehingga mereka tidak memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang pentingny perlindungan hukum terhadap anak dan tidak tahu bagaimana memperoleh perlindungan hukum tersebut. Seharusnya aparat penegak hukum dapat bekerja lebih maksimal dalam mensosialisasikan Undang-Undang Perlindungan Anak pada masyarakat, agar pengetahuan dan kesadaran mereka meningkat dan mereka dapat memperoleh perlindungan hukum, khususnya bagi anak-anak mereka yang mengalami kekerasan. Hal ini penting dilakukan, mengingat perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari berbagai kekerasan dan diskriminasi, termasuk perlindungan dari kekerasan terhadap anak.

3. Faktor Sarana dan Fasilitas

Menurut Ali Darmawan13 faktor sarana dan fasilitas yang menjadi penghambat peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan adalah masih terbatasnya sarana prasarana teknis yang menunjang kinerja PATBM dalam bidang penyuluhan dan pendampingan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan.

13 Hasil wawancara dengan Ali Darmawan. Staf

PATBM Bandar Lampung. Rabu 6 Desember 2017

Sarana dan prasarana yang memadai memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan proses penyidikan. Selain itu ketersedian sarana prasarana juga menjadi instrumen penting dalam penegakan hukum yang memiliki peranan besar dalam penyelengaraan kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menjamin kepentingan mayoritas masyarakat atau warga negara, terjaminnya kepastian hukum sehingga berbagai perilaku tindak pidana dan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan anggota masyarakat atas anggota masyarakat lainnya akan dapat dihindarkan. Dengan kata lain penegakan hukum secara ideal akan dapat mengantisipasi berbagai penyelewengan pada anggota masyarakat dan adanya pegangan yang pasti bagi masyarakat dalam menaati dan melaksanakan hukum. Pentingnya masalah penegakan hukum dalam hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kecenderungan berbagai fenomena tindak pidana baik secara kuantitatif dan kualitatif serta mengalami kompleksitas baik pelaku, modus, bentuk, sifat, maupun keadaannya. Tindak pidana seakan telah menjadi bagian dalam kehidupan manusia yang sulit diprediksi kapan dan dimana potensi tindak pidana akan terjadi.

4. Faktor Masyarakat

Menurut Ali Darmawan14 faktor masyarakat yang menghambat peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan adalah

14 Hasil wawancara dengan Ali Darmawan. Staf

(13)

adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak.

Upaya-upaya perlindungan secara langsung di antaranya meliputi: pengadaan sesuatu agar anak terlindungi dan diselamatkan dari sesuatu yang membahayakannya, pencegahan dari segala sesuatu yang dapat merugikan atau mengorbankan anak, pengawasan, penjagaan terhadap gangguan dari dalam dirinya atau dari luar dirinya, pembinaan (mental, fisik, sosial), pemasyarakatan pendidikan formal dan informal, pengasuhan (asah, asih, asuh), pengganjaran (reward), pengaturan dalam peraturan perundang-undangan. Upaya perlindungan tidak langsung antara lain meliputi: pencegahan orang lain merugikan, mengorbankan kepentingan anak melalui suatu peraturan perundang-undangan, peningkatan pengertian yang tepat mengenai manusia anak serta hak dan kewajiban, penyuluhan mengenai pembinaan anak dan keluarga, pengadaaan sesuatu yang menguntungkan anak, pembinaan (mental, fisik dan sosial) para partisipan selain anak yang bersangkutan dalam pelaksanaan perlindungan anak, penindakan mereka yang menghalangi usaha perlindungan anak.

5. Faktor Kebudayaan

Menurut Ali Darmawan15 faktor budaya yang menghambat peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat

15 Hasil wawancara dengan Ali Darmawan. Staf

PATBM Bandar Lampung. Rabu 6 Desember 2017

(PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan adalah adanya budaya individualisme dalam kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan apabila menjumpai atau mengetahui adanya pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak. Hal ini tentunya menjadi penghambat sebab apabila sikap individualisme dan tidak peduli telah menjadi bagian dari budaya masyarakat, maka pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak akan mengalami hambatan karena kurangnya partisipasi atau dukungan dari masyarakat yang telah memiliki nilai-nilai individualisme dalam kehidupan.

(14)

mengganggu perkembangan kejiwaan mereka. Selain itu, pada saat ini sedang dikembangkan program pembangunan kota layak anak sebagai upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap anak dari kejahatan atau tindak pidana kekerasan.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan secara normatif dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak. Peran secara faktual dilaksanakan dengan pencegahan, penanganan dan pemulihan. PATBM memberikan perlindungan hukum, perlindungan medis dan perlindungan psikologis. Perlindungan secara medis dilakukan untuk memulihkan kondisi fisik anak yang mungkin mengalami kerugian fisik (luka-luka, memar, lecet dan sebagainya). Perlindungan medis ini diberikan sampai anak korban kekerasan tersebut benar-benar sembuh secara fisik. Perlindungan psikologis diberikan dengan melakukan pendampingan kepada anak korban kekerasan, yaitu dengan melaksanakan terapi kejiwaan atas trauma yang mereka alami akibat kekerasan untuk mengantisipasi dampak jangka panjang bagi stabilnya perkembangan jiwa anak korban kekerasan.

2. Faktor-faktor penghambat Peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan terdiri dari faktor aparat penegak hukum, yaitu terbatasnya petugas PATBM. Faktor masyarakat sebagai faktor yang dominan, yaitu adanya keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum serta kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan. Faktor budaya, yaitu adanya budaya individualisme dalam kehidupan masyarakat, sehingga mereka bersikap acuh tidak acuh dan tidak memperdulikan adanya tindak pidana kekerasan terhadap anak.

B. Saran

1. Agar perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban kekerasan dioptimalkan oleh aparat penegak hukum dan instansi terkait dengan memberikan perlindungan secara medis dan secara psikologis terhadap anak korban kekerasan, sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara baik dalam rangka menyongsong masa depannya

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Arivia, Gadis. 2005. Potret Buram Eksploitasi Kekerasan Seksual

pada Anak. Ford Foundation.

Jakarta

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pedoman Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat

(PATBM)Edisi I, 2015

Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia

Melihat Kejahatan dan

Penegakan Hukum dalam

Batas-Batas Toleransi. Pusat

Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta.

Saleh, Roeslan. 1979.

Penjabaran

Pancasila dan UUD 1945

Dalam

Perundang-Undangan

,

Bina

Aksara,

Jakarta

Savitri, Primautama Dyah. 2006. Benang Merah Tindak Pidana

Pelecehan Seksual. Penerbit

Yayasan Obor. Jakarta.

Soekanto Soerjono. 2002. Sosiologi

Suatu Pngantar. Rajawali

Referensi

Dokumen terkait

Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Bandar Lampung dalam mewujudkan tujuannya yakni membangun Masyarakat Madani, memiliki posisi dan peran yang harus dijalankan, diantaranya

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa upaya unit perlindungan perempuan dan anak (PPA) Polresta Bandar Lampung dalam rangka

Anak yang menjadi korban KDRT lambat laun semakin meningkat yang itu diperlukan lembaga penyedia layanan terpadu berbasis gender dan anak untuk melindungi anak

adanya diskriminasi terutama dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan hukum secara khusus terhadap anak korban eksploitasi ekonomi yang

Hasil penelitian ini menyimpulkan pertama, bahwa Indonesia belum memiliki peraturan perundang- undangan yang secara khusus mengatur perlindungan hukum korban

buku pedoman tersebut yang dimaksud dengan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat adalah sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada

yang di perlukan melalui penanganan pelayanan yang di berikan PATBM, setelah itu pada prinsipnya Kelembagaan PATBM selalu terlibat dalam kepedulian terhadap masyarakat

Peran Unit Layanan Perlindungan Perempuan Dan Anak merupakan wadah penyelenggaraan pelayanan terpadu meliputi pencegahan, penyediaan, dan penyelenggaraan layanan terpadu