BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk dari sejumlah destruksi normal dari sirkulasi eritrosit dimana
bilirubin berasal dari penguraian protein dan heme.13 Kadar produksi bilirubin pada bayi sekitar 6 sampai 8 mg/kgBB/hari dan dewasa sekitar 3 sampai 4 mg/kgBB/hari.1,2 Bayi baru lahir akan menghasilkan bilirubin 2 atau 3 kali lebih banyak daripada anak maupun
dewasa, oleh karena pada bayi waktu penghancuran sel darah merah lebih cepat.11 Penghancuran sel darah pada neonatus cukup bulan sekitar delapan puluh hari dan
pada prematur sekitar tujuh puluh hari.9
Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, heme akan diubah menjadi
biliverdin dengan bantuan enzim heme oxygenase. Biliverdin selanjutnya berubah menjadi bilirubin dengan bantuan enzim biliverdin reductase. Bilirubin yang dihasilkan akan berikatan secara reversibel dengan albumin dan sebagian kecil dalam bentuk
bebas. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan larut lipid yang akan dibawa menuju hati melintasi membran sel hati. Enzim liver yaitu uridine diphosphoglucuronate glucuronosyltransferase akan mengkonjugasi bilirubin, dan akan mengubah menjadi pigmen bilirubin yang larut dalam air yang dapat diekresikan ke dalam empedu dan
keluar dari tubuh melalui usus dan ginjal.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan proses fisiologis, patologis atau kombinasi
keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, kurang
bulan, dan mendekati cukup bulan.1,3 Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi kurang bulan. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang tinggi
dibandingkan bayi yang mendapat susu formula, hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain asupan cairan yang kurang, frekuensi menyusui, kehilangan
berat badan/dehidrasi, hambatan eksresi bilirubin hepatik, dan intestinal reabsorption of bilirubin.1,3
Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek adalah terjadi peningkatan
produksi bilirubin akibat dari inkomptabilitas darah fetomaternal (Rh, ABO), peningkatan
penghancuran hemoglobin akibat defisiensi enzim kongenital Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD), sepsis, peningkatan jumlah hemoglobin yang terjadi akibat dari polisitemia, keterlambatan klem tali pusat.1
Penyebab lain dapat juga oleh karena peningkatan sirkulasi enterohepatik yang
terjadi akibat atresia atau stenosis intestinal, perubahan clearance bilirubin hati yang disebabkan imaturitas, perubahan produksi atau aktivitas uridine diphospoglucoronyl transferase akibat dari gangguan metabolik, hipotiroidisme, dan selanjutnya dapat juga disebabkan oleh perubahan fungsi dan perfusi hati yang disebabkan asfiksia, hipoksia
dan sepsis, obstruksi hepatik ( hiperbilirubinemia direk ) terjadi akibat anomali
kongenital seperti atresia biliaris, fibrosis kistik.
2.2. Pengaruh Sinar Fototerapi terhadap Bilirubin 1,3
Sinar fototerapi akan merubah bilirubin yang ada di dalam kapiler superfisial dan
metabolisme oleh hati.Bentuk bilirubin 4Z dan 15Z akan berubah menjadi 4Z dan 15E
yaitu bentuk isomer nontoksik yang dapat diekresikan. Z dan E merupakan istilah yang
digunakan untuk mendesain stereochemistry diantara kedua ikatan. Empat dan lima menunjukkan posisi ikatan ganda. Reaksi fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi
melalui proses secara cepat, produk fotooksidasi lebih sedikit jumlahnya dibandingkan
dengan pembentukan isomer konfigurasi.12,15
Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung 2%
sampai 6% dari total serum bilirubin. Lumirubin akan diekresikan melalui empedu dan
urin.Ketika bentuk bilirubin ini berubah menjadi isomer yang nontoksik maka akan lebih
mudah untuk diekskresikan. Isomer mempermudah untuk terjadinya eleminasi melalui
urin dan saluran cerna. Hal ini merupakan penjelasan mengenai khasiat fototerapi
sebagai pencegahan dan penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.12
Pada fototerapi, sinar yang digunakan merupakan sinar tampak berupa gelombang
elektromagnetik,14 dengan panjang gelombang 400 sampai 700 nm dan puncak absorbsi antara 460 sampai 490 nm.16 Sejauh ini sinar yang dianjurkan adalah menggunakan lampu sinar biru.10,17 Pertimbangan fototerapi dan transfusi tukar berdasarkan kadar bilirubin yang di sesuaikan dengan umur bayi dalam jam dan berat
badan dalam gram seperti yang direkomendasi AAP untuk hiperbilirubinemia, hal ini
dapat dilihat pada Tabel 2.1. dan tabel 2.2.
Tabel 2.1. Rekomendasi “American Academy of Pediatrics” (AAP) untuk penanganan Hibinemiaperbilirupada neonatus sehat dan cukup bulan.
18
Usia ( Jam )
18
Total serum bilirubin (mg/dl)
Neonatus sehat Neonatus sakit
Pertimbangan
Fototerapi Fototerapi
Transfusi tukar jika fototerapi intensif
Tabel 2.2. Rekomendasi “American Academy of Pediatrics” (AAP) untuk
penanganan Hyperbilirubinemia pada neonatus prematur (sehat dan sakit).
Total serum bilirubin (mg/dl)
Fototerapi Transfusi tukar
2.3. Efektivitas Fototerapi
Fototerapi sangat bergantung pada intensitas sinar sehingga khasiat fototerapi
tergantung pada kualitas spektrum cahaya ( panjang gelombang ) sampai pada
permukaan kulit.18,19,20 Kualitas ini sangat dipengaruhi oleh luas permukaan tubuh yang terpapar, penggunaan media pemantulan sinar, jarak antara lampu dengan kulit bayi
dan lain-lain.18,21
Kualitas spektrum yang sejauh ini dipakai sinar biru, sinar hijau atau cahaya biru
kehijauan dengan panjang gelombang 400 sampai 520 nm sedangkan untuk sinar
ultraviolet masih ada konsep yang berbeda atau kontroversial.22 Intensitas sinar merupakan intensitas cahaya dengan sejumlah foton yang terpapar dengan permukaan
tubuh berdasarkan sentimeter kuadrat yang nilainya diukur dengan menggunakan
radiometer berkisar 30 µW/cm2/nm.23,24 Intensitas sinar ini dapat ditingkatkan dengan pemberian fototerapi ganda atau double phototerapy.24,25 Penelitian di Turki tahun 2000 menggunakan sinar fototerapi ganda yang diletakkan di atas dan di bawah bayi akan
menghasilkan intensitas sinar 28.5 µW/cm2/nm atau lebih baik dibanding fototerapi tunggal (intensitas sinar 18.4 µW/cm2/nm).
Penelitian di California menunjukkan bahwa dengan menggunakan sinar biru
jarak yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm dengan
penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm dengan
penurunan kadar bilirubin sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan kadar bilirubin
sekitar 13%.
25
26
Namun berdasarkan rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan fototerapi sebaiknya jarak 10 cm kecuali bila menggunakan jenis sinar
Berdasarkan luas permukaan tubuh dianggap bahwa semakin luas permukaan
tubuh yang terpapar sinar maka akan semakin cepat mempengaruhi penurunan nilai
serum bilirubin,28,29 dengan mengubah posisi bayi setiap 2 sampai 3 jam dapat memaksimalkan area yang terkena cahaya.6 American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan pembukaan popok untuk fototerapi intensif bila bilirubin serum
mendekati tingkat transfusi tukar.
2.4. Perubahan posisi selama fototerapi 27
Perubahan posisi bayi selama fototerapi mampu meningkatkan efektifitas fototerapi
dalam menurunkan kadar total serum bilirubin dan mampu menurunkan durasi yang
lebih singkat selama masa fototerapi. Hal yang mendukung praktek perubahan posisi
selama fototerapi masih sedikit ditemukan.6
Molekul bilirubin meninggalkan ruang intravaskuler dengan cara difusi
berdasarkan perbedaan konsentrasi menuju ke pembuluh darah yang terdekat. Selama
fototerapi foton mencapai kapiler dermis dan bereaksi dengan bilirubin yang berada di
intravaskuler dengan merubah bentuk molekul menjadi molekul yang larut dalam air
yang dapat berdifusi ke sirkulasi dan dapat dikeluarkan melalui empedu dan ginjal.
Waktu yang dibutuhkan untuk proses difusi ini menuju dan keluar dari ekstravaskuler
diperkirakan sekitar 3.5 jam.30 Perubahan posisi selama fototerapi memberikan hasil yang lebih efektif berdasarkan beberapa penelitian yang menggunakan fototerapi
2.5. Efek Samping Fototerapi
Beberapa efek samping penggunaan fototerapi:
- Dehidrasi karena terdapat kehilangan insensible water loss, dapat dicegah dengan pemberian tambahan cairan kepada neonatus yang sedang mendapat fototerapi.
1,3
-Konsistensi feses yang lebih cair, yang berwarna hijau atau kecoklatan
-Efek okuler dalam menurunkan input sensoris dan stimulasi sensoris, tetapi dapat
dicegah dengan pemberian penutup mata selama dilakukan fototerapi.
-Suhu tubuh tidak stabil seperti hipertermi
- Hipokalsemi lebih sering terjadi pada bayi prematur. Hal ini disebabkan oleh
: yang diamati dalam penelitian
Gambar 2.6. Kerangka Konseptual
INTENSITAS SINARLEBIH BESAR NEONATUS
HIPERBILIRUBINEMIA INDIREK 4Z, 15 Z USIA GESTASI
ASI DEHIDRASI KELAINAN KONGENITAL KELAINAN HEMATOLOGI
PANJANG GELOMBANG: 425-475 nm
JARAK: LEBIH PENDEK JENIS SINAR: SINAR BIRU JUMLAH LAMPU: LEBIH BANYAK LAMPU
LUMIRUBIN FOTOOKSIDASE FOTOISOMERISASI
4Z, 15 E
URIN EMPEDU & URIN
EKSRESI MELALUI EMPEDU
PENURUNAN KADAR BILIRUBIN