• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Muscular Endurance pada Pemain Sepak Bola di Beberapa Klub Sepak Bola Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Muscular Endurance pada Pemain Sepak Bola di Beberapa Klub Sepak Bola Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1. Definisi

Kesegaran jasmani adalah suatu keadaan energi dan kekuatan yang dimiliki atau dicapai seseorang dalam kaitannya dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik tanpa mengalami kelelahan berlebihan. Kesegaran jasmani berkaitan dengan kesehatan ketika aktivitas fisik dapat dilakukan tanpa kelelahan berlebihan, terpelihara seumur hidup, dan sebagai konsekuensinya memiliki risiko lebih rendah untuk terjadinya penyakit kronik lebih awal (Nieman, 2001).Permaesihet al. (2001) mendefinisikan kesegaran jasmani sebagai kemampuan untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari penyakit.

2.1.2. Komponen Kesegaran Jasmani

Komponen kesegaran jasmani secara garis besar dibagi menjadi dua yakni kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan (meliputi kecepatan, daya ledak otot, ketangkasan, keseimbangan, dan koordinasi) dan kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan (meliputi kekuatan otot, daya tahan otot, kelenturan, daya tahan kardiorespirasi, dan komposisi tubuh) (Nieman, 2001)

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani

Beberapa faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan adalah umur, jenis kelamin, genetik, dan latihan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan adalah umur, jenis kelamin, genetik, ras, aktivitas fisik, dan kadar hemoglobin (Johnson & Nelson, 1986).

(2)

Tes kesegaran jasmani ACSPFT(Asian Commitee on the Standardization of Physical Fitness Test)merupakan tes kesegaran jasmani di lapangan yang sudah

diakui secara internasional dan dibakukan di Asia. Tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesegaran jasmani seseorang. Tes ini relatif murah dan mudah dikerjakan (Depdikbud, 1977).

Tes ACSPFT merupakan rangkaian tes yang terdiri dari (1) Lari 50 meter untuk mengukur kecepatan, (2) Lompat jauh tanpa awalan untuk mengukur gerak eksplosif tubuh/ daya ledak otot, (3) Bergantung angkat badan (putra) atau bergantung siku tekuk (putri) untuk mengukur kekuatan statis dan daya tahan lengan serta bahu, (4) Lari hilir mudik 4 x 10 m untuk mengukur ketangkasan, (5) Baring duduk 30 detik untuk mengukur daya tahan otot-otot perut, (6) Lentuk togok ke muka (forward flexion of trunk) mengukur kelenturan, (7)Lari jauh 800 m (putri) dan 1000 m (putra) untuk mengukur daya tahan kardiorespirasi (Depdikbud, 1977).

2.1.5. Muscular Endurance

Muscular enduranceadalah kemampuan otot untuk berkontraksi

berulang-ulang selama waktu tertentu. Muscular endurancemenggambarkan seberapa lama seseorang dapat mempertahankan penggunaan otot tertentu. Salah satu cara seorang profesional untuk mengukur musclar endurance adalah dengan menentukan berat maksimal yang dapat diangkat seseorang sebanyak 20 kali berturut-turut(Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

(3)

Perkembangan kekuatan otot dan daya tahan ototpada dasarnya ditentukan oleh ukuran otot dan penampang melintang otot, kekuatan otot dan sudut tarikan, dan kecepatan kontraksi otot danproduksi tenaga. Terdapat hubungan yang bermakna antara ukuran otot dan penampang lintangnya,dengan kekuatan otot pada umumnya. Ukuran dan penampang lintang yang lebih besar akan memproduksi tenaga yang lebih besar (Battinelli, 2000).

Musclar endurance membantu menyelesaikan aktivitas sehari-hari dan mengisi kegiatan hiburan tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Selain itu, juga membantu melaksanakan aktivitas, baik aktivitas yang berhubungan dengan jantung-paru seperti naik gunung dan berlari maupun kegiatan yang berhubungan dengan kebugaran otot seperti latihan olahraga maupun sirkuit. Sebenarnya, hanya melakukan aktivitas seperti di atas akan meningkatkan muscular endurance. Latihan musclar endurance memacu adaptasi fisiologis yang meningkatkan kemampuan untuk memperbaharui ATP(Adenosine Triphosphate) lebih efisien dan pada akhirnya mempertahankan kontraksi otot sampai waktu yang lama. Hasil akhirnya akan dapat memainkan snowboard lima kali dibanding sebelumnya dua kali sebelum istirahat, berjalan 3 anak tangga dengan mudah , atau mengambil sampah dengan semangat selama satu jam tanpa mengalami kesulitan. Jadi, latihan ketahanan yang rutin akan meningkatkan musclar endurance (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

(4)

2.1.6. Pengukuran Musclar Endurance

Tes muscular endurancemenilai kemampuan otot untuk berkontraksi selama periode waktu tertentu. Beberapa tes ini harus dilakukan di ruangan dengan alat berat, sedangkan yang lain hanya membutuhkan berat badan untuk ketahanan dan dapat dilakukan dimana saja. Tes muscular endurance secara umum terbagi menjadi dua yaitu: tes 20 RM(repetition maximum) dan tes gerak badan (calisthenic test) (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Tes 20 RM dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa latihan angkat beban. Tes ini menentukan jumlah beban maksimal yang dapat diangkat secara tepat sebanyak 20 kali berturut-turut sebelum otot menjadi lelah untuk mengangkat lagi. Tes ini juga terutama bermanfaat untuk mencapaimusclarendurance yang diinginkan dan mengikuti perkembangannya (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Tes calisthenic adalah latihan yang menggunakan berat badan untuk ketahanan. Tes ini meliputi sit-ups, curl-ups, pull-ups, push-ups, dan flexed arm support atau hang exercises untuk meningkatkan muscular endurance. Masing-masing prosedur untuk latihan di atas berbeda-beda (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Menurut Hopson, Donatelle&Littrell (2008), pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah push-up dan curl-up yang dapat dilakukan dengan cara yang benar.

a. Push-up

(5)

Hasil pengukuran diinterpretasi menurut McArdle W.D. et al, Essentials of Exercise Physiology (2006) untuk laki-laki kelompok umur 18-29 tahun sebagai berikut:

 Sangat baik bila dapat melakukan ≥54 kali

 Baik bila dapat melakukan antara 45-53 kali

 Cukup bila dapat melakukan antara 35-44 kali

 Kurangbila dapat melakukan antara 21-34 kali

 Sangat kurang bila dapat melakukan ≤20 kali

Hasil pengukuran untuk anak laki-laki kelompok umur 11-17 tahun diinterpretasi menurut Cooper Institute (2004) sebagai berikut:

 Baik bila dapat melakukan ≥30 kali

 Cukup bila dapat melakukan antara 15-29 kali

 Kurangbila dapat melakukan antara ≤14 kali

b. Curl-up

(6)

Kemudian hasil pengukuran diinterpretasi menurut American College of Sports Medicine Guidelines for Exercise Testing and Prescription (2002) untuk laki-laki kelompok umur 18-29 tahun sebagai berikut:

 Sangat baik bila dapat melakukan ≥56 kali

 Baik bila dapat melakukan antara 41-55 kali

 Cukup bila dapat melakukan antara 32-40 kali

 Kurangbila dapat melakukan antara 25-31 kali

 Sangat kurang bila dapat melakukan ≤24 kali

Hasil pengukuran untuk anak laki-laki kelompok umur 11-17 tahun diinterpretasi menurut Cooper Institute (2004) sebagai berikut:

 Baik bila dapat melakukan ≥45 kali

 Cukup bila dapat melakukan antara 25-44 kali

 Kurangbila dapat melakukan antara ≤24 kali

2.2. Fisiologi Otot

(7)

2.2.1. Struktur Otot Rangka

Satu sel otot rangka, yang dikenal sebagai serat otot, adalah relatif besar, memanjang, dan berbentuk silindris, dengan ukuran garis tengah berkisar dari 10 hingga 100 mikrometer dan panjang hingga 750.000 mikrometer, atau 75 centimeter. Otot rangka terdiri dari sejumlah serat otot yang terletak sejajar satu sama lain dan disatukan oleh jaringan ikat. Salah satu gambaran yang mencolok adalah adanya banyak nukleus di sebuah sel otot. Selain itu, juga memiliki banyak mitokondria, organel penghasil energi, seperti yang diharapkan pada jaringan seaktif otot rangka dengan kebutuhan energi yang tinggi (Sherwood, 2012).

Serat otot rangka tampak lurik karena susunan internal yang sangat tertata. Gambaran struktural utama pada sebuah serat otot rangka adalah banyaknya miofibril. Elemen kontraktil khusus ini, yang membentuk 80% volume serat otot, adalah struktur silindris intrasel dengan garis tengah 1 mikrometer dan terbentang di seluruh panjang serat otot. Setiap miofibril terdiri dari susunan teratur elemen-elemen sitoskeleton (filamen tipis dan tebal)yang tertata rapi. Filamen tebal, yang bergaris tengah 12-18 nanometer dan panjang 1,6 mikrometer, terdiri dari protein miosin. Sementara filamen tipis, yang bergaris tengah 5-8 nanometer dan panjang

1 mikrometer, terutama dibentuk oleh protein aktin (Sherwood, 2012).

2.2.1.1. Pita A Dan I

Dilihat dengan mikroskop elektron, sebuah miofibril memperlihatkan pita gelap (pita A) dan pita terang (pita I) bergantian. Pita pada semua miofibril tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif menghasilkan gambaran lurik serat otot rangka seperti terlihat di bawah mikroskop cahaya. Tumpukan filamen tebal dan tipis bergantian yang sedikit tumpang tindih satu sama lain berperan menghasilkan gambaran pita A dan I (Sherwood, 2012).

(8)

tipis, adalah zona H. Hanya bagian tengah filamen tebal yang ditemukan di bagian ini. Suatu sistem protein penunjang menahan filamen-filamen tebal vertikal di dalam setiap tumpukan. Protein-protein ini dapat dilihat sebagai garis M, yang berjalan vertikal di bagian tengah pita A di dalam bagian tengah zona H (Sherwood, 2012).

(9)

Gambar 2.1. Tingkat organisasi di sebuah otot rangka. (a) Pembesaran potongan melintang sebuah otot utuh. (b) Pembesaran sebuah miofibril di dalam suatu serat otot. (c) Komponen sitoskeleton sebuah miofibril. (d) Komponen protein filamen tebal dan tipis.

Sumber: Sherwood, 2012 2.2.1.2. Jembatan Silang

(10)

menonjol dari masing-masing filamen tebal di keenam arah menuju filamen tipis di sekitarnya. Setiap filamen tipis, sebaliknya, dikelilingi oleh tiga filamen tebal (Sherwood, 2012).

2.2.1.3. Filamen Tebal

Setiap filamen tebal memiliki beberapa ratus molekul miosin yang dikemas dalam susunan spesifik. Molekul miosin adalah suatu protein yang terdiri dari dua subunit identik, masing-masing berbentuk seperti stik golf. Bagian ekor protein saling menjalin seperti batang-batang stik golf yang dipilin satu sama lain, dengan dua bagian globular menonjol di satu ujung. Kedua paruh masing-masing filamen tebal adalah bayangan cermin yang dibentuk oleh molekul-molekul miosin yang terletak memanjang dalam susunan bertumpuk teratur dengan ekor mengarah ke bagian tengah filamen dan kepala globular menonjol keluar pada interval teratur. Kepala-kepala ini membentuk jembatan silang antara filamen tebal dan tipis. Setiap jembatan silang memiliki dua tempat penting yang penting bagi proses kontraksi yaitu suatu tempat untuk mengikat aktin dan suatu tempat miosin ATPase (pengurai ATP) (Sherwood, 2012).

2.2.1.4. Filamen Tipis

(11)

Gambar 2.2. Langkah-langkah yang terlibat dalam kontraksi dan relaksasiotot rangka.

Sumber: Martini, 2012

(12)

2.2.2. Kontraksi Otot Rangka

Berdasarkan Martini (2012) dalam gambar 2.2 dijelaskan langkah-langkah dalam proses kontraksi dan relaksasi otot rangka. Proses kontraksi dimulai di NMJ (neuromuscular junction). Asetilkolin dilepas oleh ujung sinaps yang berikatan dengan reseptor di sarcolemma. Perubahan pada potensial antar membran serat otot menghasilkan potensial aksi yang menyebar melewati permukaan serat otot dan sampai ke tubulus T. Retikulum sarkoplasma mengeluarkan ion kalsium yang meningkatkan konsentrasi kalsium sarkoplasma baik di dalam maupun sekitar sarkomer. Ion kalsium berikatan dengan troponin menyebabkan perubahan orientasi dari kompleks troponin-tropomiosin yang membuka tempat aktif aktin. Jembatan silang terjadi saat kepala miosin berikatan dengan tempat aktif pada aktin. Kontraksi dimulai sebagai perulangan siklus dari ikatan, putaran, maupun terjadi perlekatan jembatan silang yang dibantu oleh hidrolisis dari ATP. Proses ini mengakibatkan filamen tertarik dan serat otot memendek.

2.2.3. Jenis Kontraksi Otot Rangka

Dua jenis utama kontraksi yang bergantung pada apakah panjang otot berubah selama berkontraksi adalah isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, tegangan otot tidak berubah sementara panjang otot berubah. Pada kontraksi isometrik, otot tidak dapat memendek sehingga terbentuk tegangan dengan panjang otot tetap. Proses-proses internal yang sama terjadi baik pada kontraksi isotonik maupun isometrik: eksitasi otot mengaktifkan proses kontraktil pembentuk tegangan, jembatan silang mulai bersiklus, dan pergeseran filamen memperpendek sarkomer, yang meregangkan komponen seri elastik untuk menghasilkan gaya di tulang tempat insersi otot (Sherwood, 2012).

(13)

menurunkan suatu beban ke lantai. Selama tindakan ini, serat-serat otot biseps memanjang tetapi tetap berkontraksi untuk melawan peregangan. Tegangan ini menopang berat badan (Sherwood, 2012).

2.2.4. Sumber Energi Dan Metabolisme

Kontraksi otot membutuhkan energi dan otot disebut sebagai mesin yang mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik. Sumber energi yang cepat berasal dari ATP dan dibentuk dari metabolisme karbohidrat dan lemak. ATP dibentuk kembali dari ADP dengan menambahkan gugus fosfat. Sebagian energi untuk reaksi endoterm ini berasal dari pemecahan dari glukosa menjadi CO2 dan H2O, tetapi ada juga dalam otot lain senyawa fosfat berenergi tinggi yang memberi energi untuk waktu yang singkat. Senyawa ini adalah phosphorylcreatine, yang dihidrolisis menjadi kreatin dan gugus fosfatyang menghasilkan banyak energi. Saat istirahat, sebagian ATP di mitokondria mengubah fosfat menjadi kreatin sehingga cadangan phosphorylcreatinemeningkat. Selama aktivitas, phosphorylcreatinedihidrolisis antara penghubung kepala miosin dan aktin, yang

membentuk ATP dari ADP dan akhirnya kontraksi dapat berlanjut (Barrett et al., 2012).

Saat istirahat dan selama latihan ringan, otot menggunakan lemak dalam bentuk asam lemak bebas (free fatty acid) sebagai sumber energi. Semakin meningkat intensitas latihan, energi yang hanya dari lemak tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan akhirnya menggunakan karbohidrat sebagai komponen utama dalam campuran energi otot. Jadi, selama latihan, banyak energi dari phosphorylcreatinedan resintesis ATP berasal dari pemecahan glukosa menjadi

CO2 dan H2O (Barrett et al., 2012).

(14)

aerobik. Metabolisme dari glukosa dan glikogen menjadi CO2 dan H2O membentuk sejumlah besar ATP dari ADP (Adenosine Difosfat). Jika persediaan O2 tidak mencukupi, piruvat yang dibentuk dari glukosa tidak dapat masuk ke siklus asam trikarboksilat tapi direduksi membentuk laktat. Proses ini disebut glikolisis anaerob yang berhubungan dengan produksi dari sejumlah besar ikatan fosfat berenergi tinggi dengan kuantitas yang lebih kecil tentunya, tetapi tidak membutuhkan adanya O2(Barrett et al., 2012).

2.2.5. Jenis Serat Otot Rangka

Menurut Sherwood (2012), serat otot rangka dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan perbedaan dalam hidrolisis dan sintesis ATP yaitu:

1. Serat oksidatif lambat (tipe I) 2. Serat oksidatif cepat (tipe IIa) 3. Serat glikolitik cepat (tipe IIx)

Seperti yang diisyaratkan oleh namanya, dua perbedaan utama diantara ketiga jenis serat adalah kecepatan kontraksi (lambat atau cepat) dan jenis perangkat enzimatik utama yang digunakan untuk membentuk ATP (oksidatif atau glikolitik).

2.2.5.1 Serat Cepat Versus Lambat

(15)

2.2.5.2 Serat Oksidatif Versus Glikolitik

Tipe serat juga berbeda dalam kemampuan membentuk ATP. Serat yang memiliki kapasitas besar untuk membentuk ATP lebih resisten terhadap kelelahan. Sebagian serat lebih mampu melakukan fosforilasi oksidatif, sementara yang lain terutama mengandalkan glikolisis anaerob untuk membentuk ATP. Karena fosforilasi oksidatif menghasilkan jauh lebih banyak ATP dari setiap molekul nutrien yang diproses, maka otot ini tidak mudah kehabisan simpanan energi. Selain itu, otot ini tidak mengalami penimbunan asam laktat. Oleh karena itu, serat otot tipe oksidatif lebih resisten terhadap kelelahan dibandingkan dengan serat glikolitik (Sherwood, 2012).

Karakteristik-karakteristik terkait lain yang membedakan ketiga jenis serat ini diringkaskan di Tabel 2.1. Serat oksidatif, baik yang lambat maupun yang cepat, mengandung banyak mitokondria, organel yang mengandung enzim-enzim yang berperan dalam fosforilasi oksidatif. Karena oksigenasi yang adekuat adalah hal penting untuk menunjang jalur ini, maka serat ini juga kaya akan kapiler. Serat oksidatif juga memiliki kandungan mioglobin yang tinggi. Mioglobin tidak saja membantu menunjang ketergantungan serat terhadap O2 tetapi juga menimbulkan warna merah, seperti hemoglobin teroksigenasi yang menimbulkan warna merah pada darah arteri. Karena itu, serat otot ini disebut serat merah (Sherwood, 2012).

(16)

Tabel 2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka

Aktivitas ATPase Miosin Rendah Tinggi Tinggi

Kecepatan Kontraksi Lambat Cepat Cepat

Resistensi terhadap

Mitokondria Banyak Banyak Sedikit

Kapiler Banyak Banyak Sedikit

Kandungan Mioglobin Tinggi Tinggi Rendah

Warna Serat Merah Merah Putih

Kandungan Glikogen Rendah Sedang Tinggi

Sumber : Sherwood, 2012

2.2.5.3 Faktor Genetik Pada Tipe Serat Otot

Pada manusia, sebagian besar otot mengandung campuran dari ketiga jenis serat; persentase masing-masing tipe terutama ditentukan oleh jenis aktivitas yang khusus dilakukan oleh otot yang bersangkutan. Karena itu, di otot-otot yang khusus untuk melakukan kontraksi intensitas rendah jangka panjang tanpa mengalami kelelahan, misalnya otot di punggung dan tungkai yang menopang berat tubuh terhadap gravitasi, ditemukan banyak serat oksidatif lambat. Serat glikolitik cepat banyak ditemukan di otot lengan, yang beradaptasi untuk melakukan gerak cepat kuat misalnya mengangkat benda berat (Sherwood, 2012).

(17)

kemungkinannya berhasil dalam aktivitas yang memerlukan daya tahan misalnya lari maraton (Sherwood, 2012)

2.2.6. Adaptasi Serat Otot

Serat otot banyak beradaptasi sebagai respons terhadap kebutuhan yang dibebankan kepadanya. Berbagai jenis olahraga menimbulkan pola lepas muatan neuron yang berbeda ke otot yang bersangkutan. Di serat otot terjadi perubahan adaptif jangka panjang, bergantung pada pola aktivitas neuron, yang memungkinkan serat berespon lebih efisien terhadap kebutuhan yang dibebankan kepadanya. Karena itu, otot rangka memiliki derajat plastisitas yang tinggi. Dua jenis perubahan yang dapat ditimbulkan pada serat otot: perubahan dalam kemampuan menghasilkan ATP dan perubahan garis tengah (Sherwood, 2012)

2.2.6.1 Perbaikan Kapasitas Oksidatif

Latihan daya tahan aerobik yang teratur, misalnya jogging jarak jauh atau berenang, memicu perubahan-perubahan metabolik di dalam serat oksidatif, yaitu serat yang terutama direkrut selama olahraga aerobik. Sebagai contoh, jumlah mitokondria dan jumlah kapiler yang menyalurkan darah ke serat-serat tersebut meningkat. Otot-otot yang telah beradaptasi dapat menggunakan O2 secara lebih efisien dan karenanya lebih tahan melakukan aktivitas berkepanjangan tanpa kelelahan. Namun, ukuran otot tidak berubah (Sherwood, 2012).

2.2.6.2 Hipertrofi Otot

(18)

resistensi pada serat-serat otot memicu protein-protein penyalur sinyal, yang mengaktifkan gen-gen yang mengarahkan sintesis lebih kontraktil ini banyak protein. Latihan beban yang intensif dapat meningkatkan ukuran otot dua atau tiga kali lipat. Otot-otot yang menonjol beradaptasi baik untuk aktivitas yang memerlukan kekuatan intens untuk waktu singkat, tetapi daya tahan tidak berubah (Sherwood, 2012).

2.2.6.3 Pengaruh Testosteron

Serat otot pria lebih tebal, dan karenanya, otot-otot mereka lebih besar dan kuat daripada otot wanita, bahkan tanpa latihan beban, karena efek testosteron, suatu hormon steroid yang terutama dikeluarkan oleh pria. Testosteron mendorong sintesis dan penyusunan miosin dan aktin. Kenyataan ini mendorong sebagian atlet, baik pria maupun wanita, menggunakan secara berbahaya bahan ini atau steroid terkait untuk meningkatkan prestasi atletik mereka (Sherwood, 2012).

2.3. Indeks Massa Tubuh

2.3.1. Definisi Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obese pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2=79%) dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin (Sugondo, 2006).

(19)

2.3.2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

IMT (Indeks massa tubuh) adalah indeks yang mudah digunakan antara berat badan dan tinggi badan yang sering dipakai untuk menggelompokkan underweight, overweight dan obese pada dewasa. IMT didefinisikan sebagai hasil

dari berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Sebagai contoh, dewasa yang memiliki berat badan 70 kilogram dan tinggi badan 1,75 meter akan mempunyai IMT 22,9 (WHO, 2004).

IMT = 70 kg / (1.75 m)2 = 70 / 3.06 = 22.9

Nilai IMT tidak bergantung pada umur dan juga jenis kelamin. Akan tetapi, IMT mungkin tidak cocok untuk tingkat kegemukan yang sama pada populasi yang berbeda dan sebagian lagi pada perbedaan proporsi tubuh. Risiko kesehatan berhubungan dengan peningkatan IMT masih berlanjut dan interpretasi dari kelas IMT berisiko berbeda untuk populasi yang berbeda (WHO,2004).

Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasilemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika kulit hitam memiliki nilai IMT lebih tinggi dari etnik Polinesia dan etnik Polinesia memiliki nilai IMT lebih tinggi daripada etnik Kaukasia, sedangkan untuk Indonesia memiliki nilai IMT berbeda 3.2 kg/m2 dibandingkan etnik Kaukasia (Sugondo, 2006).

Tabel 2.2. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang < 18.5

Kisaran normal 18.5-22.9

Berat badan lebih ≥ 23

Berisiko 23-24.9

Obes I 25-29.9

Obes II ≥ 30

(20)

2.3.3. Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh

Berdasarkan metode pengukuran IMT menurut WHO (2011), untuk menentukan indeks massa tubuh subjek/sampel maka dilakukan dengan cara: sampel/subjek diukur terlebih dahulu berat badannya dengan timbangan yang telah distandarisasi, kemudian diukur tinggi badannya dengan alat yang juga telah distandarisasi dan dimasukkan ke dalam rumus di bawah ini:

IMT = BeratBadan (kg )

TinggiBadan ( m2)

Kemudian interpretasikan hasil IMT yang didapat ke dalam tabel klasifikasi IMT menurut Asia Pasifik di atas.

Berat Badan diukur dengan timbangan SEBA digital yang sudah distandarisasi.Penimbangan dilakukan dengan melepas sepatu namun masih menggunakan baju olahraga. Pembacaan berat badan dalam kilogram dengan kepekaan 0,1 kg.

Tinggi Badan diukur dengan microtoiseyang sudah distandarisasi. Pengukuran dilakukan dengan posisi tegak, muka menghadap lurus ke depantanpa memakai alas kaki. Pembacaan tinggi badan dalam meter dengan kepekaan 0,1 cm.

2.3.4. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Muscular Endurance

(21)

Penelitian yang dilakukan oleh Utari (2007), didapatkan hubungan negatif antara IMT dengan daya tahan otot perut yang dinilai dengan tes baring duduk 30 detik. Hal ini berarti semakin tinggi IMT semakin rendah daya tahan otot perutnya. Pada anak laki-laki didapatkan nilai korelasi sedang (r = -0,751; p= 0,000), tetapi pada anak perempuan korelasinya lemah ( r = -0,469 ; p= 0,005). Penimbunan lemak di daerah perut memungkinkan subyek yang lebih tinggi lemak tubuhnya memiliki daya tahan otot-otot perut yang rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Pralhadrao et al. (2013) terhadap 180 subjek yang terdiri dari 90 laki-laki dan 90 perempuan yang berusia 18-21 tahun menunjukkan bahwa ada korelasi negatif antara IMT, persentase lemak tubuh dengan ketahanan handgrip, tetapi tidak signifikan pada populasi yang overweight. Pada populasi overweight, kekuatan absolut handgrip mungkin tidak terganggu, tetapi ketahanan handgrip akan mulai berkurang dengan meningkatnya persentase lemak tubuh bukan peningkatan massa tubuh.

Gambar

Gambar 2.1. Tingkat organisasi di sebuah otot rangka. (a) Pembesaran
Gambar 2.2. Langkah-langkah yang terlibat dalam kontraksi dan
Tabel 2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka
Tabel 2.2. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik

Referensi

Dokumen terkait

• Maka menu merupakan alat komunikasi antara restauran tersebut dengan tamu atau pelanggan, biasanya dengan tertulis pada papan, kertas, atau media laina. • Daftar makanan,

To undermine the effect of the noise presented in the segmented iris region we have divided the candidate region into N patches and used Fuzzy c-means clustering (FCM) to classify

Preliminary studies have shown that axis found by skeleton primitive sub-chains comparison algorithm usually gives a smaller value of symmetry measure in comparison

[r]

Crescent structures in cervical mucus facies consist of short semicircular lines arranged in groups (Figures 3 and 4). Crescent structures in blood serum facies with short

dilakukannya tersebut (berolahraga, ke rumah nenek, berkebun, pergi ke kota, dsb). Guru mengingatkan siswa untuk menulis dengan mencantumkan apa yang dilakukan; siapa yang

Each image, captured in focal plane, can be represented as the sum of in-focus true section and out-of-focus images of the neighboring sections of the depth that are undesirable in

Mengenal system pemerintahan tingkat pusat Mengenal system pemerintahan tingkat pusat Mengenal lembaga-lembaga negara dalam susunan pemerintahan tingkat pusat, seperti MPR,