BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Laporan Keuangan
Perusahaan - perusahaan go public yang berkembang di Indonesia
dituntut untuk menyajikan laporan keuangan yang transparansi dan
akuntabilitas, agar para pengguna laporan keuangan dapat mengetahui
kondisi keuangan dan kinerja perusahaan selama periode tertentu dalam
proses pengambilan keputusan. Sebelum membahas secara mendalam
mengenai bagaimana menganalisis dan menafsirkan kondisi keuangan suatu
perusahaan melalui laporan keuangannya, maka berikut ini akan diuraikan
terlebih dahulu mengenai pengertian laporan keuangan. Berikut ini
merupakan definisi laporan keuangan menurut beberapa ahli, antara lain:
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (SAK paragraf 07, 2007: 1):
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keungan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang disajikan dalam berbagai cara misalnya laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan”.
Di pihak lain, pengertian laporan keuangan menurut Harahap (2011:
105), adalah “laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan
hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu”.
Adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah neraca, laporan
laporan arus dana, dan catatan atas laporan keuangan. Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan digunakan
sebagai bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, untuk
memberikan informasi tentang kondisi keuangan perusahaan dan berguna
dalam pengambilan keputusan bagi pengguna laporan keuangan pada suatu
periode tertentu.
Tujuan laporan keuangan menurut PSAK No. 1 paragraf 5 (IAI,
2007: 1.2) adalah ”memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja,
dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi
serta menunjukkan pertanggung jawaban (stewardship) manajemen atas
penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka”.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan
menyajikan informasi mengenai perusahaan yang meliputi: (1) aset; (2)
kewajiban; (3) ekuitas; (4) pendapatan dan kerugian; dan (5) arus kas.
Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas yang membuat informasi
dalam laporan keuangan menjadi berguna bagi pengguna laporan keuangan.
Terdapat empat karakteristik pokok laporan keuangan yaitu (IAI, 2007: 5):
a. Dapat dipahami
b. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pengguna dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, dan masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil evaluasi pengguna di masa lalu.
c. Keandalan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan penggunanya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
d. Dapat dibandingkan
Pengguna harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode untuk mengidentifikasikan kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pengguna juga harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif.
Adapun menurut PSAK No. 1 paragraf 9 (IAI, 2007: 2) pemakai
laporan keuangan memerlukan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa
kebutuhan informasi yang berbeda, yaitu:
1. Investor. Penanam modal beresiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan resiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka juga membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan atau menjual investasi tersebut.
3. Pemberi Pinjaman. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memunginkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman dan bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
4. Pemasok dan kreditor usaha lainnya. Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
5. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terlibat dalam perjanjian jangka panjang dengan, atau bergantung pada perusahaan.
6. Pemerintah. Mereka membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
7. Masyarakat. Perusahaan memberikan kontribusi berarti pada perekonomian nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terlahir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
2.1.2 Pelaporan Keuangan
Pelaporan keuangan adalah laporan keuangan ditambah dengan
informasi lain yang berhubungan, baik langsung maupun tidak langsung
dengan informasi yang disediakan oleh sistem akuntansi, seperti informasi
tentang sumber daya perusahaan, earning, current cost, informasi tentang
prospek perusahaan yang merupakan bagian integral dengan tujuan untuk
memenuhi tingkat pengungkapan yang cukup (Yadiati, 2010: 52). Menurut
SFAC (Statement of Financial Accounting Concepts) No.1 (dalam Prahesty,
1. Laporan keuangan dasar (Basic Financial Statements) yang
terdiri dari laporan keuangan (Financial Statement) dan catatan
atas laporan keuangan (Notes of Financial Statements).
2. Informasi-informasi tambahan (Supplementary Informations).
3. Laporan-laporan lain selain Laporan keuangan (Other means of
Financial Reporting).
Adapun tujuan pelaporan keuangan dalam SFAC Nomor 1 tentang
Objective of Financial Reporting by Business Enterprises (dalam Yadiati,
2010: 53) adalah:
1. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor,
dan pengguna potensial lainnya dalam membantu proses
pengambilan keputusan yang rasional atas investasi, kredit dan
keputusan lain yang sejenis.
2. Menyediakan informasi yang berguna bagi investor, kreditor,
dan pengguna potensial lainnya yang membantu dalam menilai
jumlah, waktu, dan ketidakpastian prospek penerimaan kas dari
dividen atau bunga dan pendapatan dari penjualan, penebusan
atau jatuh tempo sekuritas atau pinjaman. Menaksir aliran kas
masuk (future cash flow) pada perusahaan.
3. Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim
2.1.3 Teori Kepatuhan
Tuntutan akan kepatuhan terhadap ketepatan waktu dalam
penyampaian laporan keuangan perusahaan go public di Indonesia telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
tentang kewajiban penyampaian laporan keuangan berkala. Regulasi
tersebut sesuai dengan teori kepatuhan menurut Kelman (dalam Ardani,
2010: 50) dinyatakan bahwa:
"Compliance diartikan sebagai suatu kepatuhan yang di dasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman yang mungkin dijatuhkan. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaedah hukum yang bersangkutan, dan lebih di dasarkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya maka kepatuhan akan ada, apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaedah-kaedah hukum tersebut”.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Nomor 1 paragraf 38, suatu perusahaan sebaiknya mengeluarkan laporan
keuangannya paling lama 4 (empat) bulan setelah tanggal neraca (IAI, 2007:
1.7), akan tetapi bagi perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dituntut untuk mematuhi peraturan yang diatur dalam
Peraturan Bapepam Nomor X.K.2, lampiran Keputusan Ketua Bapepam
Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan
Keuangan Berkala, yaitu:
Indonesia (IAI) dan ketentuan akuntansi di bidang pasar modal yang ditetapkan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)”.
Peraturan-peraturan tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bapepam Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor:
KEP-346/BL/2011 yang telah diperbaharui oleh Bapepam pada tahun 2011,
mengisyaratkan adanya kepatuhan setiap perilaku individu maupun
organisasi (emiten atau perusahaan publik) yang efeknya tercatat di bursa
efek di Indonesia dan bursa efek di Negara Lain wajib menyampaikan
laporan keuangan secara berkala kepada Bapepam dan mengumumkan
laporan keuangan tersebut kepada masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan
teori kepatuhan (compliance theory).
Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor:
Kep-307/BEJ/07-2004, tentang Peraturan Nomor I-H mengenai sanksi: Khusus
bagi Perusahaan Tercatat yang terlambat menyampaikan Laporan
Keuangan, Peraturan Nomor I-E tentang Kewajiban Penyampaian Laporan
dikenakan sanksi mulai dari Peringatan I sampai dengan Peringatan III
disertai denda sebesar Rp. 50.000.000 sampai dengan Rp. 150.000.000,
bahkan akan dikenakan sanksi suspensi. Pengenaan sanksi tersebut
dilakukan dengan proses-proses tertentu sesuai dengna aturan. Selain itu,
perusahaan yang terlambat menyampaikan laporan keuangan akan
dikenakan juga sanksi administratif yang diatur oleh Pasal 63 huruf e
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan di Pasar Modal yang menyatakan bahwa “emiten yang penyataan
rupiah) atas setiap hari keterlambatan penyampaian laporan keuangan
dengan ketentuan jumlah keseluruhan denda paling banyak Rp. 500.000.000
(lima ratus juta rupiah)”. Sebagai kesimpulan, teori kepatuhan dapat
mendorong perusahaan untuk mematuhi hukum-hukum yang berlaku
termasuk dalam melaksanakan kewajiban mereka untuk mempublikasi
laporan keuangan secara tepat waktu.
2.1.4 Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan.
Menurut McGee (2007) (dalam Sulistyo, 2010) ketepatan waktu
(timeliness) adalah suatu cara untuk mendukung relevansi suatu informasi,
agar disajikan secara transparansi dan berkualitas suatu laporan keuangan.
Rentang waktu antara tanggal laporan keuangan perusahaan dan tanggal
ketika informasi keuangan diumumkan ke publik berhubungan dengan
kualitas informasi keuangan yang dilaporkan. Tambahan pula, Gregory dan
Van Horn (1963) berpendapat dalam Owusu-Ansah (2000), secara
konseptual yang dimaksud dengan tepat waktu adalah kualitas ketersediaan
informasi pada saat yang diperlukan atau kualitas informasi yang baik
dilihat dari segi waktu. Jadi, ketepatan waktu dapat diartikan sebagai suatu
batasan penting pada publikasi laporan keuangan yang disajikan dalam
kurun waktu yang teratur, dan memiliki suatu manfaat yang akan
mempengaruhi prediksi dan keputusan pengguna laporan keuangan.
Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Standar Akuntansi Keuangan paragraf 24 (IAI, 2007: 5), laporan
ciri khas yang membuat informasi laporan keuangan berguna bagi para
penggunanya. Keempat karakteristik tersebut yaitu dapat dipahami, relevan,
andal, dan dapat diperbandingkan. Dalam paragraf 43 (IAI, 2007: 8)
menyatakan bahwa tepat waktu merupakan salah satu kendala informasi
yang relevan dan andal:
“Jika terdapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Manajemen mungkin perlu menyeimbangkan manfaat relatif antara pelaporan tepat waktu dan ketentuan informasi andal. Untuk menyediakan informasi tepat waktu, sering kali perlu melaporkan sebelum seluruh aspek transaksi atau peristiwa lainnya diketahui, sehingga mengurangi keandalan informasi. Sebaliknya jika pelaporan ditunda sampai seluruh aspek diketahui, informasi yang dihasilkan mungkin sangat andal tetapi kurang bermanfaat bagi pengambil keputusan. Dalam usaha mencapai keseimbangan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan merupakan pertimbangan yang menentukan”.
Menurut Belkaoui (2006) (dalam Situmorang, 2010) menjelaskan
bahwa relevan dan andal merupakan dua kualitas utama, agar relevan
informasi harus memiliki nilai prediktif dan nilai umpan balik dan sekaligus
pada saat yang sama harus disampaikan pada waktu yang tepat. Salah satu
tujuan kualitatif dari akuntansi keuangan adalah ketepatan waktu, yang
artinya komunikasi informasi secara lebih awal, untuk menghindari adanya
kelambatan atau penundaan dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Keterlambatan terjadi jika perusahaan melaporkan informasi laporan
keuangannya setelah tanggal yang ditentukan. Dengan demikian,
berdasarkan Lampiran Surat Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor
KEP-36/PM/2003, penyampaian laporan keuangan tahunan yang disertai dengan
sebelum atau paling lambat pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal
laporan keuangan tahunan perusahaan publik tersebut.
Menurut Dyer dan Mc Hugh (1975) (dalam Prahesty, 2011),
menggunakan tiga kriteria keterlambatan untuk melihat ketepatan waktu
dalam penelitiannya: (1) preliminary lag: interval jumlah hari antara tanggal
laporan keuangan sampai penerimaan laporan akhir preleminary oleh bursa;
(2) auditor’s report lag: interval jumlah hari antara tanggal laporan
keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani; (3) total lag:
interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal
penerimaan laporan dipublikasikan oleh bursa.
Ketepatan waktu diukur dengan menggunakan variabel dummy, di
mana kategori 0 untuk perusahaan yang tidak tepat waktu dan kategori 1
untuk perusahaan yang tepat waktu.
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketepatan waktu
pelaporan keuangan, antara lain:
2.1.5.1 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan yang dicapai oleh
perusahaan untuk menghasilkan laba dalam satu periode tertentu.
Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan
laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti
dan sebagainya (Harahap, 2011: 304). Profitabilitas suatu perusahaan
dapat dianggap sebagai salah satu indikasi yang mencerminkan
tingkat efektivitas yang dicapai oleh suatu operasional perusahaan.
Menurut Dyer dan Hugh (1975) (dalam Kadir, 2011) bahwa
perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi dapat dikatakan
bahwa laporan keuangan perusahaan tersebut mengandung berita
baik dan perusahaan tersebut cenderung menyerahkan laporan
keuangannya tepat waktu. Jadi, bisa dikatakan bahwa profit (laba) itu
adalah berita baik (good news), karena profitabilitas akan
mengurangi ketidakpastian bagi para pengguna. Isi dari laporan
keuangan akan sangat mempengaruhi ketepatan waktu pelaporan
keuangan. Jika pengumuman laba berisi berita baik (good news),
maka pihak manajemen cenderung menyampaikan laporan keuangan
perusahaannya dengan tepat waktu, dan sebaliknya jika perusahaan
mengalami kerugian, pihak manajemen umumnya menunda
penyampaian laporan keuangan perusahaannya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rasio
profitabilitas yaitu Return On Asset (ROA). ROA adalah rasio yang
menunjukkan berapa laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur
dari nilai aktiva (Harahap, 2011: 305). Rasio ROA dapat dirumuskan
sebagai berikut:
ROA = LabasetelahPajak
2.1.5.2 Ukuran Perusahaan
Salah satu atribut yang dapat dihubungkan dengan
ketepatan waktu pelaporan keuangan adalah ukuran perusahaan.
Ukuran perusahaan merupakan pengukur yang menunjukkan besar
kecilnya perusahaan. Besar kecilnya ukuran perusahaan dapat
didasarkan pada total nilai aset, total penjualan, kapitalisasi pasar,
jumlah tenaga kerja dan sebagainya (Soetedjo, 2006: 79) (dalam
Situmorang, 2010). Semakin besar nilai item-item tersebut maka
semakin besar pula ukuran perusahaan itu.
Ukuran perusahaan dapat dikelompokkan menjadi empat
kategori yaitu mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, ukuran
perusahaan dikelompokkan atas:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan
/atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Untuk kriteria
usaha mikro asset yang harus dimiliki maksimal Rp.
50.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini. Untuk kriteria usaha kecil
aset yang harus dimiliki Rp. 50.000.000,- sampai Rp.
500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar
dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Untuk kriteria
usaha menengah aset yang harus dimiliki Rp. 500.000.000,-
sampai Rp. 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan
oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah. Untuk
kriteria usaha besar asset yang harus dimiliki lebih dari
Rp.10.000.000.000,- .
Owusu-Ansah (2000) dan Sulistyo (2010) menemukan
bahwa ukuran perusahaan secara signifikan mempunyai hubungan
dengan ketepatan waktu pelaporan keuangan. Ukuran (proksi) yang
total aset. Bukti empiris ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
memiliki aset yang lebih besar melaporkan lebih cepat dibandingkan
dengan perusahaan yang memiliki aset yang lebih kecil. Mereka
berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki sumber daya (aset)
yang besar memiliki lebih banyak sumber informasi, lebih banyak
staf akuntansi dan sistem informasi yang lebih canggih, memiliki
sistem pengendalian intern yang kuat, adanya pengawasan dari
investor, regulator dan sorotan masyarakat, maka hal ini
memungkinkan perusahaan untuk melaporkan laporan keuangan
auditannya lebih cepat ke publik.
Dalam penelitian ini menggunakan total nilai aset untuk
mengukur ukuran perusahaan, karena berdasarkan definisi yang
dikemukakan oleh Prasetyantoko (2008: 257) adalah: “Aset total
dapat menggambarkan ukuran perusahaan, semakin besar aset
biasanya perusahaan tersebut makin besar”. Penggunaan logaritma
natural untuk mengukur total aset karena data yang tersedia pada
laporan keuangan perusahaan go public terlalu besar angkanya
(dalam miliaran). Oleh karena itu, untuk hasil yang lebih akurat dan
mempermudah peneliti dalam proses pengolahan data maka
digunakan logaritma natural untuk mengukur total aset.
2.1.5.3 Tingkat Leverage
Harahap (2011: 306) mengemukakan bahwa leverage
menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal
maupun aset. Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai
oleh hutang atau kreditur dengan kemampuan perusahaan yang
digambarkan oleh modal. Perusahaan yang baik seharusnya memiliki
komposisi modal yang lebih besar dari hutang, meskipun pendanaan
perusahaan yang diperoleh sebagian besar melalui hutang dapat
meningkatkan kinerja perusahaan karena perputaran uang
perusahaan lebih cepat.
Untuk mengukur tingkat leverage keuangan suatu
perusahaan, dapat digunakan Debt to Equity Ratio (DER) sebagai
alat ukur perbandingan antara tingkat hutang dengan tingkat modal
yang dimiliki perusahaan. Peneliti menggunakan rasio DER sebagai
proyeksi dari tingkat leverage karena DER lebih memberikan
informasi yang pasti bagi para investor. Semakin tinggi DER
mencerminkan semakin tinggi risiko perusahaan tidak dapat
melunasi seluruh kewajiban baik berupa pokok ataupun bunganya,
maka semakin tidak baik kondisi perusahaan tersebut. Sebaliknya,
semakin rendah DER perusahaan maka semakin baik kondisi
Berikut ini adalah rumus rasio Debt to Equity Ratio (DER)
(Harahap 2011: 303) :
DER = TotalKewajiban
TotalEkuitas x 100%
2.1.5.4 Kualitas Kantor Akuntan Publik (KAP)
Kantor Akuntan Publik (KAP) adalah badan usaha yang
memperoleh izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dalam hal pemberian jasa profesional untuk membantu perusahaan
dalam penyampaian laporan keuangannya kepada publik dengan
informasi yang akurat dan terpercaya. Oleh karena itu, perusahaan
perlu menggunakan jasa KAP yang memiliki reputasi atau kualitas
nama KAP yang baik untuk meningkatkan kredibilitas dari laporan
keuangan. KAP yang memiliki reputasi atau kualitas nama baik
biasanya adalah kantor akuntan publik nasional yang berafiliasi
dengan KAP besar yang berlaku secara universal yang dikenal
dengan Big Four Worldwide Accounting Firm (Big 4). Kategori
KAP the big four di Indonesia (Tuanakotta, 2007: 354-356):
1) KAP Price Waterhouse Coopers, yang berafiliasi dengan KAP Haryanto Sahari dan rekan.
2) KAP Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG), berafiliasi dengan KAP Sidharta, Sidharta & Widjaja.
3) KAP Ernest & Young (E&Y), yang berafiliasi dengan KAP Purwantono, Sarwoko & Sandjaja.
Pemilihan KAP yang besar dan kompeten dengan kualitas
yang baik akan dinilai lebih efisien dalam melakukan proses audit
dan akan menghasilkan informasi yang sesuai dengan kewajaran dari
laporan keuangan perusahaan. Selain itu, Kantor Akuntan Publik
(KAP) yang besar pastinya memiliki auditor-auditor yang handal dan
keterampilan yang lebih dibandingkan dengan Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang kecil sehingga dapat bekerja lebih cepat dan
tepat waktu. Dalam penelitian ini, kualitas KAP akan diukur dengan
menggunakan variabel dummy, KAP yang termasuk dalam kategori
berafiliasi dengan Big Four diberi kode 1 dan KAP yang tidak
termasuk kategori Big Four diberi kode 0.
2.1.5.5 Kompleksitas Operasi Perusahaan
Kompleksitas operasi perusahaan merupakan akibat dari
pembentukan departemen dan pembagian pekerjaan yang memiliki
ruang lingkup dengan jumlah unit yang berbeda. Ketergantungan
yang semakin kompleks terjadi apabila organisasi dengan berbagai
jenis atau jumlah pekerjaan dan unit menimbulkan masalah
manajerial dan organisasi yang lebih rumit (Martius, 2012: 12).
Menurut Che-Ahmad (2008) tingkat kompleksitas operasi
perusahaan bergantung pada jumlah anak perusahaan yang dimiliki
perusahaan mencerminkan bahwa perusahaan memiliki unit operasi
catatan yang menyertainya. Tingkat ini lebih cenderung
mempengaruhi waktu yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan
pekerjaan auditnya sehingga hal tersebut juga mempengaruhi waktu
dimana perusahaan pada akhirnya mengeluarkan laporan
keuangannya kepada publik. Apabila perusahaan memiliki anak
perusahaan, maka perusahaan akan mengkonsolidasikan laporan
keuangannya. Selanjutnya, auditor akan mengaudit laporan
konsolidasi perusahaan tersebut. Hal ini akan membuat ruang
lingkup audit semakin luas dan berdampak pada waktu yang
dibutuhkan oleh auditor dalam menyelesaikan laporan auditnya.
Dalam penelitian ini, untuk mengukur kompleksitas operasi
perusahaan dengan menggunakan variabel dummy, dimana kategori
1 untuk perusahaan yang memiliki anak perusahaan dan kategori 0
untuk perusahaan yang tidak memiliki anak perusahaan.
2.1.5.6 Likuiditas
Likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya
(kemampuan) perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya yang jatuh tempo secara tepat waktu. Pengertian lain
likuiditas adalah kemampuan seseorang atau perusahaan untuk
memenuhi kewajiban atau utang yang segera harus dibayar dengan
Likuiditas suatu perusahaan sering ditunjukkan oleh Rasio
Lancar (Current Ratio) yaitu membandingkan aktiva lancar dengan
kewajiban lancar. Rasio ini menunjukkan sejauh mana aktiva lancar
menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan
aktiva lancar dengan utang lancar semakin tinggi kemampuan
perusahaaan menutupi kewajiban jangka pendeknya.
Berikut ini adalah rumus rasio lancar (Current Ratio)
Harahap (2011: 301):
CR = AktivaLancar
HutangLancarx 100%
2.1.5.7 Umur Perusahaan
Penelitian Owusu dan Ansah (2000) dalam konteks
penelitiannya menyatakan bahwa ketepatan pelaporan keuangan oleh
sebuah perusahaan dipengaruhi oleh umur perusahaan
(perkembangan dan pertumbuhannya). Hipotesis ini didasarkan pada
teori kurva pembelajaran (learning curve theory). Teori tersebut
menyatakan bahwa pengurangan dalam waktu pelaporan akan terjadi
ketika jumlah laporan tahunan yang yang dihasilkan mengalami
peningkatan. Peningkatan jumlah laporan tahunan dapat terjadi
karena perusahaan yang lebih mapan dalam operasionalnya. Usia
perusahaan yang lebih tua serta yang sudah mapan akan lebih
informasi saat dibutuhkan karena sudah berpengalaman. Sebaliknya,
perusahaan yang baru berdiri, diperkirakan pengalaman kerjanya
masih kurang sehingga lebih lama dan kurang terampil dalam
penyampaian laporan keuangan secara akurat pada masyarakat
(Owusu dan Ansah, 2000).
Ukuran umur perusahaan pada penelitian ini menggunakan
jumlah tahun sejak melakukan listing di Bursa Efek Indonesia. Oleh
karena itu usia perusahaan juga akan menjadi indikator jangka waktu
terhadap penyelesaian laporan keuangan.
2.1.5.8 Auditor Switching
Perusahaan yang telah go public pada umumnya
memerlukan jasa auditor untuk memeriksa laporan keuangan
perusahaan untuk meningkatkan mutu laporan keuangan. Namun,
jasa auditor yang dibutuhkan terkadang perlu digantikan oleh
perusahaan tersebut disebabkan karena telah berakhirnya kontrak
yang telah disepakati antara kantor akuntan publik dan perusahaan
dan telah memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak kerja
tersebut untuk penugasan baru. Menurut Boynton dkk (2002: 271),
terdapat beberapa alasan pergantian auditor dalam penugasan baru,
yaitu:
1) Perusahaan klien merupakan merger antara beberapa perusahaan yang semula memiliki auditor masing-masing yang berbeda.
4) Keinginan untuk mengurangi biaya audit. 5) Merger antara kantor CPA.
Alasan lain yang juga mendorong adanya pergantian auditor
(auditor switching) adalah berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan No.17/PMK.01/2008 tanggal 5 Februari 2008, Bab II
Bagian Kedua tentang Pembatasan Masa Pemberian Jasa Pasal 3
yang isinya antara lain:
1) Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
2) Akuntan Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut.
3) Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah (satu) tahun buku tidak diberikan melalui KAP tersebut.
SA seksi 315 (2001: 315.1) menjelaskan bahwa komunikasi
antara auditor pendahulu dengan auditor pengganti memberikan
panduan bagi auditor tentang prosedur komunikasi antara auditor
pengganti dengan auditor pendahulu. Auditor pendahulu adalah
auditor yang telah mengundurkan diri atau diberitahu oleh klien
bahwa tugasnya telah berakhir dan tidak diperpanjang dengan
perikatan baru. Auditor pengganti adalah auditor yang telah
menerima suatu perikatan atau auditor yang diundang untuk
Menurut Febrianto (2009) mengemukakan bahwa
pergantian auditor yang dilakukan dengan secara sukarela dapat
dibedakan atas pihak mana yang menjadi fokus perhatian dalam bisa
dilakukan oleh pihak pemberi tugas (perusahaan) atau dapat juga
dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang mundur dalam
penugasan. Dalam auditor switching ini tentunya akan berakibat
dalam hal ketepatan waktu pelaporan keuangan perusahaan. Dengan
berbagai prosedur yang akan ditempuh oleh auditor pengganti, maka
akan memerlukan waktu yang lebih lama dalam penyelesaian tugas
auditnya, dikarenakan auditor pengganti harus berkomunikasi
mengenai kondisi perusahaan dengan auditor pendahulu. Hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya ketidaktepatan waktu laporan
keuangan perusahaan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.
Dalam penelitian ini pergantian auditor merupakan variabel dummy,
dimana apabila perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor
termasuk kategori 1, sedangkan apabila perusahaan melakukan
pergantian auditor maka termasuk kategori 0.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai ketepatan waktu (timeliness) pelaporan keuangan telah
dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti terdahulu yang menghasilkan
temuan yang bermacam-macam dengan berbagai variabel. Hal ini dapat dilihat
Tabel 2.1
Tinjauan Peneliti Terdahulu No. Nama
Analisis Hasil Penelitian
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
penting. Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan tinjauan
pustaka yang telah dikemukakan, kerangka konseptual dalam penelitian tercantum
dalam gambar 2.1
Informasi pada laporan keuangan harus tersedia untuk para pengguna
laporan keuangan dalam pengambilan keputusan sebelum informasi tersebut
kehilangan kesempatan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Oleh
karena itu, ketepatan waktu dalam penyampaian laporan keuangan auditan ke
Bapepam merupakan salah satu karakteristik kualitatif yang harus dipenuhi, agar
laporan keuangan yang disajikan relevan untuk pembuatan keputusan. Melalui
kerangka konseptual diatas ingin dilihat beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap ketepatan waktu (timeliness) pelaporan keuangan. Dalam penelitian ini,
yang merupakan variabel dependen adalah Ketepatan Waktu (timeliness)
Pelaporan Keuangan, sedangkan yang menjadi variabel independen adalah
Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Tingkat leverage, Kualitas KAP, Kompleksitas
Operasi Perusahaan, Likuiditas, Umur Perusahaan, dan Auditor Switching.
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Nasution (2000) (dalam Rochaety dkk, 2007: 31), bahwa hipotesis
adalah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan mengenai apa saja yang
sedang kita amati dalam usaha untuk memahaminya. Hipotesis merupakan
kebenaran sementara yang masih harus diuji, dimana suatu hipotesis selalu
dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau
lebih. Perumusan hipotesis dapat dikembangkan berdasarkan hubungan antara
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu (timeliness) Pelaporan
Keuangan adalah Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Tingkat leverage, Kualitas
KAP, Kompleksitas Operasi Perusahaan, Likuiditas, Umur Perusahaan, dan
1. Hubungan Profitabilitas dengan Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan. Dengan semakin besar rasio profitabilitas (ROA),
maka semakin baik pula kinerja perusahaan sehingga perusahaan akan
cenderung untuk memberikan informasi tersebut pada pihak lain yang
berkepentingan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang
memiliki profitabilitas tinggi maka laporan keuangan perusahaan tersebut
mengandung berita baik, dan perusahaan yang mengalami berita baik
cenderung menyerahkan laporan keuangannya secara tepat waktu. Hal ini juga
berlaku pada profitabilitas perusahaan yang rendah dimana hal ini
mengandung berita buruk, sehingga perusahaan tidak tepat waktu
menyerahkan laporan keuangannya. Seperti yang telah dikemukakan oleh
Sulistyo (2010) dan Prahesty (2011) bahwa profitabilitas berpengaruh
signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan. Berbeda dengan
hasil Owusu dan Ansah (2000), dan Maharani (2013) profitabilitas tidak
berpengaruh secara signifikan
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai
berikut:
H1: Profitabilitas berpengaruh terhadap ketepatan waktu (timeliness)
2. Hubungan Ukuran Perusahaan dengan Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Ukuran perusahaan pada penelitian ini diukur dari total aset yang dimiliki
oleh perusahaan. Total aset yang semakin besar berarti ukuran perusahaan
juga semakin besar. Perusahaan-perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih
besar biasanya mendapat pengawasan yang besar juga dari para investor,
kreditor, pemasok, pelanggan, pengawas permodalan pemerintah, dan
sebagainya. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar ukuran perusahaan
maka ketepatan waktu pelaporan keuangan akan semakin tinggi, karena pihak
manajemen menghadapi tekanan eksternal yang lebih besar untuk segera
menyampaikan laporan keuangannya yang telah diaudit. Sebaliknya, semakin
kecil ukuran perusahaan maka ketepatan waktu pelaporan keuangan juga akan
semakin rendah. Hal ini didukung oleh Owusu dan Ansah (2000) dan Sulistyo
(2010) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan
terhadap ketepatan waktu. Berbeda dengan hasil Situmorang (2010) dan
Maharani (2013) mendapatkan hasil bahwa ukuran perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2: Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap ketepatan waktu (timeliness)
3. Hubungan Tingkat Leverage dengan Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Tingkat leverage pada penelitian ini menggunakan rasio debt to equity
ratio (DER). Semakin tinggi debt to equity ratio (DER) mencerminkan
tingginya risiko keuangan atau resiko kegagalan perusahaan untuk
mengembalikan pinjaman, dan sebaliknya apabila debt to equity ratio rendah
maka risiko keuangan atau risiko kegagalan perusahaan untuk mengembalikan
pinjaman akan semakin rendah. Suatu perusahaan apabila memiliki risiko
perusahaan yang tinggi, mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut
mengalami kesulitan keuangan akibat hutang yang tinggi, sehingga
menimbulkan berita buruk (bad news) di mata publik. Pihak manajemen
perusahaan cenderung akan menunda penyampaian laporan keuangan yang
berisi berita buruk karena waktu yang ada akan digunakan untuk menekan
debt to equity ratio serendah-rendahnya. Berdasarkan alur pemikiran tersebut,
maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H3: Tingkat leverage berpengaruh terhadap ketepatan waktu (timeliness)
pelaporan keuangan.
4. Hubungan Kualitas Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Kualitas Kantor Akuntan Publik (KAP) menunjukkan besar kecilnya
perusahaan yang melakukan audit atas laporan keuangan perusahaan publik.
Kualitas Kantor Akuntan Publik (KAP) ditandai dengan apakah KAP tersebut
Big Four. Perusahaan yang menggunakan jasa dari KAP yang berafiliasi
dengan KAP The Big Four membutuhkan lebih sedikit waktu untuk
melakukan audit atas laporan keuangan karena jumlah orang yang melakukan
audit lebih banyak, sehingga pekerjaan audit bisa dilakukan dengan cepat dan
perusahaan akan menyampaikan laporan keuangannya dengan tepat waktu dan
sebaliknya. Hal ini didukung oleh Sulistyo (2010), dan Situmorang (2010)
menemukan ketepatan waktu (timeliness) pada KAP Big Four akan lebih
pendek dibandingkan dengan ketepatan waktu (timeliness) pada KAP kecil.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H4: Kualitas KAP (Kantor Akuntan Publik) berpengaruh terhadap ketepatan
waktu (timeliness) pelaporan keuangan.
5. Hubungan Kompleksitas Operasi Perusahaan dengan Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Kompleksitas operasi perusahaan merupakan salah satu tantangan bagi
auditor untuk memeriksa apakah perusahaan memiliki anak perusahaan atau
tidak. Tingkat kompleksitas operasi perusahaan yang bergantung pada jumlah
anak perusahaan yang dimiliki perusahaan mencerminkan bahwa perusahaan
memiliki unit operasi yang lebih banyak yang harus diperiksa dalam setiap
transaksi dan catatan yang menyertainya, sehingga mempengaruhi waktu yang
dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya. Hubungan
tersebut juga didukung oleh penelitian Ashton et.al (1987) (dalam
Owusu-Ansah, 2000) yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara
oleh Sulistyo (2010), mengemukakan bukti empiris bahwa kompleksitas
operasi perusahaan berpengaruh signifikan terhadap ketepatan waktu
pelaporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dapat
dirumuskan sebagai berikut:
H5: Kompleksitas Operasi Perusahaan berpengaruh terhadap ketepatan waktu
(timeliness) pelaporan keuangan.
6. Hubungan Likuiditas dengan Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Likuiditas mengacu pada ketersediaan sumber daya (kemampuan)
perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya sesuai dengan
tanggal jatuh tempo pembayaran. Semakin tinggi tingkat likuiditas pada suatu
perusahaan, menunjukkan bahwa perusahaan dapat segera mencairkan aktiva
yang tersedia untuk melunasi hutang ketika jatuh tempo. Hal ini merupakan
berita baik (good news) bagi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan
keputusan, sehingga perusahaan akan lebih tepat waktu dalam menyampaikan
laporan keuangannya. Sebaliknya, perusahaan yang mempunyai tingkat
likuiditas rendah menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mempunyai
kemampuan yang rendah untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan
ini merupakan berita buruk (bad news), maka perusahaan akan menunda
penyampaian laporan keuangannya. Hubungan ini didukung oleh penelitian
Hilmi dan Ali (2008) (dalam Prahesty, 2011) yang menemukan bahwa
keuangan. Akan tetapi, Situmorang (2010) menemukan tidak adanya
signifikan dari likuiditas terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H6: Likuiditas berpengaruh terhadap ketepatan waktu (timeliness) pelaporan
keuangan.
7. Hubungan Umur Perusahaan dengan Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Umur Perusahaan menjadi salah satu tolak ukur dalam perusahaan.
Perusahaan yang lebih tua cenderung lebih terampil dan kompeten dalam
proses pengumpulan sehingga dapat menghasilkan informasi ketika
diperlukan, karena perusahaan telah mempunyai pengalaman yang cukup. Hal
tersebut akan membuat perusahaan mampu menyajikan laporan keuangan
lebih tepat waktu. Semakin besar umur perusahaan, maka semakin kecil pula
keterlambatan penyelesaian penyajian laporan keuangan. Hal ini sejalan
dengan penelitian Owusu dan Ansah (2000) mengemukakan bahwa umur
perusahaan mempengaruhi kecepatan perusahaan dalam mengumumkan
pendapatan awal tahun, dan Prahesty (2011), mengemukakan bahwa umur
perusahaan berpengaruh signifikan pada ketepatan waktu pelaporan keuangan
perusahaan pada akhir tahun yang telah diaudit. Namun, berbeda dengan
Situmorang (2010) dan Maharani (2013), dimana umur perusahaan tidak
menunjukkan pengaruh signifikan terhadap ketepatan waktu pelaporan
keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis dapat dirumsukan
H7: Umur Perusahaan berpengaruh terhadap ketepatan waktu (timeliness)
pelaporan keuangan.
8. Hubungan Auditor Switching dengan Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Pergantian akuntan publik dilakukan karena telah berakhirnya kontrak
kerja yang disepakati antara Kantor Akuntan Publik (KAP) dengan pemberi
tugas dan telah memutuskan untuk tidak memperpanjang dengan penugasan
baru. Menurut Standar Auditing (PSA) No.16 (2001: 315.1) mensyaratkan
bahwa pergantian auditor terjadi adanya komunikasi baik lisan maupun tulisan
antara auditor pendahulu dengan auditor pengganti sebelum menerima
penugasan. Berbeda dengan penugasan pertama sebagai akibat adanya
pergantian auditor, pada penugasan ulang auditor memiliki akses pada semua
program yang digunakan pada periode yang lalu dan kertas kerja yang
berkaitan dengan program tersebut. Banyaknya prosedur yang ditempuh oleh
auditor pengganti dalam proses pengauditan memerlukan pengauditan yang
lebih lama dibandingkan jika auditor tersebut melanjutkan penerimaan
penugasan. Hal tersebut dapat mengakibatkan lamanya publikasi laporan
keuangan audit oleh auditor.
Berdasarkan alur pemikiran diatas, maka hipotesis yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
H8: Auditor Switching berpengaruh terhadap ketepatan waktu (timeliness)
9. Hubungan Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Tingkat Leverage, Kualitas Kantor Akuntan Publik (KAP), Kompleksitas Operasi Perusahaan, Likuiditas, Umur Perusahaan, dan Auditor Switching dengan Ketepatan Waktu (Timeliness) Pelaporan Keuangan
Menurut beberapa kesimpulan sementara yang telah disebutkan
sebelumnya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen,
maka peneliti mengasumsi bahwa secara simultan profitabilitas, ukuran
perusahaan, tingkat leverage, kualitas Kantor Akuntan Publik (KAP),
kompleksitas operasi perusahaan, likuiditas, umur perusahaan, dan auditor
switching berpengaruh signifikan terhadap ketepatan waktu (timeliness)
pelaporan keuangan pada perusahaan go public sektor industri barang
konsumsi.
Dari penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
H9: Profitabilitas, Ukuran Perusahaan, Tingkat Leverage, Kualitas Kantor
Akuntan Publik (KAP), Kompleksitas Operasi Perusahaan, Likuiditas, Umur
Perusahaan, dan Auditor Switching berpengaruh secara simultan terhadap