• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN TERHADAP PE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN TERHADAP PE"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL DI INDONESIA:

BUKTI DATA EMPIRIS PROPINSI TAHUN 2004-2010

(Role of the Education on Economics Growth in Indonesia:

Evidence of the Empirical Data Provinces)

Gatot Subroto

Peneliti pada Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Email: gatsu28@yahoo.com

Abstract

This research aims to: analyze the impact of elementary, secondary and tertiary level of education in the economic growth sectoral; compare the government’s spending on education, health and infrastructure in every sector of economic growth; formulate the alternatives of government policies for education in economic growth at national and sectoral level. Secondary data were gathered from BPS as results of SUSENAS, SAKERNAS, SENSUS and others that are form of pooled data are combinations of time series data (2004-2010) and cross section data of 33 provinces. The combinations of all the provinces during 7 years has yield to 231 records data. They had been analyzed using 2SLS (two stage least squares) with SIMLIN and SYSLIN procedure. The increase in spending of central and local government and the incoming investment will result in a bigger proportion of spending on economic activities. The increase government spending on health and infrastructures will also give stimulation of production development, which sends incentives to businesses in investing their capitals. The increase spending as a whole in any sectors (agricultures, industries and services) will push the development of respective sectors, which leads to employment opportunity. Thus, the government’s output will increase art local and national level.

Keywords: education, public expenditure, economic growth.

Abstrak

Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Menurut teori human capital, pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi manusia dengan menanamkan ilmu pengetahuan, keterampilan/keahlian, nilai, norma, sikap, dan perilaku yang berguna bagi manusia sehingga manusia tersebut dapat meningkatkan kapasitas belajar dan produktifnya. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis pengaruh jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi tenaga kerja dalam pertumbuhan ekonomi sektoral; 2) membandingkan pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi masing-masing sektor; serta 3) memformulasikan alternatif kebijakan Pemerintah bidang pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan sektoral. Data sekunder atau data publikasi yang berasal dari BPS hasil SUSENAS, SAKERNAS, SENSUS dan lain-lain berbentuk pooled data merupakan

gabungan antara data time series (2004-2010) dan cross section terdiri atas 33 propinsi. Gabungan

seluruh propinsi selama 7 tahun menghasilkan data sebanyak 231 record. Peningkatan pengeluaran pemerintah pusat dan daerah serta masuknya investasi akan mengakibatkan semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam berbagai kegiatan sektor ekonomi. Peningkatan pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dan infrastruktur ekonomi juga memberikan stimulasi perkembangan produksi serta menjadi insentif bagi para pengusaha untuk menanamkam modalnya. Peningkatan besaranya pengeluaran berbagai sektor (pertanian, industri, dan jasa) akan mendorong berkembangnya kegiatan sektor tersebut, sehingga terjadi penyerapan tenaga kerja. Akhirnya terjadi peningkatan ouput baik di daerah maupun nasional.

Keywords: education, public expenditure, economic growth.

(2)

-o-PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan rangkaian proses kegiatan perubahan yang lebih baik sebagai upaya peningkatan kondisi masyarakat ke arah lebih sejahtera. Samuelson dan Nordhaus (2004), menyatakan salah satu indikator makro keberhasilan pembangunan diantaranya terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah.

Faktor yang dapat mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi, antara lain kualitas sumberdaya manusia, sumberdaya alam, pembentukan modal, dan teknologi. Upaya pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi diantaranya melalui kebijakan pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa yang mendorong peningkatan permintaan produksi dalam perekonomian.

Penerapan otonomi daerah sejak tahun 2001 sampai sekarang pada dasarnya bertujuan untuk mengefisienkan segala kebijakan yang berkaitan tentang urusan daerah, dengan harapan agar kebijakan yang diambil dapat lebih tepat sasaran dan mampu menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi masing-masing daerah, sehingga mampu mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Salah satu tujuannya adalah untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat.

Senada dengan hal itu, salah satu indikator pembangunan yang dinyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah pencapaian pertumbuhan ekonomi 7 persen atau lebih pada tahun 2014. Program pengurangan angka kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja untuk mengurangi pengangguran harus berjalan efektif. Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas. Lebih lanjut, ditekankan pula masalah pembangunan inklusif dan berkeadilan antarsektor dan antardaerah (Pidato sidang kabinet paripurna pertama Jumat, 23/10/2009).

Marris 1982 (dalam Suryadi, 1999:231) dalam studinya di 66 negara berkembang menyimpulkan bahwa pendidikan bukan hanya kuat pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi juga diterangkan bahwa efek dari investasi bentuk lain (industri, pertanian, dan sebagainya) akan melemah jika tidak didukung oleh investasi pendidikan. Lau (1982) juga telah menemukan bahwa investasi dalam pengembangan bibit tanaman, irigasi, dan penggunaan pupuk ternyata lebih produktif dalam menghasilkan output tanaman oleh para petani yang berpendidikan SD dibandingkan dengan petani-petani yang tidak berpendidikan.

Easterlin 1981 (dalam Suryadi, 1999:231) mengkaji hubungan antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi di 25 negara terbesar penduduknya. Hasilnya adalah bahwa penyebaran pendayagunaan teknologi modern untuk pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada potensi, kapasitas, dan motivasi belajar masyarakat yang dikembangkan di dalam sistem pendidikan formal.

(3)

meningkatkan kapasitas belajar dan produktifnya. Dengan peningkatan kapasitas belajar dan kapasitas produktif, produktivitas seseorang akan meningkat sehingga akan mendongkrak pendapatan orang tersebut dan meningkatkan output berupa barang dan jasa bagi masyarakat, secara keseluruhan berarti pertumbuhan ekonomi akan naik.

Namun demikian, pentingnya peranan pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi tersebut mengisyaratkan sejumlah asumsi. Asumsi tersebut di antaranya adalah bahwa sistem pendidikan yang berlaku dapat menghasilkan output pendidikan, khususnya lulusan, yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja dan masyarakat, baik pengetahuan dan keterampilan maupun sikap dan perilakunya, baik jumlah, jenjang, maupun jenisnya. Di samping itu, sistem dan keadaan perekonomian yang ada dapat memanfaatkan dan mengomptimalkan potensi dan kapasitas keluaran pendidikan tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, muncul beberapa permasalahan atau pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) jenjang pendidikan (dasar/menengah/tinggi) yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional/propinsi/sektoral? (2) bagaimana peranan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional/propinsi/sektoral? dan (3) bagaimana alternatif kebijakan Pemerintah khususnya peranan pendidikan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional?

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis jenjang atau jenis pendidikan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan nasional/propinsi/sektoral, (2) mengidentifikasi peranan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional/propinsi/sektoral alternatif, dan (3) menganalisis kebijakan Pemerintah untuk memformulasikan peranan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional/propinsi/sektoral.

PERAN PENDIDIKAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI

Publikasi United Nations Development Programme (UNDP) tahun 1990-an dengan tegas menjelaskan betapa pentingnya pembangunan manusia (human development), manusia merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Disebutkan bahwa tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati usia panjang, badan sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. Hal ini tampaknya merupakan suatu kenyataan sederhana, meskipun seringkali terlupakan oleh kesibukan jangka pendek misalnya mengumpulkan harta dan uang.

Laporan tersebut juga menyatakan bahwa pembangunan manusia sebagai perluasan merupakan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice of people). Perluasan pilihan yang terpenting adalah keadaan yang menjadikan penduduk paling tidak memiliki beberapa hal; peluang berumur panjang dan sehat, pengetahuan dan keterampilan yang memadai, dan menikmati standar hidup layak. Pilihan-pilihan lainnya meliputi kebebasan politik, jaminan hak azasi manusia, dan menghormati diri sendiri.

(4)

Semakin jelas bahwa perluasan pilihan dimaksud berada pada tataran proses dan tataran hasil akhir pembangunan. Perluasan pilihan dalam tataran proses disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai pelaku pembangunan, sedangkan perluasan pilihan dalam tataran hasil akhir disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai penikmat pembangunan. Pembangunan manusia pada dasarnya adalah suatu upaya dalam rangka membangun kemampuan manusia, tidak perduli apakah mereka miskin atau kaya, melalui perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan keterampilan, sekaligus sebagai pemanfaatan (utilizing) kemampuan atau keterampilan mereka tersebut.

Konsep pembangunan manusia (Qureshi, 2010) seperti ini jauh lebih luas pengertiannya dibandingkan dengan konsep pembangunan ekonomi yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi (economic growth), kebutuhan dasar (basic needs), kesejahteraan masyarakat (social welfare), atau pengembangan sumberdaya manusia (human resource development).

Uraian-uraian di atas semakin memperkokoh paradigma pembangunan berpusat pada manusia (people centered development) yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan dan bukan hanya sebagai alat pembangunan. Untuk mewujudkan tujuan akhir pembangunan dimaksud, terdapat empat hal pokok yang harus diperhatikan sebagai komponen kunci pembangunan manusia, yaitu: pertama, produktivitas (productivity), mengandung makna bahwa manusia yang produktif akan mampu menghasilkan pendapatan bagi dirinya dan bagi keluarganya serta bagi bangsanya. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari model pembangunan manusia, dan merupakan variabel endogen yang akan berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia.

Kedua, keadilan (equality), mengandung makna bahwa manusia sebagai mahluk sosial harus memiliki kesempatan yang sama untuk hidup lebih baik. Praktik monopoli, seperti monopoli ekonomi dan monopoli politik, harus dihapuskan melalui pengaturan-pengaturan yang dilakukan secara demokratis. Semua orang boleh memilih apa yang terbaik bagi kehidupannya sepanjang tidak melanggar aturan main yang telah disepakati bersama secara konstitusional dan demokratis.

Ketiga, keberlanjutan (sustainability), mengandung makna bahwa sumberdaya yang tersedia dapat digunakan secara bijaksana untuk kepentingan manusia, baik generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang. Generasi masa kini harus sadar dan menjamin ketersediaan sumberdaya yang sama-sama diperlukan oleh generasi masa yang akan datang. Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui hanya digunakan secara hemat sambil menanamkan kewajiban bagi generasi sekarang untuk mencari alternatif sumberdaya substitusi dari sumberdaya yang dapat diperbaharui.

(5)

Meskipun demikian, ada studi yang menemukan hubungan yang lemah antara pendidikan dan pertumbuhan --Bils dan Klenow (2000); bahkan Prichett (2001) menemukan tidak hubungan sama sekali antara sekolah dan pertumbuhan ekonomi. Hubungan antara kualitas pendidikan dan pertumbuhan ekonomi yang teruji merupakan hasil karya Barro (1999), Hanushek dan Kimko (2000), Hanushek dan Kim (1995), Hanushek dan Woessmann (2007). Studi tersebut mengembangkan pengukuran kualitas tenaga kerja berdasarkan keterampilan kognitif dalam matematika dan ilmu pengetahuan, hal ini dianggap memiliki pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, Barro (1999) menggunakan data pada nilai ujian siswa internasional untuk mengukur kualitas sekolah, ditemukan hubungan positif antara kualitas pendidikan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih lanjut, pendidikan yang mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi, dalam perkembangannya pendidikan seyogyanya harus dipahami sebagai proses atau alat untuk mencapai tujuan utama manusia. Wujud peningkatan pendidikan pada umumnya akan terlihat dari perkembangan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hanya saja, perkembangan pendidikan dapat dipandang sebagai faktor paling utama dalam meningkatkan sektor-sektor lain, termasuk di dalamnya pertumbuhan ekonomi. Hubungan pendidikan dan ekonomi ini menjadi demikian erat, bahkan pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan (major determinant). Di luar itu, pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya. Meski hubungan pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi demikian kuat, tetapi harus diakui bahwa untuk menjelaskannya diperlukan sejumlah keterangan dan pengertian yang mendalam. Hal itu mengingat sifat hubungan tersebut yang kompleks.

Hubungan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi ini secara garis besar dapat dijelaskan melalui teori pertumbuhan ekonomi dan teori human kapital berikut ini.Semacam konsensus umum bahwa modal manusia merupakan faktor utama di balik pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Meskipun, pada tingkat makro, hasil empiris tidak selalu sesuai dengan pandangan ini. Untuk menjelaskan hal kesenjangan antara teori dan empiris, secara terfokus lebih telah diletakkan pada kesalahan pengukuran dan kualitas data. Hasil tulisan Van Leeuwen (2008), menggunakan perkiraan alternatif modal manusia, berdasarkan Judson (2002), menemukan bukti bahwa dua pandangan utama tentang peran modal manusia dalam pembangunan ekonomi oleh Lucas (1988) dan Romer (1990) dapat diterima secara berdampingan dan bukan berarti saling menolak satu sama lain.

Selanjutnya, dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen, Van Leeuwen (2008) menemukan bahwa di India dan Indonesia tingkat modal manusia adalah cointegrated dengan tingkat pendapatan agregat selama abad ke-20 secara keseluruhan, yang menegaskan teori Lucas (1988). Namun di Jepang, pendekatan Lucasian dapat diverifikasi hanya untuk paruh awal abad ini, sementara setelah 1950 ada kointegrasi antara tingkat pertumbuhan pendapatan agregat dan tingkat modal manusia, yang sejalan dengan pandangan Romer's.

(6)

kriminalitas, narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.

Mengingat investasi pendidikan merupakan investasi jangka panjang, maka pelaksanaan pembangunan pendidikan memerlukan semacam idiologi. Idiologi yang melandasi pembangunan selama ini yang digunakan, seperti diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu “...mencerdaskan kehidupan bangsa...” Oleh karena itu, perwujudan amanat tersebut lebih berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan. Disamping itu juga harus “...memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia...” dengan demikian arah pembangunan jangka penjang mencakup bukan hanya peningkatan mutu melainkan mencakup juga peningkatan taraf hidup masyarakat secara keseluruhan sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Para ekonom sepakat bahwa sumber daya manusia dari suatu bangsa --bukan hanya modal fisik atau sumber daya material-- merupakan faktor paling menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa bersangkutan (Todaro, 2009). Hal tersebut dengan kondisi mempunyai minimal dua syarat pokok, yaitu; a) adanya SDM yang cukup baik secara kuantitas maupun kualitasnya serta semangat kerja guna mengolah dan memanfaatkan sumberdaya lain dalam proses pembangunan, dan b) adanya pasar yang mendukung untuk menjual barang dan jasa yang dihasilkan dalam pembangunan.

Sebenarnya, kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja hampir dapat dipastikan bakal selalu mengalami kesenjangan. Hal demikian disebabkan oleh karena pendidikan dan masalah kerja memang dua hal yang memiliki ranah serta karakteristik berbeda. Di antara perbedaan yang mencolok dan selalu menciptakan gap adalah sifat pendidikan yang merupakan faktor demografis. Sementara lapangan kerja adalah faktor ekonomis (sebagian dari tujuan pendidikan).

Pendidikan memiliki tujuan yang meluas (akademik dan vokasional), sedang kerja adalah sebagian kecil dari tujuan itu. Tidak mengherankan kalau karakter dunia kerja bersifat spesifik sedangkan pendidikan bersifat umum (dalam arti mengikuti variasi lapangan kerja). Variasi jenis kerja sendiri teramat beragam dan dinamis sehingga tidak mungkin senantiasa diikuti pendidikan. Keterampilan kerjapun cenderung simply-aplicable (instant), sedang dalam pendidikan masih banyak nuansa teori sebab belum jelas akan diaplikasikan di mana.

Jika kesenjangan antara pendidikan dan kebutuhan kerja melebar, maka hal ini akan mengancam produktivitas individu dan selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan, sehingga yang harus dilakukan adalah upaya-upaya yang dapat mempersempit kesenjangan itu. Selain itu, pendidikan juga berupaya membangun kepribadian peserta didik dengan membekali sikap dan sifat yang menunjang kesuksesan dunia kerja.

(7)

argumennya dikembangkan oleh Becker, dan terakhir model itu dikembangkan oleh Lucas, yang diterapkan dan dikembangkan lagi salah satunya oleh McMahon.

Dalam model yang terakhir ini, produk domestik brutto (PDB) merupakan fungsi dari faktor-faktor produksi yang terdiri dari modal, tenaga kerja (baik kuantitas dan kualitas yang dapat diwakili oleh pendidikan), teknologi, dan kualitas masyarakat (yang dapat diwakili oleh pendidikannya). PDB akan meningkat atau pertumbuhan eknomi akan terjadi apabila faktor-faktor produksi ini meningkat. Dengan menggunakan data sekunder yang dibutuhkan dan menerapkan metode ekonometrika, dapat diketahui peranan masing-masing faktor produksi, termasuk faktor produksi yang berupa pendidikan (baik secara umum atau vokasi maupun per jenjang pendidikan) tenaga kerja dan masyarakat, terhadap pertumbuhan ekonomi.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian dan Sumber Data

Penggunaan data dalam pendekatan makro yaitu data sekunder atau data publikasi yang berasal dari BPS hasil SUSENAS, SAKERNAS, SENSUS dan lain-lain berbentuk pooled data yang merupakan gabungan antara data time series (2004-2010) dan cross section terdiri atas 33 propinsi. Mengingat masalah ketersediaan data, dalam penelitian ini mengasumsikan intersep dan slop tetap sepanjang waktu serta individu, perbedaan intersep dan slop dijelaskan oleh residual. Penelitian ini menggunakan teknik common effect dalam memberikan estimasi data panel, sehingga tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu. Diasumsikan bahwa perilaku data antar individu sama dalam berbagai kurun waktu. Gabungan seluruh propinsi selama (2004-2010) 7 tahun menghasilkan data sebanyak 231.

Kerangka Pemikiran

Selama empat belas tahun terakhir setelah reformasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi cukup baik, serta mampu mempertahankan berbagai tekanan ekonomi akibat krisis global. Bahkan dengan adanya bonus demografi dalam 30 tahun mendatang Indonesia berpotensi untuk menempati urutan lima besar dunia. Hal ini bukan berarti dapat terjadi dengan sendirinya, namun perlu adanya kerja keras dari berbagai komponen bangsa. Jika tidak, bonus demografi tersebut dapat menjadi ‘bencana’ dalam perkembangan Indonesia mendatang. Salah satunya bidang pendidikan merupakan bidang yang sangat strategis, sebagai pendorong dan mobilitas vertikal secara sosial, ekonomi, dan budaya setiap warga negara untuk lebih produktif.

Peranan pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara timbal balik. Peningkatan pendidikan secara menyeluruh merupakan perwujudan cita-cita dari Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut membawa akibat terjadinya penetapan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN. Secara konsekuensi logis anggaran tersebut tumbuh seiring dengan berkembangnya perekonomian nasional.

(8)

sektor tersebut, sehingga pada gilirannya akan terjadi penyerapan tenaga kerja yang mengakibatkan terjadinya peningkatan ouput baik daerah maupun nasional. Adam Smith menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh kapital (K) dan tenaga kerja (L) atau Q=f (K,L). Dimana pendidikan mempunyai peranan dalam meningkatkan kualitas para tenaga kerja untuk lebih produktif. Berdasarkan uraian tersebut dibuatlah kerangka pemikiran penelitian dalam gambar berikut.

Gambar: Kerangka pemikiran penelitian

Model Peran Pendidikan terhadap Pembangunan Perekonomian Indonesia

1. A. Penyerapan Tenaga Kerja berdasarkan jenjang pendidikan dasar dan sektor

JTKAPDit = a0 + a1*WAit + a2*APSPDit + a3*PDRBAit + a4*GEEDUit + a5*LJTKAPDit + a6*DOILit .... (1) JTKMPDit = b0 + b1*WMit + b2*APSPDit + b3*PDRBMit + b4*GEEDUit + b5*LJTKMPDit + b6*DOILit; .... (2) JTKSPDit = c0 + c1*WS it+ c2*APSPDit + c3*PDRBSit + c4*GEEDUit + c5*LJTKSPDit + c6*DOILit; .... (3) JTKPD it = JTKAPD it + JTKMPD it + JTKAPD it .... (4) Hipotesa/ Tanda yang diharapkan dari parameter: a1, b1, c1, a2, b2, c2, a3, b3, c3, a4, b4, c4, a5, b5, c5 > 0

1. B. Penyerapan Tenaga Kerja berdasarkan jenjang pendidikan menengah dan sektor

JTKAPMit = d0 + d1*WAit + d2*APSPMit + d3*PDRBA it + d4*GEEDU it + d5*LJTKAPM it + d6*DOIL it; .... (5) JTKMPMit = e0 + e1*WM it + e2*APSPM it + e3*PDRBM it + e4*GEEDU it + e5*LJTKMPM it + e6*DOIL it; .... (6) JTKSPMit = f0 + f1*WSit + f2*APSPM it + f3*PDRBS it + f4*GEEDU it + f5*LJTKSPM it + f6*DOILit; .... (7) JTKPM it = JTKAPM it + JTKMPM it + JTKAM it .... (8) Hipotesa/Tanda yang diharapkan dari parameter: d1, e1, f1, d2, e2, f2, d3, e3, f3, d4, e4, f4, d5, e5, f5 > 0

1. C. Penyerapan Tenaga Kerja berdasarkan jenjang pendidikan tinggi dan sektor

JTKAPTit = g0 + g1*WA it + g2*APSPTit + g3*PDRBA it + g4*GEEDU it + g5*LJTKAPT it + g6*DOIL it; .... (9) JTKMPTit = h0 + h1*WM it + h2*APSPT it + h3*PDRBM it + h4*GEEDU it + h5*LJTKMPT it + h6*DOIL it; .... (10) JTKSPTit = i0 + i1*WS it + i2*APSPT it + i3*PDRBS it + i4*GEEDU it + i5*LJTKSPT it + i6*DOIL it; .... (11) JTKPT it = JTKAPT it + JTKMPT it + JTKAPT it .... (12) Hipotesa/Tanda yang diharapkan dari parameter: g1, h1, i1, g2, h2, i2, g3, h3, i3, g4, h4, i4, g5, h5, i5 > 0

(9)

2. Produktivitas

PRODVAit = j0 + j1*JLPD it + j2*JLPM it + j3*JLPT it + j4*LPDRBA it + j5*PAD it + j6*DOIL it; .... (13) PRODVMit = k0 + k1*JLPD it + k2*JLPM it + k3*JLPT it + k4*LPDRBM it + k5*PAD it + k6*DOIL it; .... (14) PRODVSit = l0 + l1*JLPD it + l2*JLPM it + l3*JLPT it + l4*LPDRBS it + l5*PAD it + l6*DOIL it; .... (15) PRODV it = PRODVA it + PRODVM it + PRODVS it .... (16) Hipotesa/Tanda yang diharapkan dari parameter: j1, k1, l1, j2, k2, l2, j3, k3, l3, j4, k4, l4, > 0

3. Output / Pertumbuhan Ekonomi

PDRBAit = m0+m1*JTKAPDit +m2*JTKAPMit + m3*JTKAPTit +m4*LPDRBAit + m5*DPBit + m6*DOILit; .... (17) PDRBMit = n0+n1*JTKMPDit +n2*JTKMPM it + n3*JTKMPT it +n4*LPDRBM it + n5*DPB it + n6*DOIL it; .... (18) PDRBSit = o0+o1*JTKSPD it +o2*JTKSPMit + o3*JTKSPT it + o4*LPDRBS it + o5*DPB it + o6*DOIL it; .... (19) PDRB it = PDRBA it + PDRBM it + PDRBS it .... (20) Hipotesa/Tanda yang diharapkan dari parameter: m1, n1, o1, m2, n2, o2, m3, n3, o3, m4, n4, o4, > 0

4. Kesra (Pendidikan, Kesehatan, Kemiskinan)

RLSit = p0+p1*APSPDit +p2*APSPMit +p3*APSPTit +p4*GEEDUit +p5*LGEHEALit +p6*AHHit+p7*PDRBYit +p8*DPBit; .... (21)

BHit = q0+q1*PDRBYit +q2*IPMit +q3*POORit +q4*GEEDUit +q5*LGEHEAL it +q6*LBH it +q7*DPB it; .... (22) POORit = r0 + r1*PDRB it + r2*WAGE it + r3*PCAP it + r4*LPDRB it + r5*DPB it + r6*DOILit; .... (23) Hipotesa/Tanda yang diharapkan dari parameter: p1, q1, r1, p2, q2, r2, p3, q3, r3, p4, q4, r4, p5, q5, r5 > 0

5. Penerimaan

TAXit= s0 + s1*PDRB it + s2*GEINF it + s3*APSPD it + s4*APSPM it + s5*DPB it + s6*DOIL it; .... (24) NTAXit= t0 + t1*PDRB it + t2*IPM it + t3*POOR it + t4*DPB it + t5*DOIL it; .... (25) GTR it = TAX it + NTAX it .... (26) Hipotesa/Tanda yang diharapkan dari parameter: s1, t1, s2, t2, w2, s3, t3 > 0

6. Pengeluaran

GEEDUit = u0 + u1*PDRB it + u2*LGEEDU it + u3*APSPD it + u4*APSPM it + u5*DPB it + u6*DOIL it; .... (27) GEHEALit= v0 + v1*PDRB it + v2* LGEHEAL it + v3*POOR it + v4*DPB it + v5*DOIL it; .... (28) GEINFit = w0 + w1*PDRBY it + w2*LGEINF it + w3*DPB it + w4*DOIL it; .... (29) GE it = GEEDU it + GEHEAL it + GEINF it +GEOTH it .... (30) Hipotesa/Tanda yang diharapkan dari parameter: u1, v1, w1, u2, v2, w2, u3, v3, w3 > 0

Seluruh persamaan model dinyatakan over identified, sehingga dapat diestimasi parameter-parameternya. Estimasi menggunakan 2SLS (Two Stage Least Square). Validasi menggunakan kriteria statistik Root Mean Square Error (RMSE) dan Root Mean Square Percentage Error (RMSPE), dan Theil’s Inequality Coefficient (U-Theil’s).

Analisis simulasi diterapkan untuk periode 2004-2010, berikut justifikasi berdasarkan perkembangan realisasi pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur untuk propinsi selama periode tersebut. Simulasi dimaksud sebagai berikut: 1. Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dinaikkan 10%

2. Pengeluaran pemerintah bidang kesehatan dinaikkan 10% 3. Pengeluaran pemerintah bidang infrastruktur dinaikkan 10%.

4. Pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan dinaikkan 10% bersama.

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian

Tabel 1. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pertumbuhan Ekonomi Nasional Sektor Pertanian (PDRBA)

Variable ParameterEstimate Pr > |t| PendekE. Jk. PanjangE. Jk. Keterangan

Intercept 614277.9 0.4124

JTKAPD 2.496449 0.0005 ****) 0.2240 0.4331 TK Pertanian Dikdas

JTKAPM 2.545788 0.7963 **) 0.0244 0.0472 TK Pertanian Dikmen

JTKAPT 121.3742 0.0727 ***) 0.1090 0.2108 TK Pertanian Dikti

LPDRBA 0.482758 <.0001 ****) Lag PDRB Pertanian

DPB -6815500 <.0001 Dummy Propinsi Baru

DOIL 13594364 <.0001 Dummy Propinsi Minyak

F Value = 169.28 Pr>F = <.0001 DW= 1.375872 Adj R2= 0.81512 *) Nyata pada α >15%; **) α 10%; ***) α 5%; ****) α 1%;

Sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar pada perekonomian rata-rata nasional untuk setiap propinsi. Penyerapan tenaga kerja sektor ini mencapai 59.50 persen dari total serapan tenaga kerja seluruhanya pada tahun 2010. Semua peubah penjelas persamaan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian (PDRBA) menunjukkan pengaruh yang sesuai dengan teori ekonomi dan hipotesis yang diajukan.

Hasil pendugaan dari model diketahui bahwa persamaan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian sangat dipengaruhi variabel lag atau pertumbuhan ekonomi sektor pertanian tahun sebelumnya serta jumlah tenaga kerja sektor pertanian berpendidikan dasar (JTKAPD), jumlah tenaga kerja sektor pertanian berpendidikan menengah (JTKAPM) dan jumlah tenaga kerja sektor pertanian berpendidikan tinggi (JTKAPT). Pengaruh variabel lag yang signifikan menunjukan pola pertumbuhan ekonomi sektor pertanian tidak mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu. Hal tersebut juga menggambarkan bahwa distribusi pendapatan masyarakatnya juga tidak mengalami banyak perubahan atau relatif tetap.

Kenaikan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya. Kenaikan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian (PDRBA) sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah serapan JTKAPD sebanyak 2.496 orang, penyerapan JTKAPM 2.545 orang, dan penyerapan JTKAPT sebanyak 121.374 orang. Hasil pendugaan persamaan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian mempunyai derajat kepercayaan sebesar 81,5 persen, dengan tingkat kesalahan relatif kecil, yaitu kurang dari 1 persen. Artinya secara statistik pendugaan persamaan tersebut signifikan, meskipun masih ada variabel lain yang mempengaruhi perilaku pertumbuhan ekonomi sektor pertanian di luar penyerapan jumlah tenaga kerja menurut jenjang pendidikan dan petumbuhan ekonomi sektor pertanian periode tahun sebelumnya.

(11)

pekerja sangat rendah dan rentan terhadap pemutusan hubungan kerja, dan (2) permintaan tenaga kerja mempunyai sifat musiman pada sektor ini, dimana lapangan kerja umumnya hanya tersedia pada waktu tertentu atau musim tertentu.

Hasil tersebut searah dengan penelitian Sulistyowati (2011) dan Yanizar (2012). Temuannya menunjukan bahwa suplai tenaga kerja melimpah dan permintaan tenaga kerja bersifat musiman mengakibatkan terhadap tidak terbentuknya keseimbangan pasar kerja secara sempurna. Pekerja terpaksa menerima upah yang ditetapkan pengguna jasa tenaga kerja atau pekerja menjadi price taker.

Sedangkan untuk dummy propinsi baru (DPB) menunjukkan nilai koefisien yang negatif (-6815). Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam propinsi baru tersebut, manfaat pembangunannya masih belum dapat dirasakan. Sehingga masih memberatkan APBD dan memerlukan dukungan dari pusat atau propinsi yang lama.

Selanjutnya DPB juga belum berpengaruh terhadap sektor industri (tabel 2), sama mempunyai nilai koefisien negatif (-2145). Namun, untuk sektor jasa DPB sudah mempunyai peran positif (+). Hal itu, terlihat secara umum adanya pembangunan bandara dan perkantoran baru yang mengakibatkan terjadinya usaha bidang jasa seperti hotel, transportasi, persewaan dan lainnya meningkat.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri

Sektor industri merupakan aktivitas yang diharapkan berperan sebagai penampung peralihan tenaga kerja dalam proses transformasi struktur ekonomi dari sektor pertanian ke industri pengolahan. Ada tiga peubah penjelas yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi sektor industri (PDRBM) yaitu: (1) penyerapan tenaga kerja pada sektor industri berpendidikan menengah (JTKMPM), (2) penyerapan tenaga kerja pada sektor industri berpendidikan tinggi (JTKMPT), dan (3) pertumbuhan ekonomi sektor industri periode sebelumnya (LPDRBM) yang berpengaruh positif dan nyata.

Sedangkan untuk variabel penyerapan jumlah tenaga kerja sektor industri berpendidikan dasar (JTKMPD) bernilai negatif. Artinya, jika ada kenaikan pertumbuhan ekonomi sektor industri justru akan mengakibatkan penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja berpendidikan dasar. Untuk setiap kenaikan PDRBM 1 persen akan mengakibatkan penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja berpendidikan dasar sebanyak 59.236 orang. Sebaliknya semakin tinggi pendidikan semakin berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, untuk pendidikan menengah akan meningkat sebanyak 5.472 dan pendidikan tinggi meningkat sampai 602.932 orang.

(12)

Disamping Nanga (2006) menggunakan peubah upah rata-rata pekerja sebagai penjelas permintaan tenaga kerja pada sektor non pertanian.

Tabel 2. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pertumbuhan Ekonomi Nasional Sektor Industri (PDRBM)

Variable ParameterEstimate Pr > |t| PendekE. Jk. PanjangE. Jk. Keterangan

Intercept 169232.2 0.8191

JTKMPD -0.59236 0.8775 **) 0.0089 0.0139 TK Pertanian Dikdas

JTKMPM 5.472247 0.7721 **) 0.0328 0.0510 TK Pertanian Dikmen

JTKMPT 602.9326 <.0001 ****) 0.5590 0.8696 TK Pertanian Dikti

LPDRBM 0.357162 <.0001 ****) Lag PDRB Pertanian

DPB -2145093 0.2430 Dummy Propinsi Baru

DOIL 6665968 <.0001 Dummy Propinsi Minyak

F Value = 507.94 Pr>F = <.0001 DW= 0.888347 Adj R2= 0.92998 *) Nyata pada α > 15%; **) α 10%; ***) α 5%; ****) α 1%;

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Sektor Jasa

Pertumbuhan ekonomi di sektor jasa dipengaruhi secara positif dan nyata oleh (1) penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa berpendidikan menengah (JTKSPM), (2) penyerapan tenaga kerja pada sektor jasa berpendidikan tinggi (JTKSPT), dan (3) pertumbuhan ekonomi sektor jasa periode sebelumnya (LPDRBS) yang berpengaruh positif dan nyata tidak berbeda pada pertumbuhan ekonomi sektor industri sebelumnya. Temuan ini sekali lagi menunjukkan bahwa peningkatan output merupakan faktor penentu yang penting dalam upaya meningkatkan kesempatan kerja pada sektor jasa di setiap propinsi di Indonesia seperti halnya sektor industri. Upaya-upaya untuk mendorong pertumbuhan output akan tederivasi ke peningkatan permintaan input termasuk tenaga kerja.

Sedangkan untuk variabel penyerapan jumlah tenaga kerja sektor jasa berpendidikan dasar (JTKSPD) mempunyai negatif. Artinya, setiap ada kenaikan pertumbuhan ekonomi pada sektor jasa justru akan terjadi penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja berpendidikan dasar. Untuk kenaikan PDRBS sebesar 1 persen akan mengakibatkan penurunan jumlah penyerapan tenaga kerja berpendidikan dasar sebanyak 49.404 orang, sedangkan untuk penyerapan tenaga kerja pendidikan menengah meningkat sebanyak 113.428 dan pendidikan tinggi meningkat sebesar 91.006 orang.

(13)

Tabel 3. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pertumbuhan Ekonomi Nasional Sektor Jasa (PDRBS)

Variable Parameter

Estimate Pr > |t|

E. Jk. Pendek

E. Jk.

Panjang Keterangan

Intercept -1.137E7 <.0001

JTKSPD -49.4047 <.0001 ****) 1,3359 2,4598 TK Pertanian Dikdas

JTKSPM 113.4289 <.0001 ****) 1,7146 3,1571 TK Pertanian Dikmen

JTKSPT 91.00652 0.0676 ***) 0,6104 1,1238 TK Pertanian Dikti

LPDRBS 0.456900 <.0001 ****) Lag PDRB Pertanian

DPB 9609849 0.0080 Dummy Propinsi Baru

DOIL -4993542 0.0990 Dummy Propinsi Minyak

F Value = 301.49 Pr>F = <.0001 DW= 1.141947 Adj R2= 0.88730

*) Nyata pada α >15%; **) α 10%; ***) α 5%; ****) α 1%;

Dampak Alokasi Pengeluaran Pembangunan Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Simulasi 1 yaitu peningkatan pengeluaran bidang pendidikan sebesar 10%, akibatnya terjadi peningkatan pada PDRB sektor pertanian dan sektor lainnya masing-masing sebesar 0.19; 0.2; dan 0.2 persen sehingga mengakibatkan meningkatnya PDRB perKapita sebesar 0.2 persen dan meningkatkan rerata lama sekolah 0.04 persen, buta huruf 0.17 persen, dan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0.18 persen.

Untuk simulasi 2 yaitu peningkatan pengeluaran bidang kesehatan sebesar 10%, terjadi peningkatan pada PDRB sektor pertanian dan sektor lainnya masing-masing sebesar 0.14; 0.03; dan 0.01 persen sehingga mengakibatkan meningkatnya PDRB perKapita sebesar 0.03 persen dan meningkatkan rerata lama sekolah 0.05 persen, buta huruf 0.01 persen, dan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0.26 persen.

Melalui simulasi 3 yaitu peningkatan pengeluaran bidang infrastruktur sebesar 10%, hanya terjadi pada peningkatan pada PDRB sektor pertanian sebesar 0.05, namun tidak mengakibatkan peningkatan PDRB perKapita. Namun masih meningkatkan buta huruf 0.08 persen, dan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0.18 persen.

Tabel 4. Hasil Simulasi Dampak Alokasi Pengeluaran Pembangunan Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional Peubah endogen Nilai Dasar S1=Δ (%) S2=Δ (%) S3=Δ (%) S4=Δ (%) S5=Δ (%)

PDRBA 105560000 0.19 0.14 0.05 0.33 0.38

PDRBM 332100000 0.20 0.03 - 0.23 0.23

PDRBS 451300000 0.20 0.01 - 0.21 0.21

PDRB 888950000 0.20 0.03 - 0.23 0.23

RLS 9.4061 0.04 0.05 - 0.09 0.09

BH 51.036 0.17 0.01 0.08 0.18 0.26

POOR -228.4 0.18 0.26 0.18 0.44 0.61

Sumber: Data Diolah

(14)

masing-masing sebesar 0.19 dan 0.2 persen sehingga mengakibatkan meningkatnya PDRB perKapita sebesar 0.2 persen dan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0.18 persen. Untuk simulasi 5, tidak jauh berbeda dengan simulasi 4, karena penambahan pengeluaran pemerintah bidang infrastruktur relatif sedikit berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga tidak jauh berbeda dengan simulasi yang ke empat.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Jenjang pendidikan:

a) Tenaga kerja berpendidikan dasar signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, namun negatif untuk sektor industri dan jasa.

b) Tenaga kerja berpendidikan menengah signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi semua sektor, baik pertanian, industri, dan jasa.

c) Tenaga kerja berpendidikan tinggi juga signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi semua sektor, baik pertanian, industri, dan jasa.

Hal tersebut menegaskan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan semakin mempunyai kontribusi terhadap pembangunan ekonomi secara sektoral.

Peranan pendidikan:

a) Dalam sektor pertanian, pendidikan dasar mempunyai peranan yang positif. Mempunyai elastisitas paling tinggi atau inelastis, maka berapapun upah yang ditawarkan akan diterima dari pada sektor lain. Sedangkan pendidikan menengah mempunyai elastisitas terkecil, sehingga tenaga kerja berpendidikan menengah lebih besar peluangnya untuk bekerja di sektor pertanian. Namun, untuk tenaga kerja berpendidikan tinggi, masih sangat terbuka dengan pengembangan sektor pertanian yang modern untuk dapat lebih banyak menampung tenaga kerja pada jenjang ini.

b) Sektor industri, menunjukkan semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar elastisitasnya . Jadi dalam sektor ini secara nyata semakin tinggi pendidikan akan lebih mempunyai peluang untuk berperanan lebih dalam bekerja.

c) Sedangkan sektor jasa, jenjang pendidikan tinggi mempunyai elastisitas 0.6104. Secara nyata jenjang pendidikan tinggi paling dapat diterima dalam sektor ini, meskipun dalam praktiknya jenjang pendidikan menengah masih merupakan tenaga kerja yang paling fleksibel untuk bekerja dalam sektor tersebut.

Alternatif kebijakan pendidikan:

a) Pendidikan dasar relatif sulit untuk bisa diterima bekerja pada sektor industri dan jasa, jika ada masih merupakan bagian pendukung dalam sektor tersebut, misalnya sebagai cleaning service, jasa pengiriman, jasa transportasi, dan sejenisnya.

b) Pendidikan menengah sudah mampu untuk diterima bekerja dalam berbagi sektor, meskipun masih harus tetap untuk dikembangkan pendidikan dan pelatihan guna peningkatan keterampilan para pencari kerja dalam sekot tersebut.

(15)

pengembangan ke arah yang lebih modern. Sehingga tenaga kerja berpendidikan tinggi lebih banyak ditampung.

Saran

a) Kebijakan wajib belajar 9 tahun segera dituntaskan bahkan dengan meningkatkan sampai jenjang pendidikan menengah, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa propinsi. Disamping pemerintah juga harus lebih menekan jumlah peserta didik yang harus DO, misalnya melalui peningkatan bantuan beasiswa dan sejenisnya. Diupayakan melalui penambahan ketrampilan atau vokasi sebelum memasuki dunia kerja atau setelah lulus pendidikan, sehingga lebih leluasa untuk diterima bekerja.

b) Pemerintah daerah perlu meningkatkan pembangunan sektor pertanian yang lebih modern, baik sebelum maupun setelah panen, sehingga dimungkinkan tenaga kerja berpendidikan tinggi lebih banyak dapat tertampung dan berkembang di daerah-daerah. c) Pengeluaran bidang Pendidikan mempengaruhi perekonomian dibandingkan dengan

bidang kesehatan dan infrastruktur. Maka, dalam jangka pendek pembangunan pendidikan di perlu mendapatkan alokasi anggaran secara proporsional sebesar 20% dari APBD untuk seluruh propinsi. Sehingga terjadi percepatan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

d) Terkait dengan pembiayaan untuk bidang pendidikan, masyarakat atau rumah tangga sebagai unit mikro yang juga ikut berperan aktif, harus terus dimotivasi agar paradigma yang menganggap pendidikan sebagai “biaya” akan beralih menjadi bentuk “investasi”. Selanjutnya pemerintah harus bisa memberikan jaminan agar investasi pendidikan benar-benar bisa dimanfaatkan melalui pembenahan struktur ketenagakerjaan, sosial, dan ekonomi.

-o-DAFTAR PUSTAKA

Barro, R. 1989a. Economic Growth in a Cross-Section of Countries, National Bureau of Economic Research Working Paper No. 3120, Cambridge. MA. Reprinted in Quaterly Journal of Economics, 106, May 1991, 407-433.

________. 1989b. A Cross-Country Study of Growth, Savings, and Government Spending, NBER Working Paper No. 2885, Cambridge. MA.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2010. Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2010-2014. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta.

Bahl R. 1999. Implementation Rules for Fiscal Decentralization. International Studies Program

School of Policy Studies Georgia State University, Atlanta.

Barro Robert J. 1989a. Economic Growth in a Cross-Section of Countries. National Bureau of

Economic Research Working Paper No. 3120, Cambridge. MA. Reprinted in

QuaterlyJournal of Economics, 106, May 1991, 407-433.

__________ 1989b. A Cross-Country Study of Growth, Savings, and Government Spending. NBER

(16)

__________ 1990. Government Spending in a Simple Model of Endogeneous Growth. The Journal of Political Economy, Vol 98, No.5 Part 2: The Problem of Development: A Conference of the Institute for the Study of Free Enterprise System (Oct, 1990), hal.103-125.

__________ 1999. Inequality, Growth and Investment, National Bureau of Economic

Research. Working Paper No. 73038, JEL No. 0413.

Availabel:http://www.nbr.org/paper/w708.

Barro R, Sala-i-Martin X. 1992. Convergence. Journal of Political Economy, 100, April, hal. 223-251.

Birowo T. 2011. Relationship Between Government Expenditure and Poverty Rate in Indonesia.

Comparison of Budget Classifications Before and After Budget Management Reform in

2004. Research Report Presented to Professor Nader Ghotbi in Partial Fulfillment of the

Degree of Master of Science in International Cooperation Policy. Graduate School of Asia Pacific Studies Ritsumeikanasia Pacific University, Japan.

Chenery Hollis B, Syrquin M. 1975. Patterns of Development, 1950-1970; London, Oxford

University Press.

Chenery Hollis B, Robinson S, Syrquin M. 1986. Industrialization and Growth: A Comparative Study.

Washington, World Bank.

Cooray A.V. 2009. The Role of Education In Economic Growth, Proceedings of the 2009. Australian

Conference of Economists (pp. 1-27). Adelaide, Australia: South Australian Branch of the

Economic Society of Australia. http://ro.uow.edu.au/commpapers/694

Denberg H.V. 2001, Economic Growth And Development. New York: The McGrow-Hill Companies,

Inc.

Firdaus M. dan Irawan T. 2009. Module: Panel Data Analysis, Workshop IRSA Institute, Bogor.

Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time series. IPB Press, Bogor.

Gary S.B. 1993. Human Capital, The University of Chicago Press, Chicago.

Ghozali A. 2000. Pendidikan: Antara Investasi Manusia dan Alat Diskriminasi. Jurnal Pendidikan dan

Kebudayaan edisi Mei 2000, Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan

Nasional.

Kementerian Pendidikan Nasional. 2009. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional

2010-2014, Jakarta.

Koutsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics, Second Edition, The MacMillan Press Limited,

London.

Lucas Robert E. Jr. 1988. “On the Mechanics of Economic Development”, Journal of Monetary,

Economics,Vol. 22, July 1988, hal. 3--42.

Mankiw N.G, Romer D. and Weil D.N. 1992. A Contribution to the Empirics of Economic Growth,

Quaterly Journal of Economics Vol.107, hal. 407-437.

Mankiw N. Gregory. 2006. Makroekonomi, terjemahan (Macroeconomics) Edisi Keenam, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

McMahon Walter W. 2002. Education and Development Measuring the Social Benefits, New York:

Oxford University.

Nanga, M., 2006, Dampak Transfer Fiskal Terhadap Kemiskinan di Indonesia: Suatu Analisis Simulasi Kebijakan, Disertasi Doktor, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(17)

Psacharropulus, George., 1987, Economics of Education: Reseacrh and Studies, Pergamon Books Ltd.

Qureshi M.N. 2010. Evolution of Human Development Approach by Cutting the Heart of Economic

Growth Approach - Brief Review of Literature. European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences - Isue 23-2010 : 8 - 18.

Romer, M., 1987, Growth Based on Increasing Returns Due to Specialization, American Economic Review, Papers and Proc. 77, 56-62.

__________ ., 1990, Endogenous Technological Change, Journal of Political Economy, Vol. 98, S71-S102.

Samuelson Paul A, William D. Nordhaus. 1993, Makro Ekonomi, Erlangga, Jakarta.

Sitepu, Rasidin K., dan Sinaga, Bonar M., (tanpa tahun), Dampak Investasi Sumber daya Manusia terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia: Pendekatan Model

Computable General Equilibrium (The Impact of Human Capital Investment on Economic Growth and Poverty in Indonesia: CGE Model Approach), Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, IPB Bogor.

Solow, Robert M., 1988, Growth Theory an Exposition, New York: Oxford University Press, Inc.

Subroto Gatot. 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Sumber Daya Manusia, Jurnal Ilmiah

Kajian, Depdiknas Jakarta, No. 009/III/ Juni/1997, hal 59-68.

__________ 2000. Pendidikan sebagai Investasi Pemerintah dan Masyarakat, Prespektif Humaniora,

Jakarta, No. 017 Tahun V September 2000.

Sulistyowati, N., 2011, Dampak Investasi Sumberdaya Manusia Terhadap Perekonomian dan

Kesejahteraan Masyarakat di Jawa Tengah, Disertasi Doktor, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suryadi, Ace., 1999, Pendidikan, Investasi, SDM, dan Pembangunan , Balai Pustaka, Jakarta.

UNDP. 2008. Human Development Report 2008. United Nations Development Program, New York.

Van Leeuwen B. 2007. Human Capital and Economic Growth in India, Indonesia, and Japan: A

quantitative analysis, 1890-2000, Thesis, Utrecht University: Utrecht.

__________ 2008. Human Capital and Economic Ggrowth in Asia 1890–2000: A time-series

analysis,Asian Economic Journal, Volume: 22, Issues 3 September 2008, hal: 225-240. Yannizar., 2012, Dampak Alokasi Pengeluaran Dana Pembangunan Pemerintah Daerah Dan Investasi

Swasta Terhadap Produk Domestik Regional Bruto dan Kemiskinan Propinsi Jambi, Disertasi Doktor, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gambar

Tabel 1. Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pertumbuhan Ekonomi Nasional Sektor Pertanian (PDRBA)
Tabel 2.Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pertumbuhan Ekonomi Nasional Sektor Industri (PDRBM)
Tabel 3.Hasil Estimasi Parameter Persamaan Pertumbuhan Ekonomi Nasional Sektor Jasa (PDRBS)

Referensi

Dokumen terkait

8 Dengan peran penting investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, ada pertanyaan yang layak diajukan tentang: sejauh mana investasi sektor kehutanan dan perkebunan di

Pendidikan merupakan suatu bentuk investasi nasional untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam pertumbuhan ekonomi modern,

Pendidikan memainkan peranan penting dalam usaha membangunkan modal insan yang mempunyai jati diri yang kukuh, berketerampilan, berkeperibadian mulia , berpengetahuan dan

Pertumbuhan indeks pembangunan manusia (IPM), tenaga kerja, dan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah adalah variabel IPM sebesar 0,5052&gt;0,10 jadi

Salah satu upaya peningkatan mutu sumber daya manusia dapat dilakukan dengan meningkatkan mutu pendidikan, karena pendidikan adalah human invesment yang merupakan

Oleh karena itu, pendidikan agama Hindu pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk membina pertumbuhan jiwa manusia dengan menanamkan ajaran- ajaran agama Hindu

Teori tersebut menitikberatkan pada peranan tabungan dan investasi yang sangat menentukan dalam pertumbuhan ekonomi daerah (Lincoln Arsyad :1997). Asumsi yang digunakan dalam

Maka dari itu, menjadi hal yang sangat penting untuk memperhatikan sektor pendidikan dalam membangun ekonomi daerah investasi dalam pembinaan sumber daya manusia juga dapat