IMPROVING TEACHING LEARNING PROCESS
THROUGH THE CONTEXTUAL LEARNING STRATEGY
KHAIRUL IKSAN STAI Al-Khairat, Pamekasan Email: khairul.iksan123@email.com
Abstract
The teaching and learning process will increase in terms of students' activeness, creativity and pleasure, because in contextual learning the teacher seeks to bring the real world into the classroom and encourages students to make connections between their knowledge and application in their daily lives. While students acquire knowledge and skills from a limited context, bit by bit, and from the process of constructing itself, as a provision to solve problems in his life as a member of society
Keywords: Learning-teaching, learning, contextual learning
Abstrak
Proses belajar mengajar akan mengalami peningkatan dari sisi keaktifan, kreatifitas dan kesenangan siswa, karena dalam pembelajaran kontekstual guru berusaha menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.
Pendahuluan
Pendidikan merupakan masalah yang komplek, antara lain ia mencakup soal
kurikulum, para guru, keadaan masyarakat dan kiranya juga soal politik. Walaupun
kurikulumnya baik, tetapi jika korps guru kurang kemampuannya dalam menyampaikan
ilmu kepada anak didiknya,maka kurikulum yang baik itu tidak banyak manfaatnya.
Bila kurikulumnya baik para gurupun bermutu, namun jika para murid pada umumnya
bersifat santai, malas belajar dan tidak disiplin, maka kedua faktor yang terdahulupun
tidak akan banyak manfaatnya. Dan mendangkalnya mutu pendidikan sekarang ini
kiranya juga merupakan akibat dari politik Pemerintah yang berupa pemerataan
pendidikan yang lebih mengutamakan memperbanyak materi pelajaran daripada
menghidupkan kemampuan (kompetensi) anak didik.
Alhamdulillah saat ini Pemerintah sudah memandang tiba saatnya untuk
memperbaiki mutu pendidikan, misalnya dengan mengadakan berbagai macam
workshop kepada para guru dari semua tingkatan perguruan. Pemerintahpun
merencanakan memperbaiki penghasilan para guru di tahun depan atau pada masa-masa
yang akan datang,sebagaimana yang disebutkan dalam UU tentang Standar Pendidikan
Nasional dan UU tentang Guru. Hal ini penting sekali, karena bagaimana mungkin para
guru dapat mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya kepada tugas-tugasnya
bilamana mereka terus dirongrong oleh beban hidup yang berat.
Tetapi tindakan perbaikan dari pemerintah saja tidak cukup. Semua wajib
membantu usaha-usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan para guru dari
semua tingkatan perguruan, antara lain wajib bekerja penuh dedikasi, berdisiplin dan
senantiasa meningkatkan pengetahuannya, sedangkan para orang tua wajib membantu
dalam menegakkan disiplin belajar dan perilaku putra-putrinya.
Sekolah Dasar yang merupakan pendidikan awal dan menjadi dasar dari segala
pendidikan yang ada diatasnya, diperlukan pendidikan yang profesional, sehingga murid
betul-betul bisa melanjutkan pendidikannya kepada pendidikan yang ada di atasnya.
Selain iu Sekolah Dasar juga mempersiapkan anak didiknya agar dapat terjun dalam
masyarakat dan dapat mengembangkan sikap belajar sesuai dengan prinsip-prinsip
pendidikan seumur hidup ( Way of life education ). Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005
Reformasi pendidikan meliputi hal-hal berikut : Pertama ; penyelenggaraan
pendidikan dinyatakan sebagai suatu proses pembudayaan dan perberdayaan peserta
didik yang berlangsung sepanjang hayat , dimana dalam proses tersebut harus ada
pendidik yang memberikan keteladanan dan mampu membangun kemauan, serta
mengembangkan potensi dan kreatifitas peserta didik. Prinsip tersebut menyebabkan
adanya pergeseran paradigma proses pendidikan, dari paradigma pengajaran ke
paradigma pembelajaran. Paradigma pengajaran yang lebih menitikberatkan peran
pendidik dalam mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didiknya bergeser
pada paradigma pembelajaran yang memberikan peran lebih banyak kepada peserta
didik untuk mengembangkan potensi dan kreatifitas dirinya dalam rangka membentuk
manusia yang memiliki kekuatan spiritual keagamaan, berahlak mulia, berkepribadian,
memiliki kecerdasan, memiliki estetika, sehat jasmani dan rohani, serta keterampilan
yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Meskipun demikian, pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional
telah banyak berusaha mengatasi permasalahan pendidikan yang dihadapinya terutama
masalah relevansi dan kualitas pendidikan pada berbagai tingkat dan jenis pendidikan.
Upaya tersebut antara lain berupa pembaharuan kurikulum dan metodologi pengajaran,
pengadaan buku pelajaran dan buku bacaan berkualitas, peyelenggaraan berbagai
penataran / pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, pengadaan alat peraga,
peningkatan manajemen sekolah, pemberian block-grant kepada sebagian sekolah, dan
berbagai macam bantuan lainnya. Cukup banyak usaha yang telah dilakukan
pemerintah, akan tetapi dampaknya terhadap kualitas proses dan hasil belajar siswa
belum optimal. Hal inilah yang membuat pemerintah terus berusaha mencari solusi yang
terbaik untuk memecahkan masalah pendidikan tersebut. Salah satu wujud upaya
tersebut yaitu berupa pengembangan kurikulum, model-model pembelajaran dan
pendekatan atau strategi pembelajaran.
Persoalan mendasar yang hingga kini masih sangat dilematis dan kerap dihadapi
Guru Sekolah Dasar (SD) di dalam proses belajar mengajar, adalah membangun suasana
pembelajaran yang aktif-partisipatif ,yang mampu melibatkan siswa dalam interaksi
dialogis dan berkualitas dengan guru, dan atau antar siswa. Akibatnya , iklim kelas
pembelajaranpun kurang menarik, menyenangkan, dan membetahkan bagi siswa. Siswa
berinteraksi dengan guru. Persoalan tersebut juga dihadapi oleh para Guru di SD Negeri
segugus IV Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.
Dari beberapa kali pengamatan ditemukan fakta bahwa pada setiap proses
belajar mengajar, siswa cenderung pasif, kurang menunjukkan gairah,minat, dan
antusiasme untuk belajar. Ada indikasi munculnya kejenuhan dan kebosanan pada diri
siswa untuk belajar . Interaksi memang kadang terjadi, sejauh karena diminta atau
ditunjuk oleh Guru. Dalam suatu kesempatan proses belajar mengajar penulis mencoba
berinteraksi dengan para siswa di dalam suatu dialog kelas, dengan mengajukan
pertanyaan kepada kelas secara keseluruhan, dengan harapan sedikitnya ada satu dua
orang siswa untuk menjawab. Akan tetapi, ternyata tak seorang siswapun yang tampak
berupaya untuk merespon pertanyaan kami.
Fenomena ini, telah dirasakan berlangsung lama. Untuk mengubah siswa agar
mau berpartisipasi-aktif dalam pembelajaran dirasakan sangat sulit. Untuk itu harus ada
usaha berkonsultasi dengan orang-orang yang dianggap memiliki kompetensi dalam
berbagai pendekatan dan atau strategi pembelajaran atau membaca berbagai buku atau
VCD yang berisi penemuan baru tentang pendekatan dan atau strategi pembelajaran.
Akhirnya penulis temukan sebuah buku dan CD tentang pendekatan dan atau
srategi tentang pembelajaran kontekstual. Setelah membaca penjelasan yang terdapat
dalam buku tersebut, penulis berharap inilah pendekatan yang akan mampu
membangun kreatifitas murid agar dapat menjadi pembelajar yang aktif-partisipatif.
Bertitik tolak dari harapan tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis sebuah karya
tulis dengan mengambil judul “Peningkatan Proses belajar mengajar Melalui Strategi
Pembelajaran Kontekstual “
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :
“ Mungkinkah Proses belajar mengajar bisa ditingkatkan Melalui Strategi
Pembelajaran Kontekstual ?
Konsep Belajar Dan Pembelajaran
Makna Belajar Dan Mengajar
Belajar dan mengajar adalah dua aktivitas yang hampir tidak dapat dipisahkan
satu dari yang lainnya, terutama dalam prakteknya di sekolah-sekolah. Bahkan apabila
belajar-mengajar akan segera terjadi. Sehubungan dengan hal ini ada baiknya kedua istilah
tersebut untuk dibahas.
Belajar
Kita masih ingat bahwa “belajar” pernah dipandang sebagai proses penambahan
pengetahuan. Bahkan pandangan ini mungkin hingga sekarang masih berlaku bagi
sebagian orang di negeri ini. Akibatnya, “mengajar” pun dipandang sebagai proses
penyampaian pengetahuan atau keterampilan dari seorang guru kepada siswanya.
Pandangan semacam itu tidak terlalu salah, akan tetapi masih sangat parsial,
terlalu sempit, dan menjadikan siswa sebagai individu-individu yang pasif. Oleh sebab
itu, pandangan tersebut perlu diletakkan pada perspektif yang lebih wajar sehingga
ruang lingkup substansi belajar tidak hanya mencakup pengetahuan, tetapi juga
keterampilan, nilai dan sikap.
Sebagai landasan pembahasan mengenai apa yang dimaksud dengan belajar,
berikut ini kami kemukakan beberapa definisi belajar yang dikemukakan oleh
Drs.M.Ngalim Purwanto.MP (1990).
a) Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975). “Belajar
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi
tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam
situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat
seseorang ( misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya ).”
b) Gagne, dalam buku The conditions of Learning (1977). “ Belajar terjadi apabila
suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa
sedemikian rupa sehingga perbuatannya ( performance-nya) berubah dari waktu
sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
c) Morgan, dalam buku Introduction to Psychology (1978). “ Belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
hasil dari latihan atau pengalaman.”
d) Witherington,dalam buku Educational Psychology. “ Belajar adalah suatu
daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu
pengertian.”
Dari definsi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat dikemukakan adanya beberapa
elemen yang penting yang merincikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :
Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman : dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau
kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan
yang terjadi pada diri seorang bayi.
Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lam
periode waktu itu berlangsung sulit dtentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu
hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung
berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus
mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh
motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan seseorang,
yang biasanya hanya berlangsung sementara.
Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: Perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah / berfikir, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, ataupun sikap.
Mengajar
Pada uraian di atas telah dikemukakan bahwa istilah belajar pernah dipandang
sebagai proses penambahan pengetahuan. Senada dengan nuansa penafsiran terhadap
belajar seperti itu, maka “mengajar “ pun pernah dianggap sebagai proses pemberian
atau penyampaian pengetahuan. Pandangan demikian membawa konsekuensi logis
terhadap situasi belajar –mengajar yang diwujudkan oleh guru, yakni proses
belajar-mengajar (PBM) yang terjadi di dalamnya bersifat teacher-centered. Pengajaran
menjadi berpusat pada guru mengajar lebih dominan daripada belajar. Guru berperan
givers) atau dengan nama lain sebagai instructor. Oleh sebab itu, sumber belajar yang
digunakan, maksimal hanya sebatas apa yang ada diantara dua kulit buku dan empat
dinding kelas. Bahkan, banyak diantara mereka yang menjadikan dirinya sebagai
satu-satunya sumber belajar. Akibatnya, siswa-siswa menjadi individu-individu yang pasif,
kedaulatan merekapun pada akhirnya harus tunduk pada kekuasaan guru. Mereka tidak
dididik untuk berfikir kritis, berlatih menemukan konsep atau prinsip, ataupun untuk
mengembangkan kreatifitasnya. Mereka tidak dipersiapkan untuk menghadapi
kehidupan yang perubahan-perubahannya sangat cepat, bahkan dapat terjadi dalam
hitungan detik seperti sekarang ini. Hal ini bisa terjadi pada masa mendatang, karena
dengan penerapan konsep mengajar semacam itu, siswa-siswa tidak dididik untuk
belajar sebagai manusia seutuhnya, sementara kita berharap agar kelak siswa-siswa
menjadi orang-orang yang terdidik, tidak sekedar tersekolah atau belajar.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka mengajar sepantasnya dipandang
sebagai upaya atau proses yang dilakukan oleh seorang guru untuk membuat
siswa-siswanya belajar. Dalam hal ini guru berupaya untuk membelajarkan siswa-siswa-siswanya,
dan sebaliknya para siswa menjadi pembelajar-pembelajar yang aktif, kritis dan kreatif.
Dengan cara ini interaksi belajar mengajar dapat terjadi, dan pengajaran tidak lagi
bersifat teacher-centered, karena telah bergeser pada kontinum pengajaran yang lebih
bersifat student-centered. Pertanyaan selanjutnya, yang menggelitik kita selaku guru
yang bertugas pada era informasi ini yaitu : Apakah diantara kita yang terlanjur telah
menerapkan pengajaran bersifat teacher-centered akan segera berubah kearah
student-centered ?
Makna Pembelajaran
Istilah pembelajaran mengundang berbagai kontroversi diberbagai kalangan
pakar pendidikan, terutama di antara guru-guru di sekolah. Hal ini disebabkan oleh
demikian luasnya ruang lingkup pembelajaran, sehingga yang menjadi subyek belajar
atau pembelajarpun bukan hanya siswa dan mahasiswa, tetapi juga peserta
penataran/pelatihan atau pendidikan dan pelatihan (diklat), kursus, seminar, diskusi
panel, symposium, dan bahkan siapa saja yang berupaya membelajarkan diri sendiri.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatau system atau proses
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik/pembelajar dapat
mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas,Model
pembelajaran IPA SD,2003). Dengan demikian, jika pembelajaran dianggap sebagai
suatu system, maka berarti pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang
terorganisir antara lain tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, strategi dan metode
pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga, pengorganisasian kelas, evaluasi
pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran. Sebaliknya bila pembelajaran dianggap
sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan rangkaian upaya atau kegiatan
guru dalam rangka membuat siswa belajar. Proses tersebut dimulai dari merencanakan
program pengajaran tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson
plan) berikut penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat-alat
evaluasi. Persiapan pembelajaran ini juga mencakup kegiatan guru untuk membaca
buku-buku atau media cetak lainnya yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan
disajikan kepada para siswa dan mengecek jumlah dan keberfungsian alat peraga yang
akan digunakan.
Setelah persiapan tersebut, guru melaksanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran
dengan mengacu pada persiapan pembelajaran yang telah dibuatnya. Pada tahap
pelaksanaan pembelajaran, struktur dan dan situasi pembelajaran yang diwujudkan guru
akan banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan meode-metode
pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan
komitmen guru yang bersangkutan, persepsi, dan sikapnya terhadap siswa. Jadi
semuanya itu akan menentukan terhadap struktur pembelajaran.
TINJAUAN TENTANG PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Latar Belakang
Pembelajaran kontekstual sebagai salah satu strategi dalam proses pembelajaran
bermula dari pandangan ahli pendidikan klasik John Dewey yang pada tahun 1916
mengajukan teori kurikulum dan metodologi pengajaran yang berhubungan dengan
pengalaman dan minat siswa. Filosofi pembelajaran kontekstual berakar dari paham
progresivisme John Dewey. Intinya, siswa akan belajar dengan baik bilamana apa yang
belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar di sekolah. Diantara
pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain :
1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara aktif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang diajarkan oleh guru.
2. Anak harus bebas agar bisa berkembang wajar.
3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar 4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti
5. Harus ada kerjasama antara sekolah dan masyarakat
6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen.
Selain teori progresivisme John Dewey, teori kognitif juga melatarbelakangi
filosofi pembelajaran kontekstual. Siswa akan belajar dengan baik apabila mereka
terlibat secara aktif dalam segala kegiatan di kelas dan berkesempatan untuk
menemukan sendiri. Siswa menunjukkan hasil belajar dalam bentuk apa yang mereka
ketahui dan apa yang dapat mereka lakukan. Belajar dipandang sebagai usaha atau
kegiatan intelektual untuk membangkitkan ide-ide yang masih laten melalui kegiatan
introspeksi.
Sejauh ini pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa
pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus
pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah sebagai pilihan
utama strategi belajar. Untuk itu, perlu sebuah strategi belajar baru yang lebih
memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan siswa
menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri.
Berpijak pada dua pandangan itu, filosofi pembelajaran konstrukivisme
berkembang. Dasarnya, pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks
yang terbatas dan sedikit demi sedikit. Siswa yang harus mengkonstruksi sendiri
pengetahuannya.
Melalui landasan filosofi konstrukivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif
strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL, siswa diharapkan belajar melalui
mengalami, bukan menghafal. Pembelajaran konstektual (Contextual Teaching and
Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
mereka sehari-hari, dengan melibatkannya dalam tujuh komponen utama pembelajaran
efektif, yakni: konstruktivisme (Contructivism), bertanya (Questioning), menemukan
(Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan
penilaian sebenarnya (Authentic Assesment).
Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan bersifat non-objektif,temporer,
berubah, dan tidak menentu. Kitalah yang memberi makna terhadap realitas yang ada.
Pengetahuan tidak pasti dan tidak tetap. Belajar adalah pemaknaan pengetahuan, bukan
perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali
makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada orang yang belajar. Otak atau akal
manusia berfungsi sebagai alat untuk melakukan interpretasi sehingga muncul makna
yang unik.
Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak
boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun pengetahuan di dalam benaknya sendiri. Guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide, dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat
memberikan kepada siswa tangga yang dapat membantu mereka mencapai tingkat
pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa sendiri yang
memanjat tangga tersebut.
Dengan paham konsrukivisme, siswa diharapkan dapat membangun
pemahamannya sendiri dari pengalaman atau pengetahuan terdahulu. Pemahaman yang
mendalam dikembangkan melalui pengalaman-pengalaman belajar bermakna (
akomodasi ). Siswa diharapkan mampu mempraktekkan pengetahuan / pengalaman
yang telah diperoleh dalam konteks kehidupan. Siswa diharapkan juga melakukan
refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian, siswa
dapat memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan yang dipelajari
.Pemahaman ini diperoleh siswa karena ia dihadapkan kepada lingkungan belajar yang
bebas yang merupakan unsur yang sangat esensial.
Hakekat teori konstruktivisme adalah bahwa siswa harus menjadikan informasi
memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan lama dan
memperbaiki aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Teori konstruktivis menuntut
siswa berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena penekanannya pada
siswa yang aktif, maka strategi konstruktivis sering disebut sebagai pengajaran yang
berpusat pada siswa ( Student centered instruction ). Di dalam kelas yang
pengajarannya terpusat pada siswa, peranan guru adalah membantu siswa menemukan
fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau
mengendalikan seluruh kegiatan di kelas.
Beberapa proposisi yang dapat dikemukakan sebagai implikasi dari teori
konstruktivistik dalam praktek pembelajaran di sekolah-sekolah kita sekarang ini adalah
sebagai berikut :
a. Belajar adalah proses pemaknaan informasi baru.
b. Kebebasan merupakan unsur esensial dalam lingkungan belajar.
c. Strategi belajar yang digunakan menentukan proses dan hasil belajar.
d. Belajar pada hakekatnya memiliki aspek sosial dan budaya.
e. Kerja kelompok dianggap sangat berharga.
Dalam pandangan konstrukivistik, kebebasan dipandang sebagai penentu
keberhasilan karena kontrol belajar dipegang oleh siswa itu sendiri. Tujuan
pembelajaran konstruktivistik menekankan pada penciptaan pemahaman, yang
menuntut aktivitas yang kreatif dan produktif dalam konteks nyata. Dengan demikian,
paham konstruktivistik menolak pandangan behavioristik.
Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Apa yang dimaksud dengan pembelajaran kontekstual tidak ada sebuah
definisi atau pengertian tunggal. Setiap pakar dan komunitas pakar memberikan definisi
beragam. Namun mereka bersepakat bahwa hakekat pembelajaran kontekstual adalah
sebuah sistem yang mendorong pembelajar untuk membangun keterkaitan,
independensi, relasi-relasi penuh makna antara apa yang dipelajari dengan realitas,
lingkungan personal, sosial dan kultural yang terjadi sekarang ini (Moh.Imam
Beberapa definisi pembelajaran kontekstual yang pernah ditulis dalam beberapa
sumber, yang dikemukakan oleh Nurhadi,dkk dalam bukunya “ Kontekstual dan
penerapannya dalam KBK “.
1. Sistem CTL merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu
siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu,
dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, system CTL akan menuntun siswa melalui
kedelapan komponen utama CTL: melakukan hubungan yang bermakna,
mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri,
bekerjasama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/ merawat pribadi siswa,
mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan assessment autentik.
2. Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa
memperkuat, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan
akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan diluar sekolah untuk
memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata. Pembelajaran
kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang
diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riel yang berasosiasi dengan
peranan dan tanggung jawab mereka sebagai angota keluarga, anggota
masyarakat, siswa, dan selaku pekerja. Pengajaran dan pembelajaran
kontekstual menekankan berfikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan melalui
disiplin ilmu, dan mengumpulkan, menganalisis dan mensintesiskan informasi
dan data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
3. Pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar
mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi
dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota
keluarga, anggota masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.
Pengajaran dan pembelajaran kontekstual dilakukan dengan berbasis masalah,
menggunakan cara belajar yang diatur sendiri, berlaku dalam berbagai macam
menggunakan penilaian autentik, dan menggunakan pula kelompok belajar
yang bebas.
Delapan Komponen Utama Dalam Sistem Pembelajaran Kontekstual
1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Siswa
dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam
mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri
atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (
learning by doing ).
2. Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan ( doing significant work ). Siswa
membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada
dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
3. Belajar yang diatur sendiri ( self-regulated learning ). Siswa melakukan
pekerjaan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada
hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya / hasilnya yang
sifatnya nyata.
4. Bekerjasama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa
bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami
bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomunikasi.
5. Berfikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat
menggunakan tingkat berfikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif : dapat
menganalsis, membuat sintetis, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan
menggunakan logika dan buki-bukti.
6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa
memelihara pribadinya : mengetahui, memberi perhatian, memilki
harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiri. Siswa tidak dapat
berhasil tanpa dukungan orang dewasa. Siswa menghormati temannya dan juga
orang dewasa.
7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal dan
mencapai standard yang tinggi : mengidentifikasi tujuan dan memoivasi siswa
untuk mencapainya. Guru memperlihatkan kepada siswa cara mencapai apa
8. Menggunakan penilaian autentik ( using authentic assessment ). Siswa
menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu
tujuan yang bermakna. Misalnya, siswa boleh menggambarkan informasi
akademis yang telah mereka pelajari dalam pelajaran sains, kesehatan,
pendidikan, matematika, dan pelajaran bahasa inggris dengan mendesain sebuah
mobil, merencanakan menu sekolah atau membuat penyajian perihal emosi
manusia.
Maksud Konteks
Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa
belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses
pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan menggunakan
pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang
dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip kontekstual sangat penting untuk
segala situasi belajar. Pertanyaannya, apakah yang dimaksud konteks itu ?
Ada sembilan konteks belajar yang melingkupi siswa, yaitu :
1. Konteks tujuan ( tujuan apa yang akan dicapai ? ).
2. Konteks isi ( Materi apa yang akan diajarkan ? )
3. Konteks sumber ( Sumber belajar bagaimana yang bisa dimanfaatkan ? )
4. Konteks target siswa ( Siapa yang akan belajar ? )
5. Konteks guru ( Siapa yang akan mengajar ? )
6. Konteks metode ( Strategi belajar apa yang cocok diterapkan ? )
7. Konteks hasil ( Bagaimana hasil pembelajaran yang akan diukur?)
8. Konteks kematangan ( Apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep
atau pengetahuan baru ? )
9. Konteks lingkungan ( Dalam lingkungan yang bagaimanakah siswa belajar ? )
Mengapa Pembelajaran Kontekstual
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika
anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahui-nya. Pembelajaran yang
jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang. Dan, itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita!
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan
lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks itu, siswa perlu
mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana
mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti.
Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal
untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan
berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah
dan pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru (baca:
pengetahuan dan keterampilan) datang dari 'menemukan sendiri', bukan dari 'apa kata
guru'. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
kontekstual.kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi
pembelajaran yang lain. Kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran
berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa
harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Berikutnya akan dibahas persoalan
yang berkenaan dengan pendekatan kontekstual dan implikasi penerapannya.
Kecenderungan Pemikiran Tentang Belajar Dalam Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang
a. Proses Belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Anak belajar dari mengalami. Anak mencatatr sendiri pola-pola bermakna dasri pengetahuan baru, dan bukan di beri begitu saja dari guru.
Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki ole seseorang yang terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang
sesuatu persoalan (subject matter).
Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi menceerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Manusia mempunya tingkatan yang berbeda dalam menyilapi situasi baru.
Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan seiring perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan
seseorang. Untuk itu perlu dipahami, strategi belajar yang salah dan terus
menerus dipajankan akan mempengaruhi struktur otak, yang pada akhirnya
mempengaruhi cara orang berprilaku.
Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dcengan ide-ide.
b. Transfer Belajar
Sisiwa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari "pemberian orang lain".
Keterampilan dan penetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit demi sedikit.
Yang penting bagi siswa tahu 'untuk apa' ia belajar, dan 'bagaimana' ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
c. Siswa sebagai pembelajar
Manusia mempunya kecendrungan untuk belajar dalam bidang tertentu , dan seorang anak mempunyai kecendrungan untuk belajar dengan cepat hal-hal
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara 'yang baru' dan yang sudah diketahui.
Tugas guru memfasilitasi : agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka
sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
d. Pentingnya lingkungan belajar
Belajar efektif itu di mulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari "guru akting didepan kelas, siswa menonton: ke "siswa akting bekerja
dan berkarya , guru mengarahkan".
Pengajaran harus berpusat pada "bagaimana cara" siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan
hasilnya.
Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar.
Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.
Motto
STUDENTS LEARN BEST BY ACTIVELY CONSTRUCTING THEIR OWN
UNDERSTANDING (CTL Academy Fellow, 1999) (Cara belajar terbaik adalah
siswa mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya).
Kata-Kata Kunci Pembelajaran Ctl
1. REAL WORLD LEARNING
2. MENGUTAMAKAN PENGALAMAN NYATA 3. BERPIKIR TINGKAT TINGGI
4. BERPUSAT PADA SISWA
5. SISWA AKTIF, KRITIS, DAN KREATIF
6. PENGETAHUAN BERMAKNA DALAM KEHIDUPAN 7. DEKAT DENGAN KEHIDUPAN NYATA
8. PERUBAHAN PRILAKU
10.LEARNING BUKAN TEACHING
11.PENDIDIKAN (EDUCATION) BUKAN PENGAJARAN(INSTRUCTION) 12.PEMBENTUKAN 'MANUSIA'
13.MEMECAHKAN MASALAH
14.SISWA 'AKTING' GURU MENGARAHKAN
15.HASIL BELAJAR DIUKUR DENGAN BERBAGAI CARA BUKAN HANYA DENGAN TEST
Strategi Pengajaran Yang Berasosiasi Dengan CTL
1. CBSA
2. PENDEKATAN PROSES 3. LIFDE SKILLS EDUCATION 4. AUTHENTIC INSTRUCTION 5. INQUIRY-BASED LEARNING 6. PROBLEM-BASED LEARNING 7. COOPERATIVE-LEARNING 8. SERVICE LEARNING
Lima Elemen Belajar Yang Konstruktivistik
Menurut Zahorik (1995:14-22) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam
praktek pembelajaran konstektual.
1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).
2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara
menyusun (1) konsep sementara (hipotesis), (2) melakukan sharing kepada
orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar tanggapan itu (3)
konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
4. Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan tersebut.
Beberapa Strategi Pengajaran Yang Dapat Dikembangkan Melalui Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran berbasis masalah
Sebelum memulai proses belajar-mengajar di dalam kelas, siswa terlebih dahulu
diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian siswa diminta
untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, tugas guru
Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan
mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.
Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar
`Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks
lingkungan siswa antara lain di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang
diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas.
Misalnya, siswa keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan
wawancara. Siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa
yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus
dilakukan siswa dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan
dasar dan materi pembelajaran.
Memberikan aktivitas kelompok
Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta
membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat
menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat
kesulitan penugasan.
Membuat aktivitas belajar mandiri
Peserta didik tersebut mampu mencari, menganalisis dan menggunakan
informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Supaya dapat melakukannya,
siswa harus lebih memperhatikan bagaimana mereka memproses informasi, menerapkan
strategi pemecahan masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroleh.
Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji-coba terlebih dahulu;
menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta
bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent
learning).
Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat
Sekolah dapat melakukan kerja sama dengan orang tua siswa yang memiliki
pengalaman belajar secara langsung dimana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan
pertanyaan. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan dengan institusi atau perusahaan
tertentu untuk memberikan pengalaman kerja. Misalnya meminta siswa untuk magang
di tempat kerja.
Menerapkan penilaian autentik
Dalam pembelajaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa
untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi
nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002: 165), penilaian autentik
memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka
pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat
digunakan oleh guru adalah portfolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan
tertulis.
Portfolio merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks
belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut
supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar. Selain itu, portfolio
juga memberikan kesempatan yang lebih luas untuk berkembang serta memotivasi
siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada
proses siswa sebagai pembelajar aktif. Sebagai contoh, siswa diminta untuk melakukan
survey mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya.
Tugas kelompok dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan proyek.
Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi
perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Isi dari proyek
akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat
meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok
proyek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan siswa.
Dalam penilaian melalui demonstrasi, siswa diminta menampilkan hasil
penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para
penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan siswa. Sebagai contoh, siswa
diminta membentuk kelompok untuk membuat naskah drama dan mementaskannya
Bentuk penilaian yang terakhir adalah laporan tertulis. Bentuk laporan tertulis
dapat berupa surat, petunjuk pelatihan teknis, brosur, essai penelitian, essai singkat.
Menurut Brooks&Brooks dalam Johnson (2002: 172), bentuk penilaian seperti
ini lebih baik dari pada menghafalkan teks, siswa dituntut untuk menggunakan
ketrampilan berpikir yang lebih tinggi agar dapat membantu memecahkan masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan penjabaran yang telah dikemukakan diatas, kurikulum berbasis
kompetensi perlu dikembangkan supaya dapat diterapkan secara efektif di dalam proses
belajar mengajar. Guru sebagai pelaksana kurikulum dapat menerapkan strategi
pembelajaran kontekstual supaya dapat memberikan bentuk pengalaman belajar.
Dengan demikian, siswa diharapkan dapat memiliki kecakapan untuk memecahkan
permasalahan hidup sesuai dengan kegiatan belajar yang mengarahkan siswa untuk
terlibat secara langsung dalam konteks rumah, masyarakat maupun tempat kerja.
Keberhasilan penerapan pembelajaran kontekstual perlu melibatkan berbagai
pihak. Dalam hal ini, penulis menyarankan supaya pihak sekolah dan masyarakat
memiliki kesadaran akan pentingnya beberapa hal, yaitu:sumber belajar tidak hanya
berasal dari buku dan guru, melainkan juga dari lingkungan sekitar baik di rumah
maupun di masyarakat; strategi pembelajaran kontekstual memiliki banyak variasi
sehingga memungkinkan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang
berbeda dengan keajegan yang ada; pihak sekolah dan masyarakat perlu memberikan
dukungan baik materiil maupun non-materiil untuk menunjang keberhasilan proses
belajar siswa.
Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran
terbukti sangat efektif dan efisien dalam menumbuh kembangkan atau meningkatkan
proses belajar mengajar di kelas. Hal ini ditemukan pada beberapa indikator kegiatan
belajar siswa diantaranya :
Melakukan hubungan yang bermakna
Belajar yang diatur sendiri
Bekerjasama
Berfikir kritis dan kreatif
Memelihara atau mengasuh pribadi siswa
Mencapai standar yang tinggi
Terdeteksi oleh penilaian autentik
Saran-saran
Sebagai tindak lanjut dari penulisan karya tulis ini, penulis mengajukan
beberapa saran sebagai berikut :
1. Hendaknya setiap pegelola pendidikan khususnya para guru selalu berusaha
untuk mengembangkan lagi berbagai strategi atau pendekatan pembelajaran
yang ada.
2. Sebaiknya para guru dalam melaksanakan tugasnya berpegang teguh pada
prinsip daya guna ( efisiensi ) dan hasil guna ( efekifitas ) dalam mewujudkan
tugas-tugas yang telah direncanakan dalam persiapan pembelajaran dan atau
rencana pembelajaran.
3. Hendaknya para guru selalu berusaha untuk lebih memahami faktor-faktor yang
dapat mendorong ataupun menghambat terjadinya proses belajar mengajar.
12. CONTOH SKENARIO RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS
KONTEKSTUAL
Mata Pelajaran : SAINS Kelas / Semester : III / I
Aspek : Mahluk Hidup dan Proses Kehidupan
Kompetensi dasar : Mengidentifikasi cirri-ciri umum mahluk hidup dan kebutuhannya
Indikator : 1. Siswa dapat menyebutkan ciri-ciri mahluk Dan contohnya
2. Siswa dapat mengidentifikasi ciri-ciri dari mahluk hidup yang diberikan
itu tumbuh, berkembang biak, bergerak me nerima rangsangan
Materi Pokok : Ciri-ciri mahluk hidup Waktu : 2 x 35 menit
LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN
A.Kegiatan Awal
1. Guru memperlihatkan gambar orang yang sedang melakukan aktivitas (misalnya
bekerja) dan orang yang sudah meninggal ( dalam peti jenazah/tandu) dan guru
bertanya “ Apa perbedaan pada kedua gambar ini ?”. Siswa diarahkan pada
jawaban “orang hidup dan orang mati.
2. Guru memperlihatkan gambar binatang dan memberikan pertanyaan sehingga
siswa dapat menyimpulkan bahwa binatang itu hidup.
3. Guru memperlihatkan gambar tumbuhan dan memberikan pertanyaan sehingga
siswa dapat menyimpulkan bahwa tumbuhan itu hidup
4. Guru memperlihatkan/menunjukkan benda-benda di sekitar dan bertanya apakah
benda-benda tersebut mahluk hidup atau mahluk tak hidup (misalnya: pena,
batu, dan bangku sebagai mahluk hidup. Sedangkan lalat, bunga, dan siswa
sebagai mahluk hidup. Tanya jawab berdasarkan pengamatan siswa tersebut
dilakukan hingga guru yakin bahwa siswa memahami mahluk hidup terdiri dari
manusia, hewan dan tumbuhan. Dan siswa dapat membedakan mahluk hidup
dan mahluk tak hidup secara garis besar.
5. Guru menanyakan “Apa ciri-ciri mahluk hidup?” Besar kemungkinan siswa
tidak dapat menjawab lengkap. Selanjutnya, Guru mengatakan “Nah,sekarang
kita akan membicarakan cirri-ciri mahluk hidup.
B. Kegiatan Inti
1. Guru memperlihatkan gambar anak kecil, remaja dan orang dewasa, kemudian
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menggiring pada kesimpulan bahwa
manusia itu tumbuh. Begitu juga untuk hewan dan tumbuhan. Kemudian, guru
meminta siswa untuk menuliskannya pada format yang dibuat di papan tulis,
sebagai berikut.
1. Tumbuh
2. Guru meminta siswa melakukan aktifitas bergerak dan memberikan pertanyaan
yang menggiring pada kesimpulan bahwa manusia ‘bergerak’ (berjalan, menulis,
dll). Begitu juga untuk hewan (akifitas bergerak) dan tumbuhan ( kuncup bunga
dan bunga mekar). Lalu menuliskan kata ‘bergerak’ pada format dan melakukan
pengisian format.
3. Guru melakukan proses yang sama untuk membahas cirri-ciri ‘berkembang
biak’ misalnya dengan memperlihatkan gambar ibu dengan anaknya, pisang
dengan tunasnya, ayam dengan anaknya, dll.
4. Kegiatan seperti di atas dapat dilanjutkan dengan membahas cirri-ciri mahluk
hidup yang lain, seperti menanggapi rangsangan, bernafas, dll. Untuk
pengayaan.
5. Guru bersama siswa menarik kesimpulan berdasarkan hasil kegiatan-kegiatan di
atas.
6. Guru meminta siswa mengulangi kesimpulan berdasarkan format yang telah
ditulis di papan tulis.
C. Kegiatan Akhir
Salah satu kegiatan akhir adalah melakukan evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan
secara lisan, tertulis dan perbuatan.
Contoh evaluasi lisan
1. Sambil memegang benda (misalnya kapur), guru bertanya :
a. Apakah benda ini termasuk mahluk hidup atau mahluk tak hidup ?
b. Sebutkan cirri-ciri mahluk hidup ! ( Guru menunjuk beberapa siswa untuk
menjawab ).
Siswa menjawab : bergerak, tumbuh, berkembang biak,dll.
2. Guru menunjuk / menyebutkan nama tumbuhan yang ada di sekitar sekolah
(misalnya : tanaman jambu ) dan bertanya :
a. Apakah benda ini termasuk mahluk hidup atau mahluk tak hidup ? Siswa
b. Berikan contoh lain yang termasuk mahluk hidup ! ( guru menunjuk
beberapa siswa untuk menjawab ).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V.
PT.Rineke Cipta. Jakarta.
Depdiknas.2003. Model Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah dasar. Jakarta.
Farisi,M.I. 2005. Belajar dan pembelajaran. Paket untuk Mahasiswa program S1 FKIP
UIM Pamekasan. Pamekasan : Tidak ditebitkan.
Hadi,S.1980. Metodologi Research. Jilid I, Cetakan ke IX. Yogyakarta. Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Iksan,K. 1991. Pengaruh Tahapan Administrasi Program Pengajaran Terhadap
Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar Di SDN.Lawangan Daya III Kecamatan
Pademawu. Skripsi S1 jur.PAI.IAIN Pamekasan. Tidak diterbitkan.
Johnson,E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California : Corwin Press, Inc.
A sage Publications Company.
Ngalim Purwanto.M. 1990. Psikologi Pendidikan. PT.Remaja Rosdakarya.Bandung.
Ngalim Purwanto.M. 1995. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis.. PT.Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Nurhadi,Dkk. 2004. Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri
Malang (UMPRESS). Malang.
Pusat Data dan Informasi Pendidikan,Balitbang Depdiknas. Peraturan Pemerintah RI
Nomer 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. http://
WWW.Depdiknas.or.id. (7 Agustus 2005 ).
Pusat Data dan Informasi Pendidikan,Balitbang Depdiknas. Rancangan Undang-undang
tentang Guru . http:// WWW.Depdiknas.or.id. (Revisi 06 April 2005 ).