BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Program Keluarga Berencana (KB)
International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun
1994 di Kairo telah merubah paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan, yang semula berorientasi kepada penurunan fertilitas (manusia sebagai obyek) menjadi pengutamaan kesehatan reproduksi perorangan dengan menghormati hak
reproduksi setiap individu (manusia sebagai subyek).
Program keluarga berencana memiliki makna yang sangat strategis,
komprehensif dan fundamental dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan sejahtera. UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya untuk
mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas.
Terdapat tiga indikator tambahan yang berkaitan dengan KB dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015 target KB (Akses Universal terhadap Kesehatan
Reproduksi) yang diharapkan akan memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan kesehatan ibu. Indikator tersebut adalah Contraceptive Prevalence Rate (CPR), Age
Specific Fertility Rate (ASFR), dan unmet need. Target nasional indikator tersebut
pada tahun 2015 adalah CPR sebesar 65%, ASFR usia 15-19 tahun sebesar 30/1000
perempuan usia 15-19 tahun dan unmet need 5%. (Pusat data dan informasi
kementerian kesehatan, 2013)
Program keluarga berencana dilaksanakan atas dasar suka- rela serta tidak
bertentangan dengan agama, kepercayaan dan moral Pancasila. Dengan demikian maka bimbingan, pendidikan serta pengarahan amat diperlukan agar masyarakat dengan kesadarannya sendiri dapat menghargai dan, menerima pola keluarga kecil sebagai salah
satu langkah utama untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu pelaksanaan program keluarga berencana tidak hanya menyangkut masalah tehnis medis
semata-mata, melainkan meliputi ber-bagai segi penting lainnya dalam tata hidup dan kehidupan masyarakat.
2.2. Tujuan Program Keluarga Berencana (KB)
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan
pertumbuhan penduduk melalui usaha penurunan tingkat kelahiran. Kebijakan KB ini bersama-sama dengan usaha-usaha pembangunan yang lain selanjutnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Upaya menurunkan tingkat kelahiran dilakukan dengan mengajak pasangan usia subur (PUS) untuk berkeluarga berencana. Sementara itu penduduk yang belum
memasuki usia subur (Pra-PUS) diberikan pemahaman dan pengertian mengenai keluarga berencana. Untuk menunjang dan mempercepat pencapaian tujuan
pelembagaan dan pembudayaan NKKBSserta peningkatan keterpaduan pelaksanaan
keluarga berencana.
Hartanto (2004) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan KB yaitu
mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) penggarapan KB diarahkan pada dua bentuk sasaran, yaitu : 1) sasaran langsung, yakni Pasangan Usia Subur (PUS) usia 15 – 49 tahun, dengan jalan mereka secara bertahap menjadi
peserta KB yang aktif lestari, sehingga memberi efek langsung penurunan fertilitas dan 2) sasaran tidak langsung, yaitu organisasi-organisasi, lembaga-lembaga
kemasyarakatan, instansi-instansi pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim ulama, wanita dan pemuda) yang diharapkan dapat memberikan dukungannya dalam pelembagaan NKKBS.
2.3. Visi dan Misi Keluarga Berencana (KB)
Visi KB berdasarkan paradigma baru program Keluarga Berencana Nasional adalah untuk mewujudkan ”Keluarga berkualitas tahun 2015”. Keluarga yang
berkualitas adalah keluarga yang sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan kedepan, bertanggungjawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Visi “Keluarga berkualitas 2015” dijabarkan dalam salah satu
2.4. Sasaran Program Keluarga Berencana (KB)
Sasaran program tidak langsung, tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya
adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan pengelola
menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera (Diah,
2012).
2.5. Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata Kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma
yang mengakibatkan kehamilan, Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel
telur matang dengan sel sperma tersebut (Prawirohardjo,2012). 2.5.1. Cara Kerja Kontrasepsi
Umumnya mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Mengusahakan agar tidak terjadi evolusi
2. Melumpuhkan sperma
2.5.2. Metode Kontrasepsi
Pada umumnya metode kontrasepsi dapat dibagi menjadi : 1. Metode efektif jangka panjang
a. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) b. Implan/susuk KB
c. Kontrasepsi Mantap
d. Metode Operasi Wanita (MOW / Tubektomi)
e. Metode operasi Pria (MOP / Vasektomi) 2. Metode Efektif
a. Pil KB
b. Suntik KB 3. Metode Sederhana
a. Dengan Obat 1. Kondom 2. Diafragma
3. Krim, Jelli dan cairan berbusa 4. Tablet berbusa (Vaginal tablet) 5. Intravag (Tissue KB)
2.6. Implan
Implan yang hanya mengandung progestin merupakan kontrasepsi baru pertama tersedia di Amerika Serikat, sejak kontrasepsi oral diperkenalkan dan IUD
ditemukan pada tahun 1960-an. Norplant merupakan suatu sistem “lepaslambat” yang menggunakan pipa silatic yang permeabel terhadap molekul steroid, untuk memberikan kadar progestin sintetik yang stabil didalam sirkulasi selama penggunaan
bertahun-tahun (Speroff dan Darney, 2005).
Sistem ini semuanya terbuat dari polimer yang tidak terurai secara hayati,
misalnya polidemetil siloksan atau polietilen vinil asetat, dengan progestogen aktif terkandung di bagian tengah kapsul atau tersebar merata di batang polimer. Implan memiliki durasi kerja yang sangat panjang (1 sampai 5 tahun) dan efektivitas
kontrasepsi yang sangat tinggi tanpa memerlukan tindakan dari pihak pemakai. Pemasangan dan pengeluaran implan memerlukan operasi kecil di bawah anestesia lokal dan biasanya implan dimasukkan tepat di bawah kulit lengan atas, sistem
tersebut dapat dipalpasi untuk pengeluarannya tetapi tidak terlalu jelas bila diinspeksi. Implan menghasilkan kadar steroid kontrasepsi yang rendah dan konstan dalam
darah, melalui difusi dari batang atau kapsul secara terus-menerus, yang menurun secara perlahan sepanjang usia alat tersebut. Implan dapat dikeluarkan apabila diperlukan dan kesuburan akan pulih dengan cepat (Glasier dan Ailsa, 2006).
Alat kontrasepsi yang disisipkan dibawah kulit lengan atas sebelah dalam berbentuk kapsul silastik (lentur) panjangnya sedikit lebih pendek dari pada batang
mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2006). Kontrasepsi implan merupakan
kontrasepsi yang berbentuk batang kecil yang mengandung hormon progestin. Setelah bidan mematikan rasa di kulit dengan menggunakan anastetik, kemudian alat
seperti jarum (trocar) digunakan untuk menempatkan implan di bawah kulit pada lengan bagian atas. Pemasangan implan tidak memerlukan jahitan pada kulit. Secara perlahan, implan akan melepaskan progestin ke dalam aliran darah.
2.6.1. Macam-macam Kontrasepsi Implan
Menurut Saifuddin (2003), jenis-jenis kontrasepsi implan adalah sebagai
berikut:
1. Norplant terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4cm
dengan diameter 2,4 mm, yang berisi dengan 36 mg levonorgestrel danlama
kerjanya 5 tahun.
2. Implanon terdiri dari 1 batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40mm, dan diameter 2 mm, yang berisi dengan 68 mg 3 keto desogestrel dan lama kerjanya 3
tahun.
3. Jadelle dan Indoplan terdiri dari 2 batang yang berisi dengan 75 mglevonorgestrel
dengan lama kerja 3 tahun. 2.6.2. Mekanisme Kerja
Kecepatan pelepasan kapsul ditentukan oleh daerah permukaan total dan
ketebalan dinding kapsul. Levonorgestrel berdifusi melalui dinding pipa ke dalam jaringan di sekitarnya, tempat levonorgestrel diabsorpsi oleh sistem sirkulasi dan
seperti yang terjadi pada steroid yang diberikan per oral atau suntikan. Dalam 24 jam
setelah penyisipan, konsentrasi levonorgestrel dalam plasma berkisar antara 0,4 sampai 0,5 ng/mL, cukup tinggi untuk mencegah konsepsi.
Kapsul melepas kira-kira 80 µg levonorgestrel per 24 jam selama 6-12 bulan pertama penggunaan. Angka ini menurun secara bertahap sampai 50 µg setiap hari pada 9 bula sisa, dan 30 µg per hari selama hari-hari penggunaan yang tersisa.
Sejumlah 80 µg hormon yang dilepas oleh implan selama beberapa bulan pertama penggunaan adalah kira-kira sama dengan dosis harian levonorgestrel yang diberikan
oleh kontrasepsi oral pil mini yang hanya mengandung progestin, dan 25%-50% dosis yang diberikan oleh kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah.
Mean konsentrasi plasma di bawah 0,20 ng/mL berkaitan dengan angka
kehamilan yang meningkat. Setelah digunakan selama 6 bulan, konsentrasi harian levonorgestrel adalah kira-kira sebesar 0,35 ng/mL, setelah digunakan selama 2,5 tahun, kadar menurun menjadi 0,25-0,35 ng/mL. Sampai penggunaan tahun ke lima,
kadar mean bertahan diatas 0,25 ng/mL.
Menurut Medforth dan Susan, (2012), ada tiga model kerja yang mungkin
berlangsung, yang serupa dengan model kerja yang menyebabkan efek kontraseptif pada pil yang hanya mengandung progestin, pil mini.
1. Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap lonjakan hormon luteinisasi(LH,
luteinizing hormone), baik pada hipotalamus maupun hipofisis, yangpenting
untuk ovulasi. Sebagaimana ditentukan oleh kadar progesteron banyak pengguna
ovulatorik. Pada 2 tahun pertama penggunaan, hanya sekitar 10% wanita
mengalami ovulasi, tetapi per 5 tahun penggunaan, lebih dari 505 wanita mengalami ovulasi.
2. Kadar levonorgestrel yang konstan mempunyai efek nyata terhadap
mukusserviks. Mukus tersebut menebal jumlahnya menurun, yang membentuk sawar untuk penetrasi sperma.
Levonorgestrel menyebabkan supresi terhadap maturasi siklik endometrium yang diinduksi estradiol, dan akhirnya menyebabkan atrofi. Perubahan ini dapat
mencegah implantasi sekalipun terjadi fertilisasi, meskipun demikian tidak ada bukti mengenai fertilisasi yang dapat dideteksi pada pengguna Norplant.
2.6.3. Keuntungan dan Kerugian
Merupakan metode kontrasepsi berkesinambungan yang aman dan sangat efektif, yang membutuhkan hanya sedikit upaya atau motivasi dari pengguna dan tidak seperti kontrasepsi yang dapat disuntikkan, bersifat cepat reversibel. Karena
merupakan metode yang hanya mengandung progestin, dapat digunakan oleh wanita yang mempunyai kontraindikasi untuk kontrasepsi oral yang mengandung estrogen.
Dosis rendah progestin yang dihantarkan oleh bahan-bahan yang dapat disuntikkan, serta mencegah ledakan hormon harian yang terkait dengan kontrasepsi oral. Norplant bukan merupakan metode kontrasepsi yang berhubungan dengan senggama.
Efektifitas penggunaan sangat mendekati efektivitas teoritis. Implan merupakan pilihan yang sangat baik bagi wanita yang menyusui (tidak ada efek terhadap
Ada beberapa kerugian yang berhubungan dengan penggunaan sistem Implan
antara lain:
1. Norplant menyebabkan kekacauan dalam pola perdarahan hingga
80%pengguna,terutama selama tahun pertama penggunaan, dan beberapawanita atau pasangannya tidak dapat menerima perubahan ini. Estrogenendogen hampir normal, dan tidak seperti kontrasepsi oral kombinasi,progestin tidak secara
teratur diputus untuk memungkinkan pengelupasanendometrium. Akibatnya, pengelupasan endometrium terjadi pada intervalyang tidak dapat diramalkan. 2. Implan harus dipasang (disisipkan) dan diangkat melalui prosedur pembedahan
yang dilakukan oleh personel terlatih. Wanita tidak dapat memulai atau menghentikan metode tersebut tanpa bantuan klinis. Insidenpengangkatan yang
mengalami komplikasi adalah kira-kira 5%, suatuinsiden yang dapat dikurangi paling dikurangi paling baik dengan carapelatihan yang baik dan pengalaman dalam menyisipkan Norplant.
3. Karena penyisipan dan pengangkatan Implan membutuhkan prosedurbedah
minor, biaya pemulaian dan penghentian akan lebih tinggidibandingkan dengan
kontrasepsi oral atau metode perintang.
4. Implan dapat dilihat dibawah kulit. “Tanda bukti” penggunaan kontrasepsiini
mungkin tidak dapat diterima oleh sebagian wanita, dan oleh beberapapasangan. 5. Norplant tidak diketahui memberikan perlindungan terhadap penyakit menular
seksual seperti herpes, papilomavirus manusia, HIV, gonore, atau klamidia.
mempertimbangan untuk menambahkan metode perintang gunamencegah
infeksi.
2.6.4. Efek Samping dan Komplikasi Implan
Efek samping yang serius sangat jarang terjadi, tanpa ada perbedaan insiden dengan populasi umum. Di samping perubahan haid, nyeri kepala, jerawat, perubahan berat badan, mastalgia, hiperpigmentasi di atas tempat implan, hirsutisme, depresi,
perubahan mood, cemas, tegang, pembentukan kista ovarium, dan galaktore. Sulit untuk memastikan efek-efek ini disebabkan oleh levonorgestrel. Walaupun pada
dasarnya ringan, tetapi sebagian besar efek samping ini dapat menyebabkan pasien menghentikan pemakaian. Sebagian besar efek samping yang dialami oleh pengguna adalah nyeri kepala, kira-kira 20% wanita menghentikan penggunaan karena nyeri
kepala (Medforth dan Susan, 2012). 1. Perubahan berat badan
Wanita yang menggunakan implan lebih sering mengeluhkan peningkatan berat
badan dibandingkan penurunan berat badan, tetapi temuan yang ada bervariasi. Di Republik Dominica, 75% wanita mengalami penurunan berat badan,
sementara di San Fransisco, dua pertiga wanita mengalami peningkatan berat badan. Penilaian perubahan berat badan pada diet dan penuaan. Walaupun peningkatan nafsu makan dapat dihubungkan dengan aktivitas androgenik
2. Mastalgia
Mastalgia bilateral, yang sering terjadi sebelum haid, biasanya dikaitkan dengan keluhan retensi cairan. Penenteraman hati dan terapi yang ditujukan bagi
kelegaan simtomatis dianjurkan setelah kehamilan disingkirkan. Gejala ini berkurang seiring meningkatnya durasi penggunaan implan.
3. Galaktore
Galaktore lebih sering ditemukan pada wanita yang melakukan penyisipan implan pada penghentian laktasi. Kehamilan dan penyebab yang lain mungkin
harus disingkirkan dengan melakukan uji kehamilan dan melalui pemeriksaan payudara. Pasien harus diyakinkan bahwa hal ini merupakan kejadian yang umum diantara pengguna implan dan kontrasepsi oral. Mengurangi jumlah
stimulasi pada payudara dan puting selama hubungan seksual mungkin dapat mengurangi gejala, tetapi jika amenore menyertai suatu galaktore yang menetap, pemeriksaan kadar prolaktin harus dilakukan.
4. Jerawat
Jerawat dengan atau tanpa peningkatan produksi minyak, merupakan keluhan
kulit yang paling umum diantara pengguna implan. Jerawat disebabkan oleh aktivitas androgenik levonorgestrel yang menghasilkan suatu dampak langsung dan juga menyebabkan penurunan dalam kadar globulin pengikat hormon seks
(SHBG, sex hormone binding globulin), menyebabkan peningkatan kadar steroid bebas (baik levonorgestrel maupun testosteron). Hal ini berbeda dengan
pada kadar SHBG nya (suatu peningkatan) menghasilkan penurunan dalam
androgen bebas yang tidak berikatan. Terapi umum untuk keluhan jerawat mencakup pengubahan makanan, praktik higiene kulit, dan pemberian antibiotik
topikal (misalnya larutan atau gel klindamisin 1% atau reitromisin topikal). Penggunaan antibiotik lokal membantu sebagian besar pengguna untuk terus menggunakan implan.
5. Kista ovarium
Tidak seperti kontrasepsi oral, kadar progestin yang rendah di dalam serum yang
dipertahankan oleh implan tidak mensupresi FSH yang terus menstimulasi pertumbuhan folikel ovarium pada sebagian besar pengguna. Di sisi lain, puncak LH pada dua tahun pertama penggunaan biasanya hilang sehingga folikel ini
tidak mengalami ovulasi. Meskipun demikian, beberapa folikel tetap melangsungkan pertumbuhan dan menyebabkan nyeri, atau dapat dipalpasi pada saat pemeriksaan panggul. Masa adneksa kira-kira 8 kali lebih sering ditemukan
pada pengguna implan dibandingkan dengan wanita yang mempunyai siklus normal. Karena kista ini merupakan kista sederhana dan sebagian besar
mengalami regresi spontan dalam satu bulan deteksi, tidak perlu dilakukan pemeriksaan sonografi atau laparaskopi. Evakuasi lebih lanjut diindikasikan jika kista menjadi lebih besar dan nyeri atau gagal mengalami regresi. Wanita yang
6. Herpes simpleks
Beberapa pengguna telah mengeluhkan kemunculan lesi herpes simpleks genital dalam frekuensi yang lebih sering, dibandingkan dengan sebelum penyisipan.
Lesi paling sering timbul dalam periode spotting atau perdarahan yang memanjang dengan pemakaian pembalutg)
7. Kanker
Efek karsinogenik levonorgestrel dan silstic telah dievaluasi secara menyeluruh pada hewan dan manusia, dan tidak ada satu pun yang ditemukan. Evaluasi
epidemiologik masih menunggu penggunaan jangka panjang oleh sejumlah besar wanita. Kita dapat berspekulasi mengenaiefek yang mungkin dapat disebabkan oleh implan berdasarkan pengalaman kita dengan kontrasepsi oral dan
depo-prover. Resiko kanker endometrium seharusnya berkurang. Penelitian mengenai efek implan terhadap endometrium gagal menemukan bukti adanya hiperplasia, bahkan pada kadar levonogestrel yang rendah dan produksi estradiol endogen
normal. Resiko kanker ovarium juga mungkin berkurang, tetapi tidak sebesar pengurangan yang terjadi pada metode yang pensupresian ovulasinya
berlangsung sempurna. Efek berupa kanker payudara dan kanker serviks akan sama sulitnya dinilai karena variabel yang membingungkan, sebagaimna pada kontrasepsi oral dan depo provera. Meskipun demikian, dosis rendah implan
cenderung tidak memberikan efek berbeda dari kontrasepsi hormonal lain.
Masa pakai implan 5 tahun, dipasang pada hari 1-7 haid, nifas, pasca abortus.
vagina yang tidak diketahui sebabnya, tumor atau keganasan, penyakit jantung,
penyakit hati, darah tinggi, dan kencing manis. Kembali kesuburan 90% dalam setahun (BKKBN,1991). Sedangkan menurut Baziad (2008), kontraindikasinya
adalah: sersivitis, endometritis, mioma submukosum, erdarahan vagina yang belum jelas asalnya, anomalia uterus, keehamilan, uterus yang sulit digerakkan, radang panggul, dan riwayat kehamilan ektopik dan indikasinya terutama pada
wanita dengan nyeri haid atau bagi wanita yang haidnya banyak. Meskipun kadar progesteron yang berada didalam darah jumlahnya sangat kecil, pada
penggunaan jangka panjang tetap saja terjadi peningkatan kadar gula dan kadar insulin, sehingga perlu hati-hati pemberiannya pada wanita yang toleransi gula darah yang terganggu.
Indikasi pencabutan setelah batas waktunya habis, atas permintaan yang disebabkan ada keluhan, keinginan hamil lagi, dan timbulnya banyak efek samping (Baziad, 2008).
Pola perdarahan haid sangat bervariasi di antara pengguna implan. Sejumlah perubahan dalam pola haid akan terjadi pada tahun pertama penggunaan, pada
kira-kira 80% pengguna. Perubahan tersebut meliputi perubahan pada interval antar perdarahan, durasi dan volume aliran haid, serta spotting (bercak-bercak perdarahan). Oligomenore dan amenore juga terjadi, tetapi tidak sering, kurang
tahun kedua, masalah perdarahan dapat terjadi pada waktu kapanpun (Speroff
dan darney, 2005).
Pada penyisipan implan bisa terjadi infeksi, pembentukan hematoma, iritasi lokal
atua ruam di atas implan, keluarnya salah satu implan taua lebih, dan reaksi alergi terhadap plester atau balutan. Insiden komplikasi dapat diminimalisasi dengan pelatihan dan pengalaman klinisi serta penerapan teknik yang
benar-benar aseptik (Speroff dan Darney, 2005).
2.7. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Hambatan dalam Penggunaan Kontrasepsi Implan
Banyak ibu lebih memilih kontrasepsi non MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) dari pada kontrasepsi Implan yang efektifitasnya lebih tinggi. Ada
beberapa faktor yang menyebabkan hambatan dalam penggunaan kontrasepsi Implan, antara lain :
2.7.1. Umur
Umur adalah usia individu yang terpenting mulai saat di lahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
bertambah dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seorang yang lebih dewasa akan lebih di percaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya
Menurut Hanafi (2004), dalam program KB Nasional untuk menyelamatkan
ibu dan anak akan melahirkan pada usia muda dan melahirkan pada usia tua, maka ditempuh kebijaksanaan yang dikategorikan dalam 3 fase yaitu :
a. Fase menunda atau mencegah kahamilan bagi pasangan usia subur dengan istri
berumur < 20 tahun, dianjurkan untuk menunda kehamilannya.
b. Fase menjarangkan kehamilannya bagi pasangan usia subur dengan istri berumur
20 – 35 tahun yang merupakan masa paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak kelahiran antara 2 sampai 4 tahun.
c. Fase menghentikan/mengakhiri kehamilan bagi pasangan usia subur dengan istri
berumur >35 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kehamilan setelah mempunyai 2 orang anak.
Notoatmodjo (2003) yang mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk dalam pemakaian alat kontrasepsi. Wanita berumur muda mempunyai peluang lebih kecil untuk
menggunakan metode MKJP dibandingkan dengan yang tua. Periode umur wanita di atas 30 tahun sebaiknya mengakhiri kehamilan setelah mempunyai 2 orang anak.
Penelitian Fienalia (2011) memperlihatkan ada hubungan secara signifikan antara umur ibu dengan penggunaann metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dengan p value 0.007. Reponden yang berumur > 30 tahun memiliki peluang sebesar
2,5 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP.
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh umur responden dengan rendahnya
keikutsertaan PUS menggunakan MKJP (Dewi dan Notobroto, 2013). 2.7.2. Pendidikan
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Sehingga tingkat pendidikan dapat diartikan sebagai jenjang
pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh seseorang.
Siagian (2002) dalam Murdaningsih (2014) mengatakan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidup dalam rangka mengalihkan pengetahuan dari seseorang ke orang lain. Seseorang yang telah menerima pendidikan yang lebih baik atau lebih tinggi biasanya akan lebih mampu
rendah maka dia akan lebih sulit untuk menerima hal-hal yang baru dibandingkan
mereka yang berpendidikan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan minat
ibu terhadap pemakaian alat kontrasepsi implant di Puskesmas Ome Kota Tidore Kepulauan 2013 menunjukkan bahwa hasil uji statistik Chi-Square menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pendidikan dengan pemakaian kontrasepsi
implant (Susanti, 2013). 2.7.3. Pekerjaan
Pekerjaan secara umum didefinisikan sebagai sebuah kegiatan aktif yang dilakukan ole tugas atau kerja yang menghasilkan sebua
bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah pekerjaan dianggap sama denga
Pekerjaan adalah sesuatu yang dikerjakan untuk mendapatkan nafkah atau
pencaharian masyarakat yang sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan memiliki waktu yang lebih untuk memperoleh informasi (Depkes RI, 2009).
Faktor pekerjaan juga mempangaruhi pengetahuan. Seseorang yang bekerja pengetahuannya akan lebih luas dari pada seseorang yang tidak bekerja, karena dengan bekerja seseorang akan banyak mempunyai informasi. Menurut Sakernas
(Notoatmodjo, 2012) jenis pekerjaan yaitu : 1. Pedagang
3. PNS 4. TNI/ Polri
5. Pensiunan 6. Wiraswasta 7. IRT
2.7.4. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun
perseorangan dalam rumah tangga. Secara konkritnya pendapatan keluarga berasal dari :
1. Usaha itu sendiri : misalnya berdagang, bertani, membuka usaha sebagai
wiraswastawan
2. Bekerja pada orang lain: misalnya sebagai pegawai negeri atau karyawan
3. Hasil dari pemilihan: misalnya tanah yang disewakan dan lain-lain. Pendapatan
bisa berupa uang maupun barang misal berupa santunan baik berupa beras, fasilitas perumahan dan lain-lain. Pada umumnya pendapatan manusia terdiri dari
pendapatan nominal berupa uang dan pendapatan riil berupa barang. (Gilarso, 2008)
Menurut hasil penelitian Wahyuni (2011) menjelaskan bahwa Dari Hasil uji
Chi Square diperoleh nilai x2 = 24,564, p = 0,017 (0,017 < 0,05) menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan pemilihan alat kontrasepsi pada
2.7.5. Jumlah Anak
Jumlah anak adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu. Gerakan Keluarga Berencana bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta
mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran. Nilai dan jumlah anak sangat mempengaruhi dalam mencapai terwujudnya NKKBS
dimana salah satu Norma dalam NKKBS adalah norma tentang jumlah anak yang sebaiknya dimiliki yaitu 2 anak cukup, dan laki-laki atau perempuan sama saja
(Fazidah, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Wahidin (2005) menunjukan adanya hubungan antara jumlah anak hidup dengan pemilihan metode kontrasepsi suntik di
Kecamatan Palu Selatan Kota Palu. Akseptor akan menggunakan metode kontrasepsi sebagai suatu cara untuk mengatasi kelahiran anak yang tidak diinginkan, apabila jumlah anak hidup yang dimilikinya telah cukup.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Fienalia (2011) dimana didapatkan hubungan secara signifikan antara jumlah anak hidup dengan penggunaan kontrasepsi
jangka panjang, responden yang memiliki anak ≥ 3 orang memiliki peluang 3,9 kali lebih besar untuk menggunakan kontrasepsi jangka panjang dibandingkan dengan yang mempunyai anak 0-2 orang.
2.7.6. Jumlah Anak yang Diinginkan
Salah satu faktor yang paling mendasar mempengaruhi perilaku pemakaian
sebetulnya bukan merupakan variabel yang langsung berhubungan dengan fertilitas,
namun berhubungan dengan variabel yang mempengaruhi salah satu variabel antara, yaitu pengaturan kelahiran. Sejalan dengan konsep keluarga kecil, yang saat ini
dikenal dengan pesan “dua anak lebih baik”, maka konsep jumlah anak yang diinginkan PUS akan berpengaruh terhadap tercapainya konsep keluarga kecil. (Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi, 2009).
Hasil uji statistik kolerasi rank spearman diperoleh gambaran bahwa ada hubungan yang signifikan antara jumlah keluarga yang diinginkan dengan pemilihan
alat kontrasepsi, dengan p value sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 (0,000<0,05), sehingga Ha diterima berarti menunjukan ada hubungan antara jumlah keluarga yang diinginkan dengan pemilihan alat kontrasepsi di Desa Tuwel Kecamatan Bojong
Kabupaten Tegal( Maula, 2014). Sejalan dengan Hartanto (2004), yang menyatakan bahwa jumlah anak yang diinginkan mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi. 2.7.7. Pengambil Keputusan
Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapi dengan tegas. Pengambilan keputusan merupakan suatu pendekatan terhadap hakikat suatu masalah,
pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat (Levany, 2011).
Penelitian kwalitatif tentang pengambilan keputusan pemakaian kontrasepsi pada ibu grande multipara di Kabupaten Tangerang memperlihatan bahwa proses
dipengaruhi oleh adanya bias gender yang ditunjukkan dengan keyakinan peran
gender tradisional ibu grande multipara, kurangnya partisipasi suami dalam upaya mencegah terjadinya kehamilan, dominasi suami dalam pengambian keputusan
kontrasepsi yang kurang berpihak pada perempuan, dan adanya hambatan keluarga bagi ibu grande multipara untuk memakai kontrasepsi tertentu (Juliastuty, 2008). 2.7.8. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan terbagi atas 6 (enam) tingkat, sebagai berikut:
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya)
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada
(Notoatmodjo, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan Hasanah (2013) menunujukkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan wanita pasangan usia subur dengan
Hasil penelitian uji Chi Square didapat nilai Chi Square sebesar 11,971
dengan p-value 0,003. Oleh karena p-value = 0,003 < α (0,05) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemakaian kontrasepsi implant
pada WUS di Desa Jimbaran, Kec.Bandungan, Kab. Semarang (Dini, 2014). 2.7.9. Norma
Menurut Iswantara (2004), aturan atau ketentuan yang mengatur tingkah laku
manusia dalam masyarakat disebut norma, sedangkan adat istiadat adalah norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikat sehingga anggota-anggota masyarakat yang
melanggar adat istiadat akan mendapat sanksi keras yang secara langsung dikenakan kepada pelanggaran adat tersebut.
Hasil penelitian Yanti (2012) tentang pengaruh budaya akseptor KB terhadap
penggunaan kontrasepsi IUD di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang menunjukkan budaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan kontrasepsi IUD. Dan variabel tersebut bernilai positif menunjukkan bahwa variabel
tersebut mempunyai hubungan yang searah positif) terhadap penggunaan kontrasepsi IUD.
2.7.10. Akses terhadap Pelayanan Kesehatan
Akses merupakan pemanfaatan layanan kesehatan tepat waktu untuk mencapai status kesehatan yang baik dan yang paling memungkinkan. Dengan
demikian, akses mengandung arti layanan kesehatan tersedia kapanpun dan dimanapun diperlukan oleh masyarakat. Hal ini meliputi keterjangkauan/jarak lokasi
keterjangkauan informasi. Aksesibilitas dapat dihitung dari waktu tempuh, jarak
tempuh, jenis transportasi, dan kondisi di pelayanan kesehatan, seperti jenis pelayanan, tenaga kesehatan dan jam buka. Keterjangkauan masyarakat termasuk
jarak akan mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan. Selain itu, jarak merupakan komponen kedua yang memungkinkan seseorang untuk memanfaatkan pelayanan pengobatan (Retnaningsih, 2013).
Hasil penelitian didapatkan ada hubungan antara jarak ke tempat pelayanan KB (p value = 0,001 dan OR sebesar 4,3), biaya penggunaan alat kontrasepsi (p
value = 0,000 dan OR sebesar 2,6) dengan pengggunaan metode kontrasepsi jangka
panjang di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas (Fienalia, 2012). 2.7.11. Biaya Penggunaan Kontrasepsi
Hartanto (2004) mengatakan bahwa metode kontrasepsi tidak dapat dipakai istri tanpa kerja sama suami dan saling percaya. Keadaan ideal bahwa pasangan suami istri harus bersama memilih metode kontrasepsi yang terbaik, saling kerja sama
dalam pemakaian, membayar biaya pengeluaran untuk kontrasepsi dan memperhatikan tanda bahaya pemakaian.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan biaya alat kontrasepsi dengan penggunaan kontrasepsi hormonal yaitu (p = 0,001, φ = 0,288). Hasil analisis dapat dilihat bahwa lebih banyak responden yang menyatakan biaya alat kontrasepsi
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aryanti (2010)
yang menunjukan adanya hubungan antara biaya kontrasepsi dengan pemilihan kontrasepsi. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fienalia di wilayah kerja Puskesmas Pancoranmas Kota Depok tahun 2011 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keterjangkauan biaya kontrasepsi dengan penggunaan MKJP.
2.7.12. Dukungan Suami
Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihah penerima. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial
mengacu pada memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal yang
ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan.
Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.
emosi, penilaian dan bantuan instrumental. Ciri- ciri setiap aspek tersebut oleh Smet
(1994) dan Taylor (1995), dijelaskan sebagai berikut ;
1. Informasi dapat berupa saran- saran, nasihat dan petunjuk yang dapat
dipergunakan oleh korban dalam mencari jalan keluar untuk pemecahan masalahnya.
2. Perhatian emosi berupa kehangatan, kepedulian dan dapat empati yang
meyakinkan korban, bahwa dirinya diperhatiakan orang lain.
3. Penilaian berupa penghargaan positif, dorongan untuk maju atau persetujuan
terhadap gagasan atau perasaan individu lain.
4. Bantuan instrumental berupa dukungan materi seperti benda atau barang yang
dibutuhkan oleh korban dan bantuan finansial untuk biaya pengobatan, pemulihan
maupun biaya hidup sehari- hari selama korban belum dapat menolong dirinya sendiri.
Dukungan suami sangat diperlukan. Seperti diketahui bahwa di Indonesia,
keputusan suami dalam mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi si istri untuk menggunakan alat kontrasepsi. Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya
sedikit istri yang berani untuk tetap memasang alat kontrasepsi tersebut. Dukungan suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan atau tidak dan metode apa yang akan dipakai (Suprayatno, 2011).
suami dengan pemakaian kontrasepsi implant pada WUS diDesa Jimbaran,
Kec.Bandungan, Kab.Semarang. 2.7.13. Peran Petugas Kesehatan
Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang
bersifat konstan (Hidayat, 2008).
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan dibidang kesehatan dimana jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Uliyah, 2010).
Peran tenaga kesehatan dalam merealisasikan program KB di tengah masyarakat salah satunya adalah sebagai konselor. Ketika tenaga kesehatan berperan sebagai konselor diharapkan membimbing wanita pasangan usia subur untuk
mengetahui tentang KB dan membantu wanita pasangan usia subur untuk memutuskan alat kontrasepsi yang akan digunakan (Ita, 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan Zuhriyah, Lailatuz, (2012) dengan judul Revitalisasi Peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Dalam Meningkatkan Peserta Kelurga Berencana (KB) bahwa ada hubungan yang signifikan
2.7.14. Kepercayaan kepada Petugas Kesehatan
Kepercayaan yaitu sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian, tanpa menunjukkan sikap pro atau anti kepercayaan. Seseorang menerima
kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan pembuktian terlebih dahulu. Kepercayaan dapat tumbuh bila berulang kali mendapat informasi yang sama (Notoatmodjo, 2007).
Pengalaman menunjukkan, lebih sulit untuk mengubah kepercayaan
kelompok dari pada kepercayaan individu, karena kepercayaan individu sifatnya lebih subjektif dan relatif, sedangkan kepercayaan kelompok memiliki intensitas yang lebih
kuat karena di dukung oleh individu-individu lain yang besar jumlahnya, apalagi jika kepercayaan tersebut di dukung oleh tokoh-tokoh masyarakat (Sarwono, 2004).
Dari beberapa kasus yang ada, diperoleh alasan keengganan seseorang untuk
menggunakan alat kontrasepsi yaitu yang disebabkan karena takut akan efek sampingnya atau prosedurnya, hingga takut kepada tenaga medis yang menangani (BKKBN, 2012).
2.7.15. Kenyamanan terhadap Penggunaan Kontrasepsi
Keuntungan menggunaka
sisi kenyamanan, kepraktisan, kecocokan, keamanan dan keefektifan dari alat kontrasepsi yang digunakan. Setiap orang memiliki kesibukan yang berbeda dengan orang yang lain. Tingkat aktifitas yang tinggi dengan kebutuhan yang berbeda.
(KB), orang akan memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan kepribadiannya, sesuai
dengan tubuhnya, dan kebutuhannya (Istantri, 2013). 2.7.16. Takut Efek Samping
Menurut KBBI (2014), takut artinya merasa cepat dan mengerti terhadap sesuatu yang dianggap membahayakan; merasa gentar terhadap sesuatu yang diyakini menimbulkan bencana; segan dan hormat; tidak berani berbuat atau melakukan
sesuatu; khawatir,cemas, gelisah, dan gamang.
Efek samping dalam dunia
yang merugikan dan tidak diinginkan, yang timbul sebagai hasil dari suatu pengobatan atau intervensi lain seperti pembedahan. Suatu pengaruh atau dampak negatif disebut sebagai efek samping ketika hal itu timbul sebagai efek sekunder dari
tidak tepat maka disebut sebagai kesalahan medis (Wikepedia, 2014).
2.8. Analisis Faktor
2.8.1. Pengertian Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas, dari variabel
yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel baru yang disebut faktor dan masih memuat
Menurut Puwanto (2007), analisis faktor merupakan usaha penyederhanaan
kerumitan dengan meringkas kerumitan yang sangat banyak unsurnya ke dalam faktor yang sederhana dan mudah dipahami. Analisis faktor merupakan analisis
multivariat yang dirancang untuk meneliti sifat hubungan antara variabel-variabel dalam satu perangkat tertentu yang pada dasarnya menunjukkan pola hubungan tertentu. Menurut Suryanto (1988) dalam Purwanto (2007), analisis faktor adalah
kajian tentang kesalingantergantungan antara variabel-variabel dengan tujuan untuk menemukan himpunan variabel baru yang lebih sedikit jumlahnya dari variabel
semula dan menunjukkan variabel-variabel mana dari variabel semula tersebut yang merupakan faktor persekutuan.
2.8.2. Tujuan Analisis Faktor
Pada dasarnya tujuan analisis faktor menurut Hardjodipuro (1988) dalam Purwanto (2007) adalah menentukan apakah satu perangkat variabel dapat digambarkan berdasarkan jumlah “dimensi” atau “faktor” yang lebih sedikit dari pada
jumlah variabelnya. Selain itu untuk menemukan himpunan baru yang lebih sedikit jumlahnya dari variabel semula dan menunjukkan variabel-variabel mana dari
variabel semula tersebut yang merupakan faktor persekutuan. Analisis faktor juga membantu menemukan dan mengidentifikasikan keutuhan-keutuhan atau sifat-sifat mendasar yang mendasari tes dan pengukuran. Dengan demikian tujuan analisis
faktor adalah mengekplorasi wilayah variabel guna mengetahui dan menunjukkan faktor-faktor yang diduga melandasi variabel tersebut dan menguji hipotesis tentang
2.8.3. Penggunaan Analisis Faktor
Ditinjau dari penggunaannya, terdapat dua macam analisis faktor, yaitu : 1. Analisis Faktor Eksploratori (Exploratory Factor Analysis)
Analisis faktor eksploratori adalah penggunaan analisis faktor untuk mengetahui faktor-faktor yang melandasi sehimpunan variabel atau sehimpunan ukuran. Analisis faktor eksploratori tidak menghipotesiskan adanya sejumlah faktor
dari butir-butir pengukuran variabel. Butir-butir dibiarkan membentuk polanya sendiri dan menginformasikan ditemukannya faktor-faktor. Peneliti berusaha
merangkum data dengan cara mengelompokkan variabel yang saling berinterkorelasi yang mana variabel-veriabel tersebut dipilih tanpa praduga adanya struktur dasar potensial (Purwanto, 2007).
Analisis faktor ekploratori merupakan analisis awal untuk digunakan pada analisis lanjutan dari suatu rangkaian analisis dalam suatu penelitian. Dalam melakukan reduksi data atau mengurangi jumlah variabel, maka dilakukan proses
analisis eksploratori untuk membuat set variabel baru, atau variabel komponen, atau faktor, atau konstruk yang menggantikan sejumlah variabel asal, atau item atau
demensi penyusunnya. Analisis faktor ekploratori bersifat mengeksplor data empiris untuk menemukan dan medeteksi karakteristik dan hubungan antar variabel tanpa menentukan model pada data. Pada analisis ini peneliti tidak memiliki teori a priori
untuk menyusun hipotesis. Mengingat sifatnya yang ekplorasi inilah, hasil analisis faktor ekploratori ini lemah. Hasil analisis, yang menjelaskan hubungan antar
tergantung data empiris, dan jika variabel terobservasinya banyak, hasil analisis akan
sulit dimaknai (Stapleton, 1997 dalam Retnawati, 2006).
Biasanya analisis faktor terkait erat dengan pertanyaan tentang validitas.
Ketika faktor-faktor teridentifikasi dihubungkan, analisis faktor eksploratori menjawab pertanyaan tentang validitas konstruk, apakah suatu skor mengukur apa yang seharusnya diukur (Nunally, 1978 dalam Retnawati, 2006).
2. Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis)
Analisis faktor konfirmatori adalah penggunaan analisis faktor untuk
menguji hipotesis mengenai struktur faktor dalam sehimpunan data. Analisis faktor konfirmatori menghipotesiskan telah ditemukannya sejumlah faktor dari variabel dan analisis dilakukan untuk menegaskan kemandirian faktor dan menguji kontribusi butir
kepada faktor-faktornya. Selain itu analisis faktor konfirmatori menguji hipotesis-hipotesis mengenai struktur dasar faktor. Faktor-faktor tidak dicari tapi telah lebih dulu dihipotesiskan (Purwanto, 2007).
Analisis faktor konfirmatori digunakan untuk menguji model yang telah diasumsikan untuk dideskripsikan, dijelaskan untuk model data empiris dengan
menggunakan parameter yang lebih sedikit dibandingkan dengan variabel terobservasi. Model yang dibangun didasarkan pada informasi a piori tentang struktur data dalam bentuk teori khusus atau hipotesis. Teori khusus atau hipotesis
2.8.4. Proses Dasar Analisis Faktor
Proses utama analisis faktor meliputi hal-hal berikut : 1. Menentukan variabel apa saja yang akan di analisis.
2. Menguji variabel-variabel yang telah ditentukan, dengan metode Bartlett test of
sphericity serta pengukuran MSA (Measure of Sampling Adequacy), melakukan
penyaringan terhadap sejumlah variabel, hingga didapat variabel-variabel yang
memenuhi syarat untuk di analisis.
3. Proses Faktoring, proses yang mengekstrak satu atau lebih faktor dari
variabel-variabel yang telah lolos pada uji variabel-variabel sebelumnya (Santoso, 2010). 2.8.5. Tahap Analisis Faktor
Menurut Supranto (2004), langkah-langkah yang diperlukan dalam analisis
faktor adalah :
1. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah analisisfaktor dan mengidentifikasi/mengenali
variabel-variabel asli yang akan dianalisis faktor. Merumuskan masalah meliputi beberapa hal:
a. Tujuan analisis faktor harus diidentifikasi.
b. Variabel yang akan dipergunakan di dalam analisis faktor harus dispesifikasi
berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan pertimbangan dari peneliti. c. Pengukuran variabel berdasarkan skala interval atau rasio.
d. Banyaknya elemen sampel (n) harus cukup/memadai, sebagai petunjuk kasar,
Artinya kalau variabel 5, banyaknya responden minimal 20 atau 25 orang sebagai
sampel acak.
2. Membentuk Matriks Korelasi
Martiks korelasi menyajikan interkorelasi antarbutir. Matriks diperlukan untuk mengetahui butir-butir yang saling berkorelasi tinggi dan rendah. Butir yang saling berkorelasi tinggi bearti mengukur dimensi yang sama dan sebaliknya
(Purwanto, 2007).
Agar analisis faktor bisa tepat dipergunakan, variabel-variabel yang akan
dianalisis harus berkorelasi. Apabila koefisien korelasi antar-variabel terlalu kecil, hubungan lemah, analisis faktor tidak tepat. Statistik formal yang tersedia untuk menguji ketepatan model faktor yaitu bartlett’s test of sphericity bisa digunakan
untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Nilai yang besar untuk uji statistik, berarti hipotesis nol harus ditolak (berarti ada korelasi yang signifikan diantara beberapa variabel). Kalau hipotesis nol diterima, ketepatan
analisis faktor harus dipertanyakan.
Statistik lainnya yang berguna adalah KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) mengukur
kecukupan sampling (sampling adequacy). Indeks ini membandingkan besarnya koefisien korelasi terobservasi dengan besarnya koefisien korelasi parsial. Nilai KMO yang kecil menunjukkan korelasi antar pasangan variabel tidak bisa diterangkan oleh
c. Harga KMO sebesar 0,7 adalah harga menengah d. Harga KMO sebesar 0,6 adalah cukup
e. Harga KMO sebesar 0,5 adalah kurang memuaskan f. Harga KMO sebesar 0,4 adalah tidak dapat diterima
Angka Measure of Sampling Adequacy (MSA)dihitung untuk seluruh matriks korelasi dan setiap variabel yang layak untuk diaplikasikan pada analisis faktor. a. MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain.
b. MSA > 0,5 variabel masih dapat diprediksi dan dapat dianalisis lebih lanjut. c. MSA < 0,5 variabel tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dianalisis lebih lanjut. 3. Menentukan Metode Analisis Faktor
Segera setelah ditetapkan bahwa analisis faktor merupakan tekhnik yang tepat
untuk menganalisis data yang sudah dikumpulkan, kemudian ditentukan atau dipilih metode yang tepat untuk analisis faktor. Ada dua cara metode yang bisa digunakan dalam analisis faktor, khususnya untuk menghitung timbangan atau koefisien skor
faktor, yaitu principal components analysis dan common factor analysis.
Di dalam principal component analysis, jumlah varian dalam datayang
terkandung dalam semua variabel asli dipertimbangkan. Principal component analysis direkomendasikan kalau tujuan utama ialah menentukan banyaknya faktor
yang diekstraksi minimum (sedikit mungkin) tetapi menyerap sebagian besar
Di dalam common factor analysis, faktor diestimasi didasarkan pada common
variance. Metode ini tepat kalau tujuan utamanya ialah mengenali/ mengidentifikasi
dimensi yang mendasari (underlying dimensions) dan kalaucommon variance yang
menarik perhatian. Metode ini juga dikenal sebagai principal axis factoring. 4. Rotasi Faktor-Faktor
Rotasi adalah proses memutar sumbu mendekati koordinat titik butir/variabel.
Proses ekstraksi hanya menentukan jumlah faktor yang meringkas keseluruhan butir, namun belum menentukan distribusi butir-butir ke dalam faktor-faktor yang
meringkasnya (Purwanto, 2007).
Rotasi dipergunakan untuk mengubah (mentransformasi) matrix factor menjadi matrik yang sederhana yang lebih mudah untuk diinterprestasikan. Metode
rotasi yang paling banyak digunakan adalah varimax procedure. Matrix factor yang dirotasi membentuk dasar untuk menginterpretasi faktor.
5. Interpretasi Faktor atau Memberi Nama Faktor
Interpretasi faktor dipermudah dengan mengenali/mengidentifikasi variabel yang muatannya (loading) besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian
bisa diinterpretasikan, dinyatakan dalam variabel yang mempunyai muatan tinggi (high loading). Variabel-variabel yang berkorelasi kuat (nilai factor loading yang besar) dengan faktor tertentu akan memberikan inspirasi nama faktor yang
6. Menghitung Skor atau Nilai Faktor
Nilai faktor adalah ukuran yang mengatakan representasi suatu variabel oleh masing-masing faktor. Nilai faktor menunjukkan bahwa suatu data mewakili
karakteristik khusus yang dipresentasikan oleh faktor. Nilai faktor ini selanjutnya digunakan untuk analisis lanjutan. Sebenarnya, analisis faktor tidak harus dilanjutkan dengan menghitung skor atau nilai faktor, sebab tanpa menghitungpun hasil analisis
faktor sudah bermanfaat yaitu mereduksi variabel yang banyak menjadi variabel baru yang lebih sedikit dari variabel aslinya.
Namun, kalau tujuan analisis faktor untuk mencari variabel baru yang independen (bebas satu sama lain) yang disebut faktor untuk dipergunakan dalam analisis multivariat lainnya seperti analisis regresi linear berganda, maka perlu
dihitung skor atau nilai faktor bagi setiap responden. a. Memilih Surrogate Variables
Surrogate Variables yaitu suatu subset (bagian dari) variabel asli yang dipilih
untuk digunakan didalam analisis selanjutnya. Pemilihan Surrogate Variables meliputi sebagian dari beberapa variabel asli untuk dipergunakan didalam analisis
selanjutnya. Hal ini memungkinkan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan menginterprestasikan peneliti untuk melakukan analisis lanjutan dan menginterprestasikan hasilnya dinyatakan dalam variabel asli bukan dalam skor
2.9. Landasan Teori
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan.
Secara lebih terinci perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), meliputi:
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yang meliputi: a) peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior) misalnya berperilaku hidup
sehat makan makanan bergizi, olahraga, b) perilaku terhadap pencegahan penyakit (health prevention behavior) yang termasuk didalamnya imunisasi, perilaku pemeriksaan kehamilan, c) perilaku pencarian pengobatan (health
seeking behavior), d) perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health
rehabilitation behavior).
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan. c. Perilaku terhadap makanan.
d. Perilaku terhadap lingkungan kerja.
Kerangkan teori pada penelitian ini adalah modifikasi dari beberapa landasan teori perubahan perilaku kesehatan. Green and Kruiter dalam Glanz (2005), mengemukakan ada 3 faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan yaitu:
1. Faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor antesenden terhadap
didalamnya adalah: pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai-nilai, norma serta
persepsi individu untuk melakukan tindakan.
2. Faktor pemungkin (Enabling factor), merupakan faktor anteseden terhadap
perilaku yang memungkinkan motivasi atau aspirasi terlaksana dan yang termasuk dalam faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana kesehatan.
3. Faktor penguat (reinforcing factor), adalah konsekuensi dari perilaku yang
ditentukan apakah pelaku menerima umpan balik yang positif atau negatif dan mendapatkan dukungan sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat
mencakup: dukungan sosial dari tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, keluarga, pengaruh sebaya.
Menurut Anderssen (1995), ada 3 kategori utama dalam health system model
(model kepercayaan terhadap penggunaan pelayanan kesehatan). Karakteristik predisposisi (presdisposing characteristics), bahwa semua individu mempunyai kecendrungan yang berbeda-beda untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Hal ini
disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yakni: ciri demografi (umur, jenis kelamin), struktur sosial (tingkat
pendidikan, pekerjaan, ras), serta mempunyai keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan.
1. Karakteristik pendukung (enabling characteristics), hal ini mencerminkan bahwa
Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan
konsumen untuk membayar.
2. Karakteristik kebutuhann (need characteristics)
Kebutuhan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan bila faktor predisposisi dan pendukung. Karakteristik ini terbagi dua yaitu perceived (persepsi seseorang terhadap kesehatannya) dan evaluated (gejala
dan diagnosis penyakit). Adapun skema modifikasi teori Green and Kruiter dalam Glanz (2008), dan teori Andersen (1995), dipaparkan dan dirangkum
Gambar 2.1. Skema Modifikasi Teori Green and Kruiter dalam Glanz (2008) dan Teori Andersen (1995)
Predisposing Faktor
2.10. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian - Umur
- Pendidikan - Pekerjaan
- Pendapatan keluarga, - Jumlah anak
- Jumlah anak yang diinginkan
- Pengambil keputusan - Pengetahuan
- Norma
- Akses terhadap pelayanan kesehatan
- Biaya penggunaan kontrasepsi
- Dukungan suami
- Peran petugas kesehatan - Kepercayaan kepada
petugas kesehatan - Kenyamanan terhadap
penggunaan kontrasepsi - Takut efek samping