• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Nilai Stabilitas Marshall Dengan Menggunakan Artificial Neural Network

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Nilai Stabilitas Marshall Dengan Menggunakan Artificial Neural Network"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Umum

Pada perencanaan perkerasan jalan raya dibutuhkan konsep pengetahuan yang baik dalam merencanakannya baik dari segi material pengisi bahan – bahan tiap lapisan perkerasan jalan raya dan juga proses pengerjaan struktur perkerasan jalan raya tersebut. Untuk mendesain perkerasan jalan digunakan beberapa parameter yang dapat mempengaruhi struktur perkerasan jalan tersebut. Salah satu parameter penting tersebut adalah Stabilitas Marshall yang digunakan pada desain pencampuran aspal. Dengan perkembangan teknologi pada bidang pengetahuan dan melalui percobaan dari beberapa peneliti, maka telah diteliti penentuan nilai Stabilitas Marshall dengan menggunakan suatu program yang disebut program jaringan saraf tiruan. Digunakannya parameter-parameter seperti persentase agregat yang lolos ayakan nomor 200, 50, 30, 8, 4 dan ½ inch, agregat pecah, dan kadar aspal telah diteliti hingga mendapatkan nilai Stabilitas Marshall. (M. Saffarzadeh and A. Heidaripanah)

(2)

dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya.

(3)

lebih dari 2 kali ukuran butir agregat maksimum yang digunakan. Beberapa jenis campuran aspal panas yang umum digunakan di Indonesia antara lain :

- AC (Asphalt Concrete) atau laston (lapis beton aspal)

- HRS (Hot Rolled Sheet) atau lataston (lapis tipis beton aspal) - HRSS (Hot Rolled Sand Sheet) atau latasir (lapis tipis aspal pasir)

Laston (AC) merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu.

Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Rev.3

Laston (AC) dapat dibedakan menjadi dua tergantung fungsinya pada konstruksi perkerasan jalan, yaitu untuk lapis permukaan atau lapisan aus (AC-wearing course) dan untuk lapis pondasi (AC-base, AC-binder, ATB (Asphalt

Treated Base)).

(4)

cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan.

b. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt Concrete – Binder Course) dengan tebal minimum AC – BC adalah 5 cm.

Lapisan ini untuk membentuk lapis pondasi jika digunakan pada pekerjaan peningkatan atau pemeliharaan jalan.

c. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt Concrete-Base) dengan tebal minimum AC-Base adalah 6 cm. Lapisan ini

tidak berhubungan langsung dengan cuaca tetapi memerlukan stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda kendaraan.

Campuran beraspal panas terdiri atas kombinasi agregat, bahan pengisi (bila diperlukan) dan aspal yang dicampur secara panas pada temperatur tertentu. Komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan beraspal yang memenuhi kriteria :

a) Stabilitas yang cukup. Lapisan beraspal harus mampu mendukung beban lalu-lintas yang melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi plastis selama umur rencana.

b) Durabilitas yang cukup. Lapisan beraspal mempunyai keawetan yang cukup akibat pengaruh cuaca dan beban lalu-lintas.

(5)

d) Cukup kedap air. Lapisan beraspal cukup kedap air sehingga tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis pondasi di bawahnya.

e) Kekesatan yang cukup. Kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan erat dengan keselamatan pengguna jalan.

f) Ketahanan terhadap retak lelah (fatique). Lapisan beraspal harus mampu menahan beban berulang dari beban lalu-lintas selama umur rencana. g) Kemudahan kerja. Campuran beraspal harus mudah dilaksanakan, mudah

dihamparkan dan dipadatkan.

(6)

II.2. Bahan Campuran Aspal Panas II.2.1. Agregat

Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Agregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.

(7)

II.2.1.1. Sifat agregat.

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu-lintas. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan dipengaruhi oleh:

a. Gradasi

b. Ukuran maksimum c. Kadar lempung

d. Kekerasan dan ketahanan e. Bentuk butir

f. Tekstur permukaan

2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik, dipengaruhi oleh: a. Porositas

b. Kemungkinan basah c. Jenis agregat

3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman, dipengaruhi oleh:

a. Tahanan geser (skid resistance)

(8)

II.2.1.2. Klasifikasi agregat

Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).

‐ Batuan beku

Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).

‐ Batuan sedimen

Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya.

‐ Batuan metamorf

Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.

II.2.1.3. Jenis agregat dan Persyaratan Sifat Agregat.

Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial.

(9)

buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, 2010 memberikan persyaratan untuk agregat sebagai berikut :

1. Agregat Kasar

Tabel 2.2. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis pemeriksaan Standart

Syarat

maks/min

Kekekalan bentuk agregat terhadap

larutan natrium dan magnesium sulfat.

SNI 03-3407-1994 Maks. 12 %

Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 30 %

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)

Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 %

Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.1 % Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI PerkerasanBeraspal, Dep. PU, 2010

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

(10)

2. Agregat Halus

Tabel 2.3.Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 60 %

Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %

Kadar Lempung SNI 3432 : 2008 Maks. 1%

Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan Beraspal, Dep. PU, 2010)

3. Bahan Pengisi (filler)

(11)

Ukuran Saringan Persen Lolos

No. 30 (600 mikron) 100

No. 50 (300 mikron) 95 – 100

No. 200 (75 mikron) 70 – 100

Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal)

Material filler bersama-sama dengan aspal membentuk mortar dan berperan sebagai pengisi rongga sehingga meningkatkan kepadatan dan ketahanan campuran serta meningkatkan stabilitas campuran, sedangkan pada campuran laston filler berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dalam campuran. Pada prakteknya fungsi dari filler adalah untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Meningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air void (rongga udara) dalam campuran.

4. Gradasi Agregat Gabungan

Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas yang diberikan dalam Tabel 2.5. Rancangan dan perbandingan campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak terhadap batas-batas yang diberikan dalam Tabel 2.5.

(12)

Tabel 2.5 Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal

Catatan : 1. Untuk HRS-WC dan HRS-Base yang benar benar senjang, paling . . . . sedikit 80% agregat lolos ayakan No.8 (2.36 mm) harus lolos ayakan

. . . No.30 (0.600 mm).

2. Apabila tidak ditetapkan dalam gambar, penggunaan pemilihan .. . . . gradasi sesuai dengan petunjuk Direksi Pekerjaan.

II.2.1.4. Sifat-Sifat Fisik Agregat dan Hubungannya Dengan Kinerja Campuran. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut.

Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain : a) Ukuran butir

(13)

c) Kebersihan d) Kekerasan e) Bentuk partikel f) Tekstur permukaan g) Penyerapan

h) Kelekatan terhadap aspal

Berat jenis suatu agregat adalah perbandingan berat dari suatu satuan volume bahan terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur 20o – 25oC

(68o –77o F). Dikenal beberapa macam Berat Jenis agregat, yaitu :

a) Berat Jenis semu (apparent specific gravity), Berat Jenis Semu, volume dipandang sebagai volume menyeluruh dari agregat, tidak termasuk volume pori yang dapat terisi air setelah perendaman selama 24 jam.

b) Berat Jenis bulk (bulk specific gravity), Berat Jenis bulk, volume dipandang volume menyeluruh agregat, termasuk volume pori yang dapat terisi oleh air setelah direndam selama 24 jam.

c) Berat Jenis efektif (effective specific gravity), Berat Jenis efektif, volume dipandang volume menyeluruh dari agregat tidak termasuk volume pori yang dapat menghisap aspal.

II.2.2. Aspal

(14)

II.2.2.1. Jenis aspal.

Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas: 1. Aspal alam,

2. Aspal buatan.

II.2.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal).

Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas: a. Aspal keras/semen (AC).

Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari

campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin, permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas.

Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) . Aspal semen pada temperature ruang ( berbentuk padat. Aspal semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya.

Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya yaitu:

(15)

b. Aspal dingin/cair.

Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:

1. RC (Rapid Curing Cut Back) 2. MC (Medium Curing Cut Back) 3. SC (Slow Curing Cut Back) c. Aspal emulsi.

Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.

II.2.2.1.2. Aspal buton.

Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).

II.2.2.2. Komposisi aspal

(16)

heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran.

II.2.2.3. Sifat aspal.

Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara aspal itu sendiri.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.

1. Daya tahan (durability)

(17)

2. Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan.

3. Kepekaan terhadap temperatur

Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.

4. Kekerasan aspal

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi. II.2.2.4. Pemeriksaan Properties Aspal

(18)

Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui beberapa uji meliputi:

a. Uji penetrasi

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum berdiameter 1 mm selama 5 detik pada temperature Besarnya penetrasi di

ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu.

b. Titik lembek.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang berkisar antara sampai . Temperatur pada saat dimana aspal mulai

(19)

dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Aspal dengan titik lembek yang tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur tetapi lebih untuk bahan pengikat perkerasan.

c. Daktalitas.

Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal, Dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi. Daktalitas yang semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat untuk perkerasan jalan.

d. Berat jenis.

(20)

Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:

Berat jenis ... (2.1)

Dimana :

A = Berat piknometer (gram)

B = Berat piknometer berisi air (gram)

C = berat piknometer berisi aspal (gram)

D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram)

Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut :

V = Vt x Fk... (2.2)

Dimana :

V = Volume aspal pada temperatur

Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu

Fk = Faktor Koreksi

(21)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari Dengan percobaan ini akan diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata sekurang-kurangnya 5 detik untuk titik bakar. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal. Semakin tinggi titik nyala dan bakar menunjukkan bahwa aspal semakin tahan terhadap temperatur tinggi.

f. Kelekatan Aspal pada Agregat

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan tertentu dalam air. Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal terhadap agregat. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan secara visual.

II.2.3. Anti Stripping Agent

Pada spesifikasi edisi november 2010, Aditif kelekatan dan anti pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan dalam bentuk cairan kedalam campuran agregat dengan mengunakan pompa penakar (dozing pump) pada saat proses pencampuran basah di pugmil. Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam rentang 0,2% - 0,5 % terhadap berat aspal. Contoh –contoh anti stripping agent : Wetfix-BE, Morlife 2200, dan Derbo-401.

1. Derbo-401

(22)

menghasilkan produk-produk terbaik. Untuk campuran Hotmix, penggunaan anti stripping agent jenis Derbo-401 ini berkisar 0.1%-0.4% dari berat bitumen. Sementara untuk perbaikan jalan, penggunaannya berkisar 0.2%-0.5% dari berat bitumen.

Penggunaan Derbo ini diyakini dapat memberi keuntungan antara lain sebagai berikut :

 Meningkatkan stabilitas Marshall sisa pada daerah dengan curah hujan tinggi.

 Menghemat lebih dari 50 % biaya maintenance konstruksi jalan pada kondisi iklim lembab.

 Harga yang cenderung lebih efektif jika dibandingkan dengan anti pengelupasan lainnya.

 Mengurangi kebutuhan dari agregat halus dalam campuran. 2. Morlife 2200

(23)

proses pencampuran. Morlife 2200 disimpan pada suhu lingkungan yaitu 20 – 250C ( 68-770F ).

3.Wetfix-BE

Wetfix merupakan salah satu dari jenis anti stripping yang memiliki kesensitifan yang cukup tinggi, selain harganya yang relatif mahal dan penambahan jumlahnya terhadap campuran aspal sangat sedikit, akan tetapi menghasilkan stabilitas yang cukup baik.

Wetfix BE ini memiliki beberapa kegunaan, antara lain :  Memperpanjang waktu pelapisan ulang Hotmix.  Biaya perawatan yang lebih rendah.

 Memungkinkan seleksi jenis agregat yang lebih luas.

II.3. Marshall Test

Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama dengan The Missisippi State Highway Department. Penelitian ini dilanjutkan the u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan

pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang terdiri dari Volumetric

Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic akan

(24)

mix (vim), void filled with asphalt (VFWA) dan density. Sedangkan marshall

properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow) yang diperoleh dari hasil

pengujian dengan alat marshall. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stability) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat.

Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari pengujian dengan alat marshall, antara lain:

a. Stabilitas

b. Marshall quotient (MQ)

c. Kelelehan

d. Rongga dalam campuran (VIM) e. Rongga dalam agregat (VMA)

Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotient, yang merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs)

dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan

flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall

(25)

II.3.1. Pengujian Marshall Untuk Perencanaan Campuran

Untuk keperluan pencampuran, agregat dan aspal di panaskan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 170 20 centistokes (cst) dan di padatkan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 280 30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur

dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan. Pengujian Marshall untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut : a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada

b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan

c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal keras harus dihitung lebih dahulu.

Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.

(26)

kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur. Pengujian agar direncanakan dengan dasar 1/2 % kenaikan kadar aspal dengan perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah optimum.

II.3.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat

Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara b. Selimuti benda uji dengan parafin c. Timbang benda uji berparafin di udara d. Timbang benda uji berparafin di air

Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara b. Timbang benda uji SSD di udara c. Rendam benda uji di dalam air d. Timbang benda uji SSD di dalam air

(27)

Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut: a. Rendam benda uji pada temperatur ( ) selama 30-40 menit

sebelum pegujian

b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh. II.3.1.3. Pengujian Volumetrik

Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa rongga-density, sifat tersebut adalah:

a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat b. Rongga dalam agregat mineral

c. Rongga udara dalam campuran padat

Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis masing-masing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.

Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:

UdaraVa

aspal Vbe VmaVb VbaVmm

AgregatVsb Vse Vmb

Gambar 2.1. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas

(28)

Keterangan gambar:

Vma = Volume rongga dalam agregat mineral Vmb = Volume contoh padat

Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran Va = Volume rongga udara

Vb = Volume aspal

Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat Vbe = Volume aspal effektif

Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah) Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif) Wb = Berat aspal

Ws = Berat agregat

= Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3) Gmb = Berat jenis curah campuran padat

% rongga =

% Vma = Density =

= Gmb

(29)

Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima beban sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam kilogram. Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu

lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi.

Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian, dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.

Marshall quotient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga

di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat.

II.4. Analisa Campuran Beraspal

(30)

1. Uji berat jenis curah (bulk spesifik gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau ASTM C 127) dan agregat halus (AASHTO T84 atau ASTM C128).

2. Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T 228 atau ASTM D 70) dan bahan pengisi (AASHTO T 100 atau ASTM D 854).

3. Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran.

4. Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041) ASTM T 29. 5. Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726). 6. Hitung berat jenis effektif agregat.

7. Hitung absorbsi aspal dari agregat.

8. Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat. 9. Hitung persen rongga (VIM) dalam campuran padat.

10. Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat. II.4.1. Rumusan Perhitungan dan Parameternya

Parameter dan rumusan untuk menganalisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

1. Berat jenis curah agregat

Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis curah gabungan agregat dapat ditentukan sebagai berikut:

... (2.3)

Dengan pengertian:

Gsb = berat jenis curah total agregat

(31)

= berat jenis curah agregat 1, 2,..., n

Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi dengan menggunakan berat jenis semua kesalahan umumnya kecil dapat di abaikan.

2. Berat jenis effektif agregat.

Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis effektif agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:

... (2.4)

Dengan pengertian:

Gse = Berat jenis effektif agregat

Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total campuran 100% Pb = Aspal, persen dari berat total campuran

Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D 2041 Gb = berat jenis aspal

Catatan :

Volume aspal yang terserap oleh agregat umumnya lebih kecil dari volume air yang terserap.

Berat jenis semu (Gsa) dihitung dengan formula:

... (2.5)

Dengan pengertian :

Gsa = berat jenis semu total agregat

(32)

3. Berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar aspal

Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis maksimum Gmm, untuk kadar yang berbeda diperlukan untuk menghitung persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.6)

Dengan pengertian:

Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Pmm = campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran 100% Ps = agregat, persen berat total campuran

Pb = aspal, persen berat total campuran Gse = berat jenis effektif agregat

Gb = berat jenis aspal 4. Penyerapan aspal.

Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat, penyerapan aspal dapat dihitung dengan persamaaan sebagai berikut:

... (2.7) Dengan pengertian:

Pba = aspal yang terserap, persen berat agregat Gse = berat jenis effektif agregat

(33)

5. Kadar aspal effektif campuran

Kadar aspal effektif campuran adalah kadar aspal total dikurangi besarnya jumlah aspal yang meresap kedalam partikel agregat. Persamaan untuk perhitungan adalah sebagai berikut:

... (2.8) Dengan pengertian:

Pbe = kadar aspal effektif persen total campuran Ps = agregat, persen berat total campuran Pb = aspal, persen berat total campuran

Pba = aspal yang terserap, persen berat total campuran 6. Persen VMA pada campuran aspal panas padat.

Rongga adalah mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal effektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihitung berdasarkan berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat.

Jika komposisi campuran di tentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.9) Dengan pengertian:

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah) Gsb = berat jenis curah campuran padat

Pbs = Agregat, persen berat total campuran

(34)

Atau jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.10) Dengan pengertian:

Pb= aspal, persen berat agregat

Gmb= berat jenis curah campuran padat Gsb= berat jenis curah agregat

7. Perhitungan rongga udara dalam campuran padat.

Rongga udara, Pa dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara partikel agregat terselimuti aspal, rongga udara dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

... (2.11) Dengan pengertian:

Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara) Gmb = berat jenis curah campuran padat

8. Persen VFA (sering disebut VFB) dalam campuran padat.

Rongga udara terisi aspal, VFA merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

(35)

VFA = rongga terisi aspal, persen dari VMA

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume II.5. Evaluasi Hasil Uji Marshall

Untuk mengetahui karakteristik campuran yang direncanakan memenuhi kriteria yang telah di tentukan, maka perlu dilakukan evaluasi hasil pengujian Marshall, meliputi: nilai stabiltas, pelelehan, dan stabilitas sisa, juga termasuk evaluasi hasil perhitungan volumetrik.

II.5.1. Stabilitas

Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada benda uji harus mempunyai tebal standar 2,5 in (63,5), apabila diperoleh tinggi benda uji tidak standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan hasil yang diperoleh dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.

II.5.2. Pelelehan.

Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas kekuatan stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara komponen bahan pada benda uji.

Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui kuosein Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya. Pada penggambaran hubungan stabilitas, pelelehan dan kuosien Marshall dengan kadar aspal akan mempunyai trend umum:

(36)

 Nilai pelelehan bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal.

 Nilai kuoisen Marshall bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran sampai suatu nilai maksimum setelah nilai kuosien Marshall berkurang.

Apabila hasil penggambaran tidak sesuai, maka perlu dilakukan evaluasi dari hasil pengujian, apakah alat yang digunakan untuk pengujian tidak standar atau terdapat kekeliruan dalam perhitungan.

II.5.3 Evaluasi VMA.

VMA = 100 (1-Gmb(1-Pht)/Gsb)... (2.13) Dari rumus tersebut diatas terlihat bahwa VMA merupakan fungsi dari Gmb, Gsb, dan Pb atau Pagg. Kesalahan perhitungan akan menyebabkan kesalahan pada penilaian nilai VMA.

Sebagai contoh penyimpangan nilai VMA akibat kesalahan perhitungan yang mana kesalahan ini akan menyebabkan pergeseran puncak lengkung hiperbola (titik terendah) kurva hubungan antara VMA dengan kadar aspal. Pergeseran tersebut akan menyebab kesalahan penentuan kadar aspal dan selanjutnya akan sangat mempengaruhi kinerja campuran beraspal yang dihasilkan.

II.5.4 Pengaruh Rongga Udara dalam Campuan Padat (VIM).

(37)

7 % akan rentan terhadap retak dan perlepasan butir (disintegrasi). Untuk mencapai nilai lapangan tersebut dalam spesifikasi, nilai VIM rencana dibatasi pada interval 3,5 % sampai 5,5 %. Dengan kepadatan lapangan dibatasi minimum 98%.

Hasil penelitian dijalan-jalan utama (lalu-lintas berat) di pulau jawa menunjukkan perkerasan Laston yang mempunyai nilai VIM lapangan diatas 7 % umumnya sudah menampakkan indikasi awal terjadinya retak. Sementara perkerasan yang dimulai menampakkan indikasi awal terjadinya deformasi plastis umumnya sudah mempunyai VIM lapangan di bawah 3 %. Tujuan perencanaan VIM adalah untuk membatasi penyesuaian kadar aspal rencana pada kondisi VIM mencapai tengah-tengah rentang spesifikasi, atau dalam hal khusus agar mendekati batas terendah rentang yang disyaratkan serta agar campuran mendekati kesesuaian dengan hasil uji di laboratorium.

II.5.5 Pengaruh Rongga Udara Terisi Aspal (VFA)

(38)

tahap perencanaan dan pelaksanaan, maka kesalahan dapat ditampung dengan memperlebar rentang yang dapat diterima.

II.5.6 Pengaruh Pemadatan

Padar kadar aspal yang sama, maka usaha pemadatan yang lebih tinggi akan mengakibatkan VIM dan VMA berkurang. Bila kadar aspal campuran rencana yang dipadatkan sebanyak 2 x 50 tumbukan, diambil sebelah kiri VMA terendah, tapi lalu-lintas ternyata termasuk kategori lalu-lintas berat (yang mana harus dipadatkan sebanyak 2 x 75 tumbukan) maka akibat pemadatan oleh lalu-lintas, keadaan kadar aspal yang sebenarnya akan lebih tinggi. Sebaliknya bila campuran dirancang untuk 2 x 75 tumbukan tetapi ternyata lalu-lintas cenderung rendah, maka rongga udara akhir akan lebih tinggi sehingga air dan udara akan mudah masuk. Akibatnya campuran akan cepat mengeras, rapuh dan mudah terjadi retak serta adesivitas aspal berkurang yang dapat menyebabkan pelepasan butir atau pengelupasan. Karena itu maka usaha pemadatan yang direncanakan di laboratorium harus dipilih yang menggambarkan keadaan lalu-lintas di lapangan. II.6. Hubungan Stabilitas Marshall Dengan Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network)

(39)

pecah, dan kadar aspal telah diteliti hingga mendapatkan nilai Stabilitas Marshall. (M. Saffarzadeh and A. Heidaripanah)

II.7. Program Jaringan Saraf Tiruan II.7.1 Definisi Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan (artificial neural network), atau disingkat JST, adalah system komputasi di mana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel saraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. JST dapat digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data cluster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model saraf biologi.

Model saraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi, analisis, prediksi, dan asosiasi. Kemampuan yang dimiliki JST dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa contoh atau input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang disimpan kepadanya.

(40)

Setiap pengolahan elemen membuat perhitungan berdasarkan pada jumlah masukan (input). Sebuah kelompok pengolahan elemen disebut layer atau lapisan dalam jaringan. Lapisan pertama adalah input dan yang terakhir adalah output. Lapisan diantara lapisan input dan output disebut dengan lapisan tersembunyi (hidden layer).

Jaringan saraf tiruan merupakan suatu bentuk arsitektur yang terdistribusi parallel dengan sejumlah besar node dan hubungan antar-node tersebut. Tiap titik hubungan dari satu node ke node yang lain mempunyai harga yang di asosiasikan dengan bobot. Setiap node memiliki suatu nilai yang diasosiasikan sebagai nilai aktivasi node.

Salah satu organisasi yang dikenal dan sering digunakan dalam paradigma jaringan saraf buatan adalah Perambatan Galat Mundur (backpropagation). Sebelum dikenal adanya jaringan saraf Perambatan Galat Mundur pada tahun 1950-1960-an, dikenal dua paradigma penting yang nantinya akan menjadi dasar dari jaringan saraf Perambatan Galat Mundur, yakni Perceptron dan Adaline/Madaline (adaptive linier neuron / multilayer adeline).

II.7.2 Arsitektur Jaringan

Jaringan saraf tiruan dirancang dengan menggunakan suatu aturan yang bersifat menyeluruh (general rule) dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama. Arsitektur sebuah jaringan akan menentukan keberhasilan target yang akan dicapai karena tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan arsitektur yang sama.

(41)

Jaringan saraf satu lapisan pertama kali dirancang oleh Widrow dan Holf pada tahun 1960. Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi.

Pada Gambar 2.2 dibawah ini, lapisan input memiliki 3 neuron, yaitu X1, X2, dan X3. Sedangkan lapisan output memiliki 2 neuron, yaitu Y1 dan Y2. Neuron-neuron pada kedua lapisan saling berhubungan. Seberapa besar hubungan antara 2 neuron ditentukan oleh bobot yang bersesuaian. Semua unit input akan

(42)

Gambar 2.2 Jaringan Saraf dengan Lapisan Tunggal

2. Jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net)

(43)

Gambar 2.3 Jaringan Saraf dengan Banyak Lapisan 3. Jaringan dengan lapisan kompetitif(competitive layer net)

(44)
(45)

II.7.3 Jaringan Backpropagation

Algoritma backpropagation (BP) merupakan pengembangan dari algoritma least mean square yang dapat digunakan untuk melatih jaringan dengan beberapa

layer. BP menggunakan pendekatan algoritma steepest descent. Algoritma ini

menggunakan performance index-nya adalah mean square error.

Untuk melatih jaringan diperlukan seperangkat pasangan data seperti berikut :

{p1, t1}, {p2, t2}, ..., {pn, tn} (2)

dimana pn adalah nilai input ke-n jaringan dan tn adalah target, yaitu nilai output yang seharusnya dihasilkan. Untuk setiap input yang masuk dalam jaringan, output yang dihasilkan oleh jaringan akan dibandingkan dengan target. Algoritma

ini akan mengatur atau menyesuaikan parameter-parameter jaringan untuk meminimalkan mean square error, yaitu :

F(x) = E(e2) = E[(t-a)2] (3)

dimana x, e, t dan a merupakan vektor bobot dan bias, vektor error, vektor target dan vektor output. Jika jaringan mempunyai beberapa output maka persamaan di atas dapat dikembangkan menjadi:

F(x) = E[eTe] = E[(t-a)T(t-a)] (4)

Mean square error didekati dengan  

(46)

Langkah-langkah dalam algoritma BP adalah sebagai berikut :

a. Forward propagation

Menyalurkan input ke dalam jaringan dan tiap layer akan mengeluarkan output. Output dari satu layer akan menjadi input untuk layer berikutnya.

b. Back propagation

Menghitung nilai sensitivitas untuk tiap layer. Dimana sensitivitas untuk

layer m dihitung dari sensitivitas pada layer m+1 sehingga penghitungan

sensitivitas ini berjalan mundur.

d. Weight Update

Menyesuaikan nilai parameter bobot (W) dan bias (b) dengan menggunakan pendekatan steepest descent.

Backpropagation dengan least mean square seperti di atas memang menjamin

(47)

a. Momentum

Metode ini bekerja dengan tujuan untuk menghaluskan osilasi yang terjadi. Filter momentum ini akan ditambahkan pada persamaan bobot matrix dan bias.

b. Variabel Learning Rate

Metode ini bekerja dengan berusaha menaikkan learning rate bila menjumpai permukaan yang datar dan kemudian menurunkan learning rate bila terjadi peningkatan slope.

II.7.4 Fungsi Matlab dalam Artificial Neural Network

Matlab atau yang biasa disebut dengan (Matrix Laboratory) yaitu sebuah program untuk menganalisis dan mengkomputasi data numerik, dan MATLAB juga merupakan suatu bahasa pemograman matematika lanjutan, yang dibentuk dengan dasar pemikiran yang menggunakan sifat dan bentuk matriks. MATLAB merupakan bahasa pemograman yang dikembangkan oleh The Mathwork Inc. yang hadir dengan fungsi dan karakteristik yang berbeda dengan bahasa pemograman lain yang sudah ada lebih dahulu seperti Delphi, Basic maupun C++.

Program Artificial Neural Network merupakan suatu fungsi yang terdapat di dalam program Matlab. Komputer yang mendukung operasional perangkat lunak ini minimal:

(48)

3. Perangkat lunak Matlab versi 5.3 atau yang lebih tinggi dengan toolbox neural network.

Program ini memerlukan memori penyimpanan yang lebih besar, disebabkan proses penggunaan Artificial Neural Network membutuhkan memori yang besar.

II.7.5 Perkembangan Program Artificial Neural Network

Sejarah permulaan Artificial Neural Network atau Jaringan Saraf Tiruan dimulai pada tahun 1940-an, dimulai dengan ditemukannya jaringan saraf, dan sampai kini telah mengalami tahap – tahap perkembangan sebagai berikut.

-. Pada tahun 1940-an, para ilmuwan menemukan bahwa psikologi dan otak sama dengan metode pemrosesan yang dilakukan oleh peralatan komputer.

-. Tahun 1943, Mc. Culloch dan W. H Pits merancang model format yang pertama kali sebagai perhitungan dasar neuron.

-. Rumelhart (1986) membuat algoritma belajar yang dikenal sebagai perambatan balik. Bila algoritma ini diterapkan pada perceptron yang memiliki lapisan banyak (Multilayer Perceptron) maka dapat dibuktikan bahwa pemilahan pola – pola yang tidak linier dapat diselesaikan.

-. Pada tahun 1987 Kosko mengembangkan jaringan Adaptive Biirectional Associative Memori (BAM).

(49)

adaptive. Laporan The DARPA inilah yang menjadi motivasi atau mengilhami lahirnya aplikasi yang bersifat komersial lain, termasuk sistem analisis resiko.

II.7.6 Tampilan Utama pada Matlab

Gambar 2.5 menunjukkan tampilan utama pada program Matlab, yang terdiri dari 7 menu bar yaitu: File, Edit, Debug, Parallel, Desktop, Window, Help.

Gambar 2.5 Tampilan Program Matlab

(50)

II.7.8 Menu – menu pada Program Neural Network

Dalam Program Matlab dijelaskan kegunaan dari menu menu yang ada pada Neural Network, dengan penjabaran sebagai berikut:

Input Data

Merupakan tempat data input disimpan atau data yang dimasukkan untuk jaringan.

Target Data

Merupakan tempat data target disimpan atau data yang diinginkan jaringan output.

Network

Merupakan daftar dari jaringan. Output Data

Merupakan jawaban dari setiap jaringan terhadap output-nya. Error Data

Merupakan perbedaan antara data target dan data output. Input Delay States

Merupakan jaringan dengan penundaan input. Layer Delay States

Merupakan jaringan dengan penundaan lapisan. Import

Merupakan pengimpor data dan jaringan dari workspace atau file. New

(51)

Open

Merupakan menu untuk membuka data atau jaringan yang dipilih untuk diamati dan diperbaiki.

Export

Merupakan menu untuk mengekspor data dan jaringan ke workspace atau file.

Delete

Merupakan menu untuk membersihkan data atau jaringan yang dipilih. Help

Merupakan menu untuk membuka jendela informasi untuk nntool.

Gambar 2.7 Tampilan Window Import to Network/Data Manager

(52)

Gambar 2.8 Tampilan Window Create Network or Data

Berikut ini adalah penjelasan dari menu – menu yang ada pada window “Create Network or Data”, yaitu:

Name

Merupakan nama atau daftar dari jaringan . Network Properties

(53)

Feed Forward Backprop merupakan tipe jaringan yang bekerja dengan

cara lapisan pertama memiliki bobot yang datang dari input. Tiap lapisan berikutnya memiliki sebuah bobot yang datang dari lapisan sebelumnya. Semua lapisan telah dibias. Dan lapisan terakhir merupakan jaringan output-nya.

Input Data

Merupakan menu yang akan dipilih input-nya. Target Data

Merupakan menu yang akan dipilih target-nya. Training Function

Merupakan fungsi pelatihan yang digunakan untuk melatih data.

Trainlm atau train Levenberg-Marquardt Backpropagation adalah sebuah fungsi jaringan training yang memperbaharui nilai bobot dan bias berdasarkan optimisasi Levenberg-Marquardt Backpropagation.

Trainlm merupakan algoritma propagasi balik tercepat di toolbox, dan sangat direkomendasikan sebagai pilihan utama algoritma terbimbing. Meskipun itu memerlukan memori yang lebih banyak dari pada algoritma lainnya.

Adaption Learning Function

Merupakan proses pengkalkulasian jaringan output dan error setelah pengenalan setiap input.

(54)

Performance Function

Merupakan fungsi untuk mencari hasil.

MSE atau Mean Square Error adalah fungsi yang mengukur keberhasilan jaringan berdasarkan pada rata – rata dari kesalahan kuadrat.

Number of Layers

Merupakan tingkat lapisan yang dipergunakan. Properties for

Merupakan sifat jaringan yang akan di proses pada jaringan tertentu. Number of Neurons

Merupakan nomor dari neuron yang digunakan untuk mencari error (hidden layer).

Transfer Function

Merupakan fungsi aktivasi untuk menghitung keluaran neuron.

Tanget Sigmoid adalah fungsi aktivasi yang menghitung sebuah lapisan output dari input awal. Tangent Sigmoid digambarkan dengan grafik

seperti berikut:

(55)

jarak output dari fungsi tangent hyperbolic yang lebih luas. Dan ini akan membuat pencarian hasil yang lebih efisien.

View

Merupakan menu untuk melihat gambar proses input, hidden layer, output layer dan output.

Restore defaults

Merupakan tombol menu untuk mengembalikan sistem parameter ke sistem awalnya.

Create

Merupakan menu untuk membuat jaringan yang telah ditentukan parameternya.

Help

Merupakan menu untuk meminta informasi penggunaan create network or data.

Close

Merupakan menu untuk menutup jendela create network or data.

Setelah parameter jaringan atau data ditentukan. Kemudian akan ditampilkan window yang berisi parameter-parameter learning rate, sebagai berikut:

 Menu View

(56)

Gambar 2.9 Tampilan Menu View  Menu Train

Menu train dibagi menjadi dua yaitu training info dan training parameter. Training info digunakan untuk memberikan pengenalan kembali terhadap data

input dan data target yang telah ditentukan, hingga menghasilkan data output dan

(57)

-. Menu Training Parameters

Menu training parameters digunakan untuk memberikan nilai tingkat pembelajaran yang akan digunakan untuk menyelesaikan proses perhitungan neural network. Adapun fungsi – fungsi pada training parameters beserta nilai defaultnya yang diambil dari Matlab, yaitu:

a. showWindow

Berfungsi untuk menunjukkan pelatihan GUI (Graphical User Interface). Memiliki default true.

b. showCommandLine

Berfungsi untuk menghasilkan garis perintah pada output. Memiliki default false.

c. Show

Berfungsi untuk menampilkan epochs antar data. Memiliki default 25.

d. Epochs

Berfungsi untuk menunjukkan nilai maksimum pada epochs untuk dilatih. Memiliki default 100.

e. Time

Berfungsi untuk menampilkan waktu maksimum pada pelatihan perdetik. Memiliki default inf.

f. Goal

Berfungsi sebagai hasil terbaik. Memiliki default 0.

g. Min_grad

(58)

h. Max_fail

Berfungsi untuk memberikan kesalahan maksimum dari validasi. Memiliki default 5.

i. Mu

Berfungsi sebagai awal dari nilai pembelajaran. Memiliki default 0.001.

j. Mu_dec

Berfungsi sebagai faktor pengurangan pada nilai pembelajaran. Memiliki default 0.1

k. Mu_inc

Berfungsi sebagai faktor pertambahan pada nilai pembelajaran. Memiliki default 10.

l. Mu_max

(59)

 Menu Simulate

Menu simulate digunakan untuk mensimulasikan jaringan saraf, dengan cara memasukkan data input dan menghasilkan data hasil simulasi output.

Gambar 2.12 Tampilan Menu Simulate  Menu Adapt

Menu adapt digunakan untuk menghitung jaringan output dan error setelah pengenalan setiap input, juga dapat berfungsi untuk meminimalisir tingkat error. Menu adapt dibagi menjadi dua, yaitu adaption info dan adaption

parameters. Menu adaption info digunakan untuk memberikan pengenalan

(60)

Gambar 2.13 Tampilan Menu Adapt (Adaption Info) -. Menu Adaption Parameters

Menu adaption parameters tidak memiliki nilai parameter di dalamnya.

Gambar 2.14 Tampilan Menu Adaption Parameters  Menu Reinitialize Weights

(61)

Revert Weights digunakan untuk menetapkan bobot dan bias kenilai awal terakhir.

Initialize Weights digunakan untuk menetapkan bobot dan bias kenilai awal baru.

Gambar 2.15 Tampilan Menu Reinitialize Weights  Menu View/Edit Weights

(62)

Setelah parameter – parameter ditentukan, maka ditrain dan akan menghasilkan Neural Network Training sebagai berikut:

Gambar 2.17 Tampilan Window Neural Network Training

(63)

1. Plot Performance

Gambar 2.18 Tampilan Plot Performance

Plot Performance menunjukkan perbandingan antara nilai Mean Square Error

(64)

2. Plot Training State.

Gambar 2.19 Tampilan Plot Training State

Plot Training State berguna untuk menampilkan tingkat pelatihan terhadap

(65)

3. Plot Regression

Gambar 2.20 Tampilan Plot Regression

Plot Regression berfungsi untuk menampilkan grafik hubungan antara data dan

Gambar

Tabel 2.1. Ketentuan Sifat Campuran Laston (AC)
Tabel 2.2. Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.
Tabel 2.3.Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.
Tabel 2.5 Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal
+7

Referensi

Dokumen terkait

LASBUTAG (Lapisan Aspal Buton Beragregat) adalah campuran dari bahan asbuton, modifier dan tambahan agregat yang dapat digunakan sebagai bahan perkerasan jalan.. Pada LASBUTAG

Keawetan suatu perkerasan jalan berhubungan dengan ketahanan permukaan perkerasan yang dapat dipengaruhi oleh beban lalu lintas, perubahan cuaca, material

Di Indonesia sebagian besar konstruksi jalan raya mengguanakan tipe perkerasan lentur dengan aspal minyak sebagai pengikat dan agrekat sebagai pengisi campuran.Kinerja optimum

Keawetan suatu perkerasan jalan berhubungan dengan ketahanan permukaan perkerasan yang dapat dipengaruhi oleh beban lalu lintas, perubahan cuaca, material

Tugas Akhir yang berjudul “Perencanaan Jalan Raya Dengan Perkerasan Lentur dan Perkerasan Kaku Menggunakan Metode AASHTO 1993 Pada Jalan Olahbebaya STA 0+000 – STA

Kebutuhan material alam untuk konstruksi perkerasan jalan raya di Provinsi Gorontalo baik untuk fraksi agregat kasar, agregat halus atau pun filler sangat besar, hal

Penggunaan abu batu bata merah sebagai bahan pengisi pada campuran aspal beton bergradasi rapat memiliki nilai rata-rata yang lebih baik untuk setiap nilai parameter marshall yang

Ruas jalan golongan PTA Perkerasan Tanah tipe A, yaitu ruas-ruas jalan tanah yang sudah ditingkatkan dengan penambahan lapisan bahan tanah yang lebih baik di atas permukaan jalan tanah