• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (Studi Pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan (Studi Pada Kantor BPN Propinsi Sumatera Utara)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan manusia atas tanah merupakan sesuatu yang tidak dapat disangkal. Tanah memiliki fungsi yang sangat vital terhadap keberlanjutan hidup manusia. Hal ini disebabkan karena tanah merupakan salah satu sumber mata pencaharian bagi manusia semisal bertani. Terutama di Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris.

Besarnya fungsi tanah terhadap manusia ini seringkali menjadi arena pertarungan yang sering diperebutkan. Sebab selain alasan sumber pencaharian, setiap tahun nilai ekonomis tanah juga meningkat semakin pesat. Tidak dapat dihindari tanah pada akhirnya sering menjadi sumber konflik bagi beberapa pihak yang memperebutkan. Perebutan maupun sengeketa atas tanah inilah yang kemudian disebut sebagai konflik agraria berdasarkan Undang-Undang Pokok Aagraria (UUPA 1960) Pasal 2 ayat 1. Dimana di dalmnya termasuk tanah, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

(2)

Berdasarkan laporan akhir tahun Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), jumlah kasus konflik agraria yang terjadi di Indonesia cenderung mengalami pengingkatan sepanjang tahun 2012 sampai 2014. Peningkatan jumlah kasus konflik ini terutama terjadi di 5 provinsi terbesar sebagai penyumbang konflik agraria di Indonesia. Urutan pertama tahun 2012, Jawa Timur misalnya. Jika tahun 2012 terdapat 24 kasus, tahun 2014 sudah mencapai 44. Demikian Jawa Barat dari 13 menjadi 39 maupun Sumatera Selatan dari 13 menjadi 33 kasus.

Terbitnya peraturan Kepala BPN RI No.3 tahun 2011 tentunya menjadi langkah baru bagi penyelesaian konflik agraria di Indonesia. Peraturan ini sendiri berisi tentang Pengelolaan, Pengkajian dan Penanganan kasus pertanahan. Dimana di dalamnya berisi beberapa hal semisal Standar penyelesaian kasus-kasus pertanahan. Sekalipun pada awal munculnya peraturan tersebut yaitu tahun 2011, tercatat jumlah kasus konflik agraria justru meningkat semakin pesat sepanjang 2012-2014. Di tahun keempat atau tahun 2015 jumlah kasus konflik agraria dapat dilihat semakin menurun.

(3)

agraria, Sumatera Utara menjadi salah satu propinsi yang paling menurun jumlah kasus konfliknya.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ‘Implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di BPN Propinsi Sumatera Utara’.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana proses Implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di BPN Propinsi Sumatera Utara?

1.3. Fokus Masalah

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah melihat implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera Utara

1.4. Tujuan Penelitian

(4)

1.5. Manfaat Penelitian

Ada pun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

• Secara subyektif. Sebagai suatu sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan metodologis penulis dalam menyusun berbagai kajian literatur sehingga menghasilkan suatu wacana baru dalam memperkaya wawasan kepustakaan pendidikan

• Secara praktis. Memberikan data dan informasi yang berguna bagi semua kalangan terutama bagi mereka yang serius mendalami proses Implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara

• Secara akademis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi kepustakaan Deartemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi peneliti lainnya yang memiliki minat dalam mengkaji Implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera Utara

1.6. Kerangka Teori

(5)

mengonstruksi hubungan antar konsep dan proposisi dengan menggunakan asumsi dan logika tertentu1

Menurut Easton, kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

.

Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.6.1. Kebijakan Publik

Kebijakan berasal dari kata policy dari bahasa Inggris. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Sedangkan publik bisa diartikan sebagai umum, masyarakat, ataupun Negara.

2

Sedangkan menurut Anderson, kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap

1

Effendi, Sofian. 2012. Metode Penelitian Survey (Edisi Revisi) (Jakarta: LP3ES) hal 35.

2

(6)

tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan.3

Kebijakan publik memiliki tahap yang cukup kompleks karena memiliki banyak proses dan variabel. Adapun tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut

Berdasarkan pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian pedoman dan dasar rencana yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi sebuah persoalan yang ada dalam kehidupan masyarakatnya dengan hubungan yang mengikat. Jadi, kebijakan publik berpusat pada penyelesaian masalah yang sudah nyata.

4

• Penyusunan Agenda (Agenda Setting) :

Kelompok masyarakat seperti parpol, ormas, serikat, ataupun kelompok lainnya akan menyuarakan isu mereka kepada pemerintah. Isu yang disampaikan oleh mereka akan bersaing untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Para pembuat kebijakan akan memilih isu yang akan mereka angkat. Sedangka isu yang lain ada yang tidak tersentuh sama sekali dan sebagian lagi akan didiamkan dalam waktu yang cukup lama.

3

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik (Yogyakarta: Media Pressindo) hal. 16.

4Ib.id

(7)

• Formulasi Kebijakan (Policy Formulation)

Isu yang telah masuk ke dalam agenda kebijakan dan dibahas oleh para pembuat kebijakan akan didefenisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk memecahkan masalah.

• Adopsi Kebijakan (Policy Adoption)

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

• Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)

(8)

• Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik yang pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau criteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

1.6.2. Implementasi Kebijakan

Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.5 Menurut Dunn, implementasi kebijakan adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu.6 Sedangkan Van Meter dan Horn menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan.7

5

Wahab, Solichin Abdul. 2001. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara (Malang: UMM Press) hal.65.

6

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, ed. 2 (Yogyakarta: Gajah Mada Unversity Press) hal. 132.

7

(9)

Dalam implementasi kebijakan, terdapat beberapa model kebijakan, sebagai berikut:

1. Model Implementasi Kebijakan George Edward III8

Gambar 1.6.2.1.: Dampak Langsung dan Tidak Langsung dalam Implementasi

Menurut George C. Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu:

a. Komunikasi

Komunikasi, yaitu menunjukkan bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program. Ini menjadi penting karena semakin tinggi pengetahuan kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan kebijakan dalam ranah yang sesungguhnya.

8

(10)

b. Sumber Daya

Sumber daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi program/kebijakan pemerintah. Sebab tanpa kehandalam implementor, kebijakan menjadi kurang enerjik dan berjalan lambat dan seadanya. Sedangkan sumber daya finansial menjamin keberlangsungan program/kebijakan. Tanpa ada dukungan finansial yang memadai, program tak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.

c. Disposisi

(11)

ini menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program/kebijakan.

d. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi, menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah mekanisme, dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standar operating procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas, sistematis, tidak berbelit, dan mudah dipahami oleh siapapun karena akan menjadi acuan dalam bekerjanya implementor.

Sedangkan struktur organisasi pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang, dan kompleks. Struktur organisasi pelaksana harus dapat menjamin adanya pengambilan keputusan atas kejadian luar biasa dalam program secara cepat. Dan hal ini hanya dapat lahir jika struktur didesain secara ringkas dan fleksibel menghindari “virus weberian” yang kaku, terlalu hirarkis, dan birokratis.

2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn9

Model implementasi kebijakan dari Meter dan Horn menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan suatu model kinerja kebijakan. Beberapa variabel yang terdapat dalam Model Meter dan Horn adalah sebagai berikut:

9Ib.id

(12)

a. Standart kebijakan dan sasaran

Standart dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang terwujud maupun tidak, jangka pendek, menengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dijalankan.

b. Kinerja Kebijakan

Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standar dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.

c. Sumber daya

Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang terjadi adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja baik. Evaluasi program/kebijakan seharusnya dapat menjelaskan nilai yang efisien.

d. Komunikasi

(13)

e. Karakteristik

Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.

f. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik

Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.

g. Sikap pelaksana

(14)

Gambar 1.6.2.2.: Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Sumber: Van Meter dan Van Horn, 1975: 463

c. Model Implementasi Kebijakan Grindle10

Implementasi menurut Grindle, ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasar Grindle adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan menjadi program aksi maupun proyek individual biaya telah disediakan, maka implementasi kebijakan dilakukan, tetapi ini tidak berjalan mulus, tergantung pada implementability dari program itu, yang dapat dilihat pada isi dan konteks kebijakannya. Isi kebijakan mencakup: (1) kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan, (2) tipe atau jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diinginkan, (4) kedudukan pembuat kebijakan, (5) siapa pelaksana program, (6) sumber daya yang dilibatkan.

10

Wibawa, Samodra, dkk.1994. Evaluasi kebijakan Publik (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa) hal. 22-25.

Sikap Pelaksana Kinerja

Kebijakan

(15)
(16)

Gambar 1.6.2.3.: Implementasi sebagai proses politik dan administratif

(Merilee S. Grindle. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World,

Princeton University Press, New Jersey, p. 11)

d. Model Implementasi Kebijakan Sebatier dan Mazmanian11

Menurut Sebatier dan Mazmanian, ada tiga kelompok variabel yang mmengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: (1) karakteristik dari masalah (tractability of the problems), (2) karakteristik kebijakan undang-undang (ability of

11Ib.id

. hal. 25

I mplementing Activities I nfluenced by:

a.Content of Policy  I ntersts affected  Type of benefits

 Extent of change envisioned  Site of decision making  Program implementors  Resources committed

b.Context I mplementation

 Power, interests, and strategies of actors involved

 I nstitution and regime characteristics

(17)

state to structure implementation), (3) variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation). Kerangka berpikir yang mereka tawarkan juga mengarah pada dua persoalan yang mendasar yaitu, kebijakan dan lingkungan kebijakan. Hanya saja pemikiran Sabatier dan Mazmanian ini terkesan menganggap bahwa suatu implementasi akan efektif apabila pelaksanaannya mematuhi peraturan yang ada.

e. Model Briant W. Hogwood dan Gunn, The Top down Aproach12

• Kondisi eksternal yang dihadapi oleh Badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala serius. Beberapa kendala pada saat implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang berada di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan pelaksana.

Hogwood dan Gunn menyatakan bahwa studi implementasi kebijakan terletak di kuadran “puncak ke bawah” dan berada di mekanisme paksa dan mekanisme pasar. Menurut Hogwood dan Gunn terdapat beberapa syarat yang diperlukan dalam melakukan implementasi kebijakan, yakni:

• Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai. Syarat kedua ini kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat eksternal. Artinya, kebijakan yang memilki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan karena alasan terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya

12

(18)

persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya adalah bahwa para politisi kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana yang digunakan untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan/pemotongan terhadap pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber-sumber yang tidak memadai.

Masalah lain yang biasa terjadi ialah apabila dana khusus untuk membiayai pelaksanaan program sudah tersedia harus dapat dihabiskan dalam tempo yang sangat singkat, kadang lebih cepat dari kemampuan program/proyek untuk secara efektif menyerapnya. Salah satu hal yang perlu pula ditegaskan disini, bahwa dana/uang itu pada dasarnya bukanlah resources/sumber itu sendiri, sebab ia tidak lebih sekedar penghubung untuk memperoleh sumber-sumber yang sebenarnya. Oleh karena itu, kemungkinan masih timbul beberapa persoalan berupa kelambanan atau hambatan-hambatan dalam proses konversinya, yaitu proses mengubah uang itu menjadi sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan program atau proyek. Kekhawatiran mengenai keharusan untuk mengembalikan dana proyek yang tidak terpakai habis pada setiap akhir tahun anggaran seringkali menjadi penyebab kenapa instansi-instansi pemerintah (baik pusat maupun daerah) selalu berada pada situasi kebingungan, sehingga karena takut dana itu menjadi hangus, tidak jarang pula terbeli atau dilakukan hal-hal yang seharusnya tidak perlu.

(19)

dijamin tidak terdapat kendala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperlukan, dan dilain pihak, pada setiap tahapan proses impelementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut benar-benar dapat disediakan.

• Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal. Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan lantaran karena kebijakan tersebut telah diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri memang buruk. Penyebab dari kemauan ini, kalau mau dicari, tidak lain karena kebijakannya itu telah disadari oleh tingkat pemahaman yang tidak memadai mengenai persoalan yang akan ditanggulangi. Sebab-sebab timbulnya masalah dan cara pemecahannya, atau peluang-peluang yang tersedia untuk mengatasi masalahnya, sifat permasalahannya dan apa yang diperlukan untuk memanfaatkan peluang-peluang itu. Dalam kaitan ini Pressman dan Wildalsky, menyatakan secara tegas bahwa setiap kebijakan pemerintah pada hakikatnya memuat hipotesis (sekalipun tidak secara eksplisit) mengenai kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang diramalkan bakal terjadi sesudahnya. Oleh karena itu, apabila ternyata kelak kebijakan itu gagal, maka kemungkinan penyebabnya bersumber pada ketidaktepatan teori yang menjadi landasan kebijakan tadi dan bukan karena implementasinya yang keliru.

(20)

tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya. Semakin banyak hubungan dalam mata rantai, semakin besar pula resiko bahwa beberapa diantaranya kelak terbukti amat lemah atau tidak dapat dilaksanakan dengan baik.

• Hubungan ketergantungan harus kecil. Implementasi yang sempurna menuntut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat badan pelaksana tunggal, yang untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada badan-badan lain, atau kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan badanbadan/ instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program ternyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu, melainkan juga kesepakatan/komitmen terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar aktor/ pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program, bahkan hasil akhir yang dihar apkan kemungkinan akan semakin berkurang.

(21)

dikualifikasikan, dipahami, serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung, serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksana program dapat dimonitor.

• Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengayun langkah menuju tercapainnya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk merinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat.

1.6.3. Variabel yang relevan dengan Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera Utara

Dalam mengkaji suatu proses kebijakan yang sedang berjalan (implementasi) dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan seperti di atas. Sehingga dapat dilihat pelaksanaan suatu kebijakan dengan variabel-variabel dalam model pendekatan tersebut. Oleh karenannya, model yang dipakai dalam penelitian implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera Utara adalah dengan melihat variable berikut:

a. Komunikasi

(22)

saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan. Tujuan dan sasaran dari program/kebijakan dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas kebijakan dan program.

b. Disposisi atau Sikap

Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat kepada implementor kebijakan/program. Karakter yang paling penting dimiliki oleh implementor adalah kejujuran, komitmen, dan demokratis.

c. Sumber Daya

Sumber daya, yaitu menunjuk setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas sebuah program/kebijakan. Dengan adanya sumber daya finansial juga akan mendukung segala fasilitas yang dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya kebijakan /program. Namun, tanpa adanya implementor yang berkeahlian, juga tidak mampu menterjemahkan kebijakan/program dengan baik walaupun fasilitas terpenuhi.

d. Struktur Birokrasi

(23)

implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui standar operating procedur (SOP) yang dicantumkan dalam guideline program/kebijakan.

1.6.4. Gambaran Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan

Indonesia merupakan Negara Hukum. Segala kebijakan yang menyangkut kehidupan publik diatur dengan berlandaskan hukum oleh para pembuat kebijakan. Dengan adanya peraturan tersebut, maka dalam pengimplementasiannya juga akan sangat mudah dilakukan pengawasan. Pengawasan dilakukan dengan melihat apakah pengimplementasiannya sudah sesuai atau tidak dengan peraturan yang telah disusun. Untuk itu, diperlukan juga suatu peraturan pemerintah disusun dengan hukum yang jelas.

Jenis-jenis Peraturan Perundang-undangan di Negara Republik Indonesia (dengan penyesuaian penyebutan berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 2004) adalah sebagai berikut 13

• Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat :

(1) Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; (2) Peraturan Pemerintah; (3) Peraturan Presiden; (4) Presiden Menteri; (5) Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen; (6) Peraturan Direktur Jendral Departemen; dan (7) Peraturan Badan Hukum Negara.

13

(24)

• Peraturan Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Daerah

(1) Peraturan Daerah Provinsi; (2) Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi; (3) Peraturan Daerah Kabupaten Kota; (4) Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota.

Dalam penelitian ini, yang akan dibahas adalah jenis peraturan perundang-undangan yakni Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera Utara.

1.7. Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Dengan konsep peneliti melakukan abstraksi dan menyederhanakan pemikirannya melalui penggunaan satu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu dengan yang lainnya14

• Kebijakan publik adalah serangkaian pedoman dan dasar rencana yang akan dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi sebuah persoalan yang ada dalam kehidupan masyarakatnya dengan hubungan yang mengikat. Jadi, kebijakan publik berpusat pada penyelesaian masalah yang sudah nyata. Kebijakan

. Maka untuk mendapatkan batasan masalah yang jelas, defenisi konsep yang diberikan penulis adalah:

14

(25)

publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan di Propinsi Sumatera Utara .

• Implementasi kebijakan adalah tindakan atau proses atau pelaksanaan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan dan dijalankan dengan berbagai program untuk mencapai tujuan dan kepentingan bersama. Implementasi kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Kepala BPN RI No.3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Sumatera Utara dengan melihat variabel berikut:

• Standar dan sasaran kebijakan • Komunikasi

• Disposisi

• Sumber daya dan • Struktur birokrasi

(26)

1.8. Defenisi Operasionalisasi

1. Komunikasi

Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan. Komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah:

• Kerjasama para implementor

• Metode sosialisasi kebijakan/program yang digunakan

• Intensitas komunikasi

2. Disposisi atau Sikap

Sikap para implementor sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah kebijakan/ program. Ada pun yang dimaksud dengan sikap implementor yang ditujukan dalam penelitian ini adalah:

• Gambaran komitmen dan kejujuran yang dapat dilihat dari konsistensi antara pelaksanaan kegiatan dengan guideline yang telah ditetapkan.

(27)

3. Sumber Daya

Sumber daya yang memadai baik sumber daya manusia maupun finansial sangat penting dalam menjalankan kebijakan/program.

• Kemampuan implementor, dengan melihat jenjang pendidikan, pemahaman terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi detail program, kemampuan menyampaikan program dan mengarahkan.

• Ketersedian finansial, dengan melihat kebutuhan dana, prediksi kekuatan dana dan besaran biaya.

4. Struktur Birokrasi

Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting pertama adalah standard operating procedur (SOP) dan struktur organisasi pelaksana sendiri.

• Ketersediaan SOP yang mudah dipahami.

• Struktur organisasi pelaksana yang melihat rentang kendali antara pimpinan dan bawahan.

1.9. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini ditulis dalam enam bab, yang terdiri dari:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, dan sistematika penulisan

(28)

Bab ini terdiri dari bentuk penulisan, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan pengujian keabsahan data.

BAB 3 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai daerah penelitian yang meliputi keadaan geografis, kependudukan, sosial, ekonomi dan pemerintahan serta gambaran umum mengenai program.

BAB 4 PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil data-data yang diperoleh di lapangan. Universitas Sumatera Utara 43

BAB 5 ANALISIS DATA

Bab ini merupakan tempat melakukan analisa data yang diperoleh saat penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan

BAB 6 PENUTUP

Gambar

Gambar 1.6.2.1.: Dampak Langsung dan Tidak Langsung dalam Implementasi
Gambar 1.6.2.2.: Model Implementasi Van Meter dan Van Horn
Gambar 1.6.2.3.: Implementasi sebagai proses politik dan administratif

Referensi

Dokumen terkait

Kaum Samurai yang keberadaannya sejak masa Kamakura adalah sebagai alat pertahanan dan perlindungan terhadap penguasa, pada perkembangannya telah mengembangkan etika

Guru membimbing dan mengarahkan siswa membuat kesimpulan tentang materi yang telah disampaikan selama pembelajaran dan hasil kegiatan yang dilakukan dalam LKPD. terlaksana

Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (10) dan Pasal 32 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Biaya awal yang rendah merupakan keuntungan utama dari saluran tanah, namun kerugiannya adalah kehilangan air yang besar akibat rembesan, kecepatan yang rendah sehingga potongan

Pengamanan Pada Unit Kerja Kantor Wilayah DJP Papua dan Maluku Tahun Anggaran 2016 yang diumumkan di LPSE Kementerian Keuangan sejak tanggal 22 April 2016.. Bahwa dari hasil

Pengadaan Jasa Tenaga Pengamanan Outsourcing Pusat Veterinaria Farma dinyatakan GAGAL, karena jumlah peserta yang memasukan Dokumen Penawaran untuk lelang tersebut diatas

[r]

Demikian berita acara ini dibuat dengan sebenarnya untuk diketahui oleh seluruh calon peserta Lelang Pekerjaan Renovasi Gedung Kantor KPP Madya Batam Tahun Anggaran