• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sikap Kerja Berdiri Dengan Kejadian Varises Tungkai Bawah Pada Pramuniaga SOGO Department Store Sun Plaza Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Sikap Kerja Berdiri Dengan Kejadian Varises Tungkai Bawah Pada Pramuniaga SOGO Department Store Sun Plaza Medan Tahun 2016"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ergonomi

2.1.1 Definisi ergonomi

Ditinjau dari asal katanya, ergonomi berarti bidang studi yang

mempelajari tentang hukum-hukum pekerjaan (dalam bahasa Yunani, ergos = pekerjaan, nomos = hukum). Namun, bila didefinisikan secara bebas, ergonomi adalah bidang studi multidisiplin yang mempelajari prinsip-prinsip dalam mendesain peralatan, mesin proses dan tempat kerja yang sesuai dengan

kemampuan dan keterbatasan manusia yang menggunakannya (Harrianto, 2012). Di dalam ergonomi terkandung makna penyerasian jenis pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap tenaga kerja atau sebaliknya. Hal ini terkait dengan

penggunaan teknologi yang tepat, sesuai dan serasi dengan jenis pekerjaan serta didukung oleh lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat. Dalam kondisi ini

diperlukan pemahaman tentang bagaimana caranya memanfaatkan manusia sebagai tenaga kerja seoptimal mungkin sehingga diharapkan tercapai efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang optimal (Budiono dkk, 2009).

Ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek – aspek manusia dalama lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,

(2)

Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja baik sektor modern maupun pada sector tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan yang

tepat adalah syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Pada sektor tradisional pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai

peralatan serta dalam sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki (Suma’mur, 2009).

Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomi adalah yang

memberikan rasa nyaman, aman, sehat, dan selamat dalam bekerja. Sikap tersebut dapat dilakukan dengan :

a. Menghindarkan sikap yang tidak ergonomis dalam bekerja. b. Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.

c. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya.

d. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk atau berdiri secara bergantian.

(Budiono dkk., 2009).

2.1.2 Tujuan Ergonomi

Tujuan pokok ergonomi adalah terciptanya desain sistem manusia-mesin yang terpadu sehingga efektivitas dan efisiensi kerja bisa tercapai segara optimal.

(3)

“nyaman” serta terhindar dari bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja

(Wignjosoebroto, 2008).

Tujuan ergonomi terbagi tiga, yaitu:

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental dan

mengupayakan kepuasan kerja.

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan

sosial baik selama waktu produktif maupun setelah tidak produktif.

c. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,

antropologis dan budaya dari sistem kerja, sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka, 2004).

2.1.3 Aspek Ergonomi

Ergonomi sebagai ilmu yang terus berkembang sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan, menjadi sangat penting dan dibutuhkan dalam meningkatkan produktivitas kerja di perusahaan. Berikut merupakan beberapa aspek penting dalam ergonomi yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Faktor Manusia

Penataan dalam suatu sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal

(4)

karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya. Manusia sebagai titik sentral dijadikan patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis.

Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat

bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor dari luar (external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat.

2. Sikap Tubuh dalam Bekerja

Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana

kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain Standard Operating Procedures (SOP) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja

dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya.

3. Pengorganisasian Kerja

Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu

(5)

jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi

dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Budiono dkk., 2009).

2.2 Sikap Kerja Berdiri

Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga

aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk (Tarwaka, 2004).

Perbandingan sikap kerja duduk dan berdiri ditinjau dari epidemiologi : a. Pada pekerja dengan sikap duduk, risiko meningkatnya kanker usus 1,6 – 4,0

kali lebih besar dari pada sikap kerja berdiri

b. Fungsi paru (VC : FEV) menurun pada sikap duduk

c. Sikap duduk sering terjadi trombosis vena dalam

d. Venus lebih besar pada sikap berdiri dari pada sikap duduk

e. Berdiri terlalu lama dapat meningkatkan volume tungkai 2 – 5%, karena edema.

Berdiri seimbang ditandai dengan :

a. garis vertikal berada dalam bidang tumpuan

b. gaya pada masing-masing sendi = 0

(6)

Ada dua macam berdiri :

a. simetris : kedua tungkai bebannya sama b. asimetris : kedua tungkai beban tidak sama

Jika berdiri tegang, paling efisien dalam hal : a. berubah posisi

b. kebutuhan energinya peling sedikit Keuntungan dan kerugian sikap berdiri :

a. keuntungan: Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra tidak rusak bila

mengalami pembebanan.

b. kerugian : Otot kaki cepat lelah.

Pada pekerjaan yang memerlukan sikap berdiri sebaiknya dilakukan pemenuhan kondisi kerja seperti :

a. Diperlukan mobilitas atau jalan berpindah tempat b. Diperlukan jangkauan tangan yang lebih panjang c. Terjadi kecederungan mengerahkan tenaga yang besar

d. Ruang kerja yang cukup luas untuk selonjor kaki pekerja bila harus duduk. (Gayo, 2010).

Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.

(7)

berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk.

Satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja berdiri adalah sikap

kepala. Keadaan kepala harus memberikan kemudahan bagi pelaksanaan pekerjaan. Leher dalam keadaan fleksi atau ekstensi terus menerus menjadi

penyebab kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri diantara

23⁰-27⁰ ke arah bawah dari garis horizontal (Gayo, 2010).

Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri

dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot

punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah (Gayo, 2010).

Sikap kerja duduk – berdiri bergantian dapat meningkatkan produktivitas secara signifikan dibandingkan dengan sikap kerja berdiri (Tarwaka, 2002).

2.3Varises

2.3.1Definisi

Katup – katup pada sistem vena seringkali menjadi tidak mampu berfungsi atau kadang – kadang malah rusak. Hal ini terutama terjadi bila vena teregang, berlebihan akibat tekanan vena yang tinggi selama berminggu-minggu

(8)

tidak meningkatkan ukuran daun katup. Oleh karena itu, daun katup tidak dapat lagi menutup rapat. Bila hal ini terjadi, tekanan di vena tungkai akan meningkat tajam akan meningkat tajam akibat kegagalan pompa vena; hal ini selanjutnya

akan meningkatkan ukuran vena dan akhirnya merusak seluruh fungsi katup. Hal inilah yang dinamakan varises (Guyton dan Hall, 2008).

Varises adalah pemanjangan, pelebaran, berkelok-kelok sistem vena yang disertai gangguan sirkulasi didalamnya (Sjamsuhidajad dan Jong, 2005). Pendapat lain menyebutkan bahwa varises atau varicose veins yang disebut juga dengan varises merupakan pembengkakan secara permanen pada pembuluh darah vena karena hilangnya fungsi katup untuk mengalirkan darah kearah atas

(jantung) dan menyebabkan distensi vena superfisial (Black dan Hawks, 2005). Varises ditandai dengan penonjolan besar dari vena di bawah kulit

seluruh tungkai, terutama tungkai bawah. Kapanpun orang dengan varises berdiri lebih dari beberapa menit, tekanan vena dan kapiler akan menjadi sangat tinggi, dan kebocoran cairan dari kapiler menyebabkan edema yang terus – menerus.

Selanjutnya, edema mencegah difusi zat nutrisi yang adekuat dari kapiler ke otot dan sel – sel kulit, sehingga otot menjadi terasa nyeri dan lemah serta kulit

seringkali mengalami gangrene dan ulkus (Guyton dan Hall, 2008).

(9)

Varises atau vena verikosa merupakan vena yang melebar dan berkelok-kelok yang terjadi di tempat daerah berkumpul, biasanya di tungkai dan sangat erat kaitannya kerja katup pembuluh vena dan kontraksi otot disekitar pembuluh

darah vena ekstermitas bawah (Corwin, 2009).

2.3.2 Klasifikasi dan etiologi

Penyebab varises yang pasti belum diketahui. Penderita dianggap mempunyai kelemahan pada vena yang bersifat herediter, sehingga terbentuk

varices yang primer dan spontan. Varices sekunder merupakan gejala sisa thrombosis vena profund akibat dilatasi vena kolateral dan kerusakan katup vena profunda (Juniana, 2011).

Faktor penyokong lain :

1. Faktor keturunan

Varises biasanya terjadi saat dewasa akibat perubahan hormon dan bertambahnya berat badan. Ditunjukkan dengan terjadinya penyakit yang sama pada beberapa anggota keluarga dan gambaran varices pada usia remaja,

kemungkinan besar disebabkan faktor keturunan.

2. Kehamilan

Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat

hamil yang menyebabkan kaki semakin terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki, tungkai, pangkal paha dan perut bagian bawah pun terhambat. Pengaruh

(10)

tungkai bawah akan mengalami perbaikan 3 - 12 bulan setelah melahirkan. Prevalensi vena tungkai bawah lebih tinggi pada penderita dengan kehamilan lebih dari dua kali.

3. Faktor berdiri lama

Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Pada posisi

tersebut tekanan vena 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katup. Bila

pekerjaan mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis (diam), tapi tetap bergerak. Misalnya dengan berjalan di tempat, agar otot tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung.

4. Obesitas

Hal ini dihubungkan dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat

peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena. 5. Faktor usia

Pada usia lanjut insiden varices akan meningkat. Dinding vena menjadi

lemah karena lamina elastic menjadi tipis dan atrofik bersama dengan adanya degenerasi otot polos. Disamping itu akan terdapat atrofi otot betis sehingga tonus otot menurun.

6. Merokok

Jangka panjang merokok memiliki efek yang merugikan pada sistem

(11)

proliferasi otot polos. Reaksi ini bisa menjelaskan perubahan dalam dinding vena yang menyebabkan terjadinya varises tungkai bawah.

7. Konsumsi alkohol

Pada studi kasus yang dilakukan di Perancis, penyalahgunaan alkohol mengindikasikan risiko yang lebih tinggi insufisiensi vena tungkai bawah. Alkohol menyebabkan vasodilatasi segera dan penurunan tekanan darah yang

diikuti oleh rebound elevasi tekanan darah.

8. Penggunaan sepatu hak tinggi

Pemakaian sepatu hak tinggi diatas lima sentimeter membuat kaki terus – menerus menjinjit. Artinya, tendon Akhiles yang berada di tumit belakang dan otot betis terus-menerus dalam keadaan tegang. Pembuluh darah tertekan, terjadi bendungan dan akhirnya mengakibatkan varises. Sepatu hak tinggi dapat memperburuk keadaan ini dengan mengubah penyokongan berat badan ke depan dan membelokkan jari ke depan sepatu. Perasaan tidak nyaman oleh pemakaian sepatu hak tinggi di dominasi oleh nyeri kaki. Penyempitan arteri juga dapat menurunkan aliran darah ke tungkai yang berperan untuk nyeri.

Varises atau varicose veins dibedakan menjadi 3 berdasarkan penyebabnya yaitu:

a. Varises primer

(12)

darah lebih banyak yang kembali. Apabila katup tersebut lemah darah akan tetap mengisi penuh vena-vena di bawahnya (Corwin, 2009).

b. Varises sekunder

Penyebab utama varises sekunder adalah deep vein thrombosis (DVT) yang berperan dalam obstruksi vena dalam (deep vein), kateter DVT, pengaruh kehamilan dan hormon progesteron yang dapat melemahkan dinding dan katup

pembuluh darah dan trauma.

c. Varises kongenital

Merupakan kelainan atau mal formasi pembuluh darah vena yang

merupakan bawaan sejak lahir. Contohnya adalah tidak terdapatnya katup pembuluh darah vena (Lew, 2009).

2.3.3 Stadium varises

Sesuai dengan berat ringannya varises dibagi atas empat stadium, yaitu :

a. Stadium I

Keluhan samar (tidak khas) rasa berat, mudah lelah pada tungkai setelah

berdiri atau duduk lama. Gambaran pelebaran vena berwarna kebiruan tak jelas. b. Stadium II

Mulai tampak pelebaran vena, palpabel, dan menonjol.

c. Stadium III

Varises tampak jelas, memanjang, berkelok-kelok pada paha atau

(13)

d. Stadium IV

Terjadi kelainan kulit dan/atau ulkus karena sindrom insufisiensi vena menahun (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

2.3.4Gejala Varises

Varises bisa terjadi tanpa gejala apapun, sebaliknya ada varises kecil yang memberikan bermacam – macam gejala. Gejala – gejala varises antara lain (Manjsoer dkk., 2007) :

a. Rasa pegal pada ekstremitas yang akan bertambah bila berdiri lama dan berkurang bila ekstremitas ditinggikan.

b. Kadang – kadang terjadi penyulit berbentuk koreng di daerah mata kaki yang sukar sembuh. Baiasanya didahului oleh kelainan kulit berupa eksim atau

radang kulit berupa seperti lepuhan dan gelembung kecil (vesikel) pada kulit. c. Perdarahan dapat terjadi kalau kulit di atas varises perifer menjadi sangat tipis,

biasanya disertai trauma ringan.

d. Keluhan dari segi kosmetika.

Tanda dan gejala yang menunjukkan varises diantaranya yaitu nyeri,

sensasi terbakar, kaki yang terasa berat, kaku kaki pada malam hari, kelamahan otot dan pruritus atau gatal-gatal (Lew, 2009).

Untuk dapat melakukan penanganan terhadap varises secara dini, maka

(14)

a. Inspeksi (pengamatan)

Inspeksi dilakukan dari bagian distal ke proksimal (ujung ke pangkal) dan dari depan ke belakang, meliputi area-area di kaki. Hal-hal yang diamati antara

lain: perubahan warna dan adanya pembuluh darah vena yang tampak melebar pada subkutan kulit, berwarna kebiruan dan vena normal memiliki ukuran 3-4 mm.

b. Palpasi (perabaan)

Perabaan dilakukan dengan menggunakan ujung jari pada bagian permukaan betis atau pada bagian yang mengalami nyeri, penegangan,

thrombosis, dan penebalan. Palpasi sangat perlu dilakukan karena terkadang varises tidak tampak namun dapat diraba dan normalnya vena superfisial tidak

teraba. Vena yang mengalami varises yaitu vena pada kulit subkutan dan dapat diraba lebih dari 3 mm (Lew, 2009).

2.3.5 Pencegahan Varises

Hal – hal yang dapat dilakukan untuk mencegah varises antara lain:

a. Makan makanan bergizi dan olahraga teratur.

b. Hindari berdiri terlalu lama. Sedapat mungkin melakukan relaksasi jika dalam aktifitas sehari-hari dituntut berdiri lama.

c. Hindari terlalu lama duduk dengan kaki menyilang. Posisi ini dapat menghambat aliran darah dari tungkai ke arah jantung.

(15)

e. Gunakan kaos kaki elastis untuk mencegah penekanan pada tungkai.

f. Bagi yang suka sepatu hak tinggi, dapat menggunakannya agar otot sekitar varises berkontraksi dan untuk memperlancar aliran darah (Juniana, 2011).

2.4 Pramuniaga

Pramuniaga merupakan karyawan perusahaan dagang yang bertugas

melayani konsumen atau dapat juga disebut sebagai karyawan toko (Wikipedia, 2014).

2.4.1 Tugas dan Tanggung Jawab Pramuniaga

Pada setiap pekerjaan, tentunya terdapat tugas dan tanggung jawab yang dibebankan pada diri setiap pekerja. Bagi seorang pramuniaga, tugas dan

tanggung jawab yang harus dilakukan dapat dikelompokkan dalam 3 kategori besar, yakni:

a. Displaying

Seorang pramuniaga memiliki tugas untuk melakukan display barang dagangan yang ada di toko. Sekilas, tugas ini terlihat ringan, padahal tugas displaying barang tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Pramuniaga harus mampu melakukan displaying dengan aturan sebagai berikut:

1. Memajang barang dengan mendahulukan rak/ display yang stoknya telah kosong sesuai dengan sistem First In First Out (FIFO) dan tanggal kadaluarsa (Exp.Date) terutama untuk produk makanan, minuman dan obat-obatan. 2. Memajang produk sesuai dengan pengelompokkan barang (grouping) yang

(16)

3. Memasang label penunjuk harga (price tag) yang diletakkan secara benar dan lengkap.

4. Memindahkan barang yang rusak dari display ke tempat yang telah ditentukan.

5. Menjaga kerapihan dan kebersihan barang dan display.

b. Controlling

Selain bertugas untuk melakukan display produk, pramuniaga juga dituntut untuk mampu melakukan controlling atas produk-produk yang ada di sebuah toko. Bentuk controlling yang perlu dilakukan oleh pramuniaga antara lain:

1. Melakukan monitoring terhadap kesedian stock produk. Produk yang kosong harus dicatat dan dilaporkan kepada Supervisor.

2. Melakukan controlling produk yang terdapat di display. Produk yang rusak dan kadaluarsa harus segera dipindahkan dari display.

3. Melakukan pengecekan dan penggantian label harga (price tag) ketika terjadi perubahan harga produk.

4. Melakukan controlling produk yang keluar dan yang masuk untuk menghindari adanya barang yang hilang.

c. Service

Meskipun telah disibukkan dengan pekerjaan displaying dan controlling produk, seorang pramuniaga masih harus siap sedia untuk melayani konsumen.

(17)

bersikap ramah terhadap konsumen, bahkan terhadap konsumen yang berlaku tidak menyenangkan sekalipun. Sikap ramah ini penting untuk menjaga agar konsumen tetap loyal pada toko tempatnya bekerja. Sayangnya, masih ada saja

oknum-oknum pramuniaga yang seringkali melupakan tugas service ini ketika berhadapan dengan konsumen (Anonim, 2016).

2.5 Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Kejadian Varises Tungkai Bawah

Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan

memperparah beban kerja pembuluh darah vena dalam mengalirkan darah. Bila pekerjaan yang mengharuskan banyak berdiri, maka usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis (diam), tetapi tetap bergerak. Berjalan di tempat agar otot

tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung merupakan salah satu contoh posisi untuk mengurangi terjadinya varises. Saat duduk atau berdiri, tubuh

berada dalam keadaan statis sehingga aliran pembuluh darah baliknya melambat. Aliran pembuluh darah balik ini berasal dari pompa otot, sehingga otot dalam keadaan diam dan tidak bisa memompa. Pompa otot ini penting untuk

mengalirkan darah ke atas. Jika tidak dialirkan, kaki menjadi bengkak dan akhirnya varises (Mansjoer, 2001).

Varises timbul apabila terjadi gangguan pada pembuluh darah vena. Dinding pembuluh darah vena merupakan dinding yang tipis tetapi elastis. Apabila elastisitasnya berkurang, fungsinya yang mengalirkan darah kembali ke

(18)

pembuluh darah vena juga dapat menimbulkan terjadinya varises. Katup pembuluh darah vena ini bertugas menahan darah yang mengalir ke atas (jantung) agar tidak kembali ke bawah (tungkai). Katup yang rusak membuat darah

berkumpul di dalam dan menyebabkan gumpalan yang mengganggu aliran darah. Adanya gangguan aliran darah (penumpukan darah) menyebabkan pembuluh

darah vena melebar, membesar dan berkelok-kelok (Mansjoer, 2001).

Peningkatan tekanan hidrostatik kronis pada pekerjaan yang membutuhkan berdiri lama juga berperan dalam menimbulkan varises tungkai

bawah. Pada posisi tersebut tekanan vena menjadi 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang di luar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi

inkompetensi pada katup (Weiss, 2010).

2.6 Metode Ovako Working Posture Analysis (OWAS)

OWAS adalah suatu metode ergonomi yang digunakan untuk

mengevaluasi postural stress yang terjadi pada seseorang ketika sedang bekerja. Metode OWAS dibuat oleh seseorang yang bernama O. Karhu yang berasal dari negara Finlandia pada tahun 1981 untuk menganalisa postural stress pada bidang pekerjaan manual. Kegunaan metode OWAS adalah untuk memperbaiki kondisi pekerja dalam bekerja. Sehingga performansi kerja dapat ditingkatkan terus. Hasil

yang diperoleh dari metode OWAS, digunakan untuk merancang metode perbaikan kerja guna meningkatkan produktifitas.

Sebenarnya perkembangan OWAS dimulai pada tahun tujuh puluhan di

(19)

Buruh Finlandia (Institute of Occupational Health). Lembaga ini mengkaji tentang pengaruh sikap kerja terhadap gangguan kesehatan seperti sakit pada punggung, leher, bahu, kaki, lengan, dan rematik. Penelitian tersebut

memfokuskan hubungan antara postur kerja dengan berat beban.

Pada kurun waktu 1977 Karhu dkk memperkenalkan metode ini untuk

pertama kalinya. Pengenalan pertama terbatas pada aspek klasifikasi postur kerja. Kemudian Stofert menyempurnakan metode OWAS melalui disertasinya pada tahun 1985. Penyempurnaan ini telah memasukkan aspek evaluasi analisa secara

detail.

Metode OWAS merupakan salah satu metode yang memberikan output berupa kategori sikap kerja yang beresiko terhadap kecelakaan kerja pada bagian musculoskeletal. Metode OWAS mengkodekan sikap kerja pada bagian punggung, tangan, kaki, dan berat beban. Masing-masing bagian memiliki klasifikasi sendiri-sendiri. Metode ini cepat dalam mengidentifikasi sikap kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja (LPSK&E Universitas Sultan

(20)

Sikap Kerja Berdiri Varises Tungkai Bawah 2.7 Kerangka Konsep

Variabel Bebas (Independen) Variabel Terikat (Dependen)

Gambar

Gambar 2.1: Varises Tungkai Bawah

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan perbaikan sampai pada siklus III, semua indikator telah mencapai target keberhasilan (2) penerapan pendekatan scientific dapat meningkatkan hasil

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian Keuangan Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta selama periode

Berdasarkan Surat Nomor : 22G/UN13.Satker PKUPT/PJK/SPPL/2012 tanggal 9 Agustus 2012 tentang Penetapan Pemenang Pelelangan Pekerjaan Pembangunan Tahap II Gedung

[r]

Konsultasi “Kajian Inisiasi Lokal Untuk Pengendalian Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian ” BKPP Daerah Istimewa Yogyakarta Th 20162.

yang menetapkan kelayakan program dan/ atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada standar

Berikutnya setelah penyuluh m aplikasi SIMLUH maka penyuluh bi dengan menambahkan data komodita seperti tampilan pada Gambar 24 dan G.

failure and Neimann and analyzed using Weibull distribution for the age of the