BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
2.1.1 Definisi ergonomi
Ditinjau dari asal katanya, ergonomi berarti bidang studi yang
mempelajari tentang hukum-hukum pekerjaan (dalam bahasa Yunani, ergos = pekerjaan, nomos = hukum). Namun, bila didefinisikan secara bebas, ergonomi adalah bidang studi multidisiplin yang mempelajari prinsip-prinsip dalam mendesain peralatan, mesin proses dan tempat kerja yang sesuai dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia yang menggunakannya (Harrianto, 2012). Di dalam ergonomi terkandung makna penyerasian jenis pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap tenaga kerja atau sebaliknya. Hal ini terkait dengan
penggunaan teknologi yang tepat, sesuai dan serasi dengan jenis pekerjaan serta didukung oleh lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat. Dalam kondisi ini
diperlukan pemahaman tentang bagaimana caranya memanfaatkan manusia sebagai tenaga kerja seoptimal mungkin sehingga diharapkan tercapai efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang optimal (Budiono dkk, 2009).
Ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek – aspek manusia dalama lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,
Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja baik sektor modern maupun pada sector tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan yang
tepat adalah syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Pada sektor tradisional pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai
peralatan serta dalam sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki (Suma’mur, 2009).
Sikap tubuh dalam bekerja yang dikatakan secara ergonomi adalah yang
memberikan rasa nyaman, aman, sehat, dan selamat dalam bekerja. Sikap tersebut dapat dilakukan dengan :
a. Menghindarkan sikap yang tidak ergonomis dalam bekerja. b. Diusahakan beban statis menjadi sekecil-kecilnya.
c. Perlu dibuat dan ditentukan kriteria dan ukuran baku tentang peralatan kerja yang sesuai dengan ukuran antropometri tenaga kerja penggunanya.
d. Agar diupayakan bekerja dengan sikap duduk atau berdiri secara bergantian.
(Budiono dkk., 2009).
2.1.2 Tujuan Ergonomi
Tujuan pokok ergonomi adalah terciptanya desain sistem manusia-mesin yang terpadu sehingga efektivitas dan efisiensi kerja bisa tercapai segara optimal.
“nyaman” serta terhindar dari bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja
(Wignjosoebroto, 2008).
Tujuan ergonomi terbagi tiga, yaitu:
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental dan
mengupayakan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan
sosial baik selama waktu produktif maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis,
antropologis dan budaya dari sistem kerja, sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. (Tarwaka, 2004).
2.1.3 Aspek Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu yang terus berkembang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, menjadi sangat penting dan dibutuhkan dalam meningkatkan produktivitas kerja di perusahaan. Berikut merupakan beberapa aspek penting dalam ergonomi yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Faktor Manusia
Penataan dalam suatu sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal
karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya. Manusia sebagai titik sentral dijadikan patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis.
Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat
bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : faktor dari dalam (internal factors) dan faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh. Sedangkan faktor dari luar (external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat.
2. Sikap Tubuh dalam Bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana
kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain Standard Operating Procedures (SOP) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja
dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya.
3. Pengorganisasian Kerja
Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu
jam/hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi
dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Budiono dkk., 2009).
2.2 Sikap Kerja Berdiri
Sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun mental, sehingga
aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk (Tarwaka, 2004).
Perbandingan sikap kerja duduk dan berdiri ditinjau dari epidemiologi : a. Pada pekerja dengan sikap duduk, risiko meningkatnya kanker usus 1,6 – 4,0
kali lebih besar dari pada sikap kerja berdiri
b. Fungsi paru (VC : FEV) menurun pada sikap duduk
c. Sikap duduk sering terjadi trombosis vena dalam
d. Venus lebih besar pada sikap berdiri dari pada sikap duduk
e. Berdiri terlalu lama dapat meningkatkan volume tungkai 2 – 5%, karena edema.
Berdiri seimbang ditandai dengan :
a. garis vertikal berada dalam bidang tumpuan
b. gaya pada masing-masing sendi = 0
Ada dua macam berdiri :
a. simetris : kedua tungkai bebannya sama b. asimetris : kedua tungkai beban tidak sama
Jika berdiri tegang, paling efisien dalam hal : a. berubah posisi
b. kebutuhan energinya peling sedikit Keuntungan dan kerugian sikap berdiri :
a. keuntungan: Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra tidak rusak bila
mengalami pembebanan.
b. kerugian : Otot kaki cepat lelah.
Pada pekerjaan yang memerlukan sikap berdiri sebaiknya dilakukan pemenuhan kondisi kerja seperti :
a. Diperlukan mobilitas atau jalan berpindah tempat b. Diperlukan jangkauan tangan yang lebih panjang c. Terjadi kecederungan mengerahkan tenaga yang besar
d. Ruang kerja yang cukup luas untuk selonjor kaki pekerja bila harus duduk. (Gayo, 2010).
Selain sikap kerja duduk, sikap kerja berdiri juga banyak ditemukan di perusahaan. Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki.
berdiri dapat menimbulkan keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan bergantian dengan sikap kerja duduk.
Satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja berdiri adalah sikap
kepala. Keadaan kepala harus memberikan kemudahan bagi pelaksanaan pekerjaan. Leher dalam keadaan fleksi atau ekstensi terus menerus menjadi
penyebab kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri diantara
23⁰-27⁰ ke arah bawah dari garis horizontal (Gayo, 2010).
Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri
dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot
punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah (Gayo, 2010).
Sikap kerja duduk – berdiri bergantian dapat meningkatkan produktivitas secara signifikan dibandingkan dengan sikap kerja berdiri (Tarwaka, 2002).
2.3Varises
2.3.1Definisi
Katup – katup pada sistem vena seringkali menjadi tidak mampu berfungsi atau kadang – kadang malah rusak. Hal ini terutama terjadi bila vena teregang, berlebihan akibat tekanan vena yang tinggi selama berminggu-minggu
tidak meningkatkan ukuran daun katup. Oleh karena itu, daun katup tidak dapat lagi menutup rapat. Bila hal ini terjadi, tekanan di vena tungkai akan meningkat tajam akan meningkat tajam akibat kegagalan pompa vena; hal ini selanjutnya
akan meningkatkan ukuran vena dan akhirnya merusak seluruh fungsi katup. Hal inilah yang dinamakan varises (Guyton dan Hall, 2008).
Varises adalah pemanjangan, pelebaran, berkelok-kelok sistem vena yang disertai gangguan sirkulasi didalamnya (Sjamsuhidajad dan Jong, 2005). Pendapat lain menyebutkan bahwa varises atau varicose veins yang disebut juga dengan varises merupakan pembengkakan secara permanen pada pembuluh darah vena karena hilangnya fungsi katup untuk mengalirkan darah kearah atas
(jantung) dan menyebabkan distensi vena superfisial (Black dan Hawks, 2005). Varises ditandai dengan penonjolan besar dari vena di bawah kulit
seluruh tungkai, terutama tungkai bawah. Kapanpun orang dengan varises berdiri lebih dari beberapa menit, tekanan vena dan kapiler akan menjadi sangat tinggi, dan kebocoran cairan dari kapiler menyebabkan edema yang terus – menerus.
Selanjutnya, edema mencegah difusi zat nutrisi yang adekuat dari kapiler ke otot dan sel – sel kulit, sehingga otot menjadi terasa nyeri dan lemah serta kulit
seringkali mengalami gangrene dan ulkus (Guyton dan Hall, 2008).
Varises atau vena verikosa merupakan vena yang melebar dan berkelok-kelok yang terjadi di tempat daerah berkumpul, biasanya di tungkai dan sangat erat kaitannya kerja katup pembuluh vena dan kontraksi otot disekitar pembuluh
darah vena ekstermitas bawah (Corwin, 2009).
2.3.2 Klasifikasi dan etiologi
Penyebab varises yang pasti belum diketahui. Penderita dianggap mempunyai kelemahan pada vena yang bersifat herediter, sehingga terbentuk
varices yang primer dan spontan. Varices sekunder merupakan gejala sisa thrombosis vena profund akibat dilatasi vena kolateral dan kerusakan katup vena profunda (Juniana, 2011).
Faktor penyokong lain :
1. Faktor keturunan
Varises biasanya terjadi saat dewasa akibat perubahan hormon dan bertambahnya berat badan. Ditunjukkan dengan terjadinya penyakit yang sama pada beberapa anggota keluarga dan gambaran varices pada usia remaja,
kemungkinan besar disebabkan faktor keturunan.
2. Kehamilan
Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat
hamil yang menyebabkan kaki semakin terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki, tungkai, pangkal paha dan perut bagian bawah pun terhambat. Pengaruh
tungkai bawah akan mengalami perbaikan 3 - 12 bulan setelah melahirkan. Prevalensi vena tungkai bawah lebih tinggi pada penderita dengan kehamilan lebih dari dua kali.
3. Faktor berdiri lama
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Pada posisi
tersebut tekanan vena 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katup. Bila
pekerjaan mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis (diam), tapi tetap bergerak. Misalnya dengan berjalan di tempat, agar otot tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung.
4. Obesitas
Hal ini dihubungkan dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat
peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena. 5. Faktor usia
Pada usia lanjut insiden varices akan meningkat. Dinding vena menjadi
lemah karena lamina elastic menjadi tipis dan atrofik bersama dengan adanya degenerasi otot polos. Disamping itu akan terdapat atrofi otot betis sehingga tonus otot menurun.
6. Merokok
Jangka panjang merokok memiliki efek yang merugikan pada sistem
proliferasi otot polos. Reaksi ini bisa menjelaskan perubahan dalam dinding vena yang menyebabkan terjadinya varises tungkai bawah.
7. Konsumsi alkohol
Pada studi kasus yang dilakukan di Perancis, penyalahgunaan alkohol mengindikasikan risiko yang lebih tinggi insufisiensi vena tungkai bawah. Alkohol menyebabkan vasodilatasi segera dan penurunan tekanan darah yang
diikuti oleh rebound elevasi tekanan darah.
8. Penggunaan sepatu hak tinggi
Pemakaian sepatu hak tinggi diatas lima sentimeter membuat kaki terus – menerus menjinjit. Artinya, tendon Akhiles yang berada di tumit belakang dan otot betis terus-menerus dalam keadaan tegang. Pembuluh darah tertekan, terjadi bendungan dan akhirnya mengakibatkan varises. Sepatu hak tinggi dapat memperburuk keadaan ini dengan mengubah penyokongan berat badan ke depan dan membelokkan jari ke depan sepatu. Perasaan tidak nyaman oleh pemakaian sepatu hak tinggi di dominasi oleh nyeri kaki. Penyempitan arteri juga dapat menurunkan aliran darah ke tungkai yang berperan untuk nyeri.
Varises atau varicose veins dibedakan menjadi 3 berdasarkan penyebabnya yaitu:
a. Varises primer
darah lebih banyak yang kembali. Apabila katup tersebut lemah darah akan tetap mengisi penuh vena-vena di bawahnya (Corwin, 2009).
b. Varises sekunder
Penyebab utama varises sekunder adalah deep vein thrombosis (DVT) yang berperan dalam obstruksi vena dalam (deep vein), kateter DVT, pengaruh kehamilan dan hormon progesteron yang dapat melemahkan dinding dan katup
pembuluh darah dan trauma.
c. Varises kongenital
Merupakan kelainan atau mal formasi pembuluh darah vena yang
merupakan bawaan sejak lahir. Contohnya adalah tidak terdapatnya katup pembuluh darah vena (Lew, 2009).
2.3.3 Stadium varises
Sesuai dengan berat ringannya varises dibagi atas empat stadium, yaitu :
a. Stadium I
Keluhan samar (tidak khas) rasa berat, mudah lelah pada tungkai setelah
berdiri atau duduk lama. Gambaran pelebaran vena berwarna kebiruan tak jelas. b. Stadium II
Mulai tampak pelebaran vena, palpabel, dan menonjol.
c. Stadium III
Varises tampak jelas, memanjang, berkelok-kelok pada paha atau
d. Stadium IV
Terjadi kelainan kulit dan/atau ulkus karena sindrom insufisiensi vena menahun (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
2.3.4Gejala Varises
Varises bisa terjadi tanpa gejala apapun, sebaliknya ada varises kecil yang memberikan bermacam – macam gejala. Gejala – gejala varises antara lain (Manjsoer dkk., 2007) :
a. Rasa pegal pada ekstremitas yang akan bertambah bila berdiri lama dan berkurang bila ekstremitas ditinggikan.
b. Kadang – kadang terjadi penyulit berbentuk koreng di daerah mata kaki yang sukar sembuh. Baiasanya didahului oleh kelainan kulit berupa eksim atau
radang kulit berupa seperti lepuhan dan gelembung kecil (vesikel) pada kulit. c. Perdarahan dapat terjadi kalau kulit di atas varises perifer menjadi sangat tipis,
biasanya disertai trauma ringan.
d. Keluhan dari segi kosmetika.
Tanda dan gejala yang menunjukkan varises diantaranya yaitu nyeri,
sensasi terbakar, kaki yang terasa berat, kaku kaki pada malam hari, kelamahan otot dan pruritus atau gatal-gatal (Lew, 2009).
Untuk dapat melakukan penanganan terhadap varises secara dini, maka
a. Inspeksi (pengamatan)
Inspeksi dilakukan dari bagian distal ke proksimal (ujung ke pangkal) dan dari depan ke belakang, meliputi area-area di kaki. Hal-hal yang diamati antara
lain: perubahan warna dan adanya pembuluh darah vena yang tampak melebar pada subkutan kulit, berwarna kebiruan dan vena normal memiliki ukuran 3-4 mm.
b. Palpasi (perabaan)
Perabaan dilakukan dengan menggunakan ujung jari pada bagian permukaan betis atau pada bagian yang mengalami nyeri, penegangan,
thrombosis, dan penebalan. Palpasi sangat perlu dilakukan karena terkadang varises tidak tampak namun dapat diraba dan normalnya vena superfisial tidak
teraba. Vena yang mengalami varises yaitu vena pada kulit subkutan dan dapat diraba lebih dari 3 mm (Lew, 2009).
2.3.5 Pencegahan Varises
Hal – hal yang dapat dilakukan untuk mencegah varises antara lain:
a. Makan makanan bergizi dan olahraga teratur.
b. Hindari berdiri terlalu lama. Sedapat mungkin melakukan relaksasi jika dalam aktifitas sehari-hari dituntut berdiri lama.
c. Hindari terlalu lama duduk dengan kaki menyilang. Posisi ini dapat menghambat aliran darah dari tungkai ke arah jantung.
e. Gunakan kaos kaki elastis untuk mencegah penekanan pada tungkai.
f. Bagi yang suka sepatu hak tinggi, dapat menggunakannya agar otot sekitar varises berkontraksi dan untuk memperlancar aliran darah (Juniana, 2011).
2.4 Pramuniaga
Pramuniaga merupakan karyawan perusahaan dagang yang bertugas
melayani konsumen atau dapat juga disebut sebagai karyawan toko (Wikipedia, 2014).
2.4.1 Tugas dan Tanggung Jawab Pramuniaga
Pada setiap pekerjaan, tentunya terdapat tugas dan tanggung jawab yang dibebankan pada diri setiap pekerja. Bagi seorang pramuniaga, tugas dan
tanggung jawab yang harus dilakukan dapat dikelompokkan dalam 3 kategori besar, yakni:
a. Displaying
Seorang pramuniaga memiliki tugas untuk melakukan display barang dagangan yang ada di toko. Sekilas, tugas ini terlihat ringan, padahal tugas displaying barang tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Pramuniaga harus mampu melakukan displaying dengan aturan sebagai berikut:
1. Memajang barang dengan mendahulukan rak/ display yang stoknya telah kosong sesuai dengan sistem First In First Out (FIFO) dan tanggal kadaluarsa (Exp.Date) terutama untuk produk makanan, minuman dan obat-obatan. 2. Memajang produk sesuai dengan pengelompokkan barang (grouping) yang
3. Memasang label penunjuk harga (price tag) yang diletakkan secara benar dan lengkap.
4. Memindahkan barang yang rusak dari display ke tempat yang telah ditentukan.
5. Menjaga kerapihan dan kebersihan barang dan display.
b. Controlling
Selain bertugas untuk melakukan display produk, pramuniaga juga dituntut untuk mampu melakukan controlling atas produk-produk yang ada di sebuah toko. Bentuk controlling yang perlu dilakukan oleh pramuniaga antara lain:
1. Melakukan monitoring terhadap kesedian stock produk. Produk yang kosong harus dicatat dan dilaporkan kepada Supervisor.
2. Melakukan controlling produk yang terdapat di display. Produk yang rusak dan kadaluarsa harus segera dipindahkan dari display.
3. Melakukan pengecekan dan penggantian label harga (price tag) ketika terjadi perubahan harga produk.
4. Melakukan controlling produk yang keluar dan yang masuk untuk menghindari adanya barang yang hilang.
c. Service
Meskipun telah disibukkan dengan pekerjaan displaying dan controlling produk, seorang pramuniaga masih harus siap sedia untuk melayani konsumen.
bersikap ramah terhadap konsumen, bahkan terhadap konsumen yang berlaku tidak menyenangkan sekalipun. Sikap ramah ini penting untuk menjaga agar konsumen tetap loyal pada toko tempatnya bekerja. Sayangnya, masih ada saja
oknum-oknum pramuniaga yang seringkali melupakan tugas service ini ketika berhadapan dengan konsumen (Anonim, 2016).
2.5 Hubungan Sikap Kerja Berdiri dengan Kejadian Varises Tungkai Bawah
Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan
memperparah beban kerja pembuluh darah vena dalam mengalirkan darah. Bila pekerjaan yang mengharuskan banyak berdiri, maka usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis (diam), tetapi tetap bergerak. Berjalan di tempat agar otot
tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung merupakan salah satu contoh posisi untuk mengurangi terjadinya varises. Saat duduk atau berdiri, tubuh
berada dalam keadaan statis sehingga aliran pembuluh darah baliknya melambat. Aliran pembuluh darah balik ini berasal dari pompa otot, sehingga otot dalam keadaan diam dan tidak bisa memompa. Pompa otot ini penting untuk
mengalirkan darah ke atas. Jika tidak dialirkan, kaki menjadi bengkak dan akhirnya varises (Mansjoer, 2001).
Varises timbul apabila terjadi gangguan pada pembuluh darah vena. Dinding pembuluh darah vena merupakan dinding yang tipis tetapi elastis. Apabila elastisitasnya berkurang, fungsinya yang mengalirkan darah kembali ke
pembuluh darah vena juga dapat menimbulkan terjadinya varises. Katup pembuluh darah vena ini bertugas menahan darah yang mengalir ke atas (jantung) agar tidak kembali ke bawah (tungkai). Katup yang rusak membuat darah
berkumpul di dalam dan menyebabkan gumpalan yang mengganggu aliran darah. Adanya gangguan aliran darah (penumpukan darah) menyebabkan pembuluh
darah vena melebar, membesar dan berkelok-kelok (Mansjoer, 2001).
Peningkatan tekanan hidrostatik kronis pada pekerjaan yang membutuhkan berdiri lama juga berperan dalam menimbulkan varises tungkai
bawah. Pada posisi tersebut tekanan vena menjadi 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang di luar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi
inkompetensi pada katup (Weiss, 2010).
2.6 Metode Ovako Working Posture Analysis (OWAS)
OWAS adalah suatu metode ergonomi yang digunakan untuk
mengevaluasi postural stress yang terjadi pada seseorang ketika sedang bekerja. Metode OWAS dibuat oleh seseorang yang bernama O. Karhu yang berasal dari negara Finlandia pada tahun 1981 untuk menganalisa postural stress pada bidang pekerjaan manual. Kegunaan metode OWAS adalah untuk memperbaiki kondisi pekerja dalam bekerja. Sehingga performansi kerja dapat ditingkatkan terus. Hasil
yang diperoleh dari metode OWAS, digunakan untuk merancang metode perbaikan kerja guna meningkatkan produktifitas.
Sebenarnya perkembangan OWAS dimulai pada tahun tujuh puluhan di
Buruh Finlandia (Institute of Occupational Health). Lembaga ini mengkaji tentang pengaruh sikap kerja terhadap gangguan kesehatan seperti sakit pada punggung, leher, bahu, kaki, lengan, dan rematik. Penelitian tersebut
memfokuskan hubungan antara postur kerja dengan berat beban.
Pada kurun waktu 1977 Karhu dkk memperkenalkan metode ini untuk
pertama kalinya. Pengenalan pertama terbatas pada aspek klasifikasi postur kerja. Kemudian Stofert menyempurnakan metode OWAS melalui disertasinya pada tahun 1985. Penyempurnaan ini telah memasukkan aspek evaluasi analisa secara
detail.
Metode OWAS merupakan salah satu metode yang memberikan output berupa kategori sikap kerja yang beresiko terhadap kecelakaan kerja pada bagian musculoskeletal. Metode OWAS mengkodekan sikap kerja pada bagian punggung, tangan, kaki, dan berat beban. Masing-masing bagian memiliki klasifikasi sendiri-sendiri. Metode ini cepat dalam mengidentifikasi sikap kerja yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja (LPSK&E Universitas Sultan
Sikap Kerja Berdiri Varises Tungkai Bawah 2.7 Kerangka Konsep
Variabel Bebas (Independen) Variabel Terikat (Dependen)