• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Tenun Ulos di Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan 1980-2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perkembangan Tenun Ulos di Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan 1980-2006"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM KECAMATAN SIPIROK

2.1 Wilayah Sipirok di Kabupaten Tapanuli Selatan

2.1.1 Pembentukan dan Unifikasi Kabupaten Tapanuli Selatan

Kabupaten Tapanuli Selatan, awalnya, merupakan gabungan dari tiga kabupaten yang berada di wilayah Tapanuli Bagian Selatan.13

Unifikasi wilayah Kabupaten Tapanuli Bagian Selatan menjadi Kabupaten Tapanuli Selatan mengakibatkan seluruh pegawai yang berada di Kantor Bupati Adapun tiga kabupaten

yang dikepalai Bupati tersebut adalah Kabupaten Angkola Sipirok dengan ibukota kabupaten di Padangsidimpuan, Kabupaten Padang Lawas dengan ibukota kabupaten

di Gunung Tua, dan Kabupaten Mandailing Natal dengan ibukota kabupaten di Panyabungan.

Setelah Indonesia mendapatkan kedaulatan penuh pada akhir tahun 1949,

maka pembagian daerah administrasi mengalami perubahan. Pada tahun 1950, Kabupaten Daerah Tapanuli Bagian Selatan dibentuk menjadi Kabupaten Tapanuli

Selatan dengan Undang – Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1950. Dalam pasal 1 ayat 10 disebutkan bahwa Kabupaten Tapanuli Selatan dengan batas-batas yang meliputi wilayah Afdeeling Padangsidimpuan sesuai dengan Staatsblad 1937 Nomor 536.

13

(2)

Angkola Sipirok, Kantor Bupati Padang Lawas, Kantor Bupati Mandailing diakuisisi

menjadi pegawai Kantor Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan yang ibukotanya berkedudukan di Padangsidimpuan. Unifikasi wilayah Tapanuli Selatan ini pada

akhirnya memiliki 18 kecamatan14

Selanjutnya, telah terjadi beberapa kali pemekaran wilayah tingkat kecamatan

di Kabupaten Tapauli Selatan ini, yang dimulai pada tahun 1982, kemudian berlanjut pada tahun 1992 yaitu pemekaran wilayah kecamatan Natal

, yaitu Dolok, Barumun, Barumun Tengah, Batang Angkola, Batang Natal, Batang toru, Kotanopan, Muarasipongi, Natal, Padang Bolak, Padangsidimpuan, Panyabungan, Saipar Dolok Hole, Simangambat, Siabu, Sipirok,

Sosa, Sosopan.

15

dan Kecamatan Siais dengan ibukotanya Simarpinggan yang berasal dari sebagian Kecamatan

Padangsidimpuan Barat, kemudian tahun 1996 pembentukan Kecamatan Halongonan dengan ibukotanya Hutaimbaru, yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Padang Bolak.16

Kemudian, dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1998 dan disahkan pada tanggal 23 Nopember 1998 tentang pembentukan

14

Daftar 18 kecamatan ini bertahan hingga tahun 1982, ketika pada tanggal 30 Nopember 1982 terjadi pemekaran di Kecamatan Padangsidimpuan menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Barat dan Kecamatan Padangsidimpuan Timur, yang kemudian nama Kecamatan Padangsidimpuan dihapus.Selanjutnya Kecamatan Padangsidimpuan Utara dan Padangsidimpuan Selatan mejadi bagian dari Kota Administratif Padangsidimpua yang dibentuk berdasarkan PP No. 32 Tahun 1982.Kota administrative bukanlah daerah otonom sebagaimana Kabupaten atau Kota.Kota administrative ini tidak memiliki DPRD.Kota administrative hanya dipimpin oleh seorang walikota dan dibantu oleh wakil walikota yang diangkat oleh gubernur dari kalangan Pegawai Negeri Sipil.

15

Kecamatan Natal ini dimekarkan menjadi 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Natal dengan ibukotanya Natal, Kecamatan Muara Batang Gadis dengan ibukotanya Singkuang, dan Kecamatan Batahan dengan ibukotanya Batahan.

16

(3)

Kebupaten Mandailing Natal maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi

2 Kabupaten, yaitu Kabupaten Mandailing Natal dengan ibukotanya Panyabungan (dengan jumlah daerah administrasi 8 kecamatan) dan Kabupaten Tapanuli Selatan

dengan ibukotanya Padangsidimpuan (dengan jumlah daerah administrasi 16 kecamatan).

Pada Tahun 1999 sesuai dengan PP RI No. 43 Tahun 1999 Tanggal 26 Mei

1999 terjadi pemekaran kecamatan di Kabupaten Tapauli Selatan, kemudian pada tanggal 17 Oktober 2001 oleh Mentri Dalam Negri, Hari Sabarno, atas nama Presiden

Republik Indonesia, Padangsidimpuan diresmikan menjadi Kota sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001. Selanjutnya, pada tahun 2002, sesuai dengan

(4)

Tabel II. 1

Susunan Pejabat Bupati Kabupaten Tapanuli Selatan 1950-2010

No Nama Masa Bakti

1 Muda Siregar Gelar Sulta Doli 1950-1951

2 Raja Junjungan Lubis 1951-1954

3 Abdul Azis Lubis 1954

4 Wahid R 1954

5 Muhammad Nasib Nasution 1954-1955

6 Abdul Azis Lubis 1955-1956

7 M. Nurdin Nasution 1956-1961

8 M. Nurdin Nasution 1961-1969

9 Ahmad Negara Nasution 1969-1970

10 M. Nurdin Nasution 1970-1974

11 Bgd. Syarif Nasution 1974-1979

12 Hamzah Lubis 1979-1984

13 H.A. Rasyid nasution 1984-1989

14 Drs. Toharuddin Siregar 1989-1994

15 Drs. H. Sualoon Siregar 1994-1999

16 Ir. Suangkupon Siregar 1999-2000

17 Drs. H.M. Saleh harahap 2000-2004

18 Abdul Rahim Siregar 2004-2005

19 Ongku P. Hasibuan 2005-2010

(5)

2.1.2 Lokasi Penelitian

Secara umum Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi lokasi cakupan wilayah penelitian ini dan Kecamatan Sipirok merupakan wilayah sasaran utama tentang

perkembangan pertenunan di wilayah tersebut.

Secara geografis, daerah tingkat II Kabupaten Tapanuli Selatan berada di belahan Barat Indonesia dan sebelah Selatan Pulau Sumatera yang terletak pada 0,10’

sampai dengan 1o50’ Lintang Utara dan 98o50’ sampai dengan 100o10’ Bujur Timur, dengan ketinggian 0 – 1915 meter diatas permukaan laut dengan luas lebih kurang

12.275,80 km2.17 Sedangkan jika ditinjau dari letak topografisnya Kabupaten Tapanuli Selatan, sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi dan berbukit - bukit yaitu rangkaian pegunungan Bukit Barisan yang memanjang dari Utara melalui

daerah-daerah Kecamatan Sipirok, Saipar Dolok Hole, Batang Toru, Dolok, Barumun Tengah, Sosa dan Muara Sipongi.Terdapat beberapa bukit dan gunung yang terkenal di wilayah ini, antara lain Gunung Lubuk Raya, Gunung Sibual-Buali,18

17

Badan Pusat Statistik, Tapanuli Selatan Dalam Angka 2002, Kerjasama Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan, 2002, hal. 0.

18

Gunung ini masih aktif dan memiliki geyser dan sumber air panas yang ditampung di dua kolam pemandian umum di daerah Sipirok, yaitu di desa Padang Bujur dan Sosopan, yang kini menjadi objek wisata di wilayah tersebut.

Bukit

Simago-mago dan lain-lain. Dilembah pegunungan dan bukit-bukit yang terjal tersebut terdapat panorama alam yang indah yaitu danau-danau yang memiliki pesona

(6)

Danau Marsabut di Kecamatan Sipirok. Sedangkan untuk dataran rendah dan padang

rumput yang luas terdapat di wilayah sebelah Barat dan Timur Kabupaten Tapanuli Selatan.19

Wilayah budaya masyarakat Angkola terdiri dari tiga bagian yaitu Angkola Jae (Angkola Hilir/ yang lebih dikenal dengan wilayah Sipirok, Saipar Dolok Hole,

dan Sipiongot), Angkola Julu (Angkola Hulu) dan Angkola Dolok (Angkola Pegunungan). Selanjutnya, wilayah budaya Angkola kemudian terbagi kedalam sepuluh wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Batang Angkola, Kecamatan Batang

Toru, Kecamatan Padangsidimpuan Barat, Kecamatan Padangsidimpuan Timur, Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan wilayahnya dibatasi oleh, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Tapanuli Tengah, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, sebelah Barat berbatasan

dengan Samudera Indonesia dan sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Riau. Untuk lokasi penelitian yang secara khusus yaitu Kecamatan Sipirok yang

merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Tapannuli Selatan. Sipirok terletak di dataran tinggi sehingga daerah ini memiliki kondisi alam cenderung dingin atau sejuk karena berada di lembah Gunung Sibualbuali yang masih aktif. Masyarakat

Sipirok tergolong dalam masyarakat Angkola-Sipirok yang masyarakatnya sejak dahulu kala telah mendiami wilayah Angkola dan wilayah Sipirok yang terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan.

19

(7)

Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Utara,

Kecamatan Sipirok, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kecamatan Padang Bolak dan Kecamatan Dolok.20

1. Sebelah Utara dengan Kecamatan Saipar Dolok Hole.

Wilayah tempat kediaman masyarakat Angkola-Sipirok

berdampingan dengan wilayah Padang Bolak (Padang Lawas) dan wilayah Mandailing. Secara administratif wilayah Kecamatan Sipirok berbatasan dengan:

2. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Padangsidimpuan Timur dan Kecamatan Padangsidimpuan Barat.

3. Sebelah Barat dengan Kabupaten Tapanuli Utara. 4. Sebelah Timur dengan Kecamatan Padang Bolak..

Luas wilayah Kecamatan Sipirok adalah 720, 85 km2 atau 3,80% dari luas

Kabupaten Tapanuli Selatan yang terdiri dari 127 desa dan 5 kelurahan. Sipirok menjadi ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan, sesuai dengan Undang-Undang nomor 37 tahun 2007.

2.2 Masyarakat Sipirok

Sipirok sebagai sebuah nama mengandung dua makna konseptual, yaitu

konsep teritorial dan konsep sosio kultural. Sebagai konsep teritorial, Sipirok menunjukkan suatu kawasan tertentu dengan batas-batas yang jelas. Dan sebagai konsep sosio kultural, Sipirok menunjukkan satu kelompok masyarakat dan

20

(8)

kebudayaannya yang khas. Selain itu, kata Sipirok juga digunakan sebagai nama bagi

ibukota Kecamatan Sipirok.

Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu

sistem adat istiadat tertentu yang bersifat berkelanjutan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.21

Proses terbentuknya masyarakat Sipirok tergambar dalam ungkapan lokal yang mengatakan Sipirok Pardomuan yang berarti “Sipirok Perpaduan”.

Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat Sipirok merupakan gabungan atau perpaduan dari sejumlah orang-orang yang berlainan marga yang datang dari berbagai tempat menuju kawasan Sipirok dan Saipar Dolok Hole. Ada yang datang

dari kawasan Muara dan Pangaribuan di Tapanuli Utara, ada pula yang datang dari kawasan Mandailing dan Angkola di Tapanuli Selatan. Kedatangan mereka tidak

terjadi secara serentak.

Masyarakat Sipirok merupakan salah satu dari sekian banyak masyarakat etnis (suku bangsa) yang sejak zaman dahulu kala mendiami satu wilayah

tertentu di Sumatera Utara. Wilayah tempat kediaman Orang Sipirok itu dahulu mempunyai batas-batas yang ditetapkan menurut tradisi, dan terdiri dari dua kawasan

yang masing-masing dinamakan Luat Sipirok dan Luat Saipar Dolok Hole.

22

21

Koentaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Penerbit Aksara Baru: Jakarta, 1980. hal. 160.

22

Z. Pangaduan Lubis dan Zulkifli B. Lubis, op.cit., hal. 3 dan 11.

(9)

dari Toga Siregar.23

Secara turun-temurun, sub etnis Mandailing dan Angkola menganut sistem patrilineal yaitu menarik garis keturunan dari pihak ayah. Mempunyai sistem

Mereka merupakan pelopor yang merintis berdirinya

tempat-tempat pemukiman yang kemudian berkembang menjadi huta (desa). Selanjutnya, mereka menetap dan berkembang di Sipirok dan kemudian berbaur dengan

orang-orang yang datang kemudian ke wilayah Sipirok hingga membentuk satu kesatuan hidup dan kesatuan budaya yang diikat dengan satu sistem adat istiadat atau sistem nilai budaya yang khas. Selanjutnya, adat istiadat tersebut mereka gunakan secara

terus menerus untuk mengatur cara-cara mereka berinteraksi dalam segala aspek kehidupan mereka. Kesatuan hidup itu sekaligus terikat pula dalam satu identitas

bersama yang muncul dengan satu sebutan, yakni Sipirok, yang hingga kini kesatuan hidup tersebut tetap bereksistensi di Kabupaten Tapanuli Selatan.

2.3 Keadaan Penduduk

Penduduk asli wilayah Tapanuli Selatan memiliki dua jenis suku sesuai dengan daerahnya yaitu Batak Mandailing yang mendiami daerah Mandailing, yang berbatasan dengan Sumatera Barat dan suku Batak Angkola, yang mendiami daerah

bagian utara Kabupaten Tapanuli Selatan seperti Sipirok. Kedua suku ini yaitu Batak Mandailing dan Angkola menempati sebagian besar dari keseluruhan wilayah

Tapanuli Selatan sejak masa tradisional sampai pada saat sekarang ini.

23

(10)

kemasyarakatan yang disebut Dalihan Na Tolu(tiga tumpuan). Sistem kekerabatan ini

terdiri dari tiga unsur fungsional yang masing-masing unsur tersebut mempunyai rasa ketergantungan antara satu dengan yang lainnya, yang berupa ikatan darah

(geneologis) dan ikatan perkawinan. Ketiga kelompok tersebut adalah (1) mora, (2) kahanggi, dan (3) anak boru.

Selain itu terdapat sistem sosial berdasarkan garis keturunan yang disebut

marga.24 Marga merupakan suatu bentuk kelompok kekerabatan (kin group) yang para anggotanya adalah keturunan dari seorang kakek bersama, oleh karena itu pada

hakekatnya para anggota suatu marga satu sama lain terikat oleh pertalian atau hubungan darah (blood-ties).25 Setiap anggota masyarakat yang mempunyai marga, biasanya menempatkan nama marga di belakang namanya. Orang-orang Mandailing

dan Angkola yang semarga disebut markahanggi.26 Umumnya sub etnis Mandailing terdiri dari marga-marga seperti Nasution, Lubis, Pulungan, Rangkuti, Batubara, Daulay, Matodang, Parinduri, Hasibuan dan lain-lain.27

24

Dalam masyarakat Batak penyebutan sistem klen marga ini berbeda – beda, pada masyarakat Toba, Mandailing-Angkola, dan Simalungun disebut dengan marga, pada masyarakat Karo dan Pakpak-Dairi disebut merga.

25

Z. Pangaduan Lubis dan Zulkifli B. Lubis, op. cit., hal. 133.

26

Kelompok yang masih satu marga (saudara yang masih dekat/ berabang adik) biasanya karena hubungan darah yang masih dekat hubungannya.

27

Pandapotan Nasution, Adat Budaya Mandailing dalam Tantangan Zaman, Medan: Forkala Provinsi Sumatera Utara, 2005, hal. 6.

Adapun sub etnis Angkola

umumnya terdiri dari marga-marga seperti Siregar, Harahap, Hutasoit, Rambe, Ritonga, Pohan, dan lain-lain. Marga-marga tersebut (baik Angkola dan Mandailing)

(11)

menjadikan wilayah Tapanuli Selatan ditempati oleh penduduk yang heterogen.

Masyarakatnya membaur satu sama lain, menjalin interaksi yang saling berkesinambungan, hingga daerah Tapanuli Selatan sangat identik dengan suku Batak

Angkola Mandailing, yang dalam kenyataannya keduanya memang berbeda.

Secara umum, penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan menurut data statistik berjumlah 745.961 jiwa di tahun 1980, 954.332 jiwa di tahun 1990, 734.188 jiwa

(12)

Tabel II. 2

RATA-RATA PERTUMBUHAN PENDUDUK DARI TAHUN 1980 DAN 1990

No. Kecamatan Jlh.

Catatan : Tidak termasuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap (tunawisma, awak kapal, penghuni perahu/ rumah apung, dan masyarakat terpencil). **) : Pada waktu Sensus Penduduk Tahun 1980 masih termasuk Kecamatan

(13)

Tabel II. 3

Jumlah Penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2000

No Kecamatan Jlh. Penduduk pada SP. 2000

1 Batang Angkola 71.596

2 Sosopan 8.421

3 Barumun 59.416

4 Sosa 50.723

5 Barumun Tengah 54.898

6 Batang Onang 11.550

7 Padangsidimpuan Timur 61.794

8 Siais 24.206

9 Padangsidimpuan Barat 553.274

10 Batag Toru 445.470

11 Sipirok 30.706

12 Arse 8.121

13 Padang Bolak Julu 9.479

14 Padang Bolak 69.209

15 Halongonan 21.741

16 Saipar Dolok Hole 21.684

17 Dolok 20.296

18 Dolok Sigompulon 12.850

19 Padangsidimpuan Selatan 47.973

20 Padangsidimpuan Utara 50.961

Jumlah 734.188

(14)

2.4 Kehidupan Ekonomi Masyarakat Sipirok

Gunung Sibualbuali yang masih aktif membuat tanah di wilayah Sipirok tergolong subur. Umumnya mata pencaharian utama di Tapanuli Selatan khususnya

Sipirok adalah bertani, dengan teknik pertaniannya yang masih sederhana atau tradisional. Dalam aktivitas pertanian, masyarakat Sipirok dahulu telah mengenal istilah “marsialapari” yaitu suatu sistem aktivitas gotong rotong yang dilakukan

secara bersama-sama, secara bergantian dan bergiliran, sehingga dapat meringankan pekerjaan seseorang pada waktu sibuknya di sawah, seperti sewaktu menanam atau

menuai/ panen.

Sebagian besar penduduk di Kecamatan Sipirok bekerja di sektor pertanian baik sebagai buruh tani maupun sebagai petani sendiri. Selain pada sektor pertanian

juga ada sektor industri kerajinan, perdagangan, jasa dan lainnya. Pertanian di Kecamatan Sipirok disesuaikan dengan keadaan topografi desa yang berada di Kecamatan Sipirok. Apabila topografinya datar maka akan bertani di sawah, dan

apabila topografinya berbukit-bukit maka pertaniannya dibuat menjadi ladang. Komoditi pertanian yang diperoleh oleh petani adalah padi, sayur-sayuran dan

buah-buahan serta tanaman kopi.

Disamping berprofesi dalam bidang pertanian, maka bidang pekerjaan yang banyak digeluti oleh masyarakat di Kecamatan Sipirok adalah perindustrian, terutama

(15)

2.5 Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Sipirok

Pada dasarnya kesatuan hidup setempat atau komunitas terbentuk terutama karena “ikatan tempat kehidupan”, sehingga suatu komunitas selalu menempati satu

kawasan (territory) tertentu di muka bumi. Oleh karena itu orang-orang yang tinggal bersama di suatu kawasan tertentu belum merupakan suatu kesatuan hidup kalau mereka tidak merasakan terikat oleh perasaan bangga dan cinta kepada kawasan yang

bersangkutan.28

28

Koentjaraningrat, op.cit.,hal. 155.

Sebagaimana halnya pada masyarakat Batak, pada masyarakat Angkola dan

Mandailing terkhusus pada masyarakat Sipirok juga dikenal sistem “Dalihan Na Tolu”.Dalihan Na Tolusecara harfiah adalah “tungku nan tiga” yang merupakan lambang dalam sistem sosial batak, yang juga mempunyai tiga tiang penopang, yang

meliputi Mora, Kahanggi dan Anak Boru. Kelompok yang meliputi Mora merupakan kelompok kekerabatan yang berstatus sebagai pemberi anak gadis (bride giver) dalam hubungan perkawinan. Kahanggi adalah kelompok kekerabatan yang satu marga

(saudara yang masih dekat) biasanya karena hubungan darah yang masih dekat hubungannya, sedangkan yang disebut anak boru merupakan kelompok kekerabatan

yang berstatus sebagai penerima anak gadis (bride receiver) dari mora. Perkawinan yang menimbulkan ikatan dan integrasi diantara tiga pihak yang disebut tadi

(16)

Demikianlah pentingnya peranan ketiganya, yang dapat dilihat dari kenyataan

bahwa upacara adat dalam masyarakat Sipirok hanya dapat diselenggarakan jika kerabat yang berstatus sebagai mora, kahanggi dan anak boru ikut serta

melaksanakannya secara bersama-sama. Jika salah satu diantaranya tidak ikut berperan maka upacara adat mutlak tidak boleh diselenggarakan. Sehingga, untuk menjaga keutuhan hubungan baik dan kerja sama yang harmonis antara mora,

kahanggi dan anak boru yang merupakan unsur atau komponen fungsional dari

sistem sosial masyarakat Sipirok, maka masyarakat Sipirok memelihara hubungan

perkerabatan dengan prinsip, yaitu Soma mar mora(untuk memelihara hubungan baik dengan kerabat berkedudukan sebagai mora-nya, setiap orang harus senantiasa bersikap hormat dan memuliakannya), Manat-manat markahanggi (untuk

menghindarkan konflik dengan kerabat yang berkedudukan sebagai kahanggi-nya, setiap orang harus senantiasa berlaku cermat dan hati-hati), Elek mar anak boru (setiap orang harus pandai-pandai mengajuk hati serta membujuk kerabat yang

berkedudukan sebagai anak boru-nya).29

29

Gambar

Tabel II. 1
Tabel II. 2
Tabel II. 3

Referensi

Dokumen terkait

4.3 Mempraktikkan pola gerak dasar manipulatif sesuai dengan dimensi anggota tubuh yang digunakan, arah, ruang gerak, hubungan, dan usaha, dalam berbagai

ketidakseimbangan waktu penyelesaian produk di setiap stasiun kerja yang akan.. mengakibatkan adanya penumpukan barang setengah jadi dan idle time

3.2 Mengetahui konsep gerak dasar non lokomotor sesuai dengan dimensi anggota tubuh yang digunakan, arah, ruang gerak, hubungan, dan usaha, dalam berbagai bentuk

Gambar 3a menunjukkan grafik data asli dari Acetone, gambar 3b menunjukkan grafik data acetone dari hasil rekonstruksi dengan mengambil empat principal component yang pertama dan

tercermin dalam perbuatan, tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan-peraturan yang ditetapkan atau

Keseriusan – jika Anda memutuskan untuk menginstal komponen Identity Protection dalam AVG Anti Virus 2012 Anda, maka identifikasi grafis dari keseriusan temuan dengan skala

Namun hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hutagulung, Djumahir dan Ratnawati (2013) dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa

Pengetahuan tentang berbagai gejala (fisik maupun sosial) yang berlangsung di muka bumi yang direpresentasikan sebagai gejala keruangan (spatial phenomena) suatu obyek tertentu