• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kadar Pengawet Natrium Benzoat Yang Terdapat Pada Minuman Bersoda Di Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Kadar Pengawet Natrium Benzoat Yang Terdapat Pada Minuman Bersoda Di Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

- Memberikan informasi tentang apakah kadar natrium benzoat yang terdapat dalam minuman bersoda sudah memenuhi standart yang ditetapkan oleh peraturan kepala badan pegawas obat dan makanan republik indonesia Mentri kesehatan RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 yaitu tidak lebih dari 600mg/l.

- Memberikan informasi tentang metode yang digunakan dalam penentuan kadar natrium benzoat pada minuman bersoda yang dilakukan di laboratorium kesehatan daerah medan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minuman Bersoda

Minuman ringan bersoda atau diindonesia lebih dikenal dengan nama softdrinksejak seabad lalu telah menjadi minuman ringan paling populer di Amerika Serikat mengungguli minuman lainnya seperti kopi, teh dan jus. Demikian juga diindonesia, popularitas minuman ini notabene “made in america” ini terus meningkat. Disetiap restoran, depot, warung bahkan

pedagang kaki lima selalu menyediakan minuman berkarbonasi ini (Widodo, 2008).

(2)

serikat yang beriklim subtropis dan dingin minuman beralkohol menjadi minuman favorit, maka amerika serikat bagian selatan yang tropis dan panas softdrink yang lebih populer (Widodo, 2008).

Kita bisa mengindonesiakan softdrink sebagai minuman ringan, dengan asumsi bahwa benar minuman ini memang “ringan” status gizi nya. Minuman ini, selain kadar gula dan kadar

pengawet nya yang tinggi, tidak memiliki zat gizi lain yang berarti. Kini kita kenal berbagai jenis produk minuman ringan yang beredar dipasaran. Ada yang beraroma buah cola, ada yang berasa buah jeruk, ada pula jenis berasa lain seperti rasa nanas, coffee cream, root beer sampai cream soda (Widodo, 2008).

2.1.1. Sejarah Minuman Bersoda

Pada tahun 1830, minuman ringan atau minuman bersoda tercipta di Amerika Serikat. Sejak itu, minuman ringan makin digemari banyak orang. Seiring waktu, produksinya pun semakin bertambah sesuai dengan permintaan konsumen. Namun dibalik kenikmatan saat meminum minuman bersoda tersimpan sejumlah dampak yang buruk bagi peminumnya. Dampak tersebut mungkin tidak akan dirasakan langsung. Jika dikonsumsi secara rutin dan berlebihan dampaknya akan dirasakan dikemudian hari (Nur’Afni, 2009).

2.1.2. Proses Pengolahan Minuman Bersoda

Proses pengolahan minuman bersoda terdiri dari beberapa tahap yaitu pengolahan air, karbondioksida, proses pembuatan sirup, proses pencampuran, pemurnian CO2, pengemasan dan

penyimpanan.

2.1.3.Komposisi Minuman Bersoda

(3)

1. Air : komponen utama minuman ringan

2. CO2 : gas yang ditambahkan untuk menambah flavor atau rasa pada minuman ringan,

memberi rasa segar, rasa sedikit masam yang enak. 3. Gula / pemanis:

- Soft drink reguler : sukrosa (gula tebu), sirup fruktosaatau HFCS : high fructose corn syrup

- Soft drink diet : pemanis sintetis aspartam, sakarin atau siklamat. Diamerika serikat menggunakan pemanis mutakhir : sucralose dan acesulfame-K.

4. Kafein (terutama pada jenis cola dan coffee cream) : kadarnya cukup tinggi, membantu seseorang tetap terjaga atau tidak mengantuk, jantung dapat berdegub kencang, sehingga tidak direkomendasikan bagi mereka yang hipertensi, berpotensi serangan jantung koroner atau stroke.

5. Zat pengawet : umumnya soft drink diawetkan dengan menggunakan sodium benzoat atau natrium benzoat, suatu bahan pengawet sintetis. Aman untuk bahan pangan namun ada batas maksimal yang harus diperhatikan.

6. Zat pewarna : ditemukan pada beberapa jenis soft drink, tidak terdapat pada jenis soft drink jernih. Ada zat pewarna alamiah seperti karamel (pada soft drink cola) tetapi yang paling banyak dilakukan adalah zat pewarna sintetis seperti karmoisin dan tartrazin. 7. Flavor buatan (perasa) : seperti rasa jeruk, rasa strawberry, rasa nanas dan sebagainya,

merupakan flavor sintetik, bukan hasil ekstraksi buah-buahan, jadi tidak mengandung vitamin dan mineral seperti yang ada pada buah-buahan. (Widodo,2008)

(4)

Karbondioksida adalah sebuah gas yang tidak berwarna yang tidak beracun pada konsentrasi biasa/sesuai. Gas karbondioksida berada dalamatmosfer (sekitar 0,03 persen per mol) dan dalam nafas kita, dimana gas karbondioksida dihasilkan dari oksidasi biologi dari substansi makanan. Karena dari densitas gas karbondioksida (sekitar 1,5 lebih besar daripada yang berada di udara), gas karbondioksida cenderung berkumpul dalam wilayah rendah dan kurang akan udara dan dapat menyebabkan aspiksisasi (oleh pengeluaran oksigen) (Gammon,1985).

2.2.1. Sumber - sumber Karbondioksida

Karbondioksida yang terdapat diperairan berasal dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut:

1. Difusi dari atmosfer : Karbondioksida yang terdapat di atmosfer mengalami difusi secara langsung kedalam air

2. Air hujan : Air hujan yang jatuh kepermukaan bumi secara teoritis memiliki kandungan karbondioksida sebesar 0,55 - 0,60 mg/l, berasal dari karbondioksida yang terdapat diatmosfer

3. Air yang melewati tanah organik : Tanah organik yang mengalami dekomposisi mengandung relatif banyak kerbondioksida sebagai hasil proses dekomposisi. Karbondioksida hasil dekomposisi ini akan larut ke dalam air.

(5)

2.3. Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah senyawa yang mampu menghambat dan menghentikan proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan lainnya, atau bahan yang dapat memberikan perlindungan bahan pangan dari pembusukan. Pemakaian bahan pengawet dalam makanan atau minuman dari satu sisi menguntungkan karena dengan bahan pengawet , bahan pangan dapat dibebaskan dari kehidupan mikroba, baik yang bersifat patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau gangguan kesehatan lainnya maupun mikrobial yang nonpatogen yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, misalnya pembusukan. Namun dari sisi lain, bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. yang pemkaiannya pada bahan pangan perlu diatur dan diawasi dosis pemakaian nya. Apabila macam pemakaian bahan pangan dan dosis nya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik yang bersifat langsung atau komulatif misalnya apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik.

Pengertian bahan pengawet sangat bervariasi tergantung dari negara yang membuat batasan pengertian tentang bahan pengawet. Meskipun demikian penggunaan bahan pengawet memiliki tujuan yang sama yaitu mempertahankan kualitas dan memperpanjang umur simpan bahan pangan.

(6)

anorganik dalam bentuk asam dan garam nya. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang(Cahyadi, 2008).

Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses degradasi bahan pangan terutama yang disebaban oleh faktor biologi. Tetapi tidak jarang produsen pangan menggunakannya pada makanan yang relatif awet dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan atau untuk memperbaiki tekstur. Penggunaan pengawet dalam makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan makanan tertentu, tetapi tidak efektif untuk mengawetkan makanan lainnya karena makan mempunyai sifat yang berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga berbeda. Bebrapa bahan pengawet yang umum digunakan adalah benzoat, propinoat, nitrit, nitrat, sorbat dan sullfit (Syah,2005).

2.3.1. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Secara umum penambahan bahan pengawet pada bahan pangan bertujuan sebagai berikut :

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan.

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan. 4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

(7)

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.3.2. Persyaratan Bahan Pengawet

Terdapat beberapa persyaratan untuk bahan pengawet kimiawi lainnya. Selain persyaratan yang dituntut untuk semua bahan tambahan pangan, antara lain sebagai berikut :

1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan (secara ekonomis menguntungkan).

2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia.

3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan.

4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang di awetkan. 5. Mudah dilarutkan.

6. Mununjukkan sifat-sifat antimikroba pada jenjang pHbahan pangan yang diawetkan. 7. Aman dalam jumlah yang diperlukan.

8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia. 9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan.

10.Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi atau membentuk senyawa kompleks yang besifat lebih toksik.

11.Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan.

12.Mempunyai spektra antimikrobia yang luas yang meliputi macam-macam pembusukan oleh mikrobia yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan (Cahyadi, 2008).

2.3.3.Mekanisme Kerja Bahan Pengawet

(8)

mikroba. Larutan NaCl dan gula yang yang digunakan sebagai bahan pengawet seharusnya lebih pekat dari pada sitoplasma dalam sel mikroorganisme. Oleh sebab itu air akan keluar dalam sel dan sel akan kering dan mengalami dehidrasi.

Kerja asam sebagai bahan pengawet tergantung pada pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri, khamir dan kapang yang tumbuh pada bahan pangan. Penambahan asam berarti menurunkan pH (H+), dan dijumpai bahwa pH rendah lebih besar penghambatan nya pada pertumbuhan mikroorganisme. Asam digunakan sebagai pengatur pH sampai pada harga yang bersifat toksik untuk mikroorganisme dalam bahan pangan. Efektivitas suatu asam dalam menurunkan pH tergantung pada kekuatan (strength), yaitu derajat ionisasi asam dan konsentrasi yaitu jumlah asam dan volume tertentu (misalnya molaritas). Jadi asam keras lebih efektif dalam menurunan pH apabila dibandingkan dengan asam lemah pada konsentrasi yang sama (Cahyadi, 2008).

Asam benzoat dan garamnya (Na dan K) adalah senyawa yang relatif kurang efektif sebagai bahan pengawet pada pH lebih besar, tetapi kerja sebagai pengawet naik dengan turunnya pH sampai dibawah 5. Turun nya pH medium akan menaikkan proporsi asam yang tidak terdisosiasi penentu utama peranan pengawet. Asam benzoat sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pagan dengan pH rendah seperti sari buah dan minuman penyegar (Cahyadi, 2008).

2.3.4.Sifat Fisik dan Kimia Bahan Pengawet

Sifat-sifat bahan pengawet dapat meliputi sifat kimia dan fisik.

(9)

alkohol ataupun minyak, bentuk bahan pengawet, besarnya pelarut sangat dipengaruhi oleh suhu. Sifat lain dari bahan pengawet yaitu rasa dan bau yang berbeda sehingga dapat dihindarkan dari pemalsuan.

2.3.5. Jenis Bahan Pengawet

Bahan pengawet terbagi atas dua jenis yaitu :

1. Zat Pengawet Anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit, hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan

meta bisulfit.

2. Zat Pengawet Organik

Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialahasam sorbat, asam propinoat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida. (Cahyadi, 2008)

2.3.6. Pengawet Dalam Kehidupan Sehari-hari

(10)

pengawet yang dinyatakan aman) dengan dosis dibawah ambang batas yang ditentukan tidaklah berbahaya bagi konsumen.

2.3.7. Gangguan Kesehatan Karena Pengawet Sintetis

Dalam mengkonsumsi pengawet buatan konsumen juga harus tetap memeperhatikan ADI (Acceptable Daily Intake), yakni jumlah yang diperlukan untuk dikonsumsi setiap hari nya. Konsep ADI didasarkan pada kenyataan bahwa semua bahan kimia yang digunakan, termasuk pengawet, adalah racun, tetapi tingkat keracunan atau toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk menghasilkan sakit ataupun gangguan kesehatan.

ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan jumlah zat kimia yang masuk dalam tubuh setiap harinya bahkan sampai seumur hidup tanpa menimbulkan gangguan pada pemakainya. ADI perlu di tetapkan mengingat ada berbagai jenis bahan tambahan makanan yang dalam dosis tertentu (tinggi) berbahaya bagi kesehatan, sedangkan dalam dosis rendah aman untuk di konsumsi. Lagi pula belum ada pengganti untuk bahan ini yang lebih aman dan efektif. (Yuliarti, 2007)

2.4. Natrium Benzoat

2.4.1. Spesifikasi Natrium Benzoat

(11)

Dengan rumus molekul C7H5NaO2

Berat molekul : 144,11

Kandungan : Tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% C7H5NaO2

(Farmakope Indonesia edisi 3, 1979)

Natrium benzoat memiliki bentuk berupa granul atau serbuk hablur berwarna putih, tidak berbau dan stabil di udara. Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dan lebih mudah larut dalam etanol 90%. Kelarutan dalam air pada suhu 25°C sebesar 660gr/L dengan bentuk yang aktif sebagai pengawet sebesar 84,7% pada range pH 4,2.

Natrium benzoat adalah pengawet yang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan. Menurut peraturan mentri kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, Natrium benzoat diizinkan penggunaannya dalam pangan, tetapi memiliki batas maksimum yang diizinkan yaitu pada jenis bahan pangan minuman ringan batas maksimum penggunaan adalah sebesar 600mg/l. (Cahyadi, 2008)

(12)

Penggunaan pengawet benzoat dimaksudkan untuk mencegah kapang dan bakteri, penambahan pengawet natrium benzoat pada bahan pangan memang tidak dilarang pemerintah, namun demikian produsen tidak menambahkan jenis bahan pengawet ini sesuka hati, karena bahan pengawet ini akan berbahaya jika di konsumsi secara berlebihan.

Didalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga cukup aman untuk di konsumsi. Di AS, benzoat termasuk senyawa kimia pertama yang diizinkan untuk makanan. Senyawa ini digolongkan kedalam Generally Recornaized as Safe (GRAS). Bukti-bukti menunjukkan pengawet ini memiliki toksisitassangat rendah terhadap hewan maupun manusia, ini karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien. Dilaporkan bahwa pengeluaran senyawa ini antara 66-95% jika benzoat dikonsumsi dalam jumlah besar. Sampai saat ini benzoat dipandang tidak mempunyai efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut.

Meski aman dikonsumsi orang sehat, penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumlah besarakan mengiritasi lambung. Diduga pula zat ini akan dapat mengakibatkan reaksi alergi dan penyakit saraf. Selain itu, asosiasi konsumen penang pada 1988 silam telah menyatakan bahwa berdasarkan penelitian badan pangan dunia (FAO), konsumsi benzoat yang berlebihan pada tikus akan menyebabkan kematian dengan gejala-gejala hiperaktif, sawan, kencing terus-menerus dan penurunan berat badan (Yuliarti, 2007)

2.4.2. Bahaya Mengkonsumsi Minuman Bersoda

(13)

Bahaya yang bisa terjadi dalam mengkonsumsi minuman bersoda secara rutin dan berlebihan dapat berupa obesitas, kerusakan gigi yang disebabkan oleh kadar gula yang terdapat dalam minuman bersoda, penyakit jantung dan diabetes. Minuman bersoda tidak hanya mengandung kadar gula yang tinggi tetapi juga mengandung pengawet dan juga mengandung zat aditif.

2.4.2.2. Bahaya Natrium Benzoat

Penggunaan pengawet natrium benzoat pada minuman ringan atau minuman bersoda yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan kanker karena natrium benzoat memiliki sifat akumulatif.

Penelitian yang dilakukan FDA (The US Food and Drug Administration) yang dilakukan di US menyatakan beberapa minuman ringan lainnya di US mengandung zat karsinogenik benzene yang kadarnya tinggi. Benzene adalah suatu bahan kimia yang dapat menjadi pemicu terjadinya leukimia dalam minuman tersebut ditemukan dua jenis kandungan zat pengawet yaitu sodium benzoat dan potasium benzoat.

(14)

efek yang sama karena ada beberapa jenis merek minuman ringan kita yang berasal dari negeri paman sam itu. (Nur’Afni, 2009)

2.5. Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstraksi substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.(Bintang, 2010)

Ekstraksi digunakan untuk memisahkan senyawa yang mempunyai kelarutan berbeda-beda dalam berbagai pelarut. Seringkali senyawa yang hendak di ekstraksi diubah secara kimia terlebih dahuluagar larut dalam air atau pelarut organik. Sebagai contoh pada ekstraksi cair dari cair sering digunakan dua zat cair yang tidak saling melarutkan, seperti larutan dalam air dan pelarut organik (kloroform,etilasetat),untuk melakukan ekstraksi. Corong pisah beserta kran nya sangat berguna untuk memisahkan dua zat cair yang tidak saling melarutkan tersebut (Bresnick, 1996).

2.5.1. Metode Ekstraksi

Adapun metode ekstraksi yang sering digunakan adalah : a. Maserasi

Dalam proses ini, seluruh atau kasar sampel ditempatkan dalam wadah yang diisi pelarut yang sesuai dan diberikan pada suhu kamar dengan proses pengadukan sampai materi larut. Campuran kemudian dipisahkan dan pelarut kemudian dimurnikan untuk memperoleh ekstrak yang diinginkan. Maserasi adalah jenis ekstraksi yang menggunakan cara dingin dalam proses ektraksinya. Maserasi biasa disebut sebagai ektraksi cara dingin.

(15)

Fungsi soklet seperti ekstraksi kontinu dimana padatan secara kontinu dikontakkan dengan pelarut. Sampel yang akan diekstrak diletakkan di dalam kertas saring (thimble) yang dimasukkan ke dalam extraction chamber. Pelarut yang dipilih diletakkan di dalam solvent vesselyang terletak dibagian bawah dan dipanaskan sampai titik didihnya. Pelarut akan berubah jadi uap kemudian akan mengalami kondensasi di sepanjang kondensor, kemudian pelarut yang sudah cair akan jatuh kebahan yang akan diekstrak. Kemudian akan terjadi proses maserasi antar bahan dengan hasil kondensasi pelarut. Bahan yang akan diekstrak akan terikut oleh pelarut yang mengalir kebawah dan masuk kedalam solvent vessel. Kemudian pelarut akan diuapkan kembali dan zat yang diekstrak akan tertinggal di bawah. Oleh karena itu pelarut akan selalu fresh. Dan proses akan terus berulang seperti itu. Ekstraksi dengan menggunakan soxhlet dengan cara pemanasan dimana pelarut yang digunakan akan menguap dan terkondensasi kembali sehingga akan menjadi lebih hemat. Sokletasi adalah jenis ekstraksi yang menggunakan cara panas dalam proses ektraksinya. Sokletasi biasa disebut sebagai ekstraksi cara panas (Sinaga,s.d, 2016)

2.5.2. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ekstraksi, diantaranya: 1. Suhu

Kelarutan bahan yang diekstraksi biasanya akan meningkat dengan meningkatnya suhu, sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi

2. Penyiapan bahan sebelum ekstraksi

(16)

juga akan membuat bahan dapat bertahan lama sebelum proses ekstraksi berlangsung. Bahan baku juga perlu disimpan pada tempat yang kering untuk menjaga kelembabannya sehingga tidak merusak kualitas hasil ekstraksi. Dengan pengeringan yang sempurna akan dihasilkan ekstrak yang memiliki kemurnian tinggi.

3. Ukuran partikel

Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas bidang kontak antara padatan dan solven, serta semakin pendek jalur difusinya, yang menjadikan laju ekstraksi semakin tinggi.

4. Waktu

Semakin lama waktu ekstraksi maka akan semakin tinggi hasil yang diperoleh, namun bila ekstraksi telah mencapai batas maksimum maka penambahan waktu tidak akan mempengaruhi laju ekstraksi.

5. Faktor solven

Dalam pemilihan pelarut ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan: a) Selektivitas

Pelarut yang dipilih harus dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen -komponen lain dari sampel yang akan diekstraksi.

b) Kelarutan

Nilai kelarutan bahan yang diekstak terhadap pelarut harus cukup tinggi agar pelarut mampu melarutkan ekstrak.

c) Viskositas

(17)

d) Kecocokan dengan solut

Pada umumnya pelarut tidak boleh bereaksi atau menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen –komponen bahan ekstraksi.

e) Titik didih

Referensi

Dokumen terkait

If financial and banking institutions, in particular central banks as the regula- tors and supervisors act as self-sufficient isolated islands lagging behind changes instead

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama inokulasi dan ukuran larva Chilo sacchariphagus yang sesuai untuk perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns.. Penelitian dilakukan

Memberikan informasi tentang adaptabilitas kemenyan toba ( Styrax sumatrana ) dan suren ( Toona sureni ) pada media tumbuh tailing tambang emas dengan berbagai perbandingan tanah

Reviewers Amung Ma'mun, Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Bambang Abdul Jabar, Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Yusup Hidayat, Universitas Pendidikan

Penelitian ini menyimpulkan ada hub- ungan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) meliputi pemberian asi ek- sklusif, penggunaan air bersih, penggunaan

The first factor was growing media (Factor A) and the second factor was seedling species (Factor B). The observed parameter were seedling height, seedling diameter, seedling dry

Minister Bambang also described the Public Private Partnership and the Non-Budget Investment Financing (PINA) as an alternative financing in the development of

Gejala efek samping pada otot ini bisanya lebih banyak terjadi pada pasien yang menggunakan kombinasi obat penurun kadar lipid, misalnya kombinasi statin dan fibrat atau