• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demikian untuk dilaksanakan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Demikian untuk dilaksanakan."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

Nomor : B-06/E.4/Epl.2/02/1999

Sifat : Biasa

Lampiran : 1 (satu) eksemplar

Perihal : Pengikut sertaan Anggota DPR- RI/DPRD dalam rangka pemusnahan Barang Bukti Narkotika dan Psikotropika

---

Jakarta, 12 Pebruari 1999 KEPADA YTH.

SDR. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di -

SELURUH INDONESIA

Sehubungan dengan surat Kapolri Cq. Komandan Korps Reserse Nomor : B/4716/XIl/1998 tanggal 18 Desember 1998 perihal seperti tersebut pada pokok surat (foto copy surat terlampir), dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam acara dengar pendapat Kepala Kepolisian RI dengan Komisi I DPR-RI

tanggal 7 Oktober 1998 telah diusulkan agar anggota I/ DPRD diikut sertakan dalam pemusnahan barang bukti narkotika dan psikotropika.

2. Secara yuridis, baik menurut Undang-Undang No. 22 Th 1997 tentang

Narkotika, Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-027/JA/3/1998 tanggal 31 Maret 1998 tentang Syarat dan Tata Cara Penetapan Status Barang Sitaan Narkotika maupun dalam Undang-Undang No. 5 th 1997 tentang Psikotropika, memang tidak diatur ketentuan mengenai keikutsertaan anggota DPR-RI/DPRD dalam proses pelaksanaan pemusnahan barang bukti narkotika dan psikotropika.

3. Sekalipun demikian, dengan memperhatikan saran dad Kepala Kepolisian R.I. tersebut dan mempertimbangkan aspek politis maupun azas keterbukaan dalam sistem peradilan pidana maka usul untuk mengikutsertakan anggota DPR-RI/DPRD dalam pemusnahan barang bukti narkotika dan psikotropika dapat disetujui.

4. Berkenaan dengan hal itu, diminta agar Kajati/Kajari mengkoordirnasikan

dengan Kapolda/Kapolwil/Kapolres serta instansi terkait bahwa dalam pelaksanaan pemusnahan barang bukti narkotika dan psikotropika dapat diundang anggota DPR-RI/DPRD guna menyaksikan

Demikian untuk dilaksanakan.

JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA UMUM,

ttd RAMELAN.SH. Tembusan :

1. Yth. Jaksa Agung RI (sebagai laporan);

2. Yth. KOM Kon I DPR-RI;

3. Yth. Kapolri;

4. Yth JAM Pembinaan;

5. Yth JAM Tindak Pidana Khusus;

6. Arsip

(2)

ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jakarta, 18 Desember 1998

No. Pol : B/4716/XII/1998

Klasifikasi : Biasa Lampiran : -

Perihal : Pengikut sertaan Anggota DPR-

RI/DPRD dalam rangka pemusnahan Barang Bukti Narkotika dan

Psikotropika

KEPADA YTH.

SDR. KEPALA KEJAKSAAN TINGGI Di

SELURUH INDONESIA

1. Rujukan hasil acara dengar pendapat Kepala Kepolisian Republik Indonesia dengan

Anggota Komisi I DPR RI pada tanggal 7 Oktober 1998 bertempat di Gedung DPR RI yang antara lain berisi tentang usul agar anggota DPR RI/DPRD diikut sertakan dalam kegiatan pemusnahan Barang Bukti Narkotika dan Psikotropika.

2. Sehubungan dengan hal tersebut diatas disampaikan pendapat dan saran sebagai berikut: a. Berdasarkan :

1) Pasal 62 UU RI No.22 tahun 1997 tentang Narkotika mengenai tata cam

pelaksanaan pemusnahan Barang Bukti Narkotika.

2) Pasal 53 UU RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika mengenai tatacara

pelaksanaan pemusnahan Barang Bukti Psikotropika.

3) Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Kep.027/JA/3/1 M tanggal

31 Maret 1998 tentang syarat dan tata cara penetapan status barang sitaan Narkotika

Secara Yuridis tidak terdapat/tercantum keikutsertaan anggota DPR RI /DPRD dalam proses pelaksanaan pemusnahan Barang Bukti Narkotika maupun Psikotropika

b. Namun dengan tidak mengurangi makna yang terkandung dalam ketentuan /

Perundang-undangan tersebut diatas, kehadiran/keikut sertaan anggota DPR baik di tingkat Pusat dan Daerah dapat diterima dengan mempertimbangkan aspek keterbukaan dalam Criminal Justice System maupun aspek politis yang ada.

3. Demikian untuk menjadi maklum.

A.n.KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA KOMANDAN KORPS RESERSE

ttd

Drs. DA'I BACHTIAR.SH. MAYOR JENDERAL POLISI Tembusan

1. Ketua Komisi I DPR RI. 2. Kapolri.

3. Kadiskum Polri

KORPS RESERSE POLRI DIREKTORAT RESERSE NARKOBA

(3)

TELAAHAN STAFF TENTANG

PENGIKUT SERTAAN ANGGOTA DPR/DPRD DALAM RANGKA PEMUSNAHAN

NARKOTIKA/ PSIKOTROPIKA

1. Dasar

a. Dengar pendapat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan anggota

Komisi I DPR R.I tentang komentar Pemusnahan Narkotika/ Psikotropika.

b. Memo Dan Korps Reserse Polri tanggal 28 Oktober 1998 tentang pembuatan

saran/surat kepada Kejaksaan Agung R.I agar anggota DPR diikutsertakan dalam kegiatan penghapusan barang bukti Narkotika/ Psikotropika

2. Permasalahan

Permintaan pengikutsertaan anggota DPR untuk pemusnahan barang bukti Narkotika dan Psikotropika dalam dengar pendapat anggota Komisi I DPR Rl dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

3. Fakta-fakta

a. Pelaksanaan pemusnahan Narkotika dan Psikotropika adalah Pejabat Penyidik Polri,

Kejaksaan (P.U) maupun Departemen Kesehatan berdasarkan U.U R.I No.22 tahun 1997 tentang Narkotika dan U.U R.I No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

Adapun pejabat/ instansi yang berwenang dalam pemusnahan barang bukti Narkotika dan Psikotropika sesuai ketentuan UndangUndang adalah:

1) Pelaksanaan : Pejabat Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia. Saksi-Saksi:

a) Pejabat yang mewakili Kejaksaan.

b) Pejabat yang mewakili Departemen Kesehatan.

c) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri So yang menguasai barang sitaan.

(apabila barang bukti masih dalam status penyelidikan/penyidikan dan sudah ada penetapan dari Kajari).

2) Pelaksana : Pejabat Kejaksaan R.I. Saksi-saksi

a) Pejabat yang mewakili Kepolisian Negara R.I

b) Pejabat yang mewakili Depkes.R.I (apabila barang bukti sudah mempunyai

kekuatan hukum yang tetap berdasarkan putusan pengadilan).

b. Dalam keadaan tertentu telah diantisipasi oleh pembuat Undang-Undang berdasakan

Pasal 62 ayat (2) U.U R.I No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika sebagai berikut:

“Apabila dalam keadaan tertentu pejabat yang mewakili Instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, tidak dapat dipenuhi, maka pemusnahan Narkotika dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara R.I dengan disaksikan Pejabat dad Tempat Kejadian Perkara (TKP) tindak Pidana tersebut”.

(Seperti Kepala Desa, Kepala Ungkungan atau Satpam di Perkebunan dan lain-lain). 4. Analisa

a. Aspek Juridis.

Pelaksanaan pemusnahan Narkotika/Psikotropika secara kronologis berdasarkan Undang-Undang dan ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut:

Berdasarkan Pasal 60 UU R.I No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Pasal 53 UU R.I No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, ada 4 (empat) persyaratan yang harus diperhatikan/dipenuhi dalam kegiatan Pemusnahan Narkotika dan Psikotropika :

1) Direproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi.

2) Kadaluwarsa .

3) Tidak memenuhi persyaratan untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dari/atau

untuk pengembangan ilmu pengetahuan. 4) Berkaitan dengan tindak pidana.

(Baik yang masih dalam Penyelidikan/Penyidikan maupun barang bukti yang Sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap berdasarkan keputusan Pengadilan. b. Aspek Teknis.

(4)

1) Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam huruf 1), 2) dan 3) diatas adalah jajaran Departernen Kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 61 UU R.1 No.22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Pasal 53 ayat (2) huruf c UU R.1 No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

(Terhadap Narkotika dan Psikotropika yang digunakan untuk keperluan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan).

2) Terhadap Narkotika dan Psikotropika yang berkaitan dengan tindak pidana yang

masih dalam status penyelidikan/penyidikan, maka pelaksana pemusnahan adalah Polri, sedangkan barang bukti yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap berdasarkan putusan pengadilan, maka pelaksana pemusnahan adalah jajaran Kejaksaan R.I( Penuntut Umum) sebagaimana diatur dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a dan b UU R.1 No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika.

3) Berdasarkan ketentuan diatas, maka yang berwenang mengadakan pemusnahan

Narkotika dan Psikotropika adalah: a) Pejabat Departemen Kesehatan RI

b) Pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia (apabila berstatus

barang bukti yang masih dalam penyelidikan penyidikan).

c) Pejabat Kejaksaan R.I (apabila berstatus barang bukti yang Sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap berdasarkan putusan Pengadilan).

c. Aspek Geggrafis.

Memperhatikan situasi medan dilapangan apabila penyidik akan menghapuskan

barang bukti dari hasil tindak pidana narkotika dan psikotropika dan tidak bisa

menghadirkan saksi-saksi sebagaimana tersebut diatas maka tindakan penyidik diatur berdasarkan Pasal 62 ayat (2) UU R.1 No. 22 tahun 1 997 tentang Narkotika Sebagai berikut:

“Apabila dalam keadaan tertentu pejabat yang mewakili Instansi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, tidak dapat dipenuhi, maka pemusnahan Narkotika dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi Negara R. I dengan disaksikan Pejabat dad Tempat Kejadian Perkara (TKP) tindak Pidana tersebut”.

(Seperti Kepala Desa, Kepala Lingkungan atau Satpam di Perkebunan dan lain-lain). d. Aspek Lain-Lain.

1) Dikhawatirkan apabila dengan menghadirkan anggota DPR untuk turut serta

diundang Sebagai saksi dalam rangka penghapusan barang bukti Narkotika dan Psikotropika, maka akan menambah beban tugas-tugas aparat Penyidik Polri dilapangan.

2) Permasalahan inilah yang telah diantisipasi oleh pembuat Undang Undang yang

tertuang dalam Pasal 62 ayat (2) UU R.1 No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika sebagaimana telah dijelaskan diatas.

5. Kesimpulan

a. Dengan uraian diatas maka kebijaksanaan menghadirkan anggota DPR Sebagai saksi

dalam kegiatan pemusnahan barang bukti Narkotika dan Psikotropika adalah kurang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada

b. Dikhawatirkan apabila kebijaksanaan ini ditempuh akan menambah beban tugas-tugas

aparat Penyidik Polri di lapangan. 6. Saran.

a. Perwakilan dari DPR maupun DPRD dapat diikut sertakan dalam pemusnahan barang

bukti Narkotika dan Psikotropika atas perimbangan tertentu seperti kasus-kasus Yang Sudah menjadi perhatian masyarakat atau atas perintah pimpinan, namun sifatnya tidak mutlak.

b. Pengiriman surat ke Kejaksaan Agung R.1 dengan saran mengeluarkan ketentuan

tentang pengikut sertaan anggota DPR untuk hadir atau Sebagai saksi dalam kegiatan pemusnahan barang bukti Narkotika dan Psikotropika, tidak sesuai dengan peraturan yang ada karena ketentuan terhadap barang bukti apakah dimusnahkan, menjadi alat bukti dipersidangan, digunakan untuk keperluan pelayanan kesehatan atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan, telah diatur berdasarkan keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor. Kep-027/J.A/3/1998 tentang syarat dan tata cara penetapan status barang sitaan Narkotika

7. Demikian telaahan staf ini kami buat sebagai bahan pertimbangan pimpinan, untuk menjadikan periksa dan guna seperlunya.

(5)

KABAG BIN OPS DITSERSE NARKOBA ttd

GORDON SIADARI LETKOL POL.Nrp.44070024

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Menunjuk Penetapan Peringkat Teknis Nomor : 027/372/PJK.ULP.Aset tanggal 28 Maret 2011, dengan ini Pokja Pengadaan Jasa Konsultansi Unit Layanan Pengadaan (ULP)

Keputusan Bersama Menteri Agama No 3 tahun 2008, Jaksa Agung Nomor Kep- 033/A/JA/6/2006, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 199 Tahun 2008 tentang Peringatan

Implementasi Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER- 036/A/JA/09/2011 Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum

Setelah undang-undang narkotika berjalan hampir selama 12 tahun, pada tahun 2009 Mahkamah Agung mengeluarkan sebuah surat edaran (SEMA RI no 7/2009) yang ditujukan kepada

Undang-undang tentang Kepailitan Sebagaimana Diubah dengan Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998

Juliansyah, Alldian Dwi. Implementasi Mengesampingkan Perkara Pidana atau Deponering Demi Kepentingan Umum oleh Jaksa Agung Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, maka secara sistematis benda sitaan disimpan dalam rumah

Berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung RI Nomor : KEP-IV-636/C.4/10/2016 tanggal 27 Oktober 2016, pada hari dan tanggal yang tidak dapat dipastikan lagi pada bulan pada bulan September