Bab 7
RENCANA PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA
7.1. SEKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang
mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang
kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan
pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman
kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru
dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk
pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan
permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.
Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan
kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi
tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada
awal tahapan RPJMN berikutnya.
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman.
Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan
perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d),
pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan
peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman
kumuh (butir f).
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum,
rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung
jawab pemerintah.
4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan
penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata
Ruang.
Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman
kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.
Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat
Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan
pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta
standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman. Adapun fungsi
Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:
a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman
di perkotaan dan perdesaan;
b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan
kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan
perdesaan potensial;
c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan
kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan
pembangunan rumah susun sederhana;
d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan
kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah
perbatasan dan pulau- pulau kecil termasuk penanggulangan bencana
e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan
permukiman;
f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.
7.1.1 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman
Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap
pengembangan permukiman saat ini adalah:
Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim;
Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan
proporsi rumah tangga kumuh perkotaan;
Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program
Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.
Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.
Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi
penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan
penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.
Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang
sudah dibangun.
Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas
dalam pengembangan kawasan permukiman.
Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung
kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta
perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar
pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan
permukiman.
Tabel 7.1
Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman Kabupaten Deiyai
No Isus Strategis Keterangan
1
Kecenderungan pembangunan yang tidak
terkontrol di sepanjang Danau yang berpotensi merusak kestabilan Danau.
Urgensi Tinggi
2 Minimnya cakupan dan kualitas infrastruktur permukiman
Urgensi Tinggi
3
Lemahnya keterpaduan pembangunan
infrastruktur permukiman, baik dalam skala kota maupun kawasan
Urgensi Tinggi
4 Menurunnya kualitas permukiman pada kawasan
tidak layak huni/kumuh Urgensi Tinggi
B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman
Kawasan permukiman adalah kawasan yang memenuhi kriteria
budidaya cocok untuk areal permukiman serta secara mikro mempunyai
kelerengan antara 0 – 25% dan berada di kawasan APL (areal penggunaan
lainnya). Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan
capaian suatu kota/kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman
yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di
peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung
seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan
pembangunan permukiman.
Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah
mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa
terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam
program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial,
rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan
adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman
Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman pada
tingkat nasional antara lain:
Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni
sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan
pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.
2. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal,
pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
3. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.
Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:
1. Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2. Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis
Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.
Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)
4. Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta
Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih
rendah
5. Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa
pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi
tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
6. Penguatan Sinergi RP2KP/RTBL KSK dalam Penyusunan RPI2JM
bidang Cipta Karya pada Kabupaten/Kota.
Sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota
terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal
dan spesifik serta belum tentu djumpai di kabupaten/kota lain. Penjabaran
permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat
lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan
pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota yang bersangkutan serta
merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan
tantangan pengembangan permukiman yang ada di wilayah Kabupaten/Kota
bersangkutan.
7.1.2 Sasaran Program
Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan
permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan
1) Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk
pembangunan Rusunawa serta
2) Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH.
Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:
1) pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan
potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta
perbatasan dan pulau kecil
2) pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW
(RISE),
3) desa tertinggal dengan program RIS PNPM.
Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan
permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP
dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.
Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan
Infrastruktur kawasan permukiman kumuh
Infrastruktur permukiman RSH
Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya
Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan
Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial
(Agropolitan/Minapolitan)
Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana
Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil
Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)
Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman
tergambar dalam Gambar 7.1.
Gambar 7.1
Alur Program Pengembangan Permukiman
Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)
Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang
terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.
1. Umum
Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.
Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.
Sudah tersedia DED.
Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL
KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)
Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana
daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem
bisa berfungsi
Ada unit pelaksana kegiatan.
Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.
2. Khusus
Rusunawa
Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA
Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh
Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum,
dan PSD lainnya
Ada calon penghuni
RIS PNPM
Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.
Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.
Tingkat kemiskinan desa >25%.
Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP
minimal 5% dari BLM.
PISEW
Berbasis pengembangan wilayah
Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i)
air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan
Mendukung komoditas unggulan kawasan
Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria
yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan
permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan.
Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidakteraturan dan
kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidaklengkapan prasarana, sarana,
dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan
permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4)
pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih lanjut kriteria tersebut
diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya
meliputi sebagai berikut:
1. Vitalitas Non Ekonomi
a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas
kawasan dalam ruang kota.
b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh
memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman
kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas
bangunan yang terdapat didalamnya.
c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang
permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan
penduduk.
2. Vitalitas Ekonomi Kawasan
a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada
wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang
strategis.
b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana
keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada
investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada.
Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat
aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun,
pertokoan, atau fungsi lainnya.
c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian
penduduk kawasan permukiman kumuh
3. Status Kepemilikan Tanah
a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.
b. Status sertifikat tanah yang ada.
4. Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air bersih,
dan Air limbah
5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota
a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan
kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme
b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana
penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master
plan) kawasan dan lainnya.
Tabel 7.2Sasaran Program
Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman
NO
URAIAN SASARAN PROGRAM
TOTAL SASARAN PROGRAM (Ha)
KET LUAS
KAWASAN 2017 2018 2019 2020 2021
I
403,795 Ha 59,999 59,999 59,999 59,999 59,999 Kawasan Perdesaan
103,800 Ha 20,760 20,760 20,760 20,760 20,760 Rawan Bencana
7.1.3 Usulan Kebutuhan Program
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi
kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu
disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan
terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah
kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun
dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritas dari
Tabel 7.3Usulan Kebutuhan Program Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman
Dalam pengembangan permukiman, Pemerintah Daerah didorong
untuk terus meningkatkan alokasinya pada sektor tersebut serta mencari
alternatif sumber pembiayaan dari masyarakat dan swasta serta DAK.
Usulan prioritas kegiatan dan pembiayaan secara lebih rinci dapat
Tabel 7.4
Matriks Usulan Kebutuhan Pembiayaan
Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman Tahun 2017 – 2021
NO SEKTOR/ URAIAN KEGIATAN LOKASI VOL SAT TAHUN
SUMBER PEMBIAYAAN (Rp.1000,-)
APBN DAK APBD
PROV
APBD
KAB/KOTA BUMD KPS CSR
1 3 5 6 7 8 10 11 12 13 14 15
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN Peraturan Pengembangan
Permukiman
Penyusunan Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria (NSPK)
Pembinaan Dan Pengawasan Pengembangan Permukiman Pendampingan Penyusunan Produk
Kab. Deiyai 1 Lap 2018
1.000.000
Pengawasan dan Evaluasi Bidang Pengembangan Kawasan Permukiman
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan Peningkatan Kualitas Kawasan
1 Pencegahan Kawasan Permukiman
Kumuh Distrik Tigi Kawasan Wagete Waghete 1 Kws 2018 10.000.000 1.000.000
2 Pencegahan Kawasan Permukiman
Kumuh Distrik Tigi Kawasan Wagete Waghete 1 Kws 2019 10.000.000 1.000.000
3 Pencegahan Kawasan Permukiman
Kumuh Distrik Tigi Kawasan Wagete Waghete 1 Kws 2020 10.000.000 1.000.000
4 Pencegahan Kawasan Permukiman
Kumuh Distrik Tigi Kawasan Wagete Waghete 1 Kws 2021 10.000.000 1.000.000 Peningkatan Kembali Kawasan
Permukiman Kumuh
Rusunawa Beserta Infrastruktur Pendukungnya Rusunawa Beserta Infrastruktur
Pendukungnya (Sub-Output)
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Waghete Distrik Tigi Kabupaten Deiyai
Waghete 1 Kws 2018
5.000.000 250.000
2
Pembangunan / Peningkatan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Ayate Distrik Tigi Barat Kabupaten Deiyai
Ayate 1 Kws 2018
5.000.000 250.000
3
Pembangunan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Distrik Tigi Timur Kabupaten Deiyai
Tigi Timur 7 Kws 2018
1.750.000
Kapiraya 1 Kws 2018
5
Pembangunan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Distrik Bowobado Kabupaten Deiyai
Bowobado 3 Kws 2018
750.000
6
Pembangunan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Waghete Distrik Tigi Kabupaten Deiyai
Waghete 1 Kws 2019
1.000.000 500.000
7
Pembangunan / Peningkatan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Ayate Distrik Tigi Barat Kabupaten Deiyai
Ayate 1 Kws 2019
1.000.000 500.000
8
Pembangunan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Distrik Tigi Timur Kabupaten Deiyai
Tigi Timur 7 Kws 2019
7.000.000 3.500.000
Kapiraya 1 Kws 2019
1.000.000 500.000
Bowobado 3 Kws 2019
3.000.000 1.500.000
11
Pembangunan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Waghete Distrik Tigi Kabupaten Deiyai
Waghete 1 Kws 2020
1.000.000 500.000
12
Pembangunan / Peningkatan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Ayate Distrik Tigi Barat Kabupaten Deiyai
Ayate 1 Kws 2020
1.000.000 500.000
13
Pembangunan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Distrik Tigi Timur Kabupaten Deiyai
Tigi Timur 7 Kws 2020
14
Pembangunan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Distrik Kapiraya Kabupaten Deiyai
Kapiraya 1 Kws 2020
1.000.000 500.000
Bowobado 3 Kws 2020
3.000.000 1.500.000
16
Pembangunan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Waghete Distrik Tigi Kabupaten Deiyai
Waghete 1 Kws 2021
1.000.000 500.000
17
Pembangunan / Peningkatan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Ayate Distrik Tigi Barat Kabupaten Deiyai
Ayate 1 Kws 2021
1.000.000 500.000
18
Pembangunan Infrastruktur Kws Permukiman Perdesaan Potensial Kawasan Distrik Tigi Timur Kabupaten Deiyai
Tigi Timur 7 Kws 2021
7.000.000 3.500.000
Kapiraya 1 Kws 2021
1.000.000 500.000
Bowobado 3 Kws 2021
3.000.000 1.500.000
Pembangunan dan Pengembangan Kws Permukiman Perdesaan Berbasis Komunitas/Masyarakat
Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Permukiman Khusus Pembangunan dan Pengembangan
Terluar/Terpencil
1 Pembangunan dan Pengembangan
Kws Permukiman Daerah Terpencil Distrik Kapiraya 1 Kws 2019 1.000.000 500.000
2 Pembangunan dan Pengembangan Kws Permukiman Daerah Terpencil
Distrik
Bowobado 1 Kws 2019 1.000.000 500.000
4 Pembangunan dan Pengembangan Kws Permukiman Daerah Terpencil
Distrik Tigi
Barat 1 Kws 2020 1.000.000 500.000
5 Pembangunan dan Pengembangan
Kws Permukiman Daerah Terpencil Distrik Tigi Timur 1 Kws 2020 1.000.000 500.000
6 Pembangunan dan Pengembangan
Kws Permukiman Daerah Terpencil Distrik Tigi 1 Kws 2021 1.000.000 500.000
7 Pembangunan dan Pengembangan Kws Permukiman Daerah Terpencil
Distrik
Bowobado 1 Kws 2021 1.000.000 500.000
Infrastruktur Pendukung Kegiatan Ekonomi dan Sosial (RISE) Infrastruktur Pendukung Kegiatan
Ekonomi dan Sosial (RISE) (SubOutput)
Keswadayaan Masyarakat Keswadayaan Masyarakat (Sub Output)
TOTAL
7.2 PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan
yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan
ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan
maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan
lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu
pada Undangundang dan peraturan antara lain:
1. UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan
perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan,
pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk didalamnya
pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta
peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.
Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling
tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam
penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci
tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
2. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus
diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan
fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis
bangunan gedung.
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang
hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata
bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata
bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda,
mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur
bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan,
persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan,
kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga
mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang
meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh
pemerintah.
3. PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36
Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini
membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan
gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan
pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan
ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun
bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan
lingkungan.
4. Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana
Tata Bangunan dan Lingkungan
Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan
pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No.
06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL
disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan
yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun,
kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan
gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang
disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.
5. Permen PU No. 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan
Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Permen PU No: 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal
bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis
dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan
indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di
7.2.1 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan
A. Isu Strategis
Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat
dilihat dari Agenda Nasional dan Agenda Internasional yang mempengaruhi
sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah Program PNPM
Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri, sebagai
wujud kerangka kebijakan yang menjadi dasar acuan pelaksanaan
program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
Agenda nasional lainnya adalah pemenuhan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, khususnya untuk
sektor PBL yang mengamanatkan terlayaninya masyarakat dalam
pengurusan IMB di kabupaten/kota dan tersedianya pedoman Harga
Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) di kabupaten/kota.
Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian
MDG’s 2015, khususnya tujuan 7 yaitu memastikan kelestarian lingkungan
hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya adalah target 7C, yaitu
menurunkan hingga separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap
air minum layak dan sanitasi layak pada 2015, serta target 7D, yaitu
mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di
permukiman kumuh pada tahun 2020.
Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global
Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya
karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan
mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4°C antara tahun
hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini memberikan
dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir pantai, yaitu
munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta dampak sosial
lainnya.
Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional
yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I yang
telah diselenggarakan di Vancouver, Canada, pada 31 Mei-11 Juni 1976,
sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu sebagai
lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan permukiman
serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang dilaksanakan di
lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema pokok, yaitu
"Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human Settlements Development
in an Urbanizing World", sebagai kerangka dalam penyediaan perumahan
dan permukiman yang layak bagi masyarakat.
Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional
untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1) Penataan Lingkungan Permukiman
a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;
b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di
perkotaan;
c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka
hijau (RTH) di perkotaan;
d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional
dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang
e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan
Standar Pelayanan Minimal;
g. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam
penataan bangunan dan lingkungan.
2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara
a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung
(keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);
b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda
bangunan gedung di kab/kota;
c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional,
tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;
d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan
rumah negara;
e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung
dan rumah Negara.
3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan
a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta
orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;
b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk
sharing in- cash sesuai MoU PAKET;
c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah
Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti
RTR, skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala
prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi; b)
RTH; c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan; d) penanggulangan
kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan
permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.
B. Kondisi Eksisting
Untuk tahun 2012 capaian nasional dalam pelaksanaan program
direktorat PBL adalah dengan jumlah kelurahan/desa yang telah
mendapatkan fasilitasi berupa peningkatan kualitas infrastruktur
permukiman perdesaan/kumuh/nelayan melalui program P2KP/PNPM
adalah sejumlah 10.925 kelurahan/desa. Untuk jumlah Kabupaten/Kota
yang telah menyusun Perda Bangunan Gedung (BG) hingga tahun 2012
adalah sebanyak 106 Kabupaten/Kota. Untuk RTBL yang sudah tersusun
berupa Peraturan Bupati/Walikota adalah sebanyak 2 Kabupaten/Kota, 9
Kabupaten/Kota dengan perjanjian bersama, dan 32 Kabupaten/Kota
dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan Renstra Ditjen Cipta Karya 2010-2014, di samping
kegiatan non-fisik dan pemberdayaan, Direktorat PBL hingga tahun 2013
juga telah melakukan peningkatan prasarana lingkunganpermukiman di
1.240 kawasan serta penyelenggaraan bangunan gedung dan fasilitasnya di
377 kabupaten/kota. Dalam RPIJM bidang Cipta Karya pencapaian di
C. Permasalahan dan Tantangan
Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat
beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:
Penataan Lingkungan Permukiman:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi
kebakaran;
Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa
RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam;
penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;
Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan
ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;
Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan
permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi
anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka
pemenuhan SPM.
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:
Masih adanya kelembagaan bangunan gedung yang belum berfungsi
efektif dan efisien dalam pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah
Negara;
Masih kurangnya perda bangunan gedung untuk kota metropolitan,
besar, sedang, kecil di seluruh Indonesia;
Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan
pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan,
Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan
kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan
bencana;
Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi
dan kurang mendapat perhatian;
Lemahnya pengaturan penyelenggaraan Bangunan Gedung di daerah
serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;
Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi
persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;
Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib
dan efisien;
Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan
baik.
Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:
Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan
hijau/terbuka, sarana olah raga.
Kapasitas Kelembagaan Daerah:
Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam
pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;
Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan
peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;
Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan
7.2.2 Sasaran Program
Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL di
Kabupaten Deiyai, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk
sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010. Pada
Permen PU No.8 tahun 2010, dijabarkan kegiatan dari Direktorat PBL
meliputi:
- RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)
RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman
Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai
panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan
untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan
lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan
lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan meliputi:
Program Bangunan dan Lingkungan;
Rencana Umum dan Panduan Rancangan;
Rencana Investasi;
Ketentuan Pengendalian Rencana;
- RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran
RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang
dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis
Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan,
bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan
sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang
digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif
maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan
lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Penyelenggaraan sistem
proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses
perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran
pada bangunan gedung dan lingkungannya. RISPK terdiri dari Rencana
Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan
Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat
rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi
terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan
bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada
masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual
(NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran
yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta
- Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah
Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan
Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:
a. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;
b. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek
manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;
c. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting
untuk menjamin kelangsungan kegiatan;
d. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi
masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis
dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
- Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada
Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM juga
terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan
lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan
kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait
dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 6.19, yang dapat
dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan
Tabel 7.5
Sasaran Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
NO URAIAN SASARAN 2017 2018 2019 2020 2021
I Penyelenggaraan
Bangunan Gedung …. m2
B
Tematik Perkotaan …. Kawasan
IV Pengembangan RTH …. m2
V
VI Turbinwas BG …. % Bangunan ber IMB
7.2.3 Usulan Kebutuhan Program
Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi
kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu
disusun usulan program dan kegiatan. Namun usulan program dan kegiatan
terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah
kabupaten/kota. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun
dalam RPIJM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritas dari
Tabel 7.6
Kebutuhan Program Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan
NO
KEGIATAN PENATAAN BANGUNAN DAN
LINGKUNGAN
SATUAN
RENCANA PROGRAM
KET 2017 2018 2019 2020 2021
-1 -2 -3 -4 -5 -6 -7 -8 -9
I Penyelenggaraan Bangunan Gedung
1. Bangunan …. m2
2. Bangunan …. m2
II Penataan Bangunan dan Lingkungan Strategis
1. Kawasan …. m2
2. Kawasan …. m2
III Revitalisasi Kawasan Tematik Perkotaan
1. Kawasan ….. Kawasan
2. Kawasan ….. Kawasan
IV Pengembangan RTH
1. RTH …. m2
2. RTH …. m2
V Fasilitasi Ruang terbuka Publik/ Edukasi dan Partisipasi Masy.
1. Kecamatan ….
Tabel 7.7
Matriks Usulan Kebutuhan Pembiayaan
Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Tahun 2017 – 2021
NO URAIAN KEGIATAN LOKASI VOLUME SATUAN TAHUN
SUMBER PEMBIAYAAN (Rp.1000,-) APBN
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PENATAAN BANGUNAN Peraturan Penataan Bangunan
Penyusunan Rancangan UU dan RPP Bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan
Penyusunan
Standar/Pedoman/Kriteria (SPK)
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pembinaan Pegelolaan Bangunan
Gedung
Pembinaan Ruang Terbuka Hijau Pembinaan Kelembagaan dan Kemitraan
Pembinaan Penataan Kawasan Fasilitasi Penguatan Pemda Penyusunan Rencana Induk Sistem
Proteksi Kebakaran (RISPK) Deiyai 1 Lap 2018 1.000.000 Penyusunan RTBL Kawasan
Strategis Kawasan Perkotaan Waghete
Wagete 1 Lap 2018
1.000.000
Penyusunan RTBL Kawasan
Strategis Kawasan Danau Tigi Deiyai 1 Lap 2018 1.000.000 Fasilitasi Penguatan Kapasitas
Pembinaan Lainnya
Pengawasan dan Evaluasi Kinerja Bidang Penataan Bangunan
Penyelenggara Bangunan Gedung Bangunan Gedung
Pusaka/Tradisional Bangunan Gedung Hijau
Bangunan Gedung Mitigasi Bencana Bangunan Gedung Perbatasan
Penyelenggara Penataan Bangunan Penataan Bangunan Kawasan Strategis Nasional
Penataan Bangunan Kawasan
Bandara Distrik Tigi Waghete 1 Kws 2018 1.000.000
Penataan Bangunan Kawasan
Bandara Distrik Tigi Waghete 1 Kws 2019 12.000.000 500.000
Penataan Bangunan Kawasan
Bandara Distrik Tigi Waghete 1 Kws 2020 12.000.000 500.000
Penataan Bangunan Kawasan Pusaka
Penataan Bangunan Kawasan Rawan Bencana
Penataan Bangunan Kawasan Hijau Penataan Bangunan Kawasan Destinasi Wisata
Penataan Lingkungan Kawasan Destinasi Wisata Danau Tigi Distrik Tigi
Waghete 1 Kws 2019
10.000.000 1.000.000
Penataan Lingkungan Kawasan Destinasi Wisata Danau Tigi Distrik Tigi
Waghete 1 Kws 2020
10.000.000 1.000.000
Penataan Lingkungan Kawasan Destinasi Wisata Danau Tigi Distrik Tigi
Waghete 1 Kws 2021
Penyelenggara Penataan Bangunan Kawasan Khusus Penataan RTH
Penataan Bangunan Kebun Raya Penataan Kota Hijau
Penataan Kota Pusaka
TOTAL
7.3 SISTIM PENYEDIAAN AIR MINUM
Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan
merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara,
merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan
non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah
badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD),
koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang
melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum.
Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku,
penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.
Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam
pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku
untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan
sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem
penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan
Pemerintah Daerah.
2. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program
JangkaPanjang (RPJP) Tahun 2005 – 2025
Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana
masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.
3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan
Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan
membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik)
dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat,
dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan
penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih
baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan
pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan,
kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan,
keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum
Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan
pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan
SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau
meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh
untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat
menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 01/PRT/M/2014 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata
Ruang
Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang
aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan
dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok
SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan
dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat
meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan
unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi
sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan,
terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan
perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi
kewenangan/tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk
menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan
pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih,
dan produktif sesuai dengan peraturan perundangundangan, seperti yang
diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.
Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air
Minum, Ditjen. Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai
tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya
di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk
pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang
pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain
mencakup:
Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem
penyediaan air minum;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan
sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam
dan kerusuhan sosial;
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.
7.3.1 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan
A. Isu Strategis Pengembangan SPAM
Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi
upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air minum.
Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam
lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut
adalah:
a. Peningkatan Akses Aman Air Minum;
b. Pengembangan Pendanaan;
c. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;
d. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;
e. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;
f. Rencana Pengamanan Air Minum;
g. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan
h. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah
Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi.
Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu strategis
yang ada di daerah masing-masing mengingat isu strategis ini akan menjadi
dasar dalam pengembangan infrastruktur, prasarana dan sarana dasar di
dalam Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) yang
diharapkan dapat mempercepat pencapaian cita-cita pembangunan
nasional.
B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM
Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi
Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di kabupaten/kota
secara umum adalah:
i. Aspek Teknis
Berisi hal-hal yang berkaitan dengan jenis dan jumlah sistem jaringan
yang terdapat di dalam kota/kabupaten, tingkat pelayanan, sumber air
baku yang digunakan, serta kondisi pelanggan, sistem pengolahan air,
dan jam pelayanan. Di dalam aspek teknis ini perlu juga dimunculkan
besarnya unit konsumsi air minum (liter/orang/hari) untuk jaringan
perpipaan dan bukan perpipaan
ii. Aspek Pendanaan
Berisi uraian umum pembiayaan pengelolaan air minum baik sistem
jaringan perpipaan maupun jaringan bukan perpipaan, kemampuan
masyarakat dalam pembiayaan air minum, pencapaian target
pembayaran rekening air, prosentase besaran tunggakan rekening.
Disebutkan pula tarif dasar air dan harga dasar air serta struktur
pelanggan.
iii. Kelembagaan
Berisi penjelasan dan uraian mengenai kondisi organisasi pengelola
perpipaan.
Yang perlu disampaikan terkait kondisi eksisting kelembagaan SPAM
adalah:
1. Organisasi Tata Laksana Penyelenggara SPAM baik untuk jaringan
perpipaan maupun bukan perpipaan;
2. Sumber daya manusia penyelenggara SPAM;
3. Rencana Kerja Kelembagaan; dan
4. Monitoring dan Evaluasi Pengkajian Kelembagaan SPAM.
iv. Peraturan Perundangan
Berisi peraturan-perundangan (perda, SK walikota/kabupaten, SK
Direktur PDAM dll) yang berkaitan dengan pengelolaan air minum di
kota/kabupaten serta permasalahan terkait dengan
pelaksanaan/implementasi peraturan/perundangan tersebut.
v. Peran Serta Masyarakat
Berisi peran serta masyarakat dalam pengelolaan air minum terkait
dengan kepatuhan membayar retribusi air, inisiatif masyarakat
mengembangan SPAM di wilayah mereka, peran serta masyarakat
memelihara kuantitas dan kualitas sumber air. Diuraikan pula
permasalahan yang dihadapi terkait dengan peran negatif masyarakat
dalam menjaga keberlanjutan sumber air, jaringan yang ada dll.
C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan SPAM
i. Permasalahan Pengembangan SPAM
Pada bagian ini, perlu dijabarkan permasalahan pengembangan SPAM
pengembangan AM pada tingkat nasional antara lain:
1) Peningkatan Cakupan dan Kualitas
a) Tingkat pertumbuhan cakupan pelayanan air minum sistem
perpipaan belum seimbang dengan tingkat perkembangan
penduduk
b) Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih
memerlukan pembinaan.
c) Tingkat kehilangan air pada sistem perpipaan cukup besar
dan tekanan air pada jaringan distribusi umumnya masih
rendah.
d) Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas dan
harus membayar lebih mahal.
e) Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses
air minum masyarakat belum memadai.
f) Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria
layak minum, namun kontaminasi terjadi pada jaringan
distribusi.
g) Masih tingginya angka prevalensi penyakit yang disebabkan
buruknya akses air minum yang aman.
2) Pendanaan
a) Penyelenggaraan SPAM mengalami kesulitan dalam masalah
pendanaan untuk pengembangan, maupun operasional dan
pemeliharaan;
b) Investasi untuk pengembangan SPAM selama ini lebih
c) Komitmen dan prioritas pendanaan dari pemerintah daerah
dalam pengembangan SPAM masih rendah.
3) Kelembagaan dan Perundang-Undangan
a) Lemahnya fungsi lembaga/dinas di daerah terkait
penyelenggaraan SPAM.
b) Prinsip pengusahaan belum sepenuhnya diterapkan oleh
penyelenggara SPAM (PDAM).
c) Pemekaran wilayah di beberapa kabupaten/kota mendorong
pemekaran badan pengelola SPAM di daerah.
4) Air Baku
a) Kapasitas daya dukung air baku di berbagai lokasi semakin
terbatas.
b) Kualitas sumber air baku semakin menurun.
c) Adanya peraturan perijinan penggunaan air baku di beberapa
daerah yang tidak selaras dengan peraturan yang lebih tinggi.
d) Belum mantapnya alokasi penggunaan air baku sehingga
menimbulkan konflik kepentingan di tingkat pengguna.
5) Peran Masyarakat
a) Air masih dipandang sebagai benda sosial meskipun
pengolahan air baku menjadi air minum memerlukan biaya
relatif besar dan masih dianggap sebagai urusan pemerintah.
b) Potensi yang ada pada masyarakat dan dunia usaha belum
sepenuhnya diberdayakan oleh Pemerintah.
c) Fungsi pembinaan belum sepenuhnya menyentuh masyarakat
ii. Tantangan Pengembangan SPAM
Beberapa tantangan dalam pengembangan SPAM yang cukup besar ke
depan, agar dapat digambarkan, misalnya :
1) Tantangan Internal:
a) Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum
saat ini adalah mempertimbangkan masih banyaknya
masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman
yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang
berkaitan dengan air. Tantangan lainnya dalam
pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005
untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang
telah disyaratkan.
b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM
yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan
penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan
tantangan besar dalam pengembangan SPAM.
c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang
profesional merupakan tantangan dalam pengembangan
SPAM di masa depan.
d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan
minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta
tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang
diperlukan.
e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan
2) Tantangan Eksternal
a) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar
pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.
b) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi
yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses
pembangunan.
c) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development
Goals (MDGs) 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana
pembangunan perkotaan harus berimbang dengan
pembangunan perdesaan.
d) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi
lokal dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia
usaha, swasta
e) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum
mendukung iklim investasi yang kompetitif.
7.3.2. Sasaran Program
Kebutuhan sistem penyediaan air minum terjadi karena adanya
gap antara kondisi yang ada saat ini dengan target yang akan dicapai pada
kurun waktu tertentu. Kondisi pelayanan air minum secara nasional sebesar
70,5%, dilihat dari proporsi penduduk terhadap sumber air minum
terlindungi (akses aman) yang mencakup 49,82% di perkotaan dan 45,72 di
perdesaan. Setiap kabupaten/kota perlu melakukan analisis kebutuhan
sistem penyediaan air minum di masing- masing kabupaten/kota sesuai
Program-Program Pengembangan SPAM
Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah antara lain:
1. Program SPAM IKK
Kriteria Program SPAM IKK adalah:
Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM
Kegiatan:
Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit
distribusi utama)
Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan
Rumah (SR) total
Indikator:
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM
2. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)
Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah:
Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK
Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari
target total SR untuk MBR
Indikator:
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani
SPAM
3. Program Perdesaan Pola Pamsimas
Kriteria Program Perdesaan Pola Pamsimas adalah:
Kegiatan:
Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit
distribusi utama)
Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan
Rumah (SR) total
Indikator:
Peningkatan kapasitas (liter/detik)
Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM
4. Program Desa Rawan Air/Terpencil
Kriteria Program SPAM IKK adalah:
Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil
(sumber air baku relatif sulit)
Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit
distribusi utama
Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM
5. Program Pengamanan Air Minum
Kriteria Program Pengamanan Air Minum adalah:
Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko
Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum dari hulu
sampai hilir
Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.
Selanjutnya pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
mengacu pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RI-SPAM) yang
1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
2. Rencana pengelolaan Sumber Daya Air;
3. Kebijakan dan Strategi Pengembangan SPAM;
4. Kondisi Lingkungan, Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat;
5. Kondisi Kota dan Rencana Pengembangan SPAM.
Tabel 7.8
Sasaran Program Pengembangan SPAM
NO. URAIAN SASARAN PROGRAM
KONDISI EKSISTING
SASARAN PROGRAM
2017 2018 2019 2020 2021
1. Sistem Perpipaan
Kebocoran (%) 75%
Cakupan Pelayanan
Penduduk (%) 13,40%
Kapasitas Terpasang 25 Lt/Detik
Idle Capacity 10 Lt/detik
2. Sistem Bukan Perpipaan
Cakupan Pelayanan
Penduduk (%) 35,60%
Kapasitas Terpasang ….. Lt/Detik
3
. Kinerja PDAM Aspek Keuangan (Skor
penilaian BPPSPAM) Skor: …. Aspek Pelayanan
7.3.3 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM
Usulan dan prioritas program komponen Pengembangan SPAM
disusun berdasarkan paket-paket fungsional dan sesuai kebijakan prioritas
program seperti pada RPIJM. Penyusunan tersebut memperhatikan
kebutuhan air minum berkaitan dengan pengembangan atau pembangunan
sektor dan kawasan unggulan. Dengan demikian usulan sudah mencakup
pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pembangunan
ekonomi.Usulan program yang diajukan perlu dievaluasi kesesuaiannya
dengan hasil analisis dan identifikasi yang telah dilakukan. Selain itu, perlu
juga dicek keterpaduan dengan sektor-sektor lainnya. Usulan program harus
dapat mencerminkan besaran dan prioritas program, dan manfaatnya
ditinjau dari segi fungsi, kondisi fisik, dan non-fisik antar kegiatan dan
pendanaannya.Penjabaran program-program tersebut disesuaikan dengan
struktur tatanan program RPJMN yang diwujudkan dalam paket-paket
kegiatan/program.
Untuk program yang memerlukan analisis kelayakan keuangan,
hasil analisis harus dilampirkan dan merupakan bagian dari kajian
pembiayaan dan keuangan. Pembiayaan kegiatan pengembangan SPAM
sebagaimana diusulkan dapat berasal dari dana Pemerintahan
Kabupaten/Kota, masyarakat, swasta, dan bantuan Pemerintah Pusat.
Bantuan Pemerintah Pusat dapat berbentuk proyek biasa (pemerataan
dalam pemenuhan prasarana sarana dasar), bantuan stimulan, dan bantuan
proyek khusus (menurut pengembangan kawasan). Adapun jenis bantuan
disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya. Untuk lebih jelasnya dapat
Tabel 7.9Usulan Program Pengembangan SPAM
NO
KEGIATAN
PENGEMBANGAN SATUAN RENCANA PROGRAM KET
SPAM 2017 2018 2019 2020 2021
I SPAM Regional 1. Wilayah Deyai
-Paniai 10 Lt/detik 10 lt/detik 2. Wilayah Deyai
-Dogiyai 10 Lt/detik 10 lt/detik
II SPAM Perkotaan
1. Distrik Tigi 50 Lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 2. Distrik Tigi Barat 50 Lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik III SPAM Perdesaan
1. Kapiraya 50 Lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 2. Tigi Barat 50 Lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 3. Tigi Timur 50 Lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 4. Bowobado 50 Lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 5. Distrik Tigi 50 Lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik 10 lt/detik IV SPAM Kawasan Khusus
Tabel 7.10
Matriks Usulan Kebutuhan Pembiayaan Sektor Pengembangan SPAM Tahun 2017 – 2021
NO URAIAN KEGIATAN LOKASI VOL SAT TAHUN
SUMBER PEMBIAYAAN (Rp.1000,-) APBN Sistem Penyediaan Air Minum Penyusunan Rancangan UU dan RPP Bidang Air Minun
Penyusunan Masyarakat dan Dunia Usaha Pendampingan Penyusunan
RISPAM Kab. Deiyai Kab. Deiyai 1 Lap 2018 1.000.000 Pengawasan dan Evaluasi
Kinerja bidang SPAM
SPAM Regional
SPAM Regional (Sub output) Pembangunan SPAM Regional
Deiyai - Paniai Kab. Deiyai 10 ltr/dtk 2018 - - - 20.000.000
-Pembangunan SPAM Regional
-SPAM Perkotaan SPAM IKK
Optimalisasi SPAM Distrik Tigi Waghete 5 ltr/dtk 2018
-- - - 5.000.000
Pembangunan SPAM Distrik Tigi Waghete 10 ltr/dtk 2019 20.000.000 5.000.000 - -Pembangunan SPAM Distrik Tigi
Barat Ayate 10 ltr/dtk 2019 20.000.000 5.000.000 -
-Optimalisasi SPAM Distrik Tigi Waghete 10 ltr/dtk 2020 10.000.000 5.000.000 - -Optimalisasi SPAM Distrik Tigi Waghete 10 ltr/dtk 2021 10.000.000 5.000.000 - -Optimalisasi SPAM Distrik Tigi
Barat Waghete 10 ltr/dtk 2021 10.000.000 5.000.000 -
-SPAM Ibu Kota
Pemekaran/Perluasan Perkotaan
SPAM Perdesaan Pamsimas
SPAM di Desa Rawan Air Pembangunan/Optimalisasi SPAM Distrik Kapiraya
Distrik
Kapiraya 10 ltr/dtk 2017 - - - - 5.000.000
Pembangunan/Optimalisasi SPAM Distrik Tigi Barat
Distrik Tigi
Barat 10 ltr/dtk 2017 - - - - 5.000.000
Pembangunan/Optimalisasi SPAM Distrik Tigi Timur
Distrik Tigi
Timur 10 ltr/dtk 2017 - - - - 5.000.000
Pembangunan/Optimalisasi SPAM Distrik Bowobado
Distrik
Bowobado 10 ltr/dtk 2017 - - - - 5.000.000
Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Distrik Tigi 10 ltr/dtk 2017 - - - - 5.000.000
Pembangunan/Optimalisasi SPAM Distrik Kapiraya
Distrik
Kapiraya 10 ltr/dtk 2018 - - 5.000.000 - 500.000
Pembangunan/Optimalisasi SPAM Distrik Tigi Barat
Distrik Tigi
Barat 10 ltr/dtk 2018 - - 5.000.000 - 500.000
Pembangunan/Optimalisasi SPAM Distrik Tigi Timur
Distrik Tigi
Timur 10 ltr/dtk 2018 - - 5.000.000 - 500.000
Pembangunan/Optimalisasi SPAM Distrik Bowobado
Distrik
Bowobado 10 ltr/dtk 2018 - - 5.000.000 - 500.000
-SPAM Distrik Tigi - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Kapiraya
Distrik
Kapiraya 10 ltr/dtk 2019 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Barat
Distrik Tigi
Barat 10 ltr/dtk 2019 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Timur
Distrik Tigi
Timur 10 ltr/dtk 2019 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Bowobado
Distrik
Bowobado 10 ltr/dtk 2019 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Distrik Tigi 10 ltr/dtk 2019 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Kapiraya
Distrik
Kapiraya 10 ltr/dtk 2020 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Barat
Distrik Tigi
Barat 10 ltr/dtk 2020 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Timur
Distrik Tigi
Timur 10 ltr/dtk 2020 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Bowobado
Distrik
Bowobado 10 ltr/dtk 2020 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Distrik Tigi 10 ltr/dtk 2020 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Kapiraya
Distrik
Kapiraya 10 ltr/dtk 2021 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Barat
Distrik Tigi
Barat 10 ltr/dtk 2021 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Timur
Distrik Tigi
Timur 10 ltr/dtk 2021 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Bowobado
Distrik
Bowobado 10 ltr/dtk 2021 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000 Pembangunan/Optimalisasi
SPAM Distrik Tigi Distrik Tigi 10 ltr/dtk 2021 10.000.000 - 5.000.000 - 500.000
SPAM di Kawasan Khusus SPAM Kawasan Kumuh Perkotaan
SPAM PDAM Terfalisitasi Bantuan Program PDAM Pengembangan Jaringan SPAM MBR
SPAM Non PDAM Terfalisitasi Bantuan Program Non PDAM Pengembangan Jaringan SPAM MBR
TOTAL 221.000.000 125.000.000 40.000.000
7.4 PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN
7.4.1 Kondisi Eksisting
Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di
bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan, pembinaan, pengawasan,
pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air limbah, drainase
dan persampahan permukiman. Dalam melaksanakan tugasnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat Pengembangan
Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakanfungsi :
1. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah,
drainase dan persampahan;
2. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air
limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana
alam dan kerusuhan sosial;
3. Pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;
4. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase
dan persampahan; dan
5. Pelaksanaan tata usaha direktorat.
Tahapan pengembangan sanitasi dilakukan dalam beberapa tahap
yaitu untuk jangka pendek (1-2 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan