• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Perkembangan Pengajaran Matematika di USA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Perkembangan Pengajaran Matematika di USA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor kemajuan bangsa ini berdiri, yang telah menjadi sebuah keharusan bagi peningkatan kualitas kehidupan manusia. Pendidikan menjadi pilar utama dalam membentuk kepribadian yang akan menjadi acuan dalam perkembangan kehidupan. Dengan pendidikan pula peradaban dunia ini bisa dibentuk, berkembang.

Di era perkembangan yang kemajuannya berjalan secara cepat ini menuntut pendidikan untuk bisa menghadapi dan mengontrolnya sehingga manusia tidak terjebak dengan kencangnya arus kemajuan zaman. Hal ini membuat suatu bangsa untuk semakin berusaha memajukan kualitas pendidikan yang ada di negaranya masing-masing, seperti: Amerika Serikat, Belanda, Singapura dan Jepang. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis akan membahas mengenai perkembangan pengajaran matematika di empat negara yang telah disebutkan diatas.

(2)

1. Bagaimana perkembangan pengajaran matematika di negara Amerika Serikat?

2. Bagaimana perkembangan pengajaran matematika di negara Belanda? 3. Bagaimana perkembangan pengajaran matematika di negara Singapura? 4. Bagaimana perkembangan pengajaran matematika di negara Jepang?

C. Tujuan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui :

1. Perkembangan pengajaran matematika di negara Amerika Serikat. 2. Pengajaran matematika di negara Belanda

3. Perkembangan pengajaran matematika di negara Singapura 4. Perkembangan pengajaran matematika di negara Jepang

D. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengetahuan berkenaan dengan perkembangan pengajaran matematika di luar negri. Secara praktis makalah ini bermanfaat bagi :

1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan wawasan berkenaan dengan perkembangan pengajaran matematika di luar negri.

2. Pembaca, sebagai media informasi tentang perkembangan pengajaran matematika di luar negri.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pengajaran Matematika di Amerika Serikat

Sebelum tahun 50-an sudah ada kesepakatan bersama bahwa pengajaran matematika yang ada tidak berhasil dengan melihat kenyataan bahwa nilai mata pelajaran matematika biasanya lebih rendah dibanding pelajaran lainnya. Pada umumnya siswa takut terhadap pelajaran matematika, dan tidak menyukainya. Banyak sekali orang dewasa yang tidak mampu mempertahankan kemampuan yang dimilikinya, dan banyak pula yang beranggapan bahwa tak ada yang bisa diperoleh dari belajar matematika.

Kemudian pada pertengahan abad ke- 20 di Amerika Serikat terdapat proyek pengajaran matematika yang dipimpin oleh Beberman tahun 1952, yaitu UICSM (The University of Illinois Committee on School Matematics) yang menekankan pada pengertian dan penemuan. Karena proyek ini merupakan cikal bakal matematika modern maka Beberman sebagai pemimpin proyek tersebut disebut sebagai Bapak Matematika Modern. Untuk memajukan teknologinya maka dilakukan proyek perbaikan pendidikan terutama pengajaran matematika. Salah satunya dibuat sebuah gerakan matematika modern yang merupakan kelanjutan dari proyek UICSM

(4)

yaitu proyek SMSG ( School Mathematics Study Group ) yang dipimpin oleh Dr. E. Begle tahun 1958, yang hasilnya mampu memberi perubahan besar bukan saja di Amerika tapi juga bagi pengajaran matematika di seluruh dunia. Menurut Morris Kline, sudah ada kesepahaman bersama bahwa pengajaran matematika tidak berhasil. Jika dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya nilai matematika lebih rendah.

Pernyataan lainnya adalah bahwa pada umunya siswa takut terhadap pelajaran matematika dan tidak menyukainya. Pada pertengahan abad ke-20 di Amerika Serikat terdapat beberapa proyek pengajaran matematika. Diantaranya ialah proyek yang dipimpin oleh beberman tahun 1952, yaitu UICSM (The University of Illinois Committee on School Mathematics). Proyek ini menekankan pada pengertian dan penemuan. Di atas telah diuraikan bahwa proyek UICSM merupakan cikal bakal matematika modern. Oleh karena itu tak heran jika Beberman, pemimpin proyek tersebut digelari Bapak Matematika Modern. Matematika modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Menekankan pada pengertian dan penemuan.

Matematika modern tidak menitikberatkan pada menghafal dan latihan tetapi lebih mengutamakan pada menemukan konsep dari materi yang sedang dipelajari. Matematika modern mengandung penemuan, logika yang akurat, membedakan bilangan dari lambang bilangan atau angka.

Matematika modern memuat materi baru.

(5)

dasar non desimal, aritmetika, teori himpunan, struktur aljabar, logika matematika, statistika, probabilitas, dan sebagainya. Kesemua materi baru ini ada yang diberikan sebagai ilmu, dan ada juga yang berfungsi sebagai penghubung antara materi satu dengan materi yang lainnya. Misalnya teori himpunan merupakan landasan dari materi lainnya seperti aljabar, geometri, sehingga himpunan merupakan materi yang digunakan dalam seluruh cabang matematika.

Pendekatan materi dalam matematika modern adalah matematika deduktif. Dalam matematika, pendekatan deduktif merupakan penyajian materi dari materi yang sifatnya umum menuju materi yang sifatnya khusus. Sedangkan pendekatan induktif merupakan penyajian materi dari hal-hal yang bersifat khusus menuju hal-hal yang bersifat umum.

Dalam matematika modern ketetapan bahasa sangat diperhatikan.

Dalam penggunaan bahasa sangat teliti disesuaikan dengan konsep dan teori yang ada. Misalnya untuk segitiga sama sisi mempunyai tiga sisi yang kongruen, tidak menggunakan kata “ sama”. Begitu pula kalau dalam matematika lama dikatakan luas segitiga padahal yang tepat adalah luas daerah segitiga. Dalam menyatakan himpunan digunakan tanda kurung kurawal dan bukan tanda kurung biasa.

Matematika modern sangat menekankan pada struktur

Hal ini terlihat dalam materi struktur aljabar yang memuat sifat-sifat komutatif, asosiatif, unsur satuan, unsur invers, unsur komplemen, operasi biner, dan operasi invers.

(6)
(7)

juga menyebutkan bahwa matematika modern terlalu banyak mengandung topik-topik yang kurang berfaedah.

Reys dan kawan-kawan, sesuai dengan yang dinyatakan oleh E.T. Ruseffendi, mengatakan bahwa gerakan “back to the basics”, merupakan suatu gerakan yang amat membahayakan bagi perkembangan matematika, tergolong gerakan yang mundur dan mengandung kesalahan-kesalahan. Pada dasarnya gerakan “back to the basics” tidak termasuk gerakan yang memperbaharui pengajaran matematika yang ada, yaitu matematika modern, melainkan hanya pengurangan beberapa topik dari matematika modern dan penggeseran keseimbangan dari matematika modern yang sifatnya lebih menekankan pada pengertian dan pemecahan masalah, kepada matematika yang praktis-praktis saja, dengan bahasa yang agak longgar dan kemampuan secukupnya.

(8)

Organisasi lainnya, yaitu NIE (National Institut of Education), pada tahun 1975, menegaskan tentang pengertian dasar dalam kemampuan siswa dalam matematika. Organisasi ini mengusulkan 10 tujuan pokok yang harus dicapai dalam pendidikan matematika yaitu, keterampilan aritmetika yang cukup, adanya kaitan antara matematika dengan ilmu-ilmu lain, estimasi dan aproksimasi (taksiran dan pendekatan), statistika yang mencakup pengukuran, pengolahan dan interpretasi data, mampu memahami fungsi dan laju perubahan, memahami teori peluang, mendapat kesempatan praktek mandiri dalam mengoperasikan komputer dan mendapat kesempatan dalam menyelesaikan masalah dalam matematika.

Di sisi lain NCSM (National Council of Supervisors of Mathematics), pada tahun 1976, mengemukakan pendapat bahwa dalam pengajaran matematika hendaknya mengandung segi-segi, pemecahan masalah, penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari, perkiraan benar atau salahnya suatu jawaban, taksiran dan penghampiran (estimasi dan aproksimasi), keterampilan berhitung yang memadai, geometri, pengukuran, membaca, menginterprestasi, membuat gambar, diagram dan grafik, menggunakan matematika dalam pendugaan atau ramalan dan mengetahui komputer serta mampu mengoperasikannya.

(9)

Kegiatan Internasional dalam Pengajaran Matematika

Amerika Serikat, seperti juga negara-negara lainnya seperti Afrika, Asia, dan Australia sama-sama aktif dalam kegiatan internasional, seperti kontes Matematika Internasional Tahunan yang dikenal dengan sebutan Olimpiade Matematika Internasional (International Mathematical Olimpiade). Yang mengikuti kegiatan ini adalah siswa-siswa SMTA. Untuk menjadi peserta dalam kontes yang bergengsi itu, peserta harus melewati seleksi yang amat ketat. Di Amerika Serikat misalnya, yang berhak mengikuti kontes itu adalah siswa yang memperoleh hasil terbaik dalam ujian sekolah menengah atas tahunan. Dengan demikian mereka merupakan orang-orang terpilih secara ketat dalam mewakili teman-temannya ke kontes internasional itu.

Pengajaran Matematika di Beberapa Negara

Pembaharuan pengajaran matematika di AS ternyata diikuti oleh banyak negara. Di benua Eropa seperti di Perancis, Rusia, Inggris, Jerman dan Swedia; di benua Amerika seperti Kanada; di benua Asia seperti Jepang, Filipina, Indonesia dan Malaysia; di benua Australia; di benua Afrika seperti Uganda, Tanzania, Zambia dan Etiopia; di Oceania seperti Fiji.

Berdasarkan hasil kunjungan Prof. E.T. Ruseffendi ke beberapa negara, diperoleh laporan bahwa pengajaran matematika sekolah di RRC adalah formal, cara mengajar adalah ceramah. Anak duduk dengan rapi mendengarkan guru. Matemtika juga diajarkan di tingkat TK, tetapi tidak pernah diberikan materi untuk tingkat SD. Pada waktu SMP siswa harus:

(10)

Mengenal bentuk-bentuk geometri sederhana.

Dapat menggunakan bentuk aljabar.

Dapat menyelesaikan soal tepakai yang sederhana.

Versi pelaksanaan pengajaran matematika (modern) di setiap negara berlainan, disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Kesimpulannya bahwa negara-negara di dunia sudah meninggalkan matematika modern adalah tidak benar. Mungkin ini kekeliruan dari mengartikan gerakan “back to the basics”. Dikiranya kembali ke berhitung lama.

B. Perkembangan Pengajaran Matematika di Belanda

Di Belanda, menggunakan pendekatan pembelajaran matematika yang disebut dengan RME (Realistic Mathematics Education) atau dalam bahasa Indonesia adalah PMR (Pembelajaran Matematika Realistik). RME dikembangkan oleh Freudenthal Institute, Utrecht University, Belanda. Proyek pertama yang berhubungan dengan RME adalah proyek Wiskobasoleh Wijdeveld dan Goffree.

1. Pengertian RME

(11)

tadi. Pada era 1980 terjadi perubahan dasar teori belajar pada pembelajaran matematika yaitu dari behaviorism ke arah konstruktivisme realistic.

2. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

Menurut Freudenthal (dalam Gravemeijer, 1994:114-115), PMR memiliki empat karakteristik, diuraikan sebagai berikut:

a. Menggunakan masalah konstektual (the use of context). Pembelajaran diawali dengan menggunakan masalah konstektual sehingga memungkinkan siswa menggunakan pengalaman sebelumnya dan pengetahuan awal yang dimilikinya secara langsung, tidak dimulai dari sistem formal. Masalah konstektual yang diangkat sebagai materi awal dalam pembelajaran harus sesuai dengan realitas atau lingkungan yang dihadapi siswa dalam kesehariannya yang sudah dipahami atau mudah dibayangkan. Menurut Treffers dan Goffree (dalam Suherman, dkk., 2003:149-150), masalah konstektual dalam PMR memiliki empat fungsi, yaitu: (1) untuk membantu siswa dalam pembentukan konsep matematika, (2) untuk membentuk model dasar matematika dalam mendukung pola pikir siswa bermatematika, (3) untuk memanfaatkan realitas sebagai sumber dan domain aplikasi matematika dan (4) untuk melatih kemampuan siswa, khususnya dalam menerapkan matematika pada situasi nyata (realitas). Realitas yang dimaksud di sini sama dengan konstektual.

(12)

sendiri oleh siswa (self developed models), yang merupakan jembatan bagi siswa untuk membuat sendiri model – model dari situasi nyata ke abstrak atau dari situasi informal ke formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah konstektual yang merupakan keterkaitan antara model situasi dunia nyata yang relevan dengan lingkungan siswa ke dalam model matematika. Menggunakan kontribusi siswa (student contribution). Siswa diberi kesempatan seluas – luasnya untuk mengembangkan berbagai strategi informal yang dapat mengarahkan pada pengkontruksian berbagai prosedur untuk memecahkan masalah. Dengan kata lain, kontribusi yang besar dalam proses pembelajaran diharapkan datang dari siswa, bukan dari guru. Artinya semua pikiran atau pendapat siswa sangat diperhatikan dan dihargai.

(13)

d. Terkait dengan topik lainnya (intertwining). Berbagai struktur dan konsep dalam matematika saling berkaitan, sehingga keterkaitan atau pengintegrasian antar topic atau materi pelajaran perlu dieksplorasi untuk mendukung agar pembelajaran lebih bermakna. Oleh karena itu dalam PMR pengintegrasian unit-unit pelajaran matematika merupakan hal yang esensial (penting). Dengan pengintegrasian itu akan memudahkan siswa untuk memecahkan masalah. Di samping itu dengan pengintegrasian dalam pembelajaran, waktu pembelajaran menjadi lebih efisien. Hal ini dapat terlihat melalui masalah kontekstual yang diberikan.

3. Ciri – Ciri RME

Fauzan (2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran yang menggunakan PMR memiliki beberapa ciri, yaitu:

a. Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problem) merupakan bagian yang esensial.

b. Belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (doing mathematics).

c. Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika di bawah bimbingan orang dewasa (guru).

(14)

e. Aktivitas yang dilakukan meliputi : menemukan masalah-masalah kontekstual (looking for problems), memecahkan masalah (solving problems), dan mengorganisir bahan ajar (organizing a subject matter).

4. Langkah – Langkah Metode RME

Soedjadi (2001 : 3) menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika realistic juga diperlukan upaya “ mengaktifkan siswa” . Upaya itu dapat diwujudkan dengan cara :

1) Mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar 2) Mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense peserta didik.

Salah satu kemungkinan adalah dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya. Salah satu upaya guru untuk merealisasikan pernyataan diatas adalah menetapkan langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan prinsip dan karakteristik PMR (Pembelajaran Matematika Realistik).

Berdasarkan prinsip dan karakteristik PMR serta memperhatikan berbagai pendapat tentang proses pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR di atas, maka disusun langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan PMR sebagai berikut :

Langkah 1. Memahami masalah kontekstual

(15)

oleh siswa, guru memberikan petunjuk seperlunya terhadap bagian-bagian yang belum dipahami siswa.

Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik pertama yaitu menggunakan masalah kontekstual sebagai titik tolak dalam pembelajaran, dan karakteristik keempat yaitu interaksi.

Langkah 2. Menyelesaikan masalah kontekstual

Siswa mendeskripsikan masalah kontekstual, melakukan interpretasi aspek matematika yang ada pada masalah yang dimaksud, dan memikirkan strategi pemecahan masalah, selanjutnya siswa bekerja menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri berdasarkan pengetahuan awal yang dimilikinya, sehingga dimungkinkan adanya perbedaan penyelesaian siswa yang satu dengan yang lainnya. Guru mengamati, memotivasi, dan memberi bimbingan terbatas, sehingga siswa dapat memperoleh penyelesaian masalah-masalah tersebut.

Karakteristik PMR yang muncul pada langkah ini yaitu karakteristik kedua mernggunakan model.

Langkah 3. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban.

Guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban mereka secara berkelompok, selanjutnya membandingkan dan mendiskusikan pada diskusi kelas. Pada tahap ini, dapat digunakan siswa untuk berani mengemukakan pendapatnya meskipun pendapat tersebut berbeda dengan lainya.

(16)

( students constribution ) dan karakteristik keempat yaitu terdapat interaksi ( interactivity ) antara siswa dengan siswa yang lain.

Langkah 4. Menyimpulkan.

Berdasarkan hasil diskusi kelas, guru memberi kesempatan pada siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur yang terkait dengan masalah realistic yang diselesaikan.

Karakteristik pembelajaran matematika realistik yang tergolong kedalam langkah ini adalah adanya interaksi ( interactivity ) antara siswa dengan guru ( pembimbing ).

5. Kelebihan

Menurut suwarsono (2001:5) terdapat kekuatan atau kelebihan dari pembelajaran matematika realistik, yaitu :

a. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa tentang keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari dan kegunaan pada umumnya bagi manusia.

b. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

(17)

tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dari proses penyelesaian masalah tersebut.

d. Pembelajaran matematika realistik memberikan pengertian yang jelas kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama dan orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain yang sudah tahu ( misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan tercapai.

6. Kekurangan

Adanya persyaratan-persyaratan tertentu agar kelebihan PMR dapat muncul justru menimbulkan kesulitan tersendiri dalam menerapkannya. Kesulitan-kesulitan tersebut, yaitu :

a. Tidak mudah untuk merubah pandangan yang berdasar tentang berbagai hal, misalnya mengenai siswa, guru dan peranan soal atau masalah konstektual, sedang perubahan itu merupakan syarat untuk dapat diterapkannya PMR.

(18)

c. Tidak mudah bagi guru untuk mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara dalam menyelesaikan soal atau memecahkan masalah d. Tidak mudah bagi guru untuk memberi bantuan kepada siswa agar

dapat melakukan penemuan kembali konsep – konsep atau prinsip – prinsip matematika yang dipelajari.

C. Perkembangan Pengajaran Matematika di Singapura

Kurikulum Pendidikan Matematika Singapura

Pada tahun 1992 Singapura mulai menekankan pemecahan masalah di dalam kurikulumnya. Pemecahan masalah mataematika dipusatkan dalam pembelajaran matematika yang di dalamnya menyangkut kemahiran, kemampuan/keterampilan dalam menerapkan konsep-konsep matematika dalam berbagai situasi masalah, seperti yang dijabarkan oleh Kementrian Pendidikan Singapura, Mathematical problem solving is central to mathematics learning. It involves the acqulsition and application of

mathematics concepts and skill in a wide range of situation. Including

non-routine, open-ended and real-word problems (Clark, 2009).

(19)

Kerangka tersebut memperlihatkan bahwa pemecahan masalah matematika merupakan tujuan utama dari pembelajaran matematika. Sedangkan kelima kompenen yang melingkarinya memberikan kontibusi terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Tujuan dari kurikulum tersebut dipaparkan dalam dokumen silabus yang memuat garis besar filosofis yang mendasarinya dan tujuan-tujuan kurikulum beserta muatan silabus berdasarkan tingkatan kelas.

Di dalam sibaus tersebut, komponen proses (processes) telah mengalami penambahan yang menitik beratkan pada proses penalaran (reasoning), komunikasi dan koneksi (communication and connection), serta aplikasi dan pemodelan atau peragaan (application and modeling) sebagai tambahan dari heuristik atau strategi (heuristics) dan kemampuan berpikir (thinking skill). Semua kemampuan proses tersebut harus diimplementasikan dalam pembelajaran matematika.

Aplikasi dan pemodelan (appilcation and modeling) menurut Kaur dan Dindyal (2010) memainkan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan pemahaman dan kemampuan matematika. Pemodelan matematika (mathematical modeling) merupakan proses memformulasi dan mengembangkan suatu model matematika untuk merepresentasikan dan memecahkan masalah. Melalui pemodelan matemtaika, siswa belajar untuk menggunakan representasi data yang beragam dan memiliah serta menerapkan metode dan alat yang tepat dalam memecahkan masalah.

(20)

dalam pembelajaran matematika di Singapura. Foong (2002) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika di Singapura kini, kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan dari proses belajar mengajar matematika. Selanjutnya Foong (2002) berpendapat bahwa mengajar melalui pemberian masalah-masalah memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun konsep matematika dan mengembangkan keterampilan matematikanya.

Masalah akan mengarahkan siswa untuk menggunakan heuristik seperti untuk menyelidiki dan menggali pola sebaik mereka berpikir secara kritis. Untuk menyelesaikan masalah, murid harus mengamati, menghubungkan, bertanya, mencari alasan, dan mengambil kesimpulan. Keberhasilan dalam memecahkan masalah sangat erat hubungannya dengan tingkat kemampuan dan pengamatan seseorang terhadap proses berpikir siswa sendiri.

D. Perkembangan pengajaran Matematika di Negara Jepang

(21)

dijadikan proses alamiah dalam menemukan pola pikir itu. Guru memberikan sebuah permasalahan untuk dipecahkan anak sesuai dengan pola pikirnya.

Dalam sebuah kelas di Jepang, anak-anak bisa jadi menghabiskan seluruh waktu pembelajaran di kelas untuk mendemonstrasikan dan mendiskusikan beragam solusi yang mereka identifikasi terhadap suatu persoalan. Dengan melihat pada suatu persoalan dari berbagai perspektif, dan menilai proses berpikir dalam diri mereka sendiri, serta mengoreksi miskonsepsi yang telah mereka buat, mereka belajar berpikir secara lentur atau fleksibel. Bukannya belajar dengan semata-mata menerapkan serangkaian aturan yang tidak sepenuhnya mereka pahami, atau memecahkan sejumlah besar persoalan yang sama dengan rumus algoritma yang sama, para siswa belajar untuk sampai pada pemahaman akan beragam strategi untuk memecahkan persoalan. Tidak mengherankan bahwa akhirnya mereka pun mampu menerapkan apa yang telah mereka pelajari tersebut dalam situas-situasi baru yang mereka hadapi.

Pembelajaran matematika, terutama di SD dan SMP di Jepang juga sangat menarik, guru-guru selalu menyiapkan bahan belajar yang sangat sederhana, misalnya kertas, gunting, jepitan pakaian, atau bahan lain yg gampang sekali ditemukan. Alat peraga digunakan untuk membantu membentuk pola pikir anak.

(22)

Yang menarik guru sama sekali tidak menggurui dengan memberitahukan jawabannya secara langsung, tetapi seakan-akan beliau tidak tahu, dan meminta siswa untuk menjelaskan. Melalui cara ini, saya dapat menangkap bahwa anak-anak Jepang sangat kaya ide. Pepatah ‘banyak jalan menuju Roma’ berlaku di sini. Dan Pak Guru sama sekali tidak pernah mengatakan ‘salah’, yang dia ucapkan malah kalimat ‘naruhodo’, yang artinya ‘Oh, saya baru tahu!’ Kalimat ini menurut saya membangkitkan suatu kebanggaan tersendiri bagi seorang anak. Suatu pujian yang bisa diartikan ‘kamu bisa, Nak!’

Ada 3 prinsip mengajar guru-guru di Jepang, yaitu 1. Tanoshii jugyou (kelas harus menyenangkan) 2. Wakaru ko (anak harus mengerti)

3. dekiru ko (anak harus bisa)

Melalui model pembelajaran seperti itu, kita dapat melihat bagaimana anak-anak di Jepang diajari untuk menganalisa sebuah permasalahan, atau menemukan pemecahannya, tanpa dijejali dengan rumus itu rumus ini. Mereka baru diajari rumus /teori belakangan, setelah mereka paham asal-usul sebuah teori, dan bisa menggunakannya di kehidupan sehari-hari. Mereka juga tidak diajari banyak hal, sedikit saja yang penting mengerti.

(23)

berdasarkan masalah kontekstual. Hal ini dapat terlihat dari buku pelajaran matematika di Jepang menggunakan gambar asli tempat, benda dan hal-hal lain yang memiliki relativitas dengan isi atau pelajaran yang disajikan dalam buku. Buku pelajarannya berwarna-warni dan memiliki banyak foto dan gambar.

BAB III

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan uraian bab sebelumnya penulis dapat mengemukakan simpulan bahwa :

1. Perkembangan Pengajaran Matematika di Negara Amerika Serikat

(24)

Matematika modern memiliki ciri-ciri sebagai berikut: - Menekankan pada pengertian dan penemuan. - Matematika modern memuat materi baru.

- Pendekatan materi dalam matematika modern adalah matematika deduktif.

- Dalam matematika modern ketetapan bahasa sangat diperhatikan. - Matematika modern sangat menekankan pada struktur

2. Perkembangan Pengajaran Matematika di Negara Belanda

- Ide RME dikemukakan pertama kali oleh Hans Freudenthal dari Belanda

- Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang bertitik tolak dari hal-hal yang ‘real‘ bagi siswa, menekankan keterampilan, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri dan menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kelompok

- Karakteristik Pembelajaran Realistik Matematika Menggunakan masalah konstektual (the use of context), Menggunakan instrument vertical seperti model, skema, diagram dan symbol – symbol (use models, bridging by vertical instrument), Proses pembelajaran yang interaktif (interactivity), Terkait dengan topik lainnya (intertwining) - Ciri – Ciri RME menurut Fauzan (2001:2) mengemukakan bahwa

pembelajaran yang menggunakan PMR memiliki ciri, yaitu: (1) Matematika dipandang sebagai kegiatan manusia sehari-hari, sehingga

(25)

memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari (contextual problem) merupakan bagian yang esensial, (2) Belajar matematika berarti bekerja dengan matematika (doing mathematics), (3) Siswa diberi kesempatan untuk menemukan konsep-konsep matematika di bawah bimbingan orang dewasa (guru), (4)Proses belajar mengajar berlangsung secara interaktif dan siswa menjadi fokus dari semua aktivitas di kelas, (5) Aktivitas yang dilakukan meliputi : menemukan masalah-masalah kontekstual (looking for problems), memecahkan masalah (solving problems), dan mengorganisir bahan ajar (organizing a subject matter).

- Langkah–Langkah metode RME yaitu (1) Memahami masalah kontekstual, (2) Menyelesaikan masalah kontekstual, (3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban, (4) Menyimpulkan 3. Perkembangan Pengajaran Matematika di Negara Singapura

Kemampuan matematika siswa di Singapura telah lebih maju. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah (problem solving) menjadi tujuan utama dalam pembelajaran matematika di Singapura. Foong (2002) menyatakan bahwa dalam kurikulum matematika di Singapura kini, kemampuan penyelesaian masalah merupakan tujuan dari proses belajar mengajar matematika. Selanjutnya Foong (2002) berpendapat bahwa mengajar melalui pemberian masalah-masalah memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun konsep matematika dan mengembangkan keterampilan matematikanya.

(26)

- Tujuan kurikuler dari negara Jepang dalam pendidikan matematika yaitu berusaha untuk memberikan para siswa dengan berbagai dan beragam pengalaman yang akan meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir secara logis dan kreatif menggunakan masalah matematika yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata.

- Matematika Jepang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencoba menyelesaikan masalah dengan pola pikir sendiri. - Inti pengajaran matematika di jepang adalah membentuk pola pikir para peserta didiknya. Pendekatan yang sering dipakai adalah open ended, problem solving dan discovery.

B. Saran

Referensi

Dokumen terkait

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas

Penelitian yang dilakukan oleh Basiratnia pada tahun 2006 menunjukkan bahwa BMD ( Bone Mineral Density ) pada pasien SN secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan anak

Hasil analisis dari ke 6 sampel, potensi korosivitas tanah di daerah penelitian menunjukkan bahwa tingkat korosivitas tanah berada pada tingkatan korosif tinggi

Rencana Kerja (Renja) Badan Keluarga Berencana Kabupaten Lumajang tahun 2015, akan dijadikan sebagai pedoman dan rujukan dalam menyusun program dan kegiatan Badan

Preservasi Perpustakaan digital lebih ditekankan masalah teknologi yaitu tentang pengalihan media dan degradasi media penyimpanan Perpustakaan digital yang akan mengadakan

Hasil analisis regresi permintaan daging pada rumah makan ada (4) variabel independen berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap variabel dependen, yaitu jumlah konsumsi daging

4) Jika sumber itu merupakan karya tulis seseorang dalam suatu kumpulan tulisan banyak orang. Cara penulisan urut dimulai dari nama pengarang, tahun., judul kumpulan tulisan,

Adalah pembiayaan untuk modal kerja ataupun investasi, menggunakan akad murabahah (jual beli), untuk pengusaha dengan lama usaha minimal 2 tahun, pembiayaan ini diberikan